Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Maksud dan Tujuan




2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Geologi Regional
Geologi regional daerah Yogyakarta dipengaruhi oleh dua pegunungan
yang mengapit daerah Yogyakarta yaitu Pegunungan Kulon Progo dan
Pegunungan Selatan. Yogyakarta terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan
Selatan dan Pegunungan Kulon Progo pada Kala Plistosen awal (0,01-0,7 juta
tahun) yang telah membentuk Cekungan Yogyakarta. Di dalam cekungan tersebut
selanjutnya berkembang aktivitas gunung berapi (Gunung Merapi). Kemudian
terdapat dataran tinggi di sebelah selatan dan kemunculan kubah Gunung Merapi
di sebelah utara, telah membentuk sebuah lembah datar. Bagian selatan lembah
tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan, dan bagian baratnya berbatasan
dengan Pegunungan Kulon Progo. Sehingga lokasi geologi regional Yogyakarta
berupa dataran rendah yang berada di anatara dua Pegunungan.
Rekaman proses tektonisme juga sangat banyak dijumpai di dataran
Yogyakarta. Diawali dari data sesar akibat pengangkatan Pegunungan Kulon
Progo dan Selatan, sesar-sesar di sepanjang dataran gunung api terbentuk
belakangan serta sesar-sesar minor oleh gempa-gempa tektonik. Proses
tektonisme tersebut hingga kini diyakini sebagai batas umur Kuarter di wilayah
ini. Menurut Rahardjo (2000), setelah pengangkatan Pegunungan Selatan, terjadi
genangan air (danau) di sepanjang kaki pegunungan hingga Gantiwarno dan
Baturetno. Hal ituberkaitan dengan tertutupnya aliran air permukaan di sepanjang
kaki pegunungan sehingga terkumpul dalam cekungan yang lebih rendah. Pada
wilayah Yogyakarta juga dijumpai lokasi-lokasi singkapan, dimana pada lokasi-
lokasi yang diduga pernah terbentuk lembah datar tersebut, tersingkap endapan
lempung hitam. Lempung hitam tersebut adalah batas kontak antara batuan dasar
dan endapan gunung api Gunung Merapi.
Dataran Yogyakarta berada di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan,
menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari Panatai Parangtritis
hingga Sungai Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah Sungai Progo
3

dan Sungai Opak, sedangkan di sebelah timur ialah K. Dengkeng yang merupakan
anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono, 2001). Satuan perbukitan
terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai
kelerengan antara 4
0
-15
0
dan beda tinggi 125-264 m. Beberapa puncak tertinggi di
Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat ( 264 m) di Perbukitan Jiwo bagian barat dan
G. Konang (257 m) di Perbukitan Jiwo bagian timur. Kedua perbukitan tersebut
dipisahkan oleh aliran Sungai Dengkeng. Perbukitan Jiwo tersusun oleh batuan
Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992).
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut
penamaan litostratigrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)
adalah :
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan Gunung
Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di
daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan
antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas,
satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini
tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di Gunung Wungkal, Desa
Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto
dan Hartono, 2001).
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Kebo dan Gunung Butak yang
terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun
formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau,
batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa
perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam.
Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di
bagian atasnya dijumpai breksi andesit.
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan Klaten.
Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi
batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi
4

dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di Kali
Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten
Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan
Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari
ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di
sebelah barat Gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah
pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian
Gunung Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan
lebih dari 460 meter.
4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf
dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan
aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis.
Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 50 cm.
Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan
batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan.
Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir gunungapi epiklastika
dan tuf yang berlapis baik.
5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya
Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran
formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan
Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di
sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling
dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok
batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya,
terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu
mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi
Nglanggran.
5


6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di Kali Oyo. Batuan penyusunnya pada
bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara
berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung
karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun
kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit
membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang Kali Oyo. Ketebalan
formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak
selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi
Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi
Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di
lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi
Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan
sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi
karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800
meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan
Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek.
Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari
batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai
sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di
sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu Kali Rambatan
sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya
adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200
meter.
9. Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan
6

lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk.
(1992) membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium
Tua (Qt) dan Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan
Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan Selatan dan
batuan G. Merapi. Endapan aluvium ini membentuk Dataran Yogyakarta-
Surakarta dan dataran di sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara
tidak selaras menutupi satuan di bawahnya. Tersusun oleh litologi
lempung hitam, konglomerat, dan pasir, dengan ketebalan satuan 10 m.
Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan Wonogiri. Di
Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala
Pleistosen. Ciri lain yaitu terdapat secara setempat laterit (warna merah
kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati
uvala pada morfologi karst.

II.2.Geologi Lokal
Secara umum geologi lokal daerah Sleman didominasi secara keselurahan
oleh endapan merapi muda. Merapi merupakan salah satu gunung teraktif dengan
ditandai besarnya frekuensi aktivitas berupa semburan material vulkanik. Merapi
yang saat ini merupakan bagian dari merapi muda, di mana mempunyai rentang
umur dari 2000 tahun lalu hingga sekarang. Aktivitas Merapi muda ini terdiri dari
aliran basalt dan andesit, awan panas serta letusan magmatik. Letusan terkadang
tidak begitu eksplosif, namun sering kali diikuti oleh aliran piroklastik pada
letusannya.
Material piroklastik yang dihasilkan oleh Gunung Merapi terdiri dari
berbagai macam jenis yaitu blok yang berukuran besar, tephra yang berukuran
lapili dan debu. Aktivitas Gunung Merapi memberikan efek tumpahan material
yang bersifat eksplosif di mana material piroklastik yang tertumpah dengan segala
macam ukuran akan terdistribusi di sekitar Gunung Merapi. Materi Vulkanik
tersebut akan tersebar secara geografis dengan dipengaruhi bentukan gunung api
yang memberikan jalur alir serta komposisi materi itu sendiri.
Arah aliran piroklastik Gunung Merapi itu sendiri sering dipengaruhi oleh
beberapa faktor yakni kerucut puncak Gunung Merapi yang berbentuk seperti
7

tapal kuda. Arah bukaannya mengarah Barat sampai Barat-Daya sehingga arah
alirannya selalu melalui sungai Bebeng dan sungai Senowo. Hasil material
vulkanik pada waktu lampau juga mengarah ke Barat hingga Barat-Daya yang
ditandai oleh gundukan endapan Gunung merapi di danau Borobudur pada abad
XII-XIII (Newhall, 2000). Sedangkan bagian Timur merupakan bagian dari
struktur merapi tua yang jarang terkena dampak aliran piroklastik letusan Gunung
Merapi. Material Gunung Merapi yang berukuran lapili dan debu akan mudah
tersebar dalam jarak yang relatif jauh oleh bantuan angin sedangkan material yang
berukuran blok yang hanya mengandalkan gaya gravitasi dan aliran sungai,
sehingga endapan lahar dan boulder akan ditemui pada jarak terdekat dari
Gunung Merapi sekitar 20 km.





















8

BAB III
DASAR TEORI
III.1. Geolistrik
Geolistrik adalah metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik
dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi, karena
sesungguhnya asas kelistrikan itu berlaku pada lapisan batuan bawah tanah, yang
dalam artian bahwa hukum fisika tentang listrik dapat diterapkan pada sifat listrik
dalam suatu lapisan batuan.Pada umumnya lapisan-lapisan batuan bawah
permukaan terdiri atas butiran dan pori-pori yang berisikan fluida. Butiran-butiran
tersebut merupakan mineral-mineral yang mempunyai komposisi kimia tertentu,
fluida yang mengisi pori-pori melarutkan sebagian dari mineral-mineral tadi
meyebabkan fluida tersebut bersifat elektrolit atau mampu menghantar arus listrik.
Atas dasar asas kelistrikan dalam menghantarkan arus listrik, sehingga
dimanfaatkan dalam metode geolistrik.
Metode geolistrik dibagi menjadi 2 yaitu metode aktif dan metode pasif.
Metode aktif adalah metode yang menggunakan penginjeksian arus listrik
kedalam bumi, metode ini terdiri dari :
Metode Resistivity
Metode Induksi Polarisasi
Metode Mise-Ala-Mase
Sedangkan metode pasif adalah metode tanpa menggunakan penginjeksian
arus listrik terlebih dahulu, metode ini memanfaatkan arus listrik yang telah ada
didalam bumi (khususnya pada batuan). Metode ini terdiri Metode Self Potensial.

III.2. Metode Resistivitas
Metode resistivitas merupakan salah satu metode yang relatif sering
digunakan dalam eksplorasi geolistrik. Metode resistivitas mengukur harga
resistivitas didalam medium karena pengaruh aliran arus listrik yang melaluinya.
Dengan harga resistivitas dapat digunakan untuk mengetahui daerah penyebaran
9

yang resistif di bawah permukaandari harga resistivitas yang dapat diasumsikan
sebagai zona mineralisasi, intrusi, atau pun struktur geologi suatu batuan.

III.3 Konfiguasi Wenner
Konfigurasi Wenner merupakan salah satu konfigurasi yang sering
digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan jarak antar elektroda sama
panjang seperti yang terlihat pada Gambar dibawah

Gambar III.1.Susunan elektroda konfigurasi Wenner Alpha

Dalam hal ini elektroda-elektroda, baik arus maupun potensial diletakkan
secara simetris terhadap titik sounding.Jarak antar elektroda arus tiga kali jarak
antar elektroda potensial.Jadi, jika jarak masing-masing potensial terhadap titik
souding adalah a/2 maka jarak masing-masing elektroda arus terhadap titik
sounding adalah 3a/2.Pada tahanan jenis mapping, jarak spasi elektroda tersebut
tidak berubah-ubah untuk setiap titik sounding yang diamati (besarnya a
tetap).Sedangkan batas pembesaran spasi elektroda ini tergantung pada
kemampuan alat yang dipakai. Semakin sensitif dan besar arus yang dapat
dihasilkan alat tersebut, maka semakin besar pula jarak spasi yang dapat pada
tahanan jenis sounding, jarak spasi elektroda tersebut diperbesar secara gradual,
mulai dari harga a kecil, untuk suatu titik sounding.
Model pengukuran 2D dengan metode Wenner terlihat pada saat diukur,
sehingga semakin dalam pula lapisan yang terdeteksi.Adanya sifat bahwa
pembesaran jarak elektroda arus diikuti oleh pembesaran jarak elektroda
potensial, menyebabkan jenis konfigurasi wenner dapat mendeteksi
ketidakhomogenan lokal dari lokasi yang diamati. Dalam prosedur wenner alpha
pada tahanan jenis mapping, empat elektroda konfigurasi (C1P1P2C2) dengan
spasi yang sama dipindahkan secara keseluruhan dengan jarak yang tetap
C2 C2
P1
10

sepanjang garis pengukuran. Pemilihan spasi terutama tergantung pada kedalaman
lapisan yang akan dipetakan, konfigurasi wenner alpha mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan konfigurasi wenner alpha adalah dengan lebar spasi
elektroda potensial yang besar maka tidak memerlukan peralatan yang sensitif.
(III.1)
Sedangkan kekurangannya adalah semua elektroda harus dipindahkan untuk
setiap pembacaan data resistivitas. Hal ini untuk mendapatkan sensitifitas yang
lebih tinggi untuk daerah lokal dan variasi lateral dekat permukaan.Sedangkan
faktor geometri Wenner alpha sebesar:
Resistivitas semu yang terbaca dalam konfigurasi wenner dapat dinyatakan dalam
rumus:
(III.2)
Dimana:












11

BAB IV
METODOLOGI
IV.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


IV.2 Desain Survey

Gambar IV.1 Desain Survey




12

IV.3 Peralatan dan Perlengkapan













Gambar IV.2 Peralatan dan Perlengkapan
1. Resistivitymeter Iris Syscal R1 Plus
2. Accu 12 volt
3. Palu
4. Kabel
5. Kabel konektor
6. Meteran
7. GPS dan Kompas
8. Elektroda Arus dan Potensial
9. Payung


13

IV.4 Diagram Alir Pengambilan Data


















Gambar IV.2 Diagram Alir Pengambilan Data


Mulai
Orientasi Lapangan
Desain Survey
Mempersiapkan Alat
Pengambilan Data Lapangan
(arus dan tegangan)
Selesai
Informasi
Geologi
Studi
Literatur
14

IV.5 Diagram Alir Pengolahan Data





















Gambar IV.3 Diagram Alir Pengolahan Data

Mulai
Pengolahan Data
Penampang
Manual
Resistivitas

Software

Res2Dinv

Interpretasi

Selesai
Penampang 2D
Resistivitas

Manual

Ms. Excel

15

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Penampang Manual




















Gambar V.1 Penampang Manual






16

V.2 Penampang Software Res2DI nv

Gambar V.2 Penampang Software 2D

Ini gambar peta kita kelompok 11 bahas sesuai yang di lembar konsul itu
udah aku tulisin udah ku post di fb
17

V.3 Penampang Software Alpha, Beta, Gamma

Gambar V.3 Penampang Alpha, Beta, Gamma

Ini gambar peta kita kelompok 11 bahas sesuai yang di lembar konsul itu
udah aku tulisin udah ku post di fb


18

BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan

VI.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai

  • Fluida
    Fluida
    Dokumen46 halaman
    Fluida
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Kode Warna Resistor
    Kode Warna Resistor
    Dokumen4 halaman
    Kode Warna Resistor
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Matriks Pendahuluan
    Matriks Pendahuluan
    Dokumen21 halaman
    Matriks Pendahuluan
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Hukum Coulomb
    Hukum Coulomb
    Dokumen15 halaman
    Hukum Coulomb
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Santo Longinus
    Santo Longinus
    Dokumen7 halaman
    Santo Longinus
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Nilai Eigen Matriks 2
    Nilai Eigen Matriks 2
    Dokumen29 halaman
    Nilai Eigen Matriks 2
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Santo Longinus
    Santo Longinus
    Dokumen7 halaman
    Santo Longinus
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Santo Longinus
    Santo Longinus
    Dokumen7 halaman
    Santo Longinus
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Puguh Hiskiawan Patahan PDF
    Puguh Hiskiawan Patahan PDF
    Dokumen9 halaman
    Puguh Hiskiawan Patahan PDF
    Baiq Hikma Ays
    Belum ada peringkat
  • Dasar Teori
    Dasar Teori
    Dokumen4 halaman
    Dasar Teori
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Diagram Alir
    Diagram Alir
    Dokumen2 halaman
    Diagram Alir
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Arif
    Arif
    Dokumen1 halaman
    Arif
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • BAB Dasar Teori
    BAB Dasar Teori
    Dokumen3 halaman
    BAB Dasar Teori
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat
  • Data Kelompok 11 Wenner
    Data Kelompok 11 Wenner
    Dokumen7 halaman
    Data Kelompok 11 Wenner
    Rehabeam Griapon
    Belum ada peringkat