Anda di halaman 1dari 11

PEREMPUAN dalam MEDIA BUDAYA

Di susun oleh :
EMA FITRIANA


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG PAREPARE

PEREMPUAN dalam MEDI A BUDAYA

A. PEREMPUAN dan BUDAYA
Dalam berbagai kebudayaan, perempuan lebih banyak dipandang sebagai
ciptaan Tuhan yang kedua (the second man), yang rendah, bahkan acapkali
disamakan dengan 'setan'. Pandangan dan citra ini muncul dalam banyak karya
sastra,narasi,puisi,syair.
Dalam sebuah syair Arab masa lain, misalnya, dituturkan:
Inna ni sa 'a syayathin khuliqna lana
Na 'uddzu billah mm syarrisy syayathin
"Perempuan adalah setan-setan yang diciptakan untuk kita,
dan kita memohon perlindungan Tuhan dari para setan itu".
Perempuan dalam budaya juga sering digambarkan sebagai eksistensi yang
membawa sial. Kejatuhan Nabi Adam dari surga, misalnya, dianggap sebagai ulah
perempuan (Hawa). Mitos-mitos mengapa sehingga perempuan menstruasi setiap
bulan, dengan konsekwensinya, menderita ketika hamil, melahirkan dan
sebagainya. Semua itu adalah cerita mitologi yang dikembangkan dalam
kebudayaan manusia untuk menjustifikasi peradaban patriarkis yang menimpakan
seluruh kesalahan laki-laki kepada perempuan. Hal ini bertentangan dengan ajaran
agama islam.
Pada saat yang sama perempuan adalah eksistensi, yang tidak hanya dapat
dipermainkan untuk hasrat-hasrat seksual dan kekuasaan atau dominasi laki-laki,
tetapi juga tempat pelampiasan kemarahan dan emosi-emosi destruktif lainnya.
Gambaran seperti ini, dapat kita lihat misalnya dalam karya-karya atau nyanyian.
Ismail Marzuki telah mengekspresikan realitas budaya patriarkis tersebut dalam
nyanyian yang cukup populer.
Wanita dijajah pria sejak dulu, Dijadikan perhiasan sangkar madu,,
demikian pula pada syairqhasidah seorang perempuan.

Fi aljahiliyyah kuntu kamman muhfnala
Wa unutsati 'arun tasir wa ra 'iya
Ahya muhdiayya 'ah alhuquq dzalilah
In lam yaidnifo al thujulati aliya

(Ketika Jahiliah, aku adalah entitas yang tak berharga
Identitas keperempuananku adalah cacat
Hidupku tanpa hak apa pun
Aku disia-siakan; aku direndahkan
Kalau tidak, aku ditimbun tanah ketika lahir.
Demikianlah, kebudayaan manusia pada umumnya hampir di segala zaman dan
segenap ruang memposisikan perempuan ).

B. AGAMA dan BUDAYA
Contoh-contoh di atas jauh berbeda dengan pesan-pesan yang dibawa
Islam sebagaimana ditayangkan dalam kitab suci al Qur'an. Petunjuk al Qur'an
memperlihatkan pesan-pesan transformatif yang diungkapkan melalui budaya di
mana ia diturunkan. Posisi perempuan yang direndahkan oleh kebudayaan Arab,
telah disindir, dikritik dan diarahkan ke posisi yang lebih baik dan terhormat.
Dalam banyak ayat, perempuan bahkan diposisikan sama dengan laki-laki,
baik untuk menjalankan kewajiban-kewajiban individualnya maupun sosialnya.
Misalnya: "Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan hendaklah saling
bekerja sama untuk menyerukan kebaikan dan menolak keburukan", "Laki-laki
atau perempuan yang beriman dan bekerja untuk mencapai kebaikan pasti akan
diberikan kehidupan yang baik".
Namun demikian, informasi al Qur'an seringkali diabaikan oleh banyak
kebudayaan. Sebagaimana disampaikan oleh filosof muslim Ibnu Arabi dalam
karya agungnya Tutuhatui Makkiyyahtelah diungkapkan dalam pandangannya
meski pada zamannya,
Innafin nisa' syaqaiq al dzukra
Fi alam al arwah ~wa al abdan
Wa hukm muttahidal wujud 'alaihima
Wa htfwa al mu'bbar 'anhu hi al insan
Wa tafarraqa 'annufi amrin 'aridii .
(Fashi al inats bihi min aldzukran )
Perempuan adalah belahan laki-laki
Di alam ruh dan dalam tubuh
Keduanya satu dalam eksistensi ' manusia'
Perbedaan mereka adalah aksiden
Keduanya dibedakan oleh budaya.
Sebagaimana pula telah diungkapkan dalam puisi-puisi syair "raja penyair"
Syauqi Baek yang menguak fakta-fakta sejarah masa lampau, di sana ditampilkan
banyak perempuan Islam ke panggung sejarah peradaban manusia.
Sebenarnya pesan-pesan normatif universal al Qur'an dijadikan landasan,
untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan
manusia, laki-laki atau perempuan. Melalui beragam cara yang mungkin dapat
dilakukan semisal melalui karya-karya akademis, dialog-dialog kebudayaan dalam
arti luas. Bisa juga dilakukan melalui media budaya.
Al Qur'an telah menuturkan banyak sekali kisah-kisah para Nabi dan
kebudayaan umat manusia masa lalu. Kisah-kisah tersebut tidak semata-mata
dimaksudkan sebagai cerita dan ungkapan sejarah perjalanan manusia, melainkan
mengandung tujuan, pesan dan norma kemanusiaan universal. Dalam berbagai
ayat, senantiasa difirmankan dengan pernyataan bahwa kisah-kisah tersebut
merupakan bahan pemikiran dan pelajaran bagi umat manusia.
Metode dan cara inilah sebagai efektivitas cara pandang untuk
memengaruhi dan menyentuh kesadaran audiens akan pesan-pesan yang
dikandung dalam firmanNya. Penggunaan media seperti ini, pada hakikatnya
bukan hanya menarik bagi masyarakat pada masa itu, tetapi juga dalam semua
kebudayaan dan peradaban manusia.
Dalam perjalanannya, para sarjana muslim mengembangkan metode
sosialisasi nilai-nilai kemanusiaan al Qur'an dengan media yang lain, tidak hanya
melalui media sastra naratif, tetapi juga dalam bentuk sastra puisi dan dinyanyikan
dengan beraneka ragam. Dalam tradisi kaum muslimin Indonesia misalnya,
sejarah hidup Nabi Muhammad saw, dikenal dengan Barzanji, al Bushairi dalam
qashidah Burdah. Konon katanya W.S. Rendra menjadi muslim karena mendengar
karya puisi al Bushairi yang indah itu. Media seperti ini seringkali dapat
menyentuh audiensnya.
Media budaya dengan beragam jenis dan bentuknya adalah paling
manusiawi dalam upaya mengembangkan kompleksitas eksistensi manusia. Yang
keberadaannya menyentuh ruang-ruang paling dalam dan menggetarkan nalar
kognitif manusia.
Pada zaman Jahiliyah wanita tak berati apa-apa, dia hanyalah sampah yang
tak ada gunanya, yang merupakan pelampiasan nafsu arab jahiliyah pada waktu
itu. Kemudian Islam datang mengangkat derajat mereka yang merupakan syaqaiq
arrijal. Kata almar'ah memang indah kedengarannya, tapi di balik kalimat tersebut
ada hal yang perlu dijaga. Syariat sudah menjelaskan bahwa wanita adalah tulang
punggung, jika ia baik maka baiklah semuanya. Dengan hal itu laki-lakilah
sebagai qawamah bagi wanita, sebagaimana yang dipaparkan dalam surah An-
Nisaa ayat 34 :
N~E}@O-]ON`O~O>4Ng7.=Og)4
-E)_+.-__u4_O>4N*
u4
maka seyogianya laki-lakilah yang menjadi pendidik pertama bagi wanita.
Baginda Rasulullah selalu mengingatkan kepada ummatnya, bahwa wanita perlu
menjaga dirinya ya'ni iffah, mulai dari pakain, pergaulan, tuturkata, dsb. Di situlah
hakikat seorang wanita muslimah.
Tatkalah mereka berkata inilah gaul, inilah hidupku, kenapa mesti begini-
begitu? Ini merupakan pernyataan yang dilontarkan oleh orang yang cuek akan
Islam, walaupun mungkin sebenarnya mereka tau hal itu. Rasulullah menjelaskan
dalam haditsnya "Ada dua golongan ahli neraka, aku tidak pernah melihatnya:
,dan wanita yang berpakain tapi padahakikatnya ariyah (telanjang), Rasulullah
mengancam wanita tersebut tidak akan mencium bau surga. Sebagai wanita
muslimah, seharusnya menyadari bahwa hidup ini hanyalah sementara, kemudian
kita akan pergi dan tak akan kembali. Hidup memang susah, banyak aturan, tapi
itulah indahnya hidup. Sebenarnya syariat Islam sudah menegaskannya, baik dari
Al-Qur'an, hadits, atau ijma sahabat. Contoh kecil masalah jilbab, para ulama
salaf wal-khalaf sepakat atas wajibnya jilbab kecuali masalah menutup muka dan
kedua telapak tangan.
Di antaranya Syafiiyyah, yang mengatakan bahwa wajah dan kedua
telapak tangan bukan aurat, maka wajar tidak ditutup. Ini sebagaimana yang
diriwayatkan Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan sahabat lainya serta para tabiin,
dengan dalil atas mubahnya membuka muka dan kedua tangan. Adapun dalil
hadits riwayat Ibnu Abbas, melihat wanita yahudi terbuka kedua tanganya dan
Rasulullah melihatya, maka bisa dikatakan, tangan bukan aurat sebagai mana
riwayat tersebut yang juga diterangkan oleh haditsnya Asmaa'. Imam Syafii
memberikan pengecualian jika terjadi pada zaman fitnah. Muncul pertanyaan,
Apakah pada zaman Rasulullah tidak ada fitnah atau sebaliknya? atau fitnah itu
baru muncul sekarang? Saya kira fitnah itu sudah ada pada zaman Rasulullah dan
atsarnya sampai pada zaman sekarang. Dan kebanyakan ulama salaf wal khalaf
diantaranya, al Hadi dan Qasim, Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad bin
hamdal.
Hambal dalam salah satu riwayatnya mengatakan wajibnya menutup
wajah dan kedua telapak tangan, dengan dalil "Wanita itu aurat, Jika keluar
rumah - tanpa menutup awratnya-syaitan akan memuliakannya", alhadist. Sebab
perbedaan pendapat para ulama adalah pada penafsiran firman Allah dalama surah
an-Nurr .Sebagian ulama mengatakan, muka dan kedua telapak tangan dan cincin,
yang diriwayatkan dari Ibnu Umar.
Adapun riwayat dari Ibnu Abbas, wajah dan kedua telapak tangan. Dari
kedua pendapat diatas, kita bisa simpulkan bahwa dalil yang dipergunakan qoul
pertama kebanyakan ulama mendaifkannya (hadits Asmaa') karena berlawanan
dengan hadits sahih yang dipergunakan qaul kedua. Dan jika ada dua dalil yang
berlawanan maka didahulukan dalil sahih sebagaimana yang dipaparkan para
ulama.
Allah mengangkat derajat wanita dengan memberikan hak-hak kepada
mereka, di antara hak-hak itu:
Pertama: Hak tarbiyah, dan pembentukan adab. Hak tarbiyah ini sudah dijelaskan
oleh Rasulullah Saw. Bagaimana seorang ayah mendidik anaknya, baik di ruang
lingkup apapun. Hal ini sudah dijelaskan sebagaimana yang diriwayatkan Abu
Daud dan Imam Tirmidzi, Barang siapa yang mempunyai anak perempuan ,dan
kemudian bertaqwa kepada Allah dan melaksanakan hak-haknya sebagai wanita,
maka dia termasuk penghuni surge. Pendidikan anak mulai dari yang kecil
sampai hal yang besar. Dan ini sudah dicontokan oleh Rasulullah Saw. Peran
orang tua dalam mendidik anak sangatlah penting dalam membentuk keluarga
sakinah. Sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur'an, yang artinya Wahai
orang-orang yangberiman, jagalah dirimu, dan keluargamu dari api neraka. Di
sinilah peran aktif seorang bapak dan ibu dalam menjaga anak-anaknya terutama
anak perempuannya, sebagaimana yang telah dijelaskan.
Kedua: Wanita berhak memilih pendamping hidupnya. Seorang bapak tak berhak
memaksa anaknya menikah tanpa seizin anaknya. Di sinilah terlihat betapa
Rasulullah menjaga perempuan dan mengangkat derajat mereka. Rasulullah
menjelaskan dalam sebuah hadits yang artinya Janganlah kau nikahkan
anakperempuanmu(al-bikr) sampai meminta izin kepadanya. Kemudian
Rasulullah melarang seorang bapak, memaksa anaknya menikah dengan pilihan
bapaknya, sebagaimana yang dijelaskan dalam haditsnya yang diriwayatkan an-
Nasai dari Aisyah r.a. Seorang pemuda mengadu kepada Rasulullah, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya bapakku menikahkanku dengan seorang wanita yang
tidak aku sukai, maka Rasulullah melarang hal itu. Dalil ini menunjukkan
seorang bapak tidak mempunyai hak ijbar, dalam pernikahan anak perempuannya
bahkan harus dengan seizin anak tersebut. Sebagian ulama melarang hal itu
kecuali Syafiiyah yang membolehkan dengan alasan bahwa bapak dan nenek
mempunyai hak ijbar dengan syarat kafaah(sederajat).
Ketiga: Wanita berhak mengasuh anaknya. Ketika berpisah dengan suaminya,
atau meninggal.
Keempat: Wanita berhak dalam hal warisan. Sebelum Islam, warisan hanya
diperioritaskan bagi laki-laki, dan meniadakan wanita dan anak-anak. Kemudian
datanglah Islam mengangkat derajat mereka, dan memberikan hak pada wanita,
sebagaimana yang di jelaskan dalam surah An-Nisaa.
Kelima: Wanita berhak bekerja. Adapun dalil yang membolehkan wanita bekerja:
1. Kaidah ushuliyah yang dipaparkan Imam Syafii dan sebagian ulama
hanafiyah, Al-ashlu fil asyaa' al-ibahah. Maksudnya, semua yang bentuknya
boleh dilaksanakan dan mempunyai manfaat bagi manusia, selama tidak ada dalil
yang melarang perbuatan tersebut, maka itu boleh.
2. Al-urf (kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan syariat
Islam).


Hal ini tidak boleh diingkari, bahkan pada zaman sebelumya wanita
membantu suaminya, saudaranya, atau bapaknya dalam bekerja, dengan syarat,
tidak meninggalkan hal-hal yang wajib, dan pekerjaan tersebut sesuai dengan
kodratnya sebagai wanita, dan pekerjaan tersebut lepas dari hal-hal yang menjurus
kepada ikhtilath antara laki-laki.

Keenam: Wanita berhak menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
{ } hadits ini menunjuk secara umum, laki-laki dan
wanita. Adapun hak ketujuh: Wanita berhak mengelola hartanya, dan siapapun
tidak berhak mengelola harta tersebut tanpa seizinnya, seperti jual beli, sewa
menyewa, pegadaian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan haknya.
















DAFTAR PUSTAKA


A.Nur Fitri Balasong,2008; Imaji: sketsa pergolakan batin perempuan,
Komunitas sarewi Gading, makassar
Astrid Anugrah, SH,2009; keterwakilan perempuan dalam politik, Pancuran
Alam, Jakarta
Diyan yulianto,2010; mengapa aku merasa tak bahagia, DIVA press, Jokjakarta
Dr. Muhammad AL-Habsy,2004; muslimah masa kini, Mujahid press, Bandung
DR. Mansour Fakih,1996; analisis genderdan transformasi sosial, Pustaka pelajar
Musda Mulia,2010; islam dan hak asasi manusia, Naufan pustaka, yokyakarta

Anda mungkin juga menyukai