Anda di halaman 1dari 20

146

BAB VI
DINAMIKA PEMAKAIAN UNGKAPAN LARANGAN
PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN

Dinamika dapat diartikan sebagai gerak. Misalnya, gerak sosial diartikan
gerak masyarakat secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata
hidup masyarakat yang bersangkutan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:
328). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa dinamika juga dapat diartikan
sebagai perkembangan. Dengan demikian, dinamika pemakaian ungkapan
larangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerak atau perkembangan
pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan dari generasi ke
generasi.
Dalam penelitian ini, dinamika pemakaian ungkapan larangan pada
masyarakat petani Tabanan ditinjau dari usianya, yang dikelompokkan menjadi
dua. Pertama, kelompok masyarakat petani yang berumur di atas 50 tahun
(generasi tua). Kedua, kelompok masyarakat petani yang berumur 25 s.d. 50 tahun
(generasi muda). Selanjutnya, ungkapan larangan yang telah dikalisifikasikan,
diklarifikasi kepada kedua kelompok masyarakat petani tersebut.
Dengan cara demikian, nantinya diketahui dinamika pemakaian ungkapan
larangan pada masyarakat petani Tabanan dari generasi ke generasi. Di samping
itu, juga diketahui faktor-faktor yang memengaruhi dinamika pemakaian
ungkapan larangan tersebut. Oleh karena itu, dalam Bab VI ini diuraikan dua sub-
bab, yaitu dinamika pemakaian ungkapan larangan berdasarkan kelompok usia
147
dan faktor-faktor yang memengaruhi dinamika pemakaian ungkapan larangan
tersebut.

6.1 Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani
Tabanan Berdasarkan Kelompok Usia
Seperti telah disebutkan di atas, untuk mengetahui dinamika pemakaian
ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan berdasarkan usia, masyarakat
petani dikelompokkan menjadi dua. Kedua kelompok itu adalah yang berumur di
atas 50 tahun (generasi tua) dan yang berumur antara 25 s.d. 50 tahun (generasi
muda).
Data ungkapan larangan yang diklarifikasi adalah data ungkapan larangan
yang digunakan dalam lingkungan keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian.
Hal ini didasari pertimbangan bahwa ungkapan larangan yang digunakan dalam
lingkungan keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian dapat mencakup
pengklasifikasian ungkapan larangan dengan sudut pandang yang lain.

6.1.1 Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani
Tabanan Kelompok Usia di Atas 50 Tahun
Untuk mengetahui dinamika pemakaian ungkapan larangan pada
masyarakat petani Tabanan pada kelompok usia di atas 50, data ungkapan
larangan dalam lingkup keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian
diklarifikasi kepada 66 orang responden. Responden itu ditentukan dua orang dari
setiap desa yang diambil secara acak.
148
6.1.1.1 Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Keluarga pada Kelompok
Usia di Atas 50 Tahun
Hasil klarifikasi ungkapan larangan pada lingkup keluarga kepada
responden yang termasuk kelompok usia di atas 50 tahun menunjukkan mereka
dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, adalah kelompok yang tahu dan
kedua, adalah kelompok yang tidak tahu. Kelompok pertama yang termasuk
mengetahui berjumlah 63 orang responden atau 95,5 %, sedangkan 3 orang
responden atau 4,5 % termasuk kelompok kedua, yaitu yang menyatakan tidak
tahu.
Responden yang termasuk kelompok mengetahui diklarifikasi dengan
pertanyaan tentang pemahamannya terhadap ungkapan larangan pada lingkup
keluarga. Mereka dapat dipilah lagi menjadi kelompok yang tahu, tetapi tidak
mengerti maksud ungkapan larangannya dan kelompok yang tahu dan mengerti
maksud ungkapan larangannya. Kelompok yang mengetahui, tetapi tidak
memahami maksud ungkapan larangannya berjumlah 43 orang atau 68,3 %,
sedangkan 20 orang atau 31,7 % termasuk kelompok yang mengetahui dan
mengerti maksud larangannya. Dengan demikian, kelompok yang mengetahui,
tetapi tidak memahami maksud ungkapan larangannya mendominasi kelompok
ini. Ini juga menandakan bahwa mereka yang mengetahui ungkapan larangan pada
lingkup keluarga sebatas mengetahui dalam artian pernah mendengar.
Di samping diklarifikasi dengan pertanyaan tentang pemahaman terhadap
maksud ungkapan larangan, kelompok yang mengetahui ungkapan larangan juga
diklarifikasi dengan pertanyaan tentang penggunaannya. Dari klarifikasi ini
149
terbukti bahwa walaupun responden itu mengetahui ungkapan larangan dalam
lingkup keluarga, mereka tampaknya jarang menggunakannya atau
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini terbukti dari jawaban responden
yang mengatakan pernah menggunakan ungkapan larangan itu dalam kehidupan
sehari-hari jumlahnya lebih sedikit daripada yang tidak pernah menggunakannya.
Terdapat 30 orang atau 47,6 % responden yang mengetahui dan menggunakan
ungkapan larangan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan 33 orang responden
atau 52,4 % menyatakan tidak pernah menggunakannya dalam kehidupan sehari-
harinya.

6.1.1.2 Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Luar Keluarga pada
Kelompok Usia di Atas 50 Tahun
Ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga ditujukan kepada
masyarakat umum. Ungkapan larangan ini membicarakan berbagai masalah dalam
kehidupan masyarakat petani Tabanan sehingga topiknya bersifat umum. Di
samping itu, ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga ada yang berupa
peraturan/hukum dan ada yang berupa bukan peraturan/hukum.
Seperti halnya pada ungkapan larangan lingkup keluarga, dinamika
pemakaian ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga pada masyarakat petani
kelompok usia di atas 50 tahun juga dapat dikelompokkan menjadi kelompok
yang mengetahui dan yang tidak mengetahui. Responden yang mengetahui
ungkapan larangan lingkup luar keluarga berjumlah 55 orang atau 83,3 % dan 11
orang atau 16,7 % menyatakan tidak tahu.
150
Di antara responden yang mengetahui ungkapan larangan pada lingkup
luar keluarga, mereka lebih banyak sebatas mengetahui, tetapi tidak memahami
maksud ungkapan larangannya. Sebanyak 39 orang responden atau 70, 9 %
termasuk kelompok itu dan 16 orang atau 29, 1 % termasuk mengetahui dan
memahami maksud ungkapan larangannya.
Ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga tampaknya lebih banyak
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari daripada yang tidak digunakan. Hal
ini terlihat dari persentase pemakaiannya, ada 35 orang responden atau 63,6 %
menyatakan menggunakan ungkapan larangan itu, sedangkan 20 orang responden
atau 36,4 % menyatakan tidak melaksanakannya.
Mereka yang melaksanakan ungkapan larangan ini dalam kehidupannya
karena meyakini kebenarannya. Kalau ungkapan larangan itu dilanggar, akan
mendatangkan bahaya atau mendapat sanksi. Keyakinan akan bahaya
berhubungan dengan ungkapan larangan bukan peraturan/hukum, sedangkan
sanksi akan diterima kalau mereka melanggar ungkapan larangan berkaitan
dengan ungkapan larangan yang berupa peraturan/hukum, baik tulis maupun lisan.
Jadi, dalam hal ini walaupun tidak mengetahui maksud ungkapan larangannya,
mereka yakin akan akibatnya yang tidak baik atau yang merugikan apabila
dilanggar.




151
6.1.1.3 Dinamika Usia Larangan Bertopik Pertanian pada Kelompok
Usia di Atas 50 Tahun
Ungkapan larangan bertopik pertanian adalah ungkapan larangan yang
menyangkut masalah pertanian dalam arti luas. Ungkapan larangan ini ada yang
berupa peraturan/hukum, baik tulis maupun lisan, tetapi ada juga yang berupa
bukan peraturan. Apabila dipandang dari lingkup pemakaiannya, ungkapan
larangan bertopik pertanian ada yang digunakan pada lingkup keluarga dan luar
lingkup keluarga.
Seperti halnya dinamika pemakaian ungkapan larangan pada lingkup
keluarga dan luar keluarga, dinamika pemakaian ungkapan larangan bertopik
pertanian pada kelompok usia di atas 50 tahun juga dapat dikelompkkan menjadi
kelompok responden yang mengetahui dan responden yang tidak mengetahui
ungkapan larangan. Perbedaan jumlah antara responden yang mengetahui dan
responden yang tidak mengetahuinya sangat jauh. Responden yang mengetahui
ungkapan larangan bertopik pertanian berjumlah 62 orang atau 93,9 %,
sedangkan yang tidak mengetahuinya berjumlah 4 orang atau 6,1 %
Berdasarkan tingkat pemahaman terhadap maksud ungkapan larangan,
responden yang mengetahui lebih banyak sebatas mengetahui atau pernah
mendengar, tetapi tidak memahami maksudnya. Ini tercermin dari persentase
pemahaman responden terhadap maksud ungkapan larangan seperti berikut.
Responden yang mengetahui, tetapi tidak paham maksud ungkapan
larangan berjumlah 35 orang atau 56,5 % serta yang mengetahui dan paham
maksudnya berjumlah 27 orang atau 43,5 %. Akan tetapi, dari segi peksanaannya
152
51 orang atau 82,3 % responden mengetahui dan melaksanakan atau
menggunakan ungkapan larangan bertopik pertanian dalam kehidupan sehari-
hari. Hanya 11 orang atau 17,7 % mengetahui ungkapan larangan, tetapi tidak
melaksanakannya. Hal ini menunjukkan bahwa para petani golongan usia di atas
50 tahun lebih banyak sebatas mengetahui ungkapan larangan bidang pertanian,
tetapi tidak paham maksud larangan itu. Walaupun demikian, mereka tidak berani
melanggarnya. Mereka tetap meyakini bahwa pelanggaran atas ungkapan larangan
itu akan membahayakannya sehingga mereka pun menggunakannya.

6.1.2 Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani
Tabanan Kelompok Usia 25--50 Tahun
Seperti halnya pada masyarakat petani kelompok usia di atas 50 tahun,
data ungkapan larangan yang telah diklasifikasikan diklarifikasi pemakaiannya
kepada 66 orang petani yang termasuk kelompok usia 25--50 tahun. Data yang
diklarifikasi juga data ungkapan larangan yang digunakan dalam lingkungan
keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian.

6.1.2.1 Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Keluarga pada Kelompok
Usia 25--50 Tahun
Perkembangan pemakaian ungkapan larangan lingkup keluarga di
kalangan masyarakat petani kelompok usia 25--50 tahun dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu mereka yang tahu dan mereka yang tidak tahu. Ketika
diberikan contoh ungkapan larangan pada lingkup keluarga, dari 66 orang
153
responden, 51 orang responden atau 77,3 % menyatakan mengetahuinya,
sedangkan 15 orang atau 22,7 % menjawab tidak tahu.
Responden yang mengetahui ungkapan larangan maksudnya responden itu
pernah mendengar adanya ungkapan larangan itu. Selanjutnya, responden yang
mengetahui ungkapan larangan pada lingkup keluarga dipilah lagi menjadi
kelompok yang tahu, tetapi tidak mengerti maksud larangannya dan kelompok
yang tahu dan mengerti maksud larangannya. Di antara kedua kelompok ini,
kelompok yang tahu, tetapi tidak mengerti maksud larangannya ternyata
mendominasi. Ini dibuktikan dari 51 responden yang mengetahui ungkapan
larangan 38 orang atau 74,5 % mengatakan tahu, tetapi tidak memahami
maksudnya dan 13 orang atau 25,5 % yang menjawab tahu dan mengerti maksud
larangannya.
Walaupun responden itu tahu ungkapan larangan, mereka tampaknya
jarang menggunakannya atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini
terbukti dari jawaban responden yang mengatakan pernah menggunakan
ungkapan larangan itu dalam kehidupan sehari-hari hanya berjumlah 9 orang atau
17,6 %. Sisanya, 42 orang responden atau 82,4 % menyatakan tidak pernah
menggunakannya dalam kehidupan sehari-harinya.

6.1.2.2 Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Luar Keluarga pada
Kelompok Usia 25--50 Tahun
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa ungkapan larangan ini ditujukan
kepada masyarakat umum sehingga disebut pemakaian di luar lingkup keluarga.
154
Topik ungkapan larangan ini bersifat umum dan ditemukan, baik dalam data
ungkapan larangan lisan maupun tulis. Dinamika pemakaiannya pada masyarakat
petani kelompok usia 25--50 tahun juga bervariasi. Artinya, ada responden yang
tahu jenis ungkpan larangan kelompok ini dan ada yang tidak tahu. Responden
yang mengetahui jenis ungkapan larangan kelompok ini berjumlah 47 orang atau
71,2 % dan 19 orang atau 28,8 % menyatakan tidak tahu.
Dari 47 orang responden yang mengetahui ungkapan larangan pada
lingkup luar keluarga, mereka lebih banyak sebatas mengetahui, tetapi tidak
memahami maksud larangannya. Mereka yang termasuk kelompok ini berjumlah
33 orang atau 70, 2 %, sedangkan yang lainnya berjumlah 14 orang atau 29, 8 %
termasuk mengetahui dan memahami maksud wacana larangannya.
Apabila dilihat dari pemakaiannya, dari 47 orang responden yang
mengetahui ungkapan larangan ini 39 orang atau 83 % menyatakan melaksanakan
ungkapan larangan itu, sedangkan 8 orang atau 17 % menyatakan tidak
melaksanakannya. Mereka yang melaksanakan ungkapan larangan ini dalam
kehidupannya karena meyakini kebenarannya. Kalau ungkapan larangan itu
dilanggar, akan mendatangkan bahaya atau mendapat sanksi. J adi, dalam hal ini
walupun tidak mengetahui maksud larangannya, mereka yakin akan akibatnya
yang tidak baik.




155
6.1.2.3 Dinamika Ungkapan Larangan Bertopik Pertanian pada Kelompok
Usia 25--50 Tahun
Seperti halnya klasifikasi ungkapan larangan terdahulu, pada ungkapan
larangan ini pun respondennya ada yang tahu dan ada yang tidak. Akan tetapi,
apabila dibandingkan antara yang tahu dan yang tidak, perbedaannya sangat
signifikan. Artinya, dari 66 orang responden yang diberikan contoh ungkapan
larangan ini 59 orang atau 89,4 % mengatakan mengetahui dan hanya 7 orang atau
10,6 % menyatakan tidak tahu.
Apabila dilihat dari tingkat pemahaman terhadap ungkapan larangan
memang jumlahnya lebih banyak yang tidak paham dibandingkan dengan yang
memahaminya. Yang tahu, tetapi tidak paham maksudnya berjumlah 43 orang
atau 72,9 % serta yang tahu dan paham maksudnya berjumlah 16 orang atau 27,1
%. Akan tetapi, dari segi peksanaannya 96,6% atau 57 orang dari responden yang
tahu melaksanakan ungkapan larangan ini. Hanya 3,4 % atau 2 orang yang tahu
tetapi tidak melaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa para petani golongan
generasi muda mengetahui ungkapan larangan bidang pertanian, tetapi tidak
paham maksudnya. Walaupun demikian, mereka tidak berani melanggarnya.
Mereka tetap meyakini bahwa pelanggaran atas ungkapan larangan itu akan
membahayakannya.




156
6.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan
Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan
Uraian dinamika pemakaian wacana larangan pada masyarakat petani
Tabanan di atas menunjukkan bahwa mereka pada perinsipnya mengetahui adanya
ungkapan larangan. Akan tetapi, pada tingkat pemakaian dipengaruhi oleh tingkat
keyakinan terhadap ungkapan larangan.

6.2.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan
Larangan pada Lingkup Keluarga
Berdasarkan uraian dinamika pemakaian ungkapan larangan di atas, dapat
diketahui ada beberapa faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor yang
dimaksud adalah sebagai berikut.

6.2.1.1 Masyarakat Petani Tidak Memahami Makna Ungkapan Larangan
Sebagai contoh, berikut ditampilkan kembali salah satu variasi ungkapan
larangan yang digunakan pada lingkup keluarga.
6-1 Da magunting yen ngelah kurenan beling, nyen panake sing rahayu.
jangan bercukur kalau punya istri hamil nanti anak tidak selamat
Jangan bercukur kalau mempunyai istri hamil, nanti anaknya tidak selamat
Ungkapan larangan di atas (6-1) biasanya ditujukan kepada para suami
yang istrinya sedang hamil. Akibat yang ditimbulkan apabila larangan itu
dilanggar adalah anak dalam kandungan tidak selamat. Walaupun di balik
ungkapan larangan itu terkandung makna filosofi kehidupan yang sangat tinggi,
kebanyakan responden, baik kelompok usia di atas 50 tahun maupun kelompok
157
usia 25-50 tahun, tidak memahami makna ungkapan larangan itu. Dalam hal ini,
mereka sebatas pernah mendengar ungkapan larangan itu, tetapi tidak
memahaminya.
Apabila dilihat dari tingkat pemakaiannya, masyarakat petani kelompok
usia di atas 50 tahun lebih banyak yang menggunakan ungkapan larangan lingkup
keluarga daripada kelompok usia 25--50 tahun. Responden kelompok usia di atas
50 tahun yang menggunakan ungkapan larangan lingkup keluarga berjumlah 30
orang, sedangkan responden kelompok usia 25--50 tahun yang menggunakan
hanya 9 orang. Akan tetapi, perbandingan antara yang menggunakan dan yang
tidak menggunakan pada tiap-tiap kelompok lebih dominan yang tidak
menggunakan. Karena tidak tahu maknanya, mereka tidak menggunakannya
dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, faktor utama yang menyebabkan mereka tidak
menggunakan ungkapan larangan itu adalah ketidaktahuan mereka akan
maknanya walaupun pernah mendengarnya. Fenomena pemakaian ungkapan
larangan pada lingkup keluarga di atas menunjukkan adanya dinamika penurunan
pemakaian ungkapan larangan pada lingkup keluarga dari generasi tua (di atas 50
tahun) ke generasi muda (25--50 tahun).
Ketidaktahuan masyarakat petani Tabanan akan makna ungkapan larangan
pada lingkup keluarga disebabkan oleh dua faktor. Pertama, adalah faktor dari
dalam diri petani yang memang tidak mau tahu akan ungkapan larangan itu karena
dianggap tidak masuk akal. Kedua, adalah faktor dari luar, yaitu keberadaan
ungkapan larangan pada lingkup keluarga yang berupa tradisi. Sebagai tradisi,
artinya mereka pada umumnya mewarisi hal seperti itu dari pendahulunya secara
158
turun-temurun. Ungkapan larangan itu diterima dari pendahulunya tanpa
penjelasan makna. Inilah yang merupakan alasan utama bagi mereka untuk tidak
menggunakan atau tidak menaatinya dalam kehidupan sehari-hari.

6.2.1.2 Makna Ungkapan Larangan Dianggap Tidak Logis
Dinamika penurunan pemakaian ungkapan larangan lingkup keluarga juga
dipengaruhi oleh faktor lain di samping faktor tidak pahamnya mereka terhadap
makna wacana larangan itu. Faktor lain yang dimaksud adalah makna ungkapan
larangan tersebut dianggap tidak logis.
Ketidaklogisannya disebabkan oleh hubungan antara larangan dan akibat
yang ditimbulkannya tidak bisa diterima oleh akal sehat. Misalnya, ungkapan
larangan (6-1) di atas, tidak ada hubungan yang bisa diterima secara akal sehat
(logis) antara suami bercukur saat istri hamil dan keselamatan bayi yang ada
dalam kandungan. Artinya, akibat yang ditimbulkan apabila melanggar
larangannya, tidak dirasakan secara nyata. Misalnya, tidak ada fakta bayi yang
lahir tidak selamat karena suami bercukur saat istrinya hamil.

6.2.1.3 Ungkapan Larangan yang Tidak Sesuai dengan Kondisi Saat Ini
Menurunnya dinamika pemakaian ungkapan larangan lingkup keluarga
pada masyarakat petani generasi muda juga disebabkan oleh perkembangan
zaman dan perubahan lingkungan. Dengan kata lain, ungkapan larangan yang
termasuk kelompok lingkup keluarga dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi
saat ini. Sebagai contoh adalah wacana larangan berikut.
159
6-2 Da melali kali tepet, nyen pelaibang memedi.
jangan bermain tengah hari nanti dilarikan lelembut
Jangan bermain tengah hari, nanti dilarikan lelembut
Contoh ungkapan larangan (6-2) berisi larangan bermain saat tengah hari
dan akibat yang disebutkan apabila melanggarnya adalah dilarikan lelembut.
Ungkapan larangan ini dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini.
Misalnya, di desa-desa saat ini tidak lagi ditemukan tempat yang penuh dengan
semak belukar dan pohon-pohonan yang besar. Tempat yang penuh dengan semak
belukar dan pohon-pohonan yang besar biasanya dikatakan sebagai rumah memedi
lelembut.
Dahulu kondisi ini memang banyak ditemukan di daerah pedesaan,
sehingga tepat menggunakan ungkapan larangan (6-2) untuk menakut-nakuti
anak-anak. Akan tetapi, saat ini kondisi itu sudah tidak ada lagi. Di desa-desa
sudah jarang ada pohon besar dan semak belukar sehingga kesan angker sudah
jauh berkurang. Ladang yang dahulu penuh semak belukar dan pohon besar,
sekarang sudah dimanfaatkan untuk lahan menanam pohon produktif, seperti
cengkeh, vanili, dan cokelat. Jadi, kondisi di desa saat ini sudah jauh berbeda
dengan zaman dahulu. Pohon besar dan semak belukar yang identik dengan
habitat memedi lelembut sekarang sudah jarang ditemukan sehingga ungkapan
larangan di atas dianggap tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Di samping itu,
hubungan antara larangan dan akibatnya juga tidak logis. Artinya, akibat yang
ditimbulkan tidak nyata dirasakan oleh pelanggarnya.


160
6.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan
Larangan pada Lingkup Luar Keluarga
Topik ungkapan larangan yang digunakan pada lingkup luar keluarga
bersifat umum. Artinya, topiknya menyangkut berbagai masalah kehidupan.
Ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga ada yang berupa peraturan/hukum
dan ada juga yang berupa bukan peraturan/hukum. Kondisi inilah yang
memengaruhi dinamika pemakaiannya.
Baik kelompok usia di atas 50 tahun maupun kelompok usia 25--50 tahun
lebih banyak menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari walaupun mereka
tidak memahami maksudnya. Kelompok usia di atas 50 tahun yang menggunakan
ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga berjumlah 35 responden dari 55
orang responden yang mengetahui wacana larangan tersebut, sedangkan kelompok
usia 25--50 tahun yang menggunakan ungkapan larangan luar keluarga berjumlah
39 orang. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh tingkat keyakinan mereka terhadap
wacana larangannya.
Misalnya, untuk ungkapan larangan berikut.
6-3 Yen kurenan luas ke pasih, somah sing dadi mamitra, .
kalau suami pergi ke laut, istri tidak boleh berselingkuh,
nyen sengkala
nanti kena bencana
Kalau suami melaut, istri tidak boleh selingkuh, nanti kena bencana
Ungkapan larangan (6-3) di atas ditemukan pada masyarakat petani
nelayan dan merupakan data ungkapan larangan lisan. Sampai saat ini masyarakat
petani nelayan termasuk generasi mudanya tidak berani melanggar ungkapan
larangan itu. Hal ini disebabkan apabila ungkapan larangan itu dilanggar,
161
akibatnya nyata dirasakan oleh yang melanggar dan ini sudah pernah terbukti.
Oleh karena itu, keyakinan mereka terhadap ungkapan larangan ini sangat kuat.
Kondisi ini juga ditemukan pada data ungkapan larangan lisan lain yang
digunakan pada lingkup luar keluarga, seperti berikut.
6-4 Sedek meyadnya sing dadi ngelempag cicing.
ketika melaksanakan upacara agama tidak boleh memukul anjing,
nyen koos yadnyane
nanti boros upacaranya
Ketika melaksanakan upacara agama tidak boleh memukul anjing, nanti
upacaranya boros

6-5 Yen suba luas ke pasih, jumah sing dadi nyampat, nyen sing maan
kalau sudah pergi ke laut, di rumah tidak boleh menyapu, nanti tidak dapat
be
ikan
Kalau sudah melaut, di rumah tidak boleh menyapu, nanti tidak dapat ikan
6-6 Nuju purnama wiadin tilem, sing dadi luas ke pasih
saat purnama atau tilem, tidak boleh pergi ke laut
Saat purnama atau tilem, tidak boleh melaut

Di samping berupa data ungkapan larangan lisan, ungkapan larangan pada
lingkup luar keluarga juga berupa data ungkapan larangan tulis yang ditemukan
dalam Awig-Awig. Seperti telah disebutkan di depan, data ungkapan larangan
tulis merupakan peraturan/hukum positif atau hukum yang dinyatakan berlaku.
Hukum seperti ini mempunyai sanksi yang jelas apabila dilanggar. Contohnya
sebagai berikut.
6-7 Kulkul Subak Abian tan wenang katepak sajawaning wenten
kentongan Subak Abian tidak boleh dipukul kecuali ada
pancabaya utawi pituduh prajuru. (ASAPKT-Pawos 14-2)
marabahaya atau perintah pemimpin
Kentongan Subak Abian tidak boleh dipukul, kecuali ada marabahaya atau
perintah pemimpin
162
Ungkapan larangan (6-7) berupa peraturan/hukum tertulis yang ditemukan
dalam Awig-Awig Subak Abian Panca Karya Tani. Ungkapan larangan itu
ditujukan kepada anggota Subak Abian Panca Karya Tani. Pada ungkapan
larangan itu tidak disebutkan sanksi atau akibat yang ditimbulkan apabila
dilanggar. Sanksi bagi yang melanggar biasanya ditetapkan berdasarkan pararem
keputusan bersama anggota organisasi tersebut. Artinya, walaupun tidak
disebutkan sanksinya secara eksplisit, tidak ada anggota Subak Abian yang
berani melanggarnya. Hal ini terjadi karena mereka sudah tahu ada sanksi bagi
yang melanggarnya. Dengan kata lain, sanksi atau akibatnya akan nyata dirasakan
oleh pelanggar. Kondisi ini juga berlaku untuk ungkapan larangan lain seperti
berikut.
6-8 Taneman tuwuh pamekas ring wates tan kangkat nyantos ngenaungin
pepohonan khususnya di perbatasan tidak diizinkan sampai menaungi
utawi ngungkulin pisaga. (ASAMS-Pawos 21-2)
atau mengatasi tetangga
Pohon-pohonan khususnya di perbatasan tidak diizinkan sampai menaungi
atau mengatasi tetangga

6-9 Jadma cuntaka saking pademan, sadurung tutug pangelimigian manut
seseorang berkabung sejak kematian, sebelum batas penyucian sesuai
pararem tan dados ngeranjing ring Kahyangan Panyiwian
kesepakatan tidak boleh masuk ke Pura Milik
Desa/Banjar. (ADABTK-Pawos 12-3b)
Desa/Banjar
Seseorang berkabung sejak kematian, sebelum batas penyucian sesuai
kesepakatan, tidak boleh masuk Pura Desa/Banjar
6-10 Sang durung sah alaki rabi tan wenang ngelaksanayang
seseorang belum sah menikah tidak diizinkan melakukan
sanggraha. AKDAKA-Pawos 57-2d)
kumpul kebo
Seseorang yang belum sah menikah tidak diizinkan kumpul kebo
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan
pada lingkup luar keluarga banyak digunakan oleh masyarakat petani khususnya
163
generasi muda karena mereka mempunyai keyakinan yang kuat terhadap bahaya
yang ditimbulkan apabila melanggarnya. Kondisi itu terjadi pada data ungkapan
larangan lisan. Demikian juga pada data ungkapan larangan tulis yang berupa
peraturan/hukum. Walaupun tidak paham maksudnya, mereka tidak berani
melanggarnya karena ada sanksi nyata yang didapat bagi pelanggar.

6.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan
Larangan Bertopik Pertanian
Seperti ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga, wacana larangan
yang bertopik pertanian ditemukan pada data ungkapan larangan lisan dan tulis,
berupa peraturan/hukum dan bukan peraturan/hukum. Dinamika pemakaian
ungkapan larangan bertopik pertanian di kalangan generasi tua dan generasi muda
masyarakat petani saat ini tampak bahwa walaupun tidak paham maksudnya,
mereka tetap tidak berani melanggarnya. Berikut adalah contoh ungkapan
larangan lisan bertopik pertanian.
6-11 Da megaenang sampi di Werespati, nyen mati sampine
jangan mempekerjakan sapi di Hari Kamis, nanti mati sapinya
Jangan mempekerjakan sapi di Hari Kamis, nanti mati sapinya
Ungkapan larangan (6-10) di atas, sampai saat ini masih digunakan oleh
masyarakat petani Tabanan termasuk generasi mudanya. Mereka tidak berani
melanggarnya, walaupun tidak memahami makna ungkapan larangan itu. Hal ini
disebabkan oleh masyarakat petani memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap
akibat yang ditimbulkan apabila melanggarnya. Artinya, akibat yang dirasakan
apabila melanggarnya bersifat nyata. Misalnya, pernah terjadi peristiwa kaki sapi
164
patah atau sapi menjadi liar ketika ungkapan larangan itu dilanggar. Hal ini tentu
menambah keyakinan sehingga tidak berani melanggarnya. Contoh lain yang
sama seperti ungkapan larangan (6-10) di atas adalah sebagai berikut.
6-12 Yen suba luas ke pasih jumah sing dadi nyampat, nyen pocol
kalau sudah melaut di rumah tidak boleh menyapu nanti rugi
pejalane
perjalanannya
Kalau sudah melaut, di rumah tidak boleh menyapu, nanti rugi
perjalanannya.
6-13 Sing dadi nandur ngemaluan pengawit,
tidak boleh menanam padi mendahului waktu penanaman
yen ngelanggar kene danda pecaruan di Pura Bedugul.
kalau melanggar dikenai denda upacara korban di Pura Bedugul
Tidak boleh menanam padi mendahului waktu penanaman, kalau
melanggar, kena denda upacara kurban di Pura Bedugul
Keyakinan yang kuat terhadap akibat yang ditimbulkan apabila melanggar
ungkapan larangan bertopik pertanian juga ditemukan pada data ungkapan
larangan tulis, seperti berikut.
6-14 Ngicalang merana ring panegalan tan kangkat antuk ubad kimia,
menghilangkan hama di ladang tidak diizinkan dengan obat kimia
inggiang tata cara tradisionil sane margiang dumun, minakadi: ngejuk
sebaiknya cara tradisional yang dilaksanakan dulu seperti: menangkap
merana antuk maboros, lan nganggen meseh alami.
hama dengan berburu dan menggunakan musuh alami
(ASAMS-Pawos 24-1)
Membasmi hama di ladang tidak diizinkan dengan obat kimia, cara
tradisional dijalankan lebih dahulu, seperti berburu dan menggunakan
musuh alami

6-15 Tanem tuwuh wiadin wewangunan ring tegal pabianan tan dados
pepohonan atau bangunan di kebun tidak boleh
nyayubin abian krama pengadine. (ASAPKT-Pawos 22-2)
menaungi kebun orang di samping
Pohon-pohonan atau bangunan di kebun tidak boleh menaungi kebun orang
di samping

165
Sebagai bagian sebuah Awig-Awig, contoh ungkapan larangan (6-14) dan
(6-15) termasuk data ungkapan larangan tulis yang digunakan untuk mengatur
anggotanya. Dengan kata lain, ungkapan larangan (6-14) dan (6-15) berupa
peraturan/hukum tertulis. Sebagai peraturan/hukum tertulis, apabila ungkapan
larangan itu dilanggar, akan mendapatkan sanksi yang nyata sesuai dengan
keputusan bersama dalam organisasi itu. Jadi, sanksinya nyata atau dapat
dirasakan langsung oleh pelanggarnya.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dinamika
pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan ditinjau dari
kelompok usia, sangat dipengaruhi oleh tingkat keyakinan masyarakat petani
terhadap ungkapan larangan tersebut. Ungkapan larangan yang tidak diketahui
maknanya, akibat kalau dilanggar bersifat tidak logis, dan tidak sesuai dengan
kondisi saat ini memiliki tingkat keyakinan yang rendah. Ungkapan larangan
seperti ini jarang digunakan. Sebaliknya, ungkapan larangan yang berupa
peraturan/hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, memiliki sanksi
nyata yang dirasakan oleh pelanggarnya. Oleh karena itu, walaupun tidak
dipahami maksudnya, masyarakat petani tidak berani melanggar dan tetap
mengikuti.

Anda mungkin juga menyukai