Apa perbedaan UU SJSN dengan perundangan Badan Penyelenggara yang ada?
Jawaban: Badan Penyelenggara yang ada sekarang baru mengelola jaminan pada kelompok terbatas dan mengambil untung dari penyelenggaraan itu. Peraturan yang lalu memang begitu. SJSN akan mengubah penyelenggaraan dengan kepesertaan wajib untuk seluruh rakyat (termasuk sektor informal), penyelenggaraan tidak mencari untung untuk pemerintah. Setiap keuntungan yang diperoleh tidak perlu dipotong pajak penghasilan badan dan badan penyelenggara tidak membayar deviden. Hasil keuntungan akan dikembalikan sepenuhnya untuk peserta, dalam bentuk peningkatan manfaat (benefit). Ini adalah salah satu inti UU SJSN. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Apa kelebihan dan kekurangan SJSN dengan sistem yang ada sekarang? Jawaban: Sistem yang ada sekarang: Jamsostek, Askes, Taspen, clan Asabri seluruhnya, secara legal, dikelola untuk mencari dana/keuntungan bagi pemerintah (Persero) dan keterlibatan peserta dan pemberi kerja pada Jamsostek dalam pengambilan keputusan hampir tidak ada. Selain itu, sistem yang ada sekarang tidak menyediakan manfaat yang sama, ada ketidak-adilan antara pegawai negeri dan pegawai swasta. Pekerja sektor informal dan orang tidak mampu (miskin) tidak dimungkinkan masuk SJSN mengubah itu semua. Badan Penyelenggara (BPJS) tidak mencari keuntungan untuk pemerintah, akan tetapi mencari keuntungan untuk peserta. Peserta dan pemberi kerja bersama-sama pemerintah menentukan kebijakan dan ikut menjadi pengawas dan ada keseragaman jaminan antar penduduk. Itulah intinya. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Apa kelebihan dan kekurangan SJSN dengan sistem yang ada sekarang? Jawaban: Sistem yang ada sekarang: Jamsostek, Askes, Taspen, clan Asabri seluruhnya, secara legal, dikelola untuk mencari dana/keuntungan bagi pemerintah (Persero) dan keterlibatan peserta dan pemberi kerja pada Jamsostek dalam pengambilan keputusan hampir tidak ada. Selain itu, sistem yang ada sekarang tidak menyediakan manfaat yang sama, ada ketidak-adilan antara pegawai negeri dan pegawai swasta. Pekerja sektor informal dan orang tidak mampu (miskin) tidak dimungkinkan masuk SJSN mengubah itu semua. Badan Penyelenggara (BPJS) tidak mencari keuntungan untuk pemerintah, akan tetapi mencari keuntungan untuk peserta. Peserta dan pemberi kerja bersama-sama pemerintah menentukan kebijakan dan ikut menjadi pengawas dan ada keseragaman jaminan antar penduduk. Itulah intinya. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Mengapa tidak badan penyelenggara yang ada sekarang ini saja diperluas? Jawaban: Memang sekarang kita sudah punya UU Nomor 3/1992 tentang Jamsostek, akan tetapi UU tersebut baru mencakup sebagian pekerja di sektor formal dan belum seluruh program jaminan sosial disediakan. PT. Taspen PP No. 26/1981, PT Asabri PP No. 67/1991, PT Askes PP No. 96/1991. Selain itu, antara program jaminan bagi pegawai negeri dan pegawai swasta belum ada keseragaman baik dalam programnya maupun besaran manfaatnya sehingga dapat menimbulkan ketidak-adilan sosial. Peraturan perundangan tumpang tindih dan belum harmonis dan sinkron dengan UU lain. Perlu harmonisasi dan sinkronisasi diantara badan penyelenggara. UU SJSN akan menyelaraskan penyelenggaraan yang ada sekarang, sehingga lebih menjamin terselenggaranya keadilan sosial. Kita harus terus-menerus memperbaiki sistem kita, sebagai tanda kita akan terus maju. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Apakah RUU SJSN diundangkan dulu atau mengamandemen UU lain yang masih berlaku? Jawaban: Mengingat efisiensi pembuatan UU, untuk mengatur hal yang sama tidak diperlukan pengaturan dalam dua atau lebih UU yang berbeda. Justeru akan membingungkan. RUU SJSN saja yang akan dibahas sekarang. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Perlu harmonisasi UU Pensiun (11/92), UU Asuransi (UU 2/92), dan UU Jamsostek (UU 3/92) dengan RUU SJSN. Sudahkah ini dilakukan? Jawaban: UU dana pensiun dan UU asuransi sama sekali tidak mengatur kewajiban ikut serta. Keduanya mengatur bisnis dana pensiun dan asuransi yang sifatnya sukarela, yang merupakan manfaat tambahan dari yang diatur oleh SJSN yang memberikan manfaat dasar. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Dalam belajar, Jerman dan negara maju lain tidak sama kondisinya. Kenapa belajar dari negara maju? Jawaban: Negera maju juga memulai program jaminan sosial pada waktu kondisi mereka lebih jelek dari kondisi kita saat ini. Jadi kita belajar dari sejarah mereka, dari pengalaman mereka, bukan meniru penyelenggaraannya saat ini. Tim juga belajar dari negara berkembang yang setara dengan kita, seperti dari Filipina, Muangthai dan Malaysia. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Sejauh mana RUU SJSN ini sudah disosialisasikan? Jawaban: Konsep dan RUU SJSN sudah disosialisasikan secara luas di berbagai propinsi dan kepada berbagai pihak terkait, pemerintah daerah, berbagai departemen, serikat pekerja, asosiasi pengusaha, asosiasi profesi, universitas, LSM, DPR dan DPRD, dan lembaga internasional. Dukung telah diterima dari International labor Organization, World Health Organization, Uni Eropa, GTZ (Lembaga bantuan Pemerintah Jerman) dsb. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Sudahkah ada koordinasi dengan ulama? Sebab RUU ini menggunakan mekanisme asuransi yang belum tentu diterima ulama Jawaban: Asuransi bukanlah sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Ada asuransi syariah yang disebut Takaful, intinya sama yaitu asuransi. Yang berbeda adalah pengelolaan dananya. Dana SJSN juga diatur ketat, tidak boleh diinvest dalam instumen yang sangat spekulatif seperti perdagangan opsi. Insya Allah, ulama tidak keberatan dan tidak melanggar syariah. Manfaat SJSN sangat besar sedangkan mudaratnya hampir tidak ada. Bagaimana bisa bertentangan dengan syariah? (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
BPJS dapat menjadi mobilisator ganda pasar modal, apa maksudnya? Jawaban: BPJS akan mengumpulkan dengan efektif dana yang besar, dari iuran yang diwajibkan. Dana yang besar ini merupakan sumber modal bagi pembangunan. Jadi SJSN selain memberikan jaminan bagi pesertanya, juga merupakan pendorong berkembangnya dunia usaha dengan penyediaan modal dalam negeri. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bukankah pemerintah sudah memungut pajak, kenapa menambah kewajiban membayar iuran JSN (welfare state)? Jawaban: Pajak dipungut untuk membiayai berbagai program yang tidak ditetapkan dimuka, seperti untuk gaji pegawai negeri, membuat jalan, jembatan, pelabuhan dsb. Tingkat pembayaran pajak kita sangat rendah dan pembayarnya pun sangat sedikit, belum mencapai 5% penduduk. Hasil pajak dinikmati oleh yang membayar maupun yang tidak membayar pajak. Iuran SJSN merupakan kewajiban tambahan yang dananya hanya digunakan untuk jaminan yang mengiur. Yang tidak mengiur, atau dibayarkan iurannya oleh pemerintah dari dana pajak, tidak berhak mendapatkan manfaat JSN. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Iuran JHT 50% ditanggung pekerja dan 50% ditanggung pemberi kerja, akan memberatkan peserta? Jawaban: Saat ini dalam program Jamsostek pekerja mengiur 2% upah dan pemberi kerja mengiur 3,7% upah. Jumlah JHT yang diterima sangat kurang memadai. Karena JHT nantinya dinikmati pekerja, setelah dia tidak lagi bekerja atau bekerja di perushaan lain lagi, maka wajarlah pekerja ikut menabung lebih banyak. Coba perhatikan di Malaysia pekerja mengiur 11% upah dan pemberi kerja menambah iuran 12% upah. Di Singapura, pekerja dan pemberi kerja sama-sama mengiur 20% upah. Iuran itu, merupakan tabungan pekerja, bukan biaya untuk orang lain. Oleh karenanya pekerja seharusnya malah diuntungkan. Kalau tidak ditabung, uang akan habis saja. Memang kita akan mulai dengan iuran kecil, secara berkala akan ditingkatkan, sesuai dengan perkembangan tingkat upah. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Sekarang ada ketidak-percayaan publik terhadap BP jaminan sosial yang ada. Bagaimana mengatasinya? Jawaban: RUU dan naskah akademiknya, disusun untuk mengatasi ketidak-percayaan tersebut. Perhatikan bagaimana berbagai komponen pengawasan DJSN dan pengaturan ketat internal diatur oleh RUU SJSN yang belum diatur dalam UU terdahulu. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Kepercayaan pekerja dan pemberi kerja terhadap pelayanan Jamsostek rendah sekali. Bagaimana SJSN bisa mengatasi hal itu? Jawaban: Dalam SJSN, perwakilan pekerja dan pemberi kerja mempunyai kekuatan yang sama yang ditempatkan dalam DJSN. Merekalah yang mengatur dan mengawasi SJSN. Sekarang ini kan perwakilan peserta dan pemberi kerja minimal dalam Jamsostek. Lagi pula mereka tidak memiliki kekuatan mengatur seperti yang diberikan oleh SJSN. Jadi SJSN adalah jalan keluar dari masalah yang ada itu. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Apakah kami yang kini jadi peserta Jamsostek harus berhenti dan berganti dengan SJSN? Jawaban: Tidak. Anda akan terus menjadi peserta Jamsostek. RUU SJSN hanya menyempurnakan penyelenggaraannya. Mungkin program JPK Jamsostek akan dipindahkan ke BPJS lain, yang spesialis menangani Jaminan Kesehatan. Tetapi anda tidak perlu berurusan dengan dua BPJS dengan membayar iuran ke dua tempat berbeda. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Saat ini pemerintah memanfaatkan PT Jamsostek untuk menggunakan dananya yang tidak dapat dipertanggung jawabkan! Nanti seperti itu lagi? Jawaban: Kadang memang ada tuduhan dari berbagai pihak. Kami tidak dalam posisi membenarkan atau tidak membenarkan tuduhan itu. Yang jelas, SJSN berupaya mengatur agar penyelenggaraan jaminan sosial nanti bebas dari korupsi, menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan, melarang pemerintah atau siapapun menggunakan dana iuran kecuali untuk peserta sesuai dengan peraturan, dan mengharuskan manajemen transparan dan akuntabel. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
UU 13/2003 mewajibkan pengusaha membayar pesangon. RUU SJSN mewajibkan lagi JHT/JP, ini menambah beban pengusaha. Apa bedanya RUU SJSN dengan UU 13/2003 tentang tenaga kerja? Jawaban: UU 13/2003 merupakan kewajiban pengusaha untuk resiko pengusaha sedangkan SJSN mewajibkan pengusaha dan pekerja untuk mengatasi resiko pekerja. Jika perusahaan tidak bangkrut atau tidak memecat pekerja, UU 13 tidak mewajibkan pengusaha membayar. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Pemerintah mau menjamin seluruh rakyat agar bisa memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Kenapa kami pengusaha yang harus membayarnya? Jawaban: Pengusaha tidak diminta membayar jaminan sosial untuk seluruh rakyat. Pengusaha hanya wajib membayar untuk jaminan sosial bagi karyawannya sendiri, dimana pengusaha juga mendapatkan manfaat dari karyawannya. Tanpa karyawan pengusaha tidak bisa memperoleh keuntungan. Ini yang namanya gotong royong. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Pemerintah mau menjamin seluruh rakyat agar bisa memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Dari mana uangnya? Jawaban: Uangnya dari iuran rakyat itu sendiri. Pemerintah hanya mewajibkan dan membantu mengawasi pengelolaannya. Kalau tidak diwajibkan dan ada sangsinya, hanya sedikit penduduk yang mau mengiur atau menabung. Pada waktu kejadian resiko, sakit atau pensiun, baru terasa sulitnya dan meminta bantuan. Hal ini tidak bisa dibiarkan terus. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Dalam UUD dinyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar menjadi tanggung Negara. Mengapa tidak kelompok itu saja yang diberi jaminan sosial? Pekerjakan sudah ada yang jamin. Jawaban: Fakir miskin dan anak terlantar memang akan ditanggung negara dengan membayarkan iurannya. Tetapi tidak benar bahwa pekerja sudah ada yang jamin. Hanya sebagian kecil saja pekerja yang mempunyai jaminan. Coba periksa data-data yang benar! (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bukankah ada bantuan pemerintah untuk membayar iuran orang miskin, buat apa iuran itu? Jawaban: Kalau pemerintah sudah membayarkan iuran, maka ia termasuk peserta yang sudah mengiur dan karenanya BERHAK mendapat manfaat program ybs. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana rakyat miskin tahu haknya untuk mendapat subsidi iuran? Jawaban: Pemerintah daerah diwajibkan mendata dan mendaftarkan penduduk tidak mampu. Selain itu, lembaga masyarakat juga dapat menjadi pemantau dan pendorong agar penduduk tidak mampu mendapat jaminan kesehatan, paling tidak. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Prosedur pengelolaan sektor informal bagaimana? Jawaban: Tidak ada perbedaan berarti dalam prosedur. Sektor informal membayar iuran ke rekening BPJS. Perbedaan utama terletak pada penetapan iuran bagi sektor informal yang tidak mempunyai upah tetap, seperti sopir angkot atau taksi. Iuran bagi mereka akan dikelompokan dengan jumlah rupiah tertentu per bulan atau per tahun sesuai dengan rata rata tingkat pendapatan mereka. Jadi bukan dengan persentase upah, karena tidak ada upahnya. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Kenapa peserta yang terkena PHK hanya dibebaskan dari iuran kesehatan selama 6 bulan? Jawaban: Waktu 6 (enam) bulan dianggap cukup untuk memperoleh pekerjaan baru. Apabila tidak memperoleh pekerjaan, maka akan masuk pada kelompok tidak mampu, yang iurannya dibayarkan pemerintah. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Selama ini perusahaan juga sudah memberi jaminan sosial: kesehatan, kecelakaan, pesangon, dll. Mengapa harus diwajibkan lagi? Jawaban: Hanya sebagian kecil perusahaan memberikan jaminan atas dasar sukarela. Sebagian sudah mendaftarkan ke Jamsostek. Yang sudah menjadi peserta Jamsostek harus diteruskan. Yang belum, harus ikut. SJSN juga mempersiapkan jaminan bagi pensiunan, yang kini hampir tidak dijamin, kecuali kelompok kecil pegawai negeri dan pegawai swasta. Itupun dengan besaran j aminan yang kurang memadai. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana kami tahu bahwa pengusaha telah membayarkan iuran kami dalam jumlah yang benar? Jawaban: Ini salah satu beda mendasar dengan yang ada sekarang. Dalam SJSN, BPJS diwajibkan menyampaikan akun pribadi tiap tahun. Artinya, BPJS wajib menyampaikan kepada setiap peserta bahwa pengusaha telah menyetorkan iuran untuknya tahun lalu sebesar Rp x yang merupakan y% dari upah. Bukankah ini sangat menguntungkan pekerja? (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Secara praktis bagaimana bayar iuran? Jawaban: Perusahaan atau peserta langsung langsung membayar ke rekening BPJS di Bank dengan mencantumkan nomor jaminan sosial sehingga BPJS dapat membukukan dengan tepat. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana pengawasan pemberi kerja yang tidak membayar iuran? Jawaban: BPJS akan melakukan koordinasi dengan Departemen terkait dan meminta Depnaker untuk mengefektifkan PPNS pengawas. Prinsipnya pengawasan dan penegakan hukum bagi yang tidak mematuhi SJSN harus tegas, agar SJSN bisa mencapai tujuannya bersama secara adil. Pekerja dan pemberi kerja lain juga berkewajiban melaporkan ketidak-patuhan pemberi kerja. Dengan cara demikian, maka keadilan dan kepentingan bersama dapat tercapai. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Orang-orang terlantar saja, yang jumlahnya tidak begitu banyak belum terjamin; mengapa mau menjamin seluruh rakyat? Jawaban: Orang terlantar selama ini dijamin dari dana APBN (berupa program bantuan sosial) yang memang belum mencukupi. Nanti kalau dana APBN sudah banyak, semakin banyak orang terlantar yang bisad dijamin. Itulah sebabnya SJSN ini dirancang dengan pendanaan dari peserta, dari kita untuk kita. Mekanisme utamanya adalah asuransi sosial. Kita tidak perlu mengandalkan bantuan sosial dari dana APBN. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana wakil pekerja dan pemberi kerja ditetapkan Presiden? Jawaban: Secara teknis, nanti akan diatur dalam PP bahwa seorang wakil anggota DJSN wakil pekera harus mendapat dukungan dari, misalnya minimal 5 serikat pekerja sector tertentu. Setelah itu, masih ada proses fit and proper test oleh tim independen yang dibentuk Presiden. Nama calon bisa diumumkan sebelum terpilih agar masyarakat luas bisa menyampaikan bukti-bukti kalau calon pernah tidak bersih (tetapi bukan fitnah). Kalau ternyata tidak bersih, ya gugur sebagai calon. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana Direktur BPJS dipilih? Apakah tidak ada kolusi? Jawaban: SJSN disusun untuk menjamin bahwa system jaminan sosial nanti bersih KKN. Oleh karena itu ada persyaratan khusus calon direktur yang harus bersih, bukan orang tercela, mempunyai pengetahuan dan kemampuan. Calon diseleksi oleh DJSN dan atau tim independen. Nama calon bisa diumumkan sebelum terpilih agar masyarakat luas bisa menyampaikan bukti-bukti kalau calon pernah tidak bersih (tetapi bukan fitnah). Kalau ternyata tidak bersih, ya gugur sebagai calon. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana menetapkan penghasilan/upah yang layak? Jawaban: Penetapan upah atau penghasilan yang layak tidak diatur dalam SJSN. Peraturan pemerintah tentang ketenaga kerjaanlah yang mengatur. SJSN akan mengatur manfaat yang layak, sesuai dengan perkembangan ekonomi kita. Yang jelas, pelayanan kesehatan ketika peserta sakit harus dijamin sesuai kebutuhannya. Kalau perlu dirawat, ya harus dirawat. Akan tetapi, dengan kondisi keuangan saat ini, tidak harus semuanya harus dirawat di ruang kelas I. Meskipun dirawat dikelas II penyakitnya harus diupayakan sampai sembuh. Inilah pemahaman layak yang dinamis. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Dalam hal pengawasan good governance, perusahaan asuransi sudah ketat. Bagaimana dengan BPJS? Jawaban: BPJS merupakan milik semua peserta oleh karenanya harus diatur jauh lebih ketat dari pengaturan perusahaan asuransi biasa. Hanya dengan cara itu, kita yakin dana kita dikelola secara amanat. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana pekerja yang sifatnya insidentil atau buruh lepas? Bisakah ikut? Bagaimana caranya? Jawaban: Bisa saja. Iuran untuk mereka diperhitungan dengan jumlah tertentu dan mereka bisa bayar sekali tiga bulan atau sekali dalam setahun dimana mereka menerima penghasilan. Tidak harus rutin tiap bulan seperti karyawan yang menerima upah. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Untuk pembantu rumah tangga siapa yang jamin? Siapa yang mengiur? Jawaban: Pembantu rumah tangga punya majikan, yaitu kepala atau ibu rumah tangga. Majikan dan pekerja (PRT) sama-sama wajib iur juga. Jangan lupa, karena anda menjaminkan pembantu anda, sebagian besar PRT itu akan lebih betah dan lebih aman bekerja di rumah anda. Jadi majikan juga akan diuntungkan. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana pengurus BPJS bisa menampung aspirasi daerah? Jawaban: Di tiap wilayah akan ada kantor cabang BPJS. Kepala kantor cabang juga dipilih dengan fit and proper test seperti halnya Direktur. Silahkan orang daerah dapat mengajukan calonnya. Tetapi, kalau tidak memenuhi syarat jangan memaksa. Sebab yang penting bukanlah perwakilan daerah, akan tetapi orang yang tepat mengelola cabang BPJS yang bersih dan menguntungkan daerah. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)
Bagaimana dengan pengusaha yang tidak menentu? Apakah tetap diwajibkan? Jawaban: Ya, semua pengusaha wajib mengikutsertakan karyawannya. Suatu ketika pengusaha ini akan menjadi pengsaha yang bonafid. (sumber: Pertanyaan & Jawaban Strategis 2 tentang RUU SJSN, Tim SJSN & Kantor Menko Kesra, 1 Juni 2004)