Anda di halaman 1dari 49

Adaptasi Fisiologis dan Psikologis

Ibu Nifas
A. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk, 2002).
1. Pembagian Masa Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama
Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang lamanya 6 8 minggu.
c. Remote puerperium, waktui yang diperlkan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau
waktu persalinan mempunyaikomplikasi.
B. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
1. Sistem reproduksi
a. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
1. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr
2. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berata uterus 750 gr.
3. Satu minggu post partum tinggi fundus uteri teraba pertengan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gr
4. Dua minggu post partum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat uterus 350 gr
5. Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 g
b. Lochia
Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Macam macam Lochia
1. Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa,
lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.
2. Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 7 post partum.
3. Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 14 post partum
4. Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu
5. Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
6. Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya.
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga
3 jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup
d. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan
dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol.
e. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun
tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
f. Payudara
Perubahan pada payudara dapat meliputi :
1. Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.
2. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi Asi terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan.
3. Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi
2. Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam peratam.kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher buli-buli
sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah
yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 36 jam sesidah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon
estrogen yang bersifat menahan air akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
3. Sistem Gastrointestinal
Sering kali diperlukan waktu 3 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun
setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh
berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. Rasa sakit didaerah
perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.
4. Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan
tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen
mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada
normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan
darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
5. Sistem Endokrin
1. Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum. Progesteron turun pada hari ke 3 post
partum.
2. Kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur hilang
6. Sistem muskulosklebal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4 8 jam post partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat proses involusi.
7. Sistem integumen
1. Penurunan melanin umumnya setelam persalinan menyebabkan berkurangnya hyperpigmentasi kulit
2. Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan menghilang pada saat estrogen
menurun.
Perawatan Pasca Persalinan
1. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh
miring-miring kekanan dan kekiri ubtuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2
diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke 4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas
mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka.
2. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandong protein, banyak
cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
3. Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena
sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m.sphincer ani selama persalinan. Bila kandungan
kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi
apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans per oral atau per rektal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
Perawatan payudara (mamma)
Perawatan mamma telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai
persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara :
1. Pembalutan mamma sampai tertekan.
2. Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel
Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
1. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada
kelenjar mamma yaitu :
1. Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
2. Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum, berwarna kuning putih susu.
3. Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4. Setelah persalinan, pengaruh supresiastrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormon
laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan
mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca
persalinan.
C. Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas
Periode masa nifas merupakan waktu untuk terjadi stres, terutama ibu primipara.
Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi menjadi orang tua.
Respon dan support dari keluarga dan teman dekat.
Riwayat pengalaman hamil dan melahirklan yang lalu.
Harapan / keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan melahirkan. Periode ini diexpresikan oleh reva rubin yang
terjadi 3 tahap yaitu :
1. Talking In period
Terjadi pada hari 1-2 setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat tergantung, fokus perhatian terhadap tubuhnya,
ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, kebutuhan tidur meningkat, nafsu makan
meningkat.
2. Taking Hold Period
Berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya menerima tanggungjawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan
dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
3. Letting Go Period
Dialami setelah tiba dirumah secara penuh merupakan pengaturan bersama keluarga, ibu menerima tanggung jawab
sebagai ibu dan ibu menyadari atau merasa kebutuhan bayi yang sangat tergantung dari kesehatan sebagai ibu.

ASUHAN KEPERAWATAN NIFAS
Berikut ini penyusunan standart asuhan keperawatan ibu nifas dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
(ANA, 1991).
A. Standar I. Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien nifas ditentukan oleh kondisi/kebutuhan klien saat ini.
Pengumpulan data ini dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan dengan menggunakan tehnik-tehnik
pengkajian yang tepat dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lain. Data yang diperoleh
dikomunikasikan dan dicatat secara lengkap.
1. Riwayat ibu nifas mencakup :
a. Wawancara
- Kebiasaan Makanan dan cairan Perubahan berat badan Pola istirahat dan tidur Toleransi aktivitas
b. Pengkajian psikologi Status emosional Pola koping Persepsi terhadap keadaan pasien
c. Pengkajian fisik Personal higiene Status nutrisi Nyeri Tanda-tanda vital Keadaan fisik pada ibu nifas
adalah :
Payu dara Kekenyalan Puting susu
Abdomen Diastasis recti abdominis Striae
Gastro intestinal Peristaltik
Uterus Tinggi fundus uteri Kontraksi
Perkemihan Frekuensi dalam 24 jam pertama
Lochea Warna Encer \ kental Bau Jumlah
2. Pengumpulan data dari sumber Pasien, keluarga, orang yang terdekat Petugas kesehatan lain
3. Cara pengumpulan data menggunakan metode Wawancara Observasi Inspeksi Auskultasi Palpasi

B. Standar II Diagnosa
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan yang dikaji dari klien dan keluarga bersama
petugas kesehatan.Data tersebut dikomunikasikan dan dicatat untuk memudahkan penentuan hasil dan perencanaan
perawatan yang dilaksanakan.
Rasional
Status kesehatan klien nifas dan keluarga merupakan dasar untuk menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Data
dianalisa dan dibandingkan dengan nilai normal.
Kriteria Pengukuran
1. Status kesehatan klien nifas dibandingkan dengan keadaan normal untuk menentukan adanya penyimpangan.
2. Kemampuan dan keterbatasan klien dan keluarga diidentifikasi.
3. Diagnosa keperawatan berkaitan dan selaras dengan diagnosa yang dibuat oleh profesi lain yang memberi asuhan
pada klien dan keluarga.
Diagnosa yang sering timbul pada masa nifas antara lain (Bobak, IM Ana Jenzen)
1. Nyeri sehubungan dengan :
Involusi uterus
Trauma perineum
Episiotomi
Perdarahan
Pembengkakan payudara
2. Kurangnya volume cairan sehubungan dengan
Perdarahan post partum
3. Konstipasi dan retensio urine sehubungan dengan
Ketidak nyamanan post partum
Trauma jaringan atau otot-otot spincter karena persalinan
4. Resiko cedera sehubungan dengan
perdarahan postpartum
efek anestesi
5. resiko tinggi infeksi sehubungan dengan
trauma jaringan setelah melahirkan
6. Gangguan tidur sehubungan dengan
Kenyamanan postpartum
Proses persalinan yang lemah
Merawat bayi
7. Tidak efektifnya memberikan makan pada bayi sehubungan dengan
gangguan rasa nyaman
respon normal fisiologis
8. menurunnya harga diri sehubungan dengan
pengalaman persalinan yang lalu
9. Gangguan menjadi orang tua sehubungan dengan
kurangnya pengetahuan dalam merawat bayi
10. Cemas sehubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang perawatan mandiri
C. Standar III Identifikasi hasil
Identifikasi hasil ditetapkan dari diagnosa keperawatan berdasarkan kriteria yang dapat diukur dan dirumuskan
dengan melibatkan klien, keluarga dan orang yang terdekat bersifat realistis dalam hubungannya dengan
kemampuan klien saat ini dan bersifat potensial.
Hasil dapat dicapai sesuai dengan sumber yang tersedia bagi klien. Untuk mencapai hasil harus ditetapkan pula
target waktu pencapaian.
Rasional :
Pemantapan hasil yang dicapai merupakan bagian terpenting dari perencanaan asuhan keperawatan.
Kriteria Pengukuran:
1. Hasil ditetapkan dari diagnosa
2. Dirumuskan bersama klien, keluarga dan tenaga kesehatan lain bila memungkinkan.
3. Hasil harus nyata sesuai dengan kemampuan klien saat ini dan kemampuan potensial
4. Hasil apat dicapai sesuai dengan sumber yang tersedia bagi klien.
5. Hasil didokumentasikan sebagai tujuan yang dapat diukur meliputi perkiraan waktu pencapaian dan memberi arah
bagi kelanjutan keperawatan. Pada asuhan keperawatan klien nifas dan keluarga dapat ditetapkan kriteria hasil
sesuai dengan diagnosa keperawatan.
Kriteria hasil :
1. Tinggi fundus uteri
1-2 jari pertengahan sympisis dan umbilikus, (selama 2 hari akan turun 1 ruas jari per hari). Setelah 9-10 hari
uterus tidak teraba diatas sympisis.
2. Involusi uterus kembali normal setelah 6 minggu.
3. Perineum dikaji setiap 8 jam dengan posisi sims untuk observasi REEDA
4. Lochea
5.Payudara, produksi laktasi kolostrum pada hari ke 2 dan ke 3 puting susu menonjol keluar, kebersihannya, tidak
ada tanda infeksi
6. Abdomen, pada postpartum tonus menurun, lembek,longgar dan lemas, striae alba/nigra, adanya pemisahan otot
rectus abdominis pada dua minggu pertama postpartum
7. Gastrointestinal. pada 2 3 hari umumnya terjadi konstipasi. Klien merasa sangat haus dan lapar
8. Traktus urinarius, BAK dalam 24 jam pertama terjadi diuresis, B.a.k. harus dalam 6-8 jam setelah melahirkan.
9. Ektremitas bawah, tidak adanya tromboflebitis dan tromboemboli.
10. Istirahat dan tidur, tidak mengalami kesulitan.
11. Psikososial, melihat kemampuan adapatasi ibu menurut Rubbin.
Taking in, timbul pada jam pertama kelahiran sampai 2-3 hari Refleksi tentang kehamilan dan proses
persalinan Berfokus pada diri sendiri, perlu tidur dan makan Dependen tergantung dan pasif Bertanya-tanya tentang
bayinya
Taking hold, fasenya sampai dengan dua minggu Merawat diri sendiri Tidak sabar atas ketidak nyamananya
Fokus melibatkan bayi dan ingin merawat (independen) Dapat menerima tanggung jawab Waktu yang baik untuk
penyuluhan
Letting go, fase 3-4 minggu Merasa ada yang hilang karena tidak hamil Memandang bayi sebagai bagian dari
dirinya yang terpisah Emosional
Sosial keluarga Respon ayah Adaptasi sibling Interaksi keluarga Adanya pembagian tugas
D. Standar IV Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan, perencaan ini
meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan asuhan keperawatan, prioritas dan pendekatan-pendekatan tindakan
keperawatan yang ditetapkan.
Rasional :
Tindakan keperawatan direncanakan untuk meningkatkan, memelihara dan memperbaiki kesejahteraan klien.
Perencanaan terhadap aktivitas, pergerakan tubuh istirahat/tidur dan keamanan.
1. Hygiene dan kenyamanan fisik yang meliputi :
Kebutuhan kebersihan tubuh
Perawatan mulut
Perawatan rambut
Perawatan buah dada
Perawatan perineum
Perawatan rektal
Kebersihan tempat tidur
2. Aktivitas dan kegiatan tubuh yang meliputi :
Ambulasi
Latihan aktif maupun pasif
Posisi yang menyenangkan
3. Istirahat dan tidur 4. Keamanan, meliputi :
Perhatian keamanan klien pada saat melakukan pergerakan.
Keamanan klien pada saat dipindahkan
Perhatikan kondisi lingkungan yang membahayakan klien.
Mencegah infeksi.
Rambu-rambu tanda keamanan.
Menggunakan alat pengaman pada pemakaian alat elektronik.
Gunakan label pada tempat obat yang dipergunakan.
Untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, eliminasi, kebutuhan oksigen,
mekanisme regulasi, fungsi kognitif/sensori, respon fisiologis dan terapi dan lainnya. Menetapkan intervensi
diperlukan untuk mengetahui respon tubuh selama kehamilan dan melahirkan.
1. Nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit
Catat cairan yang keluar dan masuk
Status elektrolit diperoleh dari pengkajian klien dan hasil laboratorium
Kaji terapi intra vena jika klien mendapatkan Intra vena Fluid Drip (IVFD)
2. Eliminasi :
Buang air besar
Kaji eliminasi
Kaji pemberian laksatif
3. Perkemihan
kaji pemberian diuretik
Kaji drainase vagina
4. Fungsi kognitif/sensori
Mengkaji persepsi sensori secara baik
5. Respon fisiologis
Observasi : warna kulit, tanda vital, kesadaran, reaksi verbal dan tinggi fundus uteri.
Perawat memberikan dukungan pada klien dan keluarga untuk reaksi emosional klien postpartum.
1. Kebutuhan emosional :
Memberikan dukungan pada klien
Respek terhadap klien
Sebagai pendengar yang baik
Observasi dan mencatat tingkah laku
Berikan dorongan pada keluarga
2. Kebutuhan spiritual :
Bantu klien untuk informasi pelayanan religius yang ada di rumah sakit
Perawat membantu klien dan keluarga selama fase pertengahan postpartum
Dapat mengambil keputusan untuk memnuhi kebutuhan klien.
3. Informasikan dan motivasi kepada klien dan keluarga :
Membantu dalam orientasi lingkungan
Memberitahukan klien sebelum dilakukan pemeriksaan
Mengembangkan rencana perawatan klien
Demonstrasikan perawatan mandiri selama periode postpartum dan perawatan bayi selama perioda infant
Bantu klien dan keluarga dalam perawatan dirumah
Belajar secara menetail tentang situasi hidup dan kembali kearah realita
Rencanakan rujukan bila perlu
Diskusikan rencana selanjutnya dengan anggota kesehatan lain, klien dan anggota keluarga.
E. Standar V Implementasi
Implementasi merupakan intervensi yang diidentifikasi dari rencana keperawatan bersifat konsisten dengan rencana
keperawatan yang dibuat serta didokumentasikan.
Rasional :
Klien dan keluarga secara terus-menerus dilibatkan dalam asuhan keperawatan untuk meningkatkan dan
pemeliharaan kesehatan.
Kriteria :
1. Tindakan keperawatan :
Konsiten dengan rencana asuhan keperawatan.
Didasarkan pada prinsip ilmiah
Bersifat individu spesifik untuk situasi tertentu
Digunakan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terapiutik
Memberikan kesempatan belajar mengajar pada klien
Memanfaatkan berbagai sumber yang tepat
2. Tindakan keperawatan ditentukan oleh kondisi fisik, fisiologis, psikologis dan perilaku sosial klien.
F. Standar VI Evaluasi
Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan yang digunakan untuk merevisi diagnosa hasil dan rencana
keperawatan yang dibutuhkan berdasarkan respon klien terhadap intervensi yang didokumentasikan.
Dalam evaluasi ini klien, keluarga dan petugas kesehatan ikut terlibat.
Rasional:
Proses keperawatan tetap sama tetapi masukan berupa informasi baru dapat mengarahkan kepada pendekatan baru.
Kriteria Pengukuran :
1. Pengkajian ulang diarahkan oleh tercapai tidaknya tujuan.
2. Prioritas dan tujuan baru diterapkan secara pendekatan keperawatan lebih lanjut dilakukan dengan tepat dan
akurat.
3. Tindakan keperawatan yang baru ditetapkan dengan tepat dan cermat.
DAFTAR PUSTAKA
Beare, P. G. ed.(1994). Daviss NCLEX PN Review, hal 367-368. Philadelphia. FA Davis Company.
Haris, C. H. (1993)., Legal and Ethical Issues. dalam Bobak, I. M dan Jenzen, M.D Maternity and Gynecologid
Care: The Nurse and The Family. ed. 5. st. Louis. CV Mosby Co.
ANA. (1991). Standart of Clinical Nursing Practise, Washington, D. C, American Nurses Publishing.
Orem, D. E. (1971), Nursing Concepts of Practise, New York Mc. Graw Hill
Prawiroharjo. S (1992), Ilmu Kebidanan, Jakarta.Yayasan Bina Pustaka
Adaptasi Fisiologis dan Psikologis
Ibu Nifas
A. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk, 2002).
1. Pembagian Masa Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama
Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang lamanya 6 8 minggu.
c. Remote puerperium, waktui yang diperlkan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau
waktu persalinan mempunyaikomplikasi.
B. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
1. Sistem reproduksi
a. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
1. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr
2. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berata uterus 750 gr.
3. Satu minggu post partum tinggi fundus uteri teraba pertengan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gr
4. Dua minggu post partum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat uterus 350 gr
5. Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 g
b. Lochia
Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Macam macam Lochia
1. Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa,
lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.
2. Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 7 post partum.
3. Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 14 post partum
4. Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu
5. Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
6. Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya.
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga
3 jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup
d. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan
dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol.
e. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun
tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
f. Payudara
Perubahan pada payudara dapat meliputi :
1. Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.
2. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi Asi terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan.
3. Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi
2. Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam peratam.kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher buli-buli
sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah
yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 36 jam sesidah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon
estrogen yang bersifat menahan air akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
3. Sistem Gastrointestinal
Sering kali diperlukan waktu 3 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun
setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh
berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. Rasa sakit didaerah
perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.
4. Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan
tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen
mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada
normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan
darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
5. Sistem Endokrin
1. Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum. Progesteron turun pada hari ke 3 post
partum.
2. Kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur hilang
6. Sistem muskulosklebal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4 8 jam post partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat proses involusi.
7. Sistem integumen
1. Penurunan melanin umumnya setelam persalinan menyebabkan berkurangnya hyperpigmentasi kulit
2. Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan menghilang pada saat estrogen
menurun.
Perawatan Pasca Persalinan
1. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh
miring-miring kekanan dan kekiri ubtuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2
diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke 4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas
mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka.
2. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandong protein, banyak
cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
3. Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena
sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m.sphincer ani selama persalinan. Bila kandungan
kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi
apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans per oral atau per rektal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
Perawatan payudara (mamma)
Perawatan mamma telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai
persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara :
1. Pembalutan mamma sampai tertekan.
2. Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel
Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
1. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada
kelenjar mamma yaitu :
1. Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
2. Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum, berwarna kuning putih susu.
3. Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4. Setelah persalinan, pengaruh supresiastrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormon
laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan
mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca
persalinan.
C. Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas
Periode masa nifas merupakan waktu untuk terjadi stres, terutama ibu primipara.
Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi menjadi orang tua.
Respon dan support dari keluarga dan teman dekat.
Riwayat pengalaman hamil dan melahirklan yang lalu.
Harapan / keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan melahirkan. Periode ini diexpresikan oleh reva rubin yang
terjadi 3 tahap yaitu :
1. Talking In period
Terjadi pada hari 1-2 setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat tergantung, fokus perhatian terhadap tubuhnya,
ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, kebutuhan tidur meningkat, nafsu makan
meningkat.
2. Taking Hold Period
Berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya menerima tanggungjawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan
dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
3. Letting Go Period
Dialami setelah tiba dirumah secara penuh merupakan pengaturan bersama keluarga, ibu menerima tanggung jawab
sebagai ibu dan ibu menyadari atau merasa kebutuhan bayi yang sangat tergantung dari kesehatan sebagai ibu.

ASUHAN KEPERAWATAN NIFAS
Berikut ini penyusunan standart asuhan keperawatan ibu nifas dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
(ANA, 1991).
A. Standar I. Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien nifas ditentukan oleh kondisi/kebutuhan klien saat ini.
Pengumpulan data ini dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan dengan menggunakan tehnik-tehnik
pengkajian yang tepat dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lain. Data yang diperoleh
dikomunikasikan dan dicatat secara lengkap.
1. Riwayat ibu nifas mencakup :
a. Wawancara
- Kebiasaan Makanan dan cairan Perubahan berat badan Pola istirahat dan tidur Toleransi aktivitas
b. Pengkajian psikologi Status emosional Pola koping Persepsi terhadap keadaan pasien
c. Pengkajian fisik Personal higiene Status nutrisi Nyeri Tanda-tanda vital Keadaan fisik pada ibu nifas
adalah :
Payu dara Kekenyalan Puting susu
Abdomen Diastasis recti abdominis Striae
Gastro intestinal Peristaltik
Uterus Tinggi fundus uteri Kontraksi
Perkemihan Frekuensi dalam 24 jam pertama
Lochea Warna Encer \ kental Bau Jumlah
2. Pengumpulan data dari sumber Pasien, keluarga, orang yang terdekat Petugas kesehatan lain
3. Cara pengumpulan data menggunakan metode Wawancara Observasi Inspeksi Auskultasi Palpasi

B. Standar II Diagnosa
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan yang dikaji dari klien dan keluarga bersama
petugas kesehatan.Data tersebut dikomunikasikan dan dicatat untuk memudahkan penentuan hasil dan perencanaan
perawatan yang dilaksanakan.
Rasional
Status kesehatan klien nifas dan keluarga merupakan dasar untuk menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Data
dianalisa dan dibandingkan dengan nilai normal.
Kriteria Pengukuran
1. Status kesehatan klien nifas dibandingkan dengan keadaan normal untuk menentukan adanya penyimpangan.
2. Kemampuan dan keterbatasan klien dan keluarga diidentifikasi.
3. Diagnosa keperawatan berkaitan dan selaras dengan diagnosa yang dibuat oleh profesi lain yang memberi asuhan
pada klien dan keluarga.
Diagnosa yang sering timbul pada masa nifas antara lain (Bobak, IM Ana Jenzen)
1. Nyeri sehubungan dengan :
Involusi uterus
Trauma perineum
Episiotomi
Perdarahan
Pembengkakan payudara
2. Kurangnya volume cairan sehubungan dengan
Perdarahan post partum
3. Konstipasi dan retensio urine sehubungan dengan
Ketidak nyamanan post partum
Trauma jaringan atau otot-otot spincter karena persalinan
4. Resiko cedera sehubungan dengan
perdarahan postpartum
efek anestesi
5. resiko tinggi infeksi sehubungan dengan
trauma jaringan setelah melahirkan
6. Gangguan tidur sehubungan dengan
Kenyamanan postpartum
Proses persalinan yang lemah
Merawat bayi
7. Tidak efektifnya memberikan makan pada bayi sehubungan dengan
gangguan rasa nyaman
respon normal fisiologis
8. menurunnya harga diri sehubungan dengan
pengalaman persalinan yang lalu
9. Gangguan menjadi orang tua sehubungan dengan
kurangnya pengetahuan dalam merawat bayi
10. Cemas sehubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang perawatan mandiri
C. Standar III Identifikasi hasil
Identifikasi hasil ditetapkan dari diagnosa keperawatan berdasarkan kriteria yang dapat diukur dan dirumuskan
dengan melibatkan klien, keluarga dan orang yang terdekat bersifat realistis dalam hubungannya dengan
kemampuan klien saat ini dan bersifat potensial.
Hasil dapat dicapai sesuai dengan sumber yang tersedia bagi klien. Untuk mencapai hasil harus ditetapkan pula
target waktu pencapaian.
Rasional :
Pemantapan hasil yang dicapai merupakan bagian terpenting dari perencanaan asuhan keperawatan.
Kriteria Pengukuran:
1. Hasil ditetapkan dari diagnosa
2. Dirumuskan bersama klien, keluarga dan tenaga kesehatan lain bila memungkinkan.
3. Hasil harus nyata sesuai dengan kemampuan klien saat ini dan kemampuan potensial
4. Hasil apat dicapai sesuai dengan sumber yang tersedia bagi klien.
5. Hasil didokumentasikan sebagai tujuan yang dapat diukur meliputi perkiraan waktu pencapaian dan memberi arah
bagi kelanjutan keperawatan. Pada asuhan keperawatan klien nifas dan keluarga dapat ditetapkan kriteria hasil
sesuai dengan diagnosa keperawatan.
Kriteria hasil :
1. Tinggi fundus uteri
1-2 jari pertengahan sympisis dan umbilikus, (selama 2 hari akan turun 1 ruas jari per hari). Setelah 9-10 hari
uterus tidak teraba diatas sympisis.
2. Involusi uterus kembali normal setelah 6 minggu.
3. Perineum dikaji setiap 8 jam dengan posisi sims untuk observasi REEDA
4. Lochea
5.Payudara, produksi laktasi kolostrum pada hari ke 2 dan ke 3 puting susu menonjol keluar, kebersihannya, tidak
ada tanda infeksi
6. Abdomen, pada postpartum tonus menurun, lembek,longgar dan lemas, striae alba/nigra, adanya pemisahan otot
rectus abdominis pada dua minggu pertama postpartum
7. Gastrointestinal. pada 2 3 hari umumnya terjadi konstipasi. Klien merasa sangat haus dan lapar
8. Traktus urinarius, BAK dalam 24 jam pertama terjadi diuresis, B.a.k. harus dalam 6-8 jam setelah melahirkan.
9. Ektremitas bawah, tidak adanya tromboflebitis dan tromboemboli.
10. Istirahat dan tidur, tidak mengalami kesulitan.
11. Psikososial, melihat kemampuan adapatasi ibu menurut Rubbin.
Taking in, timbul pada jam pertama kelahiran sampai 2-3 hari Refleksi tentang kehamilan dan proses
persalinan Berfokus pada diri sendiri, perlu tidur dan makan Dependen tergantung dan pasif Bertanya-tanya tentang
bayinya
Taking hold, fasenya sampai dengan dua minggu Merawat diri sendiri Tidak sabar atas ketidak nyamananya
Fokus melibatkan bayi dan ingin merawat (independen) Dapat menerima tanggung jawab Waktu yang baik untuk
penyuluhan
Letting go, fase 3-4 minggu Merasa ada yang hilang karena tidak hamil Memandang bayi sebagai bagian dari
dirinya yang terpisah Emosional
Sosial keluarga Respon ayah Adaptasi sibling Interaksi keluarga Adanya pembagian tugas
D. Standar IV Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan, perencaan ini
meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan asuhan keperawatan, prioritas dan pendekatan-pendekatan tindakan
keperawatan yang ditetapkan.
Rasional :
Tindakan keperawatan direncanakan untuk meningkatkan, memelihara dan memperbaiki kesejahteraan klien.
Perencanaan terhadap aktivitas, pergerakan tubuh istirahat/tidur dan keamanan.
1. Hygiene dan kenyamanan fisik yang meliputi :
Kebutuhan kebersihan tubuh
Perawatan mulut
Perawatan rambut
Perawatan buah dada
Perawatan perineum
Perawatan rektal
Kebersihan tempat tidur
2. Aktivitas dan kegiatan tubuh yang meliputi :
Ambulasi
Latihan aktif maupun pasif
Posisi yang menyenangkan
3. Istirahat dan tidur 4. Keamanan, meliputi :
Perhatian keamanan klien pada saat melakukan pergerakan.
Keamanan klien pada saat dipindahkan
Perhatikan kondisi lingkungan yang membahayakan klien.
Mencegah infeksi.
Rambu-rambu tanda keamanan.
Menggunakan alat pengaman pada pemakaian alat elektronik.
Gunakan label pada tempat obat yang dipergunakan.
Untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, eliminasi, kebutuhan oksigen,
mekanisme regulasi, fungsi kognitif/sensori, respon fisiologis dan terapi dan lainnya. Menetapkan intervensi
diperlukan untuk mengetahui respon tubuh selama kehamilan dan melahirkan.
1. Nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit
Catat cairan yang keluar dan masuk
Status elektrolit diperoleh dari pengkajian klien dan hasil laboratorium
Kaji terapi intra vena jika klien mendapatkan Intra vena Fluid Drip (IVFD)
2. Eliminasi :
Buang air besar
Kaji eliminasi
Kaji pemberian laksatif
3. Perkemihan
kaji pemberian diuretik
Kaji drainase vagina
4. Fungsi kognitif/sensori
Mengkaji persepsi sensori secara baik
5. Respon fisiologis
Observasi : warna kulit, tanda vital, kesadaran, reaksi verbal dan tinggi fundus uteri.
Perawat memberikan dukungan pada klien dan keluarga untuk reaksi emosional klien postpartum.
1. Kebutuhan emosional :
Memberikan dukungan pada klien
Respek terhadap klien
Sebagai pendengar yang baik
Observasi dan mencatat tingkah laku
Berikan dorongan pada keluarga
2. Kebutuhan spiritual :
Bantu klien untuk informasi pelayanan religius yang ada di rumah sakit
Perawat membantu klien dan keluarga selama fase pertengahan postpartum
Dapat mengambil keputusan untuk memnuhi kebutuhan klien.
3. Informasikan dan motivasi kepada klien dan keluarga :
Membantu dalam orientasi lingkungan
Memberitahukan klien sebelum dilakukan pemeriksaan
Mengembangkan rencana perawatan klien
Demonstrasikan perawatan mandiri selama periode postpartum dan perawatan bayi selama perioda infant
Bantu klien dan keluarga dalam perawatan dirumah
Belajar secara menetail tentang situasi hidup dan kembali kearah realita
Rencanakan rujukan bila perlu
Diskusikan rencana selanjutnya dengan anggota kesehatan lain, klien dan anggota keluarga.
E. Standar V Implementasi
Implementasi merupakan intervensi yang diidentifikasi dari rencana keperawatan bersifat konsisten dengan rencana
keperawatan yang dibuat serta didokumentasikan.
Rasional :
Klien dan keluarga secara terus-menerus dilibatkan dalam asuhan keperawatan untuk meningkatkan dan
pemeliharaan kesehatan.
Kriteria :
1. Tindakan keperawatan :
Konsiten dengan rencana asuhan keperawatan.
Didasarkan pada prinsip ilmiah
Bersifat individu spesifik untuk situasi tertentu
Digunakan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terapiutik
Memberikan kesempatan belajar mengajar pada klien
Memanfaatkan berbagai sumber yang tepat
2. Tindakan keperawatan ditentukan oleh kondisi fisik, fisiologis, psikologis dan perilaku sosial klien.
F. Standar VI Evaluasi
Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan yang digunakan untuk merevisi diagnosa hasil dan rencana
keperawatan yang dibutuhkan berdasarkan respon klien terhadap intervensi yang didokumentasikan.
Dalam evaluasi ini klien, keluarga dan petugas kesehatan ikut terlibat.
Rasional:
Proses keperawatan tetap sama tetapi masukan berupa informasi baru dapat mengarahkan kepada pendekatan baru.
Kriteria Pengukuran :
1. Pengkajian ulang diarahkan oleh tercapai tidaknya tujuan.
2. Prioritas dan tujuan baru diterapkan secara pendekatan keperawatan lebih lanjut dilakukan dengan tepat dan
akurat.
3. Tindakan keperawatan yang baru ditetapkan dengan tepat dan cermat.
DAFTAR PUSTAKA
Beare, P. G. ed.(1994). Daviss NCLEX PN Review, hal 367-368. Philadelphia. FA Davis Company.
Haris, C. H. (1993)., Legal and Ethical Issues. dalam Bobak, I. M dan Jenzen, M.D Maternity and Gynecologid
Care: The Nurse and The Family. ed. 5. st. Louis. CV Mosby Co.
ANA. (1991). Standart of Clinical Nursing Practise, Washington, D. C, American Nurses Publishing.
Orem, D. E. (1971), Nursing Concepts of Practise, New York Mc. Graw Hill
Prawiroharjo. S (1992), Ilmu Kebidanan, Jakarta.Yayasan Bina Pustaka




Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas
2.1.1 Nutrisi dan Cairan
Kualitas dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi akan sangat mempengaruhi produksi ASI. Selama
menyusui, ibu dengan status gizi baik rata-rata memproduksi ASI sekitar 800cc yang mengandung 600 kkal,
sedangkan ibu yang status ggizinya kurang biasnya akn sedikit menghasilkan ASI. Pemberian ASI sangatlah penting
, karena bayi akan tumbuh sempurna sebagai menusia yang sehat dan pintar, sebab ASI mengandung DHA.
1. Energy
Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pasca post partum mencapai 500 kkal. Rata-rata produksi
ASI sehari 800 cc yang mengandung 600 kkal. Sementara itu, kalori yang dihabiskan untuk menghasilkan ASI
sebanyak itu adalah 750 kkal. Jika laktasi berlangsung selama lebih dari 3 bulan, selama itu pula berat badan ibu
akan menurun, yang berarti jumlah kalori tambahan harus ditingkatkan.
Sesungguhnya, tambahan kalori tersebut hanya sebesar 700 kkal, sementara sisanya (sekitar 200 kkal)
diambil dari cadanagn indogen, yaitu timbunan lemak selama hamil. Mengingatkan efisiensi kofersi energy hanya
80-90 % maka energy dari makanan yang dianjurkan (500 kkal) hanya akan menjadi energy ASI sebesar 400-500
kkal. Untuk menghasilkan 850cc ASI dibutuhkan energy 680-807 kkal energy. Maka dapat disimpulkan bahwa
dengan memberikan ASI, berat badan ibu akan kembali normal dengan cepat.

2. Protein
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein di atas normal sebesar 20 gram/hari. Maka dari itu
ibu dianjurkan makan makanan mengandung asam lemak omega 3 yang banyak terdapat di ikan kakap, tongkol, dan
lemuru. Asam ini akan diubah menjadi DHA yang akan keluar sebagai ASI. Selain itu ibu dianjurkan makan
makanan yang mengandung kalsium , zat besi, vitamin C, B
1,
B
2
, B
12
, dan D
Selain nutrisi, ibu juga membutuhkan banyak cairan seperti air minum. Dimana kebutuhan minum ibu 3
liter sehari ( 1 liter setiap 8 jam)
Beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi ibu menyusui antara lain :
a. Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kkal
b. Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral dan vitamin
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari terutama setelah menyusui
d. Mengonsumsi tablet zat besi
e. Minum kapsul vitamin A agar dapaat meberikan vitamin A kepada bayinya.
2.1.2 Ambulasi Dini
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar
dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi dini ini tidak dibenarkan
pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam dan keadaan lain yang
membutuhkan istirahat. Keuntungannya yaitu :
1. Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat
2. Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
3. Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat
bayinya.
4. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia.

Ambulasi dini dilakukan secara perlahan namun meningkat secara berangsur-angsur,
mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai hitungan hari hingga pasien dapat
melakukannya sendiri tanpa pendamping sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi.

2.3 Eliminasi : Buang Air Kecil dan Besar
Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah dapat buang air kecil. Semakin
lama urine ditahan, maka dapat mengakibatkan infeksi. Maka dari itu bidan harus dapat
meyakinkan ibu supaya segera buang air kecil, karena biasany ibu malas buang air kecing karena
takut akan merasa sakit. Segera buang air kecil setelah melahirkan dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya komplikasi post partum.
Dalam 24 jam pertama , pasien juga sudah harus dapat buang air besar. Buang air besar
tidak akan memperparah luka jalan lahir, maka dari itu buang air besar tidak boleh ditahan-tahan.
Untuk memperlancar buang air besar, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat
dan minum air putih.

2.4 Kebersihan Diri
Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ibu untuk melakukan personal
hygiene secara mandiri dan bantuan dari keluarga. Ada beberapa langkah dalam perawatan diri
ibu post partum, antara lain :
1. Jaga kebersihan seluruh tubuh ibu untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi.
2. Membersihakan daerah kelamin dengan sabun dan air, yaitu dari daerah depan ke belakang,
baru setelah itu anus.
3. Mengganti pembalut minimal 2 kali dalam sehari.
4. Mencuci tangan denag sabun dan air setiap kali selesai membersihkan daerah kemaluan
5. Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka agar terhindar dari
infeksi sekunder.
2.5 Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan kembali
kekeadaan fisik. Kurang istirahat pada ibu post partum akan mengakibatkan beberapa kerugian,
misalnya :
1. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3. Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan diri sendiri.

Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga agar ibu kembali melakukan
kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan dan bertahap. Namun harus tetap melakukan
istirahat minimal 8 jam sehari siang dan malam.

2.6 Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan
ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Tetapi banyak
budaya dan agama yang melarang sampai masa waktu tertentu misalnya 40 hari atau 6 mingggu
setelah melahirkan. Namun kepiutusan itu etrgantung pada pasangan yang bersangkutan.

2.7 Latihan / Senam Nifas
Agar pemulihan organ-organ ibu cepat dan maksimal, hendaknya ibu melakukan senam
nifas sejak awal (ibu yang menjalani persalinan normal). Berikut ini ada beberapa contoh
gerakan yang dapat dilakukan saat senam nifas :
1. Tidur telentang, tangan disamping badan. Tekuk salah satu kaki, kemudian gerakkan ke atas
mendekati perut. Lakukan gerakan ini sebanyak 15 kali secara bergantian untuk kaki kanan dan
kkiri. Setelah itu, rileks selama 10 hitungan.
2. Berbaring telentang, tangan di atas perut, kedua kaki ditekuk. Kerutkan otot bokong dan perut
bersamaan dengan mengangkat kepala, mata memandang ke perut selama 5 kali hitungan.
Lakukan gerakan ini senbanyak 15 kali. Roleks selama 10 hitungan.
3. Tidur telentang, tangan di samping badan, angkat bokong sambil mengerutkan otot anus selama
5 hitungan. Lakukan gerakan ini sebanyak 15 kali. Rileks selama 10 hitungan.
4. Tidur telentang, tangan di samping badan. Angkat kaki kiir lurus keatas sambil menahan otot
perut. Lakukan gerakan sebanyak 15 kali hitungan, bergantian dengan kaki kanan. Rileks
selama 10 hitungan.
5. Tidur telentang, letakan kedua tangan dibawah kepala, kemudian bangun tanpa mengubah posisi
kedua kaki (kaki tetap lurus). Lakukan gerakan sebanyak 15 kali hitungan, kemudian rileks
selama 10 hitungan sambil menarik nafas panjang lwat hidung, keluarkan lewat mulut.
6. Posisi badan nungging, perut dan paha membentuk sudu 90 derejat. Gerakan perut keatas sambil
otot perut dan anus dikerutkan sekuat mungkin, tahan selama 5 hitungan. Lakukan gerakan in
sebanyak 15 kali, kemudian rileks selama 10 hitugan.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Andi : Yogyakarta.

KEBUTUHAN DASAR PADA MASA NIFAS
KEBUTUHAN DASAR IBU MASA NIFAS
A. Kebutuhan dasar ibu masa nifas
1. Nutrisi dan cairan
a. Tidak ada kontra indikasi pemberian nutrisi setelah persalinan
b. Harus mendapatkan nutrisi yang lengkap dengan tambahan kalori dari sebelum hamil (200-
500 kal)
c. Mempercepat pemulihan kesehatan dan kekuatan
d. Meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI
e. Bisa mencegah terjadinya infeksi

Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi
dan untuk memulai proses pemberian ASI eksklusif Asupan kalori perhari ditingkatkan sampai
2700 kalori. Asupan cairan perhari ditingkatkan sampai mencapai 3000 ml, dan 1000 ml berupa
susu. Suplemen zat besi dapat diberikan kepada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah
kelahiran.

Gizi ibu menyusui dibtuuhkan untuk:
1. Produksi ASI
2. Pemulihan kesehatan ibu
Kebutuhan gizi, yang perlu diperhatikan adalah:
1. Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya
2. Banyak minum, setiap hari hrs minum lebih dari 6 gelas per hari
3. Makan makanan yang tidak merangsang baik termis, mekanis, kimia untuk menjaga
kelancaran pencernaan ibu
4. Batasi makanan yang berbau keras
5. Gunakan bahan makanan yang dapat merangsang produksi ASI, misalnya : sayuran hijau

Energi:
Dianjurkan penambahan perhari:
1. 6 bulan pertama sebanyak 700 Kkal
2. 6 bulan kedua berikutnya sebanyak 500 Kkal
3. Tahun kedua sebanyak 400 Kkal

Protein:
Dianjurkan penambahan perhari:
1. 6 bulan pertama sebanyak 16 gr
2. 6 bulan kedua sebanyak 12 gr
3. Tahun kedua sebanyak 11 gr
Berikan pil zat besi selama 40 hr post partum
Berikan kapsul vitamin A (200.000 unit)
Contoh menu ibu menyusui
Jenis Makanan Usia bayi 0-6 bulan Usia bayi lebih dari 6 bulan
Nasi 5 piring 4 piring
Ikan 3 potong 2 potong
Tempe 5 potong 4 potong
Sayuran 3 mangkok 3 mangkok
Buah 2 potong 2 potong
Jenis Makanan Usia bayi 0-6 bulan Usia bayi lebih dari 6 bulan
Gula 5 sendok 5 Sendok
Susu 1 gelas 1 gelas
Air 8 gelas 8 gelas

2. Ambulasi
a. Ambulasi sedini mungkin kecuali ada kontra indikasi
b. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah resiko thrombophlebitis
c. Meningkatkan fungsi kerja peristaltic dan KK --- Mencegah distensi abdominal dan
konstipasi
d. Jelaskan tujuan dan manfaat ambulasi dini
e. Ambulasi dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu
Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan
tersebut tidak segera diatasi maka ibu tersebut akan terancam mengalami trombosis vena. Maka
untuk mencegah tejadinya trombosis vena perlu dilakukan ambulasi dini oleh ibu nifas.Pada
persalinan normal dan keadaan ibu normal maka biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan ke
WC dengan dibantu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu tersebut harus
diminta untuk melakukan latihan menarik nafas yang dalam serta latihan tungkai yang sederhana
dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya di tepi ranjang.
3. Eliminasi : BAK atau BAB
a. Observasi distensi abdomen, palpasi dan auskultasi post SC
b. Observasi untuk 2 kali bak harus dalam 4-8 jam pertama dan minimal 200 cc
c. Anjurkan untuk minum banyak cairan dan ambulasi
d. Rangsangan untuk berkemih : sitz bath untuk mengurangi oedema dan relaksasi spengkter,
kompres hangat / dingin
e. Kalau perlu kateter sewaktu
Pada ibu pasca SC, maka ambulasi dini dimulai pada 24 36 jam setelah
melahirkan.http://ekaakbidbup.blogspot.com/2009/10/kebutuhan-dasar-pada-masa-nifas.html

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Data Objektif
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, bangsa,
riwayat persalinan, nama suami, usia.
Riwayat kesehatan
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan adalah:
a. keluhan yang dirasakan ibu saat ini
b. adakah kesulitan dan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, misalnya pola makan,
buang air kecil atau buang air besar, kebutuhan istirahat dan mobilisasi
c. riwayat tentang persalinan
d. obat atau sublemen yang dikonsumsi
e. perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan terhadap peran baru sebagai
orang tua termasuk suasana hati yang dirasakan ibu sekarang, kecemasan dan kekhawatiran
f. adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan bayi sehari-hari
g. bagaimana rencana menyusui nanti (ASI eksklusif atau tidak), rencana merawat bayi dirumah
(dilakukan ibu sendiri atau dibantu orang tua atau mertua)
h. bagaimana dukungan suami atau keluarga terhadap ibu
i. pengetahuan ibu tentang nifas

2. pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan fisik, perawat harus melakukan pemeriksaan menyeluruh dan terutama
berfokus pada masa nifas, yaitu:





a. keadaan umum, kesadaran
b. tanda-tanda vital : T/D, suhu, nadi, pernafasan


head to toe
1.Kepala:
kulit rambut tampak bersih tidak terdapat benjolan
2.Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (-), pupil isokor
sclera tidak ikterus (-), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan
menurun.
3. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas
normal, pendengaran normal
4. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan
cuping hidung tidak ada.
5. Mulut dan faring
Tidak terdapat kotoran, Kelainan
lidah tidak ada.
6. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, tidak terdapat pembesaran
7.payudara:
adanya pembesaran putting susu(menonjol atau mendatar, ada nyeri atau lecet pada putting),
ASI atau kolostrum sudah keluar, ada pembengkakan, radang atau benjolan 8.abdomen : tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus
9.kandung kemih
kosong atau penuh
10.genitalia dan perineum :
pengeluaran lokhea ( jenis, warna, jumlah dan bau), oedem, peradangan, keadaan jahitan, nanah,
tanda-tanda infeksi pada luka jahitan, kebersihan perineum, hemoroid pada anus
11.ekstremitas bawah:
pergerakan, gumpalan darah pada otot kaki yang menyebabkan nyeri, oedem, varises
12.ekstremitas bawah
Tidak dapat di jumpai pembengkakan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi resiko tinggi terhadap penyebaran sepsis yang berhubungan dengan infeksi kerusakan
kulit atau jaringan/trauma faskularisasi tinggi pada saat sakit, prosedur invasive dan peningkatan
pemajaman lingkungan, penyakit kronis, anemia, malnutrisi dan efek dari obat-obatan yang tidak
diinginkan
2. Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak
cukup untuk memenuhi metabolik.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses infeksi.
3.perencanaan
1. Infeksi resiko tinggi terhadap penyebaran sepsis yang berhubungan dengan infeksi kerusakan
kulit atau jaringan/trauma faskularisasi tinggi pada saat sakit, prosedur invasive dan peningkatan
pemajaman lingkungan, penyakit kronis, anemia, malnutrisi dan efek dari obat-obatan yang tidak
diinginkan.
Tinjau ulang catatan prenatal intra partum dan pasca partum
Tahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk setiap klien dan pengunjung
Pantau suhu, nadi, dan pernafasan, perhatikan adanya mengigil/laporkan anoreksia atau malaise
Tujuan:
K Hasil:
2. Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak cukup
untuk memenuhi metabolic
- Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering agar kebutuhan nutrisi terpenuhi
- Berikan pasien diet dalam keadaan hangat dan bervariasi
- Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
Tujuan:
- Intake nutrisi adekuat
- Tidak terjadi penurunan berat badan khususnya selama masa menyusui
K Hasil:
- Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan vitamin C bila masukan oral dibatasi
- Anjurkan pemberian makanan/nutrisi dengan porsi kecil tapi sering
- Jelaskan pentingnya nutrisi khususnya pada masa menyusui
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan:
- Nyeri berkurang/hilang
- Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman
- Ibu dapat beraktivitas dengan normal
K hasil:
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kompres hangat pada area nyeri
- Kolaborasi pemberian obat analgetik
4.PELAKSANAN
1.
. Meninjau ulang catatan prenatal intra partum dan pasca partum
- Mempertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk setiap klien
dan pengunjung
- Memantau suhu, nadi, dan pernafasan, perhatikan adanya mengigil/laporkan anoreksia atau
malaise
2
- Memberi makanan dalam porsi sedikit tapi sering agar kebutuhan nutrisi terpenuhi
- Meberikan pasien diet dalam keadaan hangat dan bervariasi
- Mengkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
3.
- Menganjurkan pemberian makanan/nutrisi dengan porsi kecil tapi sering
- Menjelaskan pentingnya nutrisi khususnya pada masa menyusui

http://noviepangaribuan.blogspot.com/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: salemba medika.
Wiknjosastro, hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.

Taber, Ben-zion,M.D. 1994. Kapita Selecta Kedaruratan Obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC

Rabe,Thomas. 2002. Ilmu Kandungan. Jakarta: hipokrates

http://chity-jutex.blogspot.com/2011/02/lp-askep-pada-ibu-dengan-post-partum.html
http://www.infokeperawatan.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-pada-masa-nifas.html
http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/12/askep-infeksi-nifas/
http://therizkikeperawatan.blogspot.com/2009/03/askeb.html
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/05/04/masa-nifas/
http://www.lusa.web.id/anatomi-dan-fisiologi-payudara/

PERMASALAHAN PADA MASA NIFAS

2.1 Infeksi Puerperalis
Infeksi puerperalis adalah infeksi luka jalan lahir postpartum, biasanya dari endometrium,
bekas insersi plasenta.
Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi nifas, maka demam dalam nifas
merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam nifas sering disebut juga morbiditas
nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas
dapat juga disebabkan oleh Pyelitis, infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus, dan lain-lain.
Morbiditas nifas ditandai oleh suhu 38
0
C atau lebih, yang terjadi selama dua hari berturut-turut.
Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam postpartum dalam 10 hari pertama masa nifas.
Kejadian infeksi nifas berkurang antara lain karena adanya anti-biotica, berkurangnya
operasi yang merupakan trauma berat, pembatasan lamanya persalinan, asepsis, transfusi darah
dan bertambah baiknya kesehatan umum (kebersihan, gizi dan lain-lain).
Kuman-kuman penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar (exogen) atau dari jalan
klahir penderita sendiri (endogen). Golongan kedua lebih sering menyebabkan infeksi. Kuman
yang sering menjadi infeksi adalah streptococcus, bacil toli, staphylococcus, tapi kadang kuman
lain yang memegang peranan seperti bacil Welchii, gonococcus, bacil typhus atau clostridium
tetani.
Cara infeksi
Kemungkinan terbesar ialah bahwa si penolong sendiri membawa kuman ke dalam rahim
penderita karena telah membawa kuman dari vagina ke atas, misalnya dengan pemeriksaan
dalam.
Mungkin juga tangan penolong dan alat-alat yang masuk membawa kuman-kuman dari
luar misalnya dengan infeksi tetes.
Karena itu baiknya memakai masker dalam kamar bersalin dan pegawai dengan infeksi
jalan nafas bagian atas hendaknya ditolak dikamar bersalin. Kadang-kadang infeksi datang dari
penolong sendiri, misalnya kalau ada luka pada tangannya yang kotor atau dari pasien lain,
seperti pasien dengan infeksi puerperalis, luka operasi yang meradang, dengan Carcinoma uteri
atau dari bayi dengan infeksi tali pusat. Mungkin juga infeksi disebabkan karena coitus pada
bulan terakhir kehamilan.
Faktor predisposisi
Faktor terpenting yang memudahkan terjadinya infeksi nifas adalah perdarahan dan trauma
persalinan. Perdarahn menurunkan daya tahan ibu, sedangkan trauma mengadakan porte dentree
dan jaringan nekrotis merupakan daerah yang subur untuk kuman-kuman.
Selanjutnya partus lama, retensio plasenta sebagian atau seluruhnya memudahkan
terjadinya infeksi. Akhirnya keadaan umum ibu merupakan faktor yang ikut menentukan, seperti
anemia, malnutrition sangat melemahkan daya tahan ibu.
Patologi
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan placenta pada dinding rahim merupakan luka
yang cukup besar.
Patologi infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
a. Terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum, vagina, cervix atau endometrium)
b. Infeksi itu menjalar dari luka ke jaringan sekitarnya.
Prognosa
Terutama tergantung pada virulensi kuman dan daya tahan penderita. Yang paling dapat
dipercayai untuk membuat prognosa adalah nadi. Jika nadi tetap dibawah 100 maka prognosa
baik, sebalinya jika nadi di atas 130, apalagi kalau tidak diikuti dengan penurunan suhu, maka
prognosanya kurang baik.
Demam yang kontinyu lebih buruk prognosanya dari demam yang remittens. Demam
mengigil berulang-ulang, insomnia dan ikterus merupakan tanda-tanda yang kurang baik.
Kadar Hb yang rendah dan jumlah leukosit yang rendah atau sangat tinggi memburukkan
prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan prognosa.
Diagnosa peritonitis, thrombophlebitis pelvica mengandung prognosa yang kurang baik.

2.2 Jenis Infeksi Puerperalis
1. Infeksi luka perineum
Luka menjadi nyeri, merah dan bengkak akhirnya luka terbuka dan mengeluarkan nanah.
2. Infeksi luka cervix
Kalau lukanya dalam, sampai ke parametrium dapat menimbulkan parametritis.
3. Endometritis
Infeksi puerperalis paling sering menjelma sebagai endometritis. Setelah masa inkubasi, kuman-
kuman menyerbu ke dalam luka endometrium, biasanya bekas perlekatan placenta.
Leukosit-leukosit segera membuat pagar pertahanan dan di samping itu keluarlah serum
yang mengandung zat anti sedangkan otot-otot berkontraksi dengan kuat, dengan maksud
menutup jalan darah dan limfa. Adanya kalanya endometritis menghalangi involusi.

2.3 Jenis Infeksi Puerperalis Lain
1. Thrombophlebitis
Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan sebab yang terpenting kematian
karena infeksi puerperalis. Dua golongan vena biasanya memegang peranan:
a. Trombhophlebitis pelvica (vena-vena dinding rahim dan ligamentum latum)
Yang paling sering meradang ialah vena ovarica karena mengalirkan darah dari luka bekas
placenta yaitu daerah fundus uteri. Penjalaran thrombophlebitis pada vena ovarica kiri ialah ke
vena renalis dab dari vena ovarica kanan ke vena cafa inferior. Karena radang terjadi thrombosis
yang bermaksud untuk menghalangi perjalanan kuman-kuman. Dengan proses ini infeksi dapat
sembuh, tapi kalau daya tahan tubuh kurang maka thrombus menjadi nanah.
Bagian-bagian kecil thrombus terlepas dan terjadilah emboli atau sepsis dan karena
embolus ini mengandung nanah disebut pyaemia. Embolus ini biasanya tersangkut pada paru-
paru. Ginjal atau katup jantung. Pada paru-paru dapat menimbulkan infarkt. Kalau daerah yang
mengalami infarkt besar, maka pasien meninggal mendadak, tapi kalau pasien tidak meninggal
dapat timbul absces paru-paru.
b. Thrombophlebitis femoralis (vena-vena tungkai)
Dapat terjadi sebagai berikut:
Dari thrombophlebitis vena saphena magna atau peradangan vena femoralis sendiri.
Penjalaran thrombophlebitis vena uterina.
Akibat parametritis.
Thrombophlebitis pada vena femoralis mungkin terjadi karena aliran darah lambat di
daerah lipat paha karena vena tersebut tertekan oleh ligamnetum inguinale, lagi pula kadar
fibrinogen tinggi dalam masa nifas.
Pada thrombophlebitis femoralis terjadi oedem tungkai yang mulai pada jari kaki, dan naik
ke kai, betis dan paha, kalu thrombophlebitis itu mulai pada vena saphena atau vena femoralis.
Sebaliknya kalau terjadi sebagai lanjutan thrombophlebitis pelvica, maka oedem mulai terjadi
pada paha dan turun ke betis.
Biasanya hanya satu kaki yang bengkak, tapi ada kalanya keduanya. Thrombophlebitis
femoralis jarang menimbulkan emboli.
Penyakit ini juga terkenal dengan nama phlagmasi alba dolens (radang yang putih dan
nyeri).
2. Sepsis Puerperalis
Sepsis puerperalis terjadi jiak setelah persalinan ada sarang sepsis dalam badan yang secara terus
menerus atau periodik melepaskan kuman-kuman ke dalam peredaran darah dan dengan
demikian secara mutlak mempengaruhi gambaran penyakit (yang tadinya hanya dipengaruhi oleh
proses dalam sarang).
Pada sepsis dapat dibedakan:
a. Porte dentree :biasanya bekas insersi placenta
b. Sarang sepsis primer :thrombophlebitis pada vena uteina atau vena ovarica.
c. Sarang sepsis sekunder (metastatis) misalnya paru-paru sebagai absces paru-paru atau pada
katup jantung sebagai endocarditis ulcerosa septica, disamping itu dapat terjadi absces di ginjal,
hati, limfa, otak dan lain-lain.
3. Peritonitis
Infeksi puerperalis melalui jaln limfa dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonitis atau
ke parametrium menyebabkan parametritis.
Kalau peritonitis ini terbatas pada rongga panggul disebut pelveoperitronitis, sedangkan kalau
seluruh peritoneum meradanag kita menghadapi peritonitis umum.
4. Parametritis (cellulitis pelvica)
Parametritis dapat terjadi dengan 3 cara:
a. Robekan cervik yang dalam
b. Penjalaran endometritis atau luka cervix yang berinfeksi melalui jalan limfa
c. Sebagai lanjutan thrombophlebitis pelvica
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-mula lunak tetapi
kemudian menjadi keras sekali. Infiltrat ini dapat terjadi hanya pada dasar ligamentum latum
tetapi dapat juga bersifat luas, misalnya dapat menempati seluruh parametrium sampai ke
dinding panggul dan dinding perut depan di atas ligamentum inguinale. Kalau infiltrat menjalar
ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di belakang cervix.
Eksudat ini lambat laun diresorpsi atau menjadi absces. Absces dapat memecah di daerah lipat
paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum Douglasi.
Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka cervix, lebih sering
terdapat pada primipara daripada multipara.
Secara ikhtisar cara penjalaran infeksi alat kandungan adalah sebagai berikut:
1. Penjalaran pada permukaan:
a. Endometritis
b. Salpingitis
c. Pelveoperitronitis
d. Peritonitis umum
2. Penjalaran ke lapisan yang lebih dalam:
a. Endometritis
b. Myometritis
c. Perimetritis
d. Peritonitis
3. Penjalaran melalui pembuluh getah bening:
a. Lymphangitis
b. Perilymphangitis
c. Parametritis
d. Perimetritis
4. Penjalaran melalui pembuluh darah balik:
a. Phlebitis sepsis
b. Periphlebitis
c. Parametritis



Gejala-gejala:
1. Sapraemia (retention lever)
Demam karena retensi gumpalan darah atau selaput janin. Demam ini sedikit demi sedikit turun
setelah darah dan selaput keluar. Keadaan ini dicurigai kalau pasien yang demam terus
merasakan HIS royan. Kalau penderita demam dan perdarahan agak banyak, maka mungkin
jaringan placenta yang tertinggal.
2. Luka perineum, vulva, vagina cervix
Perasaan nyeri dan panas timbul pada luka yang berinfeksi dan kalau terjadi pernanahan dapat
disertai dengan suhu tinggi dan menggigil.
3. Endometritis
a. Gambaran klinis endometritis berbeda-beda tergantung pada virulensi kuman penyebabnya.
Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun (remittens).
b. His royan lebih nyeri dari biasa dan lebih lama dirasakan.
c. Lochia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau. Lochia berbau tidak selalu
menyertai endometritis sebagai gejala. Sering ada subinvolusi.
d. Sakit kepala, kurang tidur dan kurang nafsu makan dapat mengganggu penderita.
e. Kalau infeksi tidak meluas maka suhu turun dengan berangsur-angsur dan turun pada hari ke 7
10.
4. Thrombophlebitis Pelvica
Biasanya terjadi dalam minggu ke 2 ditandai dengan:
a. Demam menggigil: biasanya sebelumnya pasien sudah memperlihatkan suhu yang tidak tenang
seperti pada endometritis.
b. Kalau membuat kultur darah sebaiknya diambil waktu pasien menggigil atau sesaat sebelumnya.
c. Penyulit ialah absces paru, pleuritis, pneumonia dan absces ginjal.
d. Penyakit berlangsung antara 1 3 bulan dan angka kematian tinggi. Kematian biasanya karena
penyulit paru-paru.
5. Thrombophlebitis Femoralis
a. Terjadi anatar hari ke 10 20 ditandai dengan kenaikan suhu dan nyeri pada tungkai biasanya
kiri.
b. Tungkai itu biasanya tertekuk dan tertular ke luar dan agak sukar digerakkan. Kaki yang sakit
biasanya lebih panas dari kaki yang sehat.
c. Palpasi menunjukkan adanya nyeri sepanjang salah satu vena kaki yang teraba sebagai utas yang
keras biasanya pada paha. Timbul oedem yang jelas biasanya mulai pada ujung kaki atau pada
paha dan kemudian naik ke atas.
d. Oedem ini lambat sekali hilang, keadaan umum pasien yang baik, kadang-kadang terjadi
thrombophlebitis pada kedua tungkai.
6. Sepsis Puerperalis
Ditandai dengan suhu tinggi (40
0
C atau lebih) biasanya remittens, menggigil, keadaan umum
buruk (pols kecil dan tinggi, nafas cepat, gelisah) dan Hb menurun karena haemolisis dan
leukositosis.
7. Peritonitis
Ditandai dengan nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi, demam menggigil, pols
tinggi, kecil, perut kembung, tapi kadang-kadang ada diarhhoea, muntah, pasien gelisah, mata
cekung dan sebelum meninggal ada delirium dan koma.
8. Parametritis (cellulitis pelvica)
Jika suhu postpartum tetap tinggi lebih dari satu minggu, maka parametritis patut dicurigai. Ada
nyeri sebelah atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada kaki. Setelah
beberapa waktu pada toucher dapat teraba infiltrat dalam parametrium yang kadang-kadang
mencapai didning panggul.
Infiltrat ini dapat diresopsi kembali tetapi lambat sekali dan menjadi keras (sama sekali tiak
dapat dgerakkan), kadang-kadang infiltrat ini menjadi absces.
9. Salpingitis
Sering disebabkan karena gonorhea, biasanya terajdi pada minggu kedua. Pasien demam
menggigil dan nyeri pada perut bagian bawah biasanya kiri dan kanan. Salpingitis dapat sembuh
dalam dua minggu tapi dapat mengakibatkan sterilitas.
Profilaks
Dalam kehamilan: anemia dalam kehamilan perlu segera diobati karena anemia
memudahkan terjadinya infeksi. Biasanya pengobatan anemia kehamilan ialah dengan pemberian
Fe. Keadaan gizi penderita juga sangat menentekan, diit harus memenuhi kebutuhan kehamilan
dan nifas, harus seimbang dan mengandung cukup vitamin. Persetubuhan hendaknya
ditinggalkan dalam 1 2 bulan terakhir kehamilan.
Selama persalinan: dalam persalinan 4 usaha penting harus dilaksanakan.
a. Membatasi kemasukan kuman-kuman ke dalam jalan lahir.
b. Membatasi perlukaan
c. Membatasi perdarahan
d. Membatasi lamanya persalinan
Untuk menghindarkan kemasukan kuman, maka teknik aseptik harus dipegang teguh.
Toucher hanya dilakukan kalau ada indikasi.
Pegawai kamar bersalin hendaknya memakai masker dan pegawai dengan infeksi jalan
pernafasan bagian atas tidak diperbolehkan bekerja di kamar bersalin.
Setiap luka merupakan porte dentree dan menambah perdarahan, maka perlukaan sedapat-
dapatnya dicegah.
Pembatasan perdarahan sangat penting dan ini terutama berlaku untuk kala III. Kalau juga
terjadi perdarahan yang banyak, maka darah yang hilang ini hendaknya segera diganti.
Untuk wanita Indonesia yang pada umumnya kecil badannya tiap perdarahan yang
melebihi 500 cc sedapat-dapatnya diberi transfusi, darah yang diberikan hendaknya tidak kurang
dari setengahnya darah yang hilang.
Untuk pasien dengan anemia, kehilangand darah yang sedikit saja sudah memerlukan
transfusi.
Dalam nifas: jalan lahir setelah persalinan mudah dimasukki kuman-kuman mengingat
adanya perlukaan. Tetapi jalan lahir terlindung terhadap kemasukan kuman-kuman karena vulva
tertutup. Maka untuk mencegah infeksi janganlah kita membuka vulva atau memasukkan jari ke
dalam vulva misalnya waktu membersihkan perineum.
Irigasi tidak dibenarkan dalam 2 minggu pertama nifas. Semua pasien dengan infeksi
hendaknya diasingkan supaya infeksi ini tidak menular kepada pasien lain.
Pengobatan
Adanya antibiotika dan kemoterapika sekarang ini, sangat merubah prognosa infeksi
puerperalis dan pengobatan infeksi puerperalis dengan obat-obat tersebut merupakan usaha yang
terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk pengobatan infeksi, terutama infeksi yang berat
seperti pada sepsis puerperalis, kita tentu menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari
kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya kita segera memberi dulu
salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang penisiln ialah penisilin G atau penisilin setengah sintesis
(ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat.
Sebabnya karena penisilin bersifat atoxis. Karena sifat atoxisnya ini, peniilin dapat
diberikan dalam dosis yang sangat tinggi tanpa memberikan pengaruh toxis. Maka sebaiknya
diberikan penisilin G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam dari 30 juta S tiap hari. Penisilin ini diberikan
sebagai injeksi intravena atau secara infus pendek selama 5 10 menit.
Penicilin dilarutkan dalam laruta glukosa 5% atau ringerlaktat. Dapat juga diberikan
ampisilin 3 4 gram mula-mula intravena atau intramuskular. Staphylococcus yang penisilin
resisten, tahan terhadap penisilin karena mengeluarkan penisilinase. Preparat penisilin yang
tahan penisilinase ialah axasilin, dicloxasilin dan methacilin.
Disamping pemberian antibiotika dalam pengobatan infeksi puerperalis, masih diperlukan
bebrapa tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
1. Luka perineum, vulva vagina
Kalau terjadi infeksi dari luka luar maka biasanya jahitan diangkat, supaya ada drainage getah-
getah luka. Kompres untuk luka tersebut juga berguna.
2. Endometritis
Pasien sedapatnya diisolasi, tapi bayi boleh terus menyusu pada ibunya.
Untuk kelancaran pengaliran lochia, pasien boleh diletakkan dalam letak Fowler dan diberi juga
uterotonica.
3. Thrombophlebitis pelvica
Tujuan terapi pada thrombophlebitis ialah mencegah emboli pada paru-paru dan mengurangi
akibat-akibat thrombophlebitis (oedema kaki yang lama, perasaan nyeri di tungkai).
Pengobtan dengan antikooagulan (heparin, dicumarol) dengan maksud untuk mengurangi
terjadinya thrombus dan mengurangi bahaya emboli.
4. Thrombophlebitis femoralis
Kaki ditinggikan dan pasien harus tinggal di tempat tidur sampai seminggu sesudah demam
sembuh. Setelah pasien sembuh, ia dianjurkan untuk tidak lama-lama berdiri dan pemakaian kaos
elastik baik sekali.
5. Peritonitis
Antibiotica diberikan dengan dosis tinggi, untuk menghilangkan gembung perut. Cairan diber
per infus. Transfusi darah dan O
2
juga baik. Pasien biasanya diberi sedativa untuk
menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan per os dberikan setelah ada flatus.
6. Parametritis
Pasien diberi antibiotica dan kalau ada fluktuasi perlu dilakukan incisi. Tempat incisi ialah diatas
lipat paha atau pada cavum Douglasi.

2.4 Perdarahan dalam Nifas
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu
penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena kehamilan ektopik dan abortus. Perdarahan
pascapersalinan bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan kembali.
Definisi perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi
lahir. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang abnormal, apalagi telah menyebabkan
perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak
napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.
Sebab-sebab:
1. Sisa Placenta dan Placenta Polyp
Sisa placenta dalam nifas menyebabkan:
a. Perdarahan
b. Infeksi
Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa placenta
Terapi:
a. Dengan perlindungan antibiotik sisa plasenta dikeluarkan secara kuret.
b. Kalau ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari
kemudian rahim dibersihkan, tapi kalau perdarahan banyak maka rahim segera dibersihkan
walaupun ada demam.
2. Endometritis Puerperalis
Perdarahan biasanya tidak banyak.
3. Perdarahan Fungsionil
a. Perdarahan karena hyperplasia glandularis yang dapat terjadi berhubungan dengan cyclus
anovulatoir dalam nifas
b. Perubahan dinding pembuluh darah
Pada perdarahan ini tidak diketemukan sisa plasenta, endometritis atau pun luka.
4. Perdarahan luka
Kadang-kadang robekan servik atau robekan rahim tidak didiagnosa sewaktu persalinan karena
perdarahan pada waktu itu tidak menonjol, beberapa hari postpartum dapat terjadi perdarahan
yang banyak.

2.5 Kelainan Payudara Saat Nifas
1. Pembendungan Air Susu
Merupakan pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-
kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu.
Keluhan ibu adalah payudara bengkak, keras, panas, dan nyeri. Penanganannya sebaiknya
dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan-kelainan.
Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan
payudara (bukan ditekan) dengan BH, sebelum menyusukan, diurut dulu, sehingga sumbatan
hilang. Kalau perlu berikan stil bestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk
membendung sementara produksi air susu.
2. Mastitis
Merupakan suatu peradangan pada payudara disebabkan kuman, terutama Staphylococcus aureus
melalui luka pada puting susu, atau melalui peredaran darah.
Berdasarkan lokasinya mastitis terbagi atas yang berada di bawah areola mammae, di tengah
areola mammae, dan mastitis yang lebih dalam antara payudara dan otot-otot.
Biasanya mastitis yang tidak segera diobati akan menyebabkan abses payudara yang bisa pecah
ke permukaan kulit dan menimbulkan borok yang besar. Keluhannya adalah payudara
membesar, keras, nyeri, kulit memerah, dan membisul, dan akhirnya pecah dengan borok serta
keluarnya cairan nanah bercampur air susu. Dapat disertai suhu naik dan menggigil.
Penanganan
a. Bila terjadi mastitis pada payudara, hentikan penyususan bayi
b. Karena penyebab utama adalah Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisilin dengan dosis
tinggi dapat membantu, sambil menunggu hasil pembiakkan dan uji kepekaan air susu
c. Lakukan kompres dan pengurutan ringan dan penyokong payudara, bila panas dan nyeri berikan
obat anti panas dan analgetika.
d. Bila terjadi abses lakukanlah insisi radial sejajar dengan jalannya duktus laktiferus. Pasang pipa
(drain) atau tamponade untuk mengeringkan nanah.
3. Galaktokel (galactocele)
Air susu membeku dan terkumpul pada suatu bagian payudara menyerupai tumor kistik. Terjadi
karena sumbatan air susu. Hanya dengan pengurutan dan tekakan ketat pada payudara,
galaktokel dapat hilang dengan sendirinya.
4. Kelainan Puting Susu
a. Puting susu bundar dan menonjol
b. Puting susu terbenam dan cekung sehingga menyulitkan bayi untuk menyusu. Bila tidak dapat
diperbaiki, air susu dipijat atau dipompa.
c. Ada luka pada puting susu, segera diobati dengan salep dan sementara menunggu sembuh, air
susu dipompa.
5. Jumlah Air Susu
a. Tidak ada air susu (agalaksia)
b. Air susu sedikit keluar (oligogalaksia)
c. Air susu keluar melimpah ruah (poligalaksia)
d. Air susu tetap keluar terus menerus dalam waktu lama walaupun sudah menyapih (galaktorea)
Pada sindroma Chiari-Fromme dijumpai trias yang terdiri dari galaktorea, amenorea, dan atrofi
rahim.
6. Penghentian Laktasi
Air susu ibu (ASI) adalah yang terbaik untuk anak ibu dan air susu lembu (sapi) hanya baik
untuk lembu merupakan motto yang dipakai untuk menggalakkan pemberian air susu ibu
diseluruh dunia dan indonesia. Walaupun demikian kadang kala perlu penghentian laktasi karena
sesuatu sebab, misalnya bayi lahir lalu meninggal, atau karena ibunya sakit, bekerja, dan
sebagainya.
Cara penghentian laktasi
a. Secara alamiah, kebanyakan dilakukan oleh para ibu yaitu dengan mengikat dada. Hal ini akan
menimbulkan rasa nyeri dan bengkak serta keras.
b. Pemberian obat-obatan:
Dietil stilbestrol peroral 3x30 mg selama satu minggu atau tablet lynoral 3x1 tablet selama 1
minggu.
Tablet parlodel peroral
Injeksi intramuskular ablakton
Suntikan estradiol valerat 10 mg intramuskular.
Pada pemberian estrogen harus hati-hati karena dianggap sebagai predisposisi untuk terjadinya
tromboembolisme. Kadang-kadang setelah pemberian estrogen dihentikan, dapat terjadi
perdarahan rahim. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan.

2.6 Kelainan-kelainan Lain pada Masa Nifas
1. Embolisme
Trombosis dapat terjadi saat kehamilan, tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas. Walau
trombosis ada hubungannya dengan kehamilan, kejadian trombosis jarang dijumpai di Indonesia.
Penyebabnya ada 3 hal pokok, yaitu perubahan susunan darah, perubahan laju peredaran darah
dan perlukaan lapisan intima pembuluh darah.
Pada masa hamil dan khususnya pada persalinan saat terlepasnya plasenta, kadar fibrinogen serta
faktor-faktor pembekuan darah yang lain yang meningkat akan menyebabkan mudahnya terjadi
pembekuan. Pada hamil tua peredaran darah kaki menjadi lambat karena tekanan dari uterus
yang berisi janin serta berkurangnya aktivitas ibu. Kekurangan aktivitas ini tetap berlangsung
sampai masa nifas. Pada persalinan, terutama yang diselesaikan dengan pembedahan, ada
kemungkinan terjadi gangguan pada pembuluh darah, terutama di daerah pelvis.
Faktor-faktor yang merupakan predisposisi timbulnya trombosis adalah bedah kebidanan, usia
lanjut, multiparitas, varises, dan infeksi nifas.
Trombosis bisa terjadi pada vena-vena kaki. Akan tetapi, mungkin pula terjadi pada vena-vena
daerah panggul. Lokalisasi trombus di kaki ialah pada vena-vena yang dekat permukaan dan/atau
yang terletak lebih dalam.
Trombosis pada vena-vena yang dekat permukaan biasanya disertai peradangan sehingga
merupakan trombo-flebitis. Gejala-gejala setempat ialah nyeri, panas pada palpasi, dan
kemerahan dengan gejala umumnya terjadi kenaikan suhu tubuh.
Trombosis dari vena-vena yang lebih dalam kira-kira 50 % tidak menimbulkan gejala. Bila ada
gejala biasanya ada rasa nyeri di kaki jika berjalan. Kadang-kadanng dapat dilihat bahwa kaki
yang sakit agak membengkak. Suhu badan dapat meningkat sedikit. Tekanan pada betis bisa
menimbulkan rasa nyeri demikian pula dorso-fleksi ujung kaki (tanda homan).
Diagnosis trombosis vena-vena yang terletak dalam kini bisa ditegakkan dengan flebografi,
dengan penggunaan radio-isotop dan dengan cara ultrasonik.
Kadang-kadang trombosis menutup total vena femoralis dengan timbulnya edema yang padat
pada kaki dan rasa sakit yang sangat. Keadaan ini terkenal dengan nama flegmasia alba dolens.
Sesudah keadaan ini menjadi tenang, bisa tertinggal sindroma pascaflebitis, terdiri atas edema,
varises, eksema dan ulkus pada kaki.
Embolisme paru jarang terjadi dari trombosis vena kaki yang dekat permukaan, tetapi lebih
sering dari trombus vena yang dalam dan dari vena-vena panggul. Embolus kecil menimbulkan
gejala dispnea dan pleuritis, sedangkan embolus besar dapat menutup arteria pulmonalis yang
bisa menimbulkan syok sampai kematian.
Penanganan
Tromosis ringan, khususnya dari vena-vena daerah permukaan, ditangani dengan istirahat
dengan kaki agak tinggi dan pemberian obat-obat seperti asidum asetilosalisilikum. Jika ada
tanda keradangan dapat diberi antibiotik. Segera setelah rasa nyeri hilang, penderita dianjurkan
untuk mulai berjalan.
Pada kasus yang agak berat dan terutama jika vena-vena dalam ikut serta, perlu diberi
antikoagulansia untuk mencegah bertambah luasnya trombus, dan mengurangi bahaya emboli.
Terapi dapat dimulai dengan heparin melalui infus intravena sebanyak 10.000 satuan setiap 6
jam untuk kemudian diteruskan dengan koumarin (misalnya warfarin) yang dapat diberikan per
oral. Perlu dikemukakan bahwa koumarin tidak boleh diberikan pada ibu hamil karena dapat
melewati plasenta dan dapat menyebabkan perdarahan pada janin. Warfarin diberikan mula-mula
10 mg per hari, kemudian 3 mg per hari dan sebagai pengawasan dilakukan pemeriksaan masa
protrombon berulang, untuk mencegah terjadinya perdarahan. Pengobatan dilanjutkan selama 6
minggu untuk kemudian dikurangi dan dihentikan dalam 2 minggu.
Pengobatan embolisme paru terdiri atas usaha untuk menanggulangi syok dan pemberian
antikoagulansia. Pada embolus kecil yang timbul berulang dapat dipertimbangkan pengikatan
vena di atas tempat trombus.

2. Nekrosis Pars Anterior Hipofisis Pascapersalinan
Nekrosis pars anterior hipofisis pascapersalinan (sindroma sheehan) terjadi tidak lama sesudah
persalinan sebagai akibat syok karena perdarahan. Hipofisis berinvolusi sesudah persalinan dan
diduga bahwa pengaruh syok pada hipofisis yang sedang dalam involusi dapat menimbulkan
nekrosis pada pars anterior. Akhir-akhir ini dicari hubungan antara nekrosis ini dan pembekuan
intravaskular dengan terjadinya trombosis pada sinusoid hipofisis. Dengan demikian, menurrut
pendapat ini nekrosis timbul pada syok yang disertai kelainan pembekuan darah, seperti pada
eklampsia dan solusio plasenta.
Pada kasus yang berat tanda0tanda sindroma timbul tidak lama sesudah persalinan. Terdapat
agalaktia, amenorea, dan gejala insufisiensi pada organ-organ lain yang fungsinya dipengaruhi
oleh hormon-hormon pars anterior hipofisis (kelenjar tiroid, kelenjar supra-renalis).
Pengobatan terdiri dari pemberian hormon-hormon untuk mengganti hormon yang tidak lagi atau
kurang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid, kelenjar supra-renalis, dan ovarium.
3. Sub-involusi uterus
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat rahim dari 1000
gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gr 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik
atau terganggu disebut sub-involusi.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain adalah infeksi (endometritis), sisa uri, mioma uteri,
bekuan-bekuan darah, dan sebagainya.
Pada palpasi uterus teraba masih besar, fundus masih tinggi, lochea banyak, dapat berbau dan
terjadi perdarahan.
Pengobatan dilakukan dengan memberikan injeksi methergin setiap hari ditambah dengan
ergometrin peroral. Bila ada sisa plasenta lakukan kuretase. Berikan antibiotika sebagai
pelindung infeksi.
Perdarahan nifas sekunder (Late puerpural haemorhage)
Yaitu perdarahan yang terjadi setelah lebih dari 24 jam postpartum, dan biasanya terjadi pada
minggu kedua nifas. Frekuensinya kira-kira 1 % dari semua persalinan. Faktor-faktor penyebab
adalah antara lain seperti sub-involusi, sisa plasenta, mioma uteri, kelainan uterus, inversio uteri,
dan pemberian estrogen untuk menekan laktasi.
Penanganan seperti pada sub-involusi, kecuali pada inversio uteri dan mioma uteri dilakukan
penanganan khusus.
4. Flegmasia alba Dolens
Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan
oleh adanya trombosis atau embolus yang disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan
pada inti pembuluh darah, perubahan darah, perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah,
atu karena pengaruh infeksi atau venaseksi.
Frekuensi
Lebih sering dijumpai dalam masa nifas dan jarang dalam kehamilan. Faktor-faktor
predisposisinya adalah usia lanjut, miltiparitas, obstetri operatif, adanya varises dan infeksi nifas.
Diagnosis dan gejala klinis
Suhu badan naik, dan pada daerah yang terkena dijumpai nyeri kaki dan betis bila berjalan atau
ditekan, panas dan bengkak, yang kalau ditekan menjadi cekung. Diagnosis trombosis dan
embolus superfisial mudah, yang lebih dalam dibuat dengan flebografi atau dengan
ultrasonografi.
Penanganan
Daerah yang terkena diistirahatkan, kaki ditinggikan dan diberikan obat-obatan, seperti tablet
asam asetilsalisilat dan antibiotika. Pada yang agak berat diberikan antikoagulansia berupa infus
intravena heparin 10.000 satuan setiap 6 jam kemudian dilanjutkan dengan pemberian kumarin
(warfarin) peroral sebanyak 10 mg sehari sebagai inisial lalu diteruskan 3 mg sehari dengan
diteksi masa protrombin.
Perlu diingat bahwa pemberian kumarin tidak boleh dalam kehamilan, karena dapat
menyebabkan perdarahan pada janin.

DAFTAR PUSTAKA

Wulandari, Diah. 2009. Asuhan Kebidanan (Nifas). Jogjakarta: Mitra Cendekia Press.
Sastrawinata, R Sulaeman. 1981. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset Bandung.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Prawihardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai