Anda di halaman 1dari 20

1

PENGEMBANGAN BANDUNG SEBAGAI KOTA WISATA


WARISAN BUDAYA (CULTURE HERITAGE)
Oleh
E. Maryani*)
Dina Siti Logayah*)

ABSTRACT
Pengembangan potensi pariwisata suatu daerah merupakan salah satu usaha
manusia dalam mengelola ruang, sehingga dapat mengambil keuntungan daripadanya.
Kota Bandung menyimpan sejarah bagi bangsa Indonesia, yang potensial untuk menjadi
daya tarik wisata budaya (culture heritage), yaitu berupa bangunan sejarah kolonial
yang memiliki nilai prestise dan sejarah yang tinggi.
Persoalan yang kini dihadapi oleh Pemerintah Kota Bandung dalam
mengembangkan Potensi Wisata Heritage adalah belum adanya sistem pengelolaan yang
baik. Padahal trend pasar pariwisata, untuk mengunjungi objek wisata heritage setiap
tahun terus meningkat. Kota Bandung memiliki predikat Worlds Great Cities of Art
Deco menduduki peringkat 9 dari 10 negara-negara Eropa pada tahun 2001. Semua itu
belum dimanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan hasil penelitian, Kota Bandung dalam mengembangkan wisata
warisan budaya (culture heritage) mempunyai potensi tinggi, hal ini dapat menambah
keanekaragaman wisata kota yang telah ada. Berdasarkan wawancara dengan
wisatawan yang datang ke Kota Bandung, mereka sepakat sangat mendukung Bandung
untuk dijadikan wisata kota warisan budaya.

Kata Kunci: Pengembangan, Wisata Culture Heritage, Kota Bandung


A. Pendahuluan
Keharuman Kota Bandung sebagai Parijs van Java tidak terlepas dari sejarah
masa lalunya. Sejak jaman kekuasaan Kolonial Belanda yaitu ketika MHW Daendels
mempertautkan Jalan Raya Pos (Grote Postweg, sekarang Jalan Asia Afrika) dengan
Jalan Raya Anyer-Panarukan pada tahun 1811, Bandung sudah mulai dikenal. Apalagi
setelah pembangunan Jalan Kereta Api Jakarta - Bandung tahun 1884, perkembangan
Kota Bandung semakin pesat.
Sejak itulah fasilitas-fasilitas kota Bandung didirikan seperti gedung Societet
Concordia (Gedung Merdeka sekarang) tahun 1921 yang membuat kawasan Asia Afrika
dan Jalan Braga tumbuh menjadi pusat rekreasi komersial (Wiryamartono, 1995;125).
Perluasan kota Bandung juga semakin menjalar kearah sekitar WastuKancana
(Pieterspark) dan Merdeka (Merdekaweg). Selain itu ada juga yang membangun rumah
2
di kawasan Bandung Utara yang sekarang dikenal sebagai daerah Dago dan Cipaganti
(Nijlandweg). Bangunan lain yang cukup dikenal sebagai warisan budaya dan menjadi
ciri Kota Bandung antara lain Gedung Sate, aula-aula Institut Teknologi Bandung (ITB),
Pasteur Institut, dan lain-lain. Berdasarkan data jumlahnya tidak kurang dari 40 buah
yang dilindungi sebagai bangunan warisan budaya.
Banyaknya monumen atau bangunan bersejarah di Kota Bandung menjadi daya
tarik tersendiri bagi setiap orang yang berkunjung. Penyelenggaraan Konferensi Asia
Afrika (KAA) di Kota Bandung diperkirakan tidak terlepas dari alasan warisan bangunan
yang bersejarah di kota ini. Sampai sekarang, warisan budaya tersebut masih terpelihara
dengan baik, bangunan bersejarah telah dilindungi dengan peraturan daerah, bahkan telah
dicanangkan sebagai salah satu tujuan wisata (destinasi) warisan budaya (culture
heritage) secara nasional.
Secara bertahap, pencanangan itu telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan.
Angka kunjungan ke Kota Bandung setiap tahun terus meningkat. Walaupun tidak
sepenuhnya bermaksud untuk menikmati wisata heritage, tetapi para pengunjung ketika
menelusuri jalan-jalan di Kota Bandung mereka akan menikmati keindahan bangunan
bersejarahnya dan akan mengenangnya ketika mereka kembali ke daerahnya masing-
masing.
Jumlah kunjungan wisatawan yang berwisata di Kota Bandung berdasarkan data
dari Dinas Pariwisata Kota Bandung tahun 2006 adalah sebagai berikut.
TABEL 1.1 DATA KUNJUNGAN WISATAWAN KE KOTA BANDUNG
Tahun
Jumlah
Wisatawan
Wisatawan
Mancanegara
Wisatawan
Domestik
2002 1.021.751 75.407 946.344
2003 1.618.660 81.388 1.537.272
2004 1.837.000 87.000 1.750.000
2005 1.928.850 91.350 1.837.500
2006 2.019.600 94.600 1.925.000
Sumber: Dinas Pariwisata Kota Bandung, 2006.
Besarnya potensi wisata budaya di Kota Bandung tidak serta merta menjadi
komoditas yang dapat mendatangkan Pendapatan Asli Derah (PAD). Persoalan yang kini
dihadapi oleh Pemerintah Kota Bandung dalam mengembangkan Potensi Wisata
Heritage adalah belum adanya sistem pengelolaan yang baik. Padahal trend pasar
3
pariwisata untuk mengunjungi objek wisata heritage setiap tahun terus meningkat.
Artinya Kota Bandung yang memiliki predikat Worlds Great Cities of Art Deco yang
menduduki peringkat 9 dari 10 dinegara-negara Eropa pada tahun 2001 belum
dimanfaatkan secara optimal.
Rintisan ke arah kota wisata bagi Bandung belum terlambat. Dengan tingginya
kunjungan wisata akhir pekan (weekend), khususnya yang datang dari Kota Jakarta, dapat
dijadikan peluang yang besar. Pihak pengelola bangunan warisan budaya dapat
mengemasnya menjadi alternatif daya tarik wisata.
Objek wisata alam di sekitar Kota Bandung menjadi pemikat dan pelengkap
wisata budaya Bandung. Artinya antara daya tarik wisata alam dengan daya tarik budaya
dapat dipadukan menjadi sebuah paket wisata ke kawasan Bandung. Kota Bandung pun
mempunyai daya tarik lainnya seperti wisata pendidikan, wisata konvensi, wisata olah
raga, dan wisata boga (kuliner).
Berdasarkan kondisi di atas, tulisan ini secara khusus mengkaji Pengembangan
Bandung sebagai Kota Wisata Warisan Budaya (culture herirage) dengan pertanyaan
penelitian :
1. Bagaimanakah tingkat kemenarikan Kota Bandung sebagai daerah tujuan wisata
culture heritage ? ;
2. Bagaimanakah persepsi dan minat wisatawan terhadap wisata warisan budaya di
Kota Bandung?

B. Tinjauan Teori
Objek dan daya tarik wisata merupakan modal usaha dalam pengembangan
kepariwisataan. Daya tarik yang belum dikembangkan, dianggap sebagai sumber daya
potensial yang belum dapat dikatakan sebagai daya tarik wisata yang sesungguhnya.
Sebaliknya, usaha pengembangan juga tidak dapat dilakukan jika di suatu daerah tidak
memiliki potensi daya tarik tertentu.
Pariwisata biasanya akan dapat lebih berkembang atau dikembangkan jika di
suatu daerah terdapat lebih dari satu jenis objek dan daya tarik wisata. Beberapa jenis
objek dan daya tarik wisata hanya akan dikembangkan sebagian karena alasan bagi
kepentingan konservasi.
4
Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota Bandung (1998), objek
dan daya tarik wisata dapat dikelompokkan atas dua yaitu objek wisata alam dan objek
wisata budaya. Objek wisata alam adalah sumber daya yang berpotensi dan berdaya tarik
bagi wisatawan serta yang ditunjukkan untuk pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan
alam maupun setelah pembudidayaan.
Wisata alam adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber
daya alam dan tata lingkungan. Sedangkan objek dan daya tarik wisata budaya adalah
seluruh aset kebudayaan baik berbentuk fisik maupun non fisik yang dapat dimanfaatkan
dan dikembangkan. Jenis wisata budaya ini antara lain meliputi kegiatan wisata yang
memanfaatkan potensi budaya setempat sebagai atraksi wisata. Wisata budaya meliputi
bangunan dan tempat bersejarah, museum, pegelaran seni atau festival budaya. Selain dua
jenis objek wisata di atas, terdapat pula objek wisata buatan yang meliputi kegiatan
wisata taman kota, belanja, kegiatan konvensi, rekreasi, dan olah raga.
Dalam pemanfaatan potensi budaya untuk kegiatan pariwisata, para pengembang
perlu memiliki wawasan tentang usaha kepariwisataan. Oleh karena itu perlu dibahas
tentang filosofi dan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan
suatu objek wisata.
Secara filosofis, pariwisata tumbuh dan berkembang dari kebutuhan manusia
untuk melakukan relaksasi dari pekerjaan rutin sehari-hari. Untuk mengalihkan perhatian
dari suasana rutin ke suasana lain sehingga kelangsungan kerja dapat dipertahankan
secara optimal maka manusia membutuhkan istirahat atau refreshing misalnya dengan
bersenang-senang, santai, rekreasi, ingin sehat, ingin menghirup udara sejuk dan segar
dan sebagainya. Untuk memperoleh kesenangan, orang dapat melakukan perjalanan yang
jauh dan menuju ke tempat-tempat yang menarik seperti yang memiliki keindahan dan
keunikan alam, flora dan fauna seperti hutan rimba tumbuhan tropis, binatang-binatang
langka, keunikan sosial budaya seperti museum, peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, dan seni budaya. Tempat-tempat yang menjadi tujuan wisatawan dinamakan
objek wisata.
Sugiama (2000;10) mempertegas hubungan yang terjadi dari kegiatan pariwisata
yaitu:
5
a. Akomodasi, merupakan komponen yang penting dalam memfasilitasi wisatawan
selama berada di daerah yang mereka kunjungi. Contoh: hotel dan restoran.
b. Atraksi wisata, merupakan komponen yang menjadi salah satu dasar wisatawan
berkunjung ke suatu daerah.
c. Fasilitas dan pelayanan wisata, merupakan komponen yang membantu memudahkan
kebutuhan wisatawan selama berada di destinasi wisata. Contoh: biro perjalanan,
supermarket, bank, ATM, layanan kesehatan.
d. Transportasi, merupakan komponen yang memungkinkan wisatawan mencapai
destinasi yang dituju. Transportasi ini dapat berupa transportasi dari tempat tinggal
wisatawan ke destinasi wisata, maupun transportasi selama berada di destinasi wisata.
e. Infrastruktur lain, seperti sarana air, listrik, dan komunikasi. Komponen ini memiliki
peran yang penting sebagai penunjang operasional komponen lain.
f. Elemen institusi, merupakan komponen yang berperan dalam pengembangan dan
pengelolaan destinasi wisata yang bersangkutan. Peran ini biasanya dilakukan oleh
pemerintah.
Berdasarkan pandangan Sugiama, nampak jelas bahwa dalam pengembangan
suatu potensi menjadi objek wisata harus mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan
akomodasi, fasilitas, atraksi, transportasi, dan infrastruktur lainnya.
Pertimbangan lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam pengembangan objek
wisata adalah faktor geografis. Menurut Maryani (2000) terdapat lima unsur geografis
yang sangat penting untuk diaplikasikan dalam pariwisata, yaitu faktor lokasi (location),
tempat (place), hubungan timbal balik (interrelation), gerakan (movement), dan
pewilayahan (regionalisasi).
Kaitannya dengan pengembangan wisata warisan budaya, sebuah sumber
menyatakan bahwa produk wisata budaya terdiri dari atraksi dan benda peninggalan.
Rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Archaeological, Historical, and Cultural sites yang termasuk kedalam situs budaya,
sejarah dan arkeologi adalah monumen nasional dan budaya, bangunan peribadatan
bersejarah contohnya gereja, masjid, kuil (klenteng), bangunan (gedung) bersejarah,
daerah dan kota, dan berbagai tempat penyelenggaraan event bersejarah lain.
6
2. Distinctive Cultural Patterns, pola kebudayaan, tradisi, dan gaya hidup yang tidak
biasa (yang berbeda dengan yang dimiliki oleh para wisatawan).
3. Arts and Handicrafts, yang termasuk kedalamnya adalah tarian, musik, dan drama,
dan seni melikus, mamahat, hal teresbut dapat menjadi suatu atraksi yang sangat
menarik bagi para wisatawan terutama jika dikemas dengan baik.
4. Interesting Economis Activities, salah satu jenis atraksi wisata yang sukses dari
atraksi wisata budaya adalah observasi, deskripsi, dan terkadang demonsentrasi dari
suatu aktivitas perekonomian yang menarik seperti pasar tradisional.
5. Interesting Urban Areas, berbeda dengan area pedesaan, area perkotaan dengan
variasi gaya arsitektural, bangunan-banguan dan daerah-daerah bersejarah,
merupakan suatu atraksi bagi para wisatawan yang menikmati pemandangan
perkotaan dan karakteristik kota tersebut.
6. Museum and other Cultural Fasilities, yang termasuk didalamnya adalah museum
bersejarah dan fasilitas kebudayaan lainnya seperti barang antik dan galeri.
7. Cultural Festivals, beberapa tipe dari festival kebudayaan yang terkait dengan tradisi
lokal dan kesenian dapat menjadi atraksi yang utama.
Hall dan M. C. Arthur (1996:12) membagi Cultural Heritage ke dalam beberapa
tipe yaitu Artefacts, Buildings, Sites (collection of buildings, artifact, and/or site of
historical event), Townscapes, dan Landscape (eg. History City). Menurut UU No. 5
tahun 1992 tentang benda cagar budaya menerangkan bahwa bangunan bersejarah atau
kuno adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya
50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; benda alam yang dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Bandung merupakan salah satu
Kota yang memiliki alternatif untuk mengembangkan potensi budaya bangunan sejarah
(culture heritage), karena memiliki objek wisata yang dapat dikembangkan menjadi
wisata warisan budaya. Peninggalan penjajahan Kolonial menyisakan bangunan-
bangunan yang memiliki gaya dan arsitektur yang khas serta mengandung pengetahuan
dan pendidikan.
7
Sejalan dengan program pembangunan kebudayaan dan pariwisata yang termuat
dalam dokumen nasional (PROPENAS) 2000-2004, propinsi Jawa Barat memiliki
strategi pengembangan pariwisata yang dititikberatkan kepada produk pariwisata dalam
negeri dan luar negri, yang selanjutnya diarahkan dan diupayakan menjadi salah satu
Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang mantap dan utama di Indonesia dengan jenis wisata
berlibur, bisnis, persinggahan, minat khusus, MICE (Meeting, Incentive Tour,
Convention, Exhibition). Pelaksanaan pengembangan kepariwisataan secara terpadu
melalui pendekatan kewilayahan yang disesuaikan dengan tata ruang wilayah, sehingga
mampu mengoptimalkan potensi aset wisata. Dalam teori kepariwisataan, wisatawan
memiliki segmentasi tersendiri sebagai konsumen. Steppen (1997:228) misalnya
menyatakan bahwa segmentasi pariwisata ada tiga yaitu: (1). Segmentasi Geografis
merupakan yaitu pembagian pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda seperti
negara, negara bagian, wilayah, propinsi, kota, atau lingkungan. Pihak yang terkait dapat
memutuskan untuk beroperasi dalam satu atau sedikit wilayah geografis atau beropersi
dalam seluruh wilayah tetapi memberikan perhatian pada variasi lokal dalam kebutuhan
dan preferensi geografis, (2). Segmentasi Demografis merupakan pasar dibagi-bagi
menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variable-variabel demografis seperti usia,
ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan,
pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, dan kelas sosial. Variable-variabel
demografis adalah dasar yang paling popular untuk membedakan kelompok-kelompok
pasar. Satu alasan bahwa keinginan, preferensi, dan tingkatan pemakaian konsumen
sering sangat berhubungan dengan variable-variabel demografis lebih mudah diukur
daripada sebagian besar variabel. Bahkan jika pasar sasaran diuraikan dalam faktor-faktor
non demografis (seperti jenis kelamin), hubungan dengan karekteristik demografis
dibutuhkan untuk mengetahui ukuran pasar sasaran dan media yang harus digunakan
untuk menjangkau secara efesien dan (3). Segmentasi Psikografis terdiri dari pasar dibagi
menjadi kelompok yang berbeda berdasarkan kelas sosial, dan/atau kepribadian orang-
orang dalam kelompok demografis yang sama dapat menunjukkan gambaran psikografis
berbeda. Wisatawan dengan minat khusus (special interest) termasuk pada segmentasi
psikologis yang merupakan wisatawan yang memiliki pemilihan dan permintaan khusus
di luar minat wisatawan umum lainnya.
8

C. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Populasi
penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) Populasi wilayah : wilayah yang
menjadi bagian dari kawasan wisata warisan budaya (culture heritage) di Kota Bandung.
(2) Populasi manusia/pengunjung : seluruh pengunjung yang datang ke objek wisata
warisan budaya (culture heritage) di Kota Bandung. Dari kedua jenis populasi ini diambil
sampel penelitian.
Sampel objek wisata diambil secara nonprobability random sampling, yaitu
dengan mempertimbangkan keberadaan dan variasi objek wisata. Jumlah sampel
bangunan bersejarah yang dapat dijadikan sebagai objek wisata warisan budaya (culture
heritage) berjumlah 421 bangunan bersejarah, dari sampel objek ini diambil data primer
dari wisatawan dan kemenarikan objek versi penawaran dan permintaan. Sampel
wisatawan diambil berdsarakan accesdental sampling yaitu sebanyak 81 orang wisatawan
domestik dan mancanegara. Sampel wisatawan disebarkan ke tiap objek wisata terpilih
secara proposional menurut jumlah kunjungan wisatawan tahun 2006. Data dijaring pada
liburan yaitu rentang waktu satu bulan tahun 2007 dengan pembagian kuesioner
seminggu 2 kali, yaitu pada saat hari libur akhir pekan (weekend) atau hari biasa.


2. Analisis Data
Analisis data disesuaikan dengan jenis data yaitu sebagai berikut:
a. Data sekunder yang berupa perangkat peraturan, kebijakan pengembangan dan
pengolahan diolah berdasarkan metode deskriptif analitis.
b. Data primer yang berupa analisis sebaran dan kemenarikan objek wisata warisan
budaya (culture heritage) yang mempergunakan distribusi frekuensi, analisis sebaran
objek wisata warisan budaya (culture heritage). Penskalaan dilakukan dengan
memberikan kesimpulan pola bergerombolan (cluster pattern), pola tidak tersebar
merata (random pattern), dan pola tersebar merata (dispersed pattern). Adapun
formulanya adalah sebagai berikut.
9

j
u

T = ------
j
h

Bintarto (1991 : 75)

Keterangan :
T = Indeks Penyebaran Tetangga Terdekat
j
u
= Jarak rata-rata yamg diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang
terdekat.
j
h
= Jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai
pola random :
1
j
h
= ------
2 p
p = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi
dengan luas wilayah dalam kilometer persegi (A)
Untuk model penyebaran analisis tetangga terdekat ini berkisar di antara nol (0)
dengan 2.1491 atau jika dijadikan suatu matriks :

0 I 0.7 II 1.4 III 2.1491
Keterangan :
I = Pola bergerombolan (cluster pattern)
II = Pola tersebar tidak merata ( random pattern)
III = Pola tersebar merata (dispersed pattern)
Formula kemenarikan objek wisata warisan budaya (culture heritage) di Kota
Bandung yaitu Rumus kemenarikan objek wisata model Fishbein dan Rosenberg. Rumus
digunakan untuk mengukur seberapa menarik objek wisata dalam pendapat para
wisatawan yang berkunjung ke objek wisata tersebut, yang selanjutnya digunakan untuk
menghitung penguasaan pasar dari masing-masing objek wisata.
N
Ai = (Vi) (Bij)
.i = 1
10
Steppen (1997)
Keterangan :
Ai = Intensitas yang dipilih dari beberapa keterangan produk i
Vi = Kepentingan dari karakteristik, i
Bij = Tingkatan dari pilihan j yang disediakan untuk karakteristik i
N = Nomor keseluruhan dari karakteristik

D. Hasil Penelitian
1. Lokasi Kota Bandung
Kota Bandung sebagai ibu kota propinsi Jawa Barat. Kota ini pada zaman dahulu
dikenal sebagai Parijs van Java (bahasa Belanda) atau Paris dari Jawa. Karena terletak
di dataran tinggi, Bandung dikenal sebagai tempat yang beriklim sejuk. Hal ini
menjadikan Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata.
Bandung terletak pada koordinat 107 36 BT dan 6 55 LS. Luas Kota Bandung
adalah 17.000 hektar. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah propinsi Jawa
Barat, dengan demikian, sebagai ibu kota propinsi, Bandung mempunyai nilai strategis
terhadap daerah-daerah di sekitarnya.
Secara administratif Kota Bandung berbatasan :
a. Di sebelah barat berbatasan dengan Kota Cimahi dan Kecamatan Cisarua, Kab
Bandung.
b. Di sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Cisarua, Kecamatan Lembang,
Kecamatan Cimenyan, dan Kecamatan Cilengkrang, Kab Bandung.
c. Di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi, Kab Bandung.
d. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Buah Batu, Kecamatan Margaasih,
Margahayu, dan Kecamatan Dayeuhkolot, Kab Bandung.
Kota Bandung menurut Koppen termasuk iklim Af (iklim tropika). Iklim Kota
Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Suhu rata-rata 23,1
0
C, sedangkan curah hujan rata-rata 148,35 mm/th dan jumlah hujan rata-rata 16
hari/bulan.
Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 m di atas permukaan laut rata-rata
(mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian
11
selatan. Ketinggian di sebelah utara adalah 1050 msl, sedangkan di bagian selatan
adalah 675 msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan
suatu cekungan (Bandung Basin).
Bandung pada umumnya memiliki tanah yang subur. Tanah di Kota Bandung
termasuk dalam tanah alluvial dan juga memiliki air tanah dalam jumlah yang banyak
dengan kualitas yang baik. Salah satu sungai yang mengalir di Kota Bandung adalah
sungai Cikapundung. Sungai Cikapundung ini merupakan anak sungai dari sungai
Citarum. Sungai Cikapundung mengalir dari sebelah utara Kota Bandung ke sebelah
Selatan Kota Bandung menuju pada sungai Citarum. Selain sungai Cikapundung, Kota
Bandung pun dialiri oleh anak-anak sungai Citarum yang kecil (sumber : www.
wikipedia.bandung.com).

2. Bandung sebagai Kawasan Wisata Warisan Budaya (culture heritage)
Berikut ini merupakan salah satu bangunan bersejarah yang ada di Kota Bandung
yang dapat dijadikan sebagai wisata warisan budaya (heritage tourism) yang merupakan
hasil penelitian.
Tabel
Objek Wisata Bagunan Bersejarah di Kota Bandung
No Objek Wisata Alamat
1 Balai Kota Pemerintah Kota Bandung Jalan Aceh
2 Gedung Kologdam (Jaar Beurs) Jalan Aceh
3 Gedung Merdeka Jalan Asia Afrika
4 Hotel Preanger Jalan Asia Afrika
5 Savoy Homann Hotel Jalan Asia Afrika
6 Gedung Kantor Pos Besar Jalan Asia Afrika
7 Toko kopi Aroma Jalan Banceuy
8 Gedung Rumentang Siang Jalan Baranang Siang
9 Gedung SMAN 3 dan SMAN 5 Jalan Belitung
10 Museum Asia Afrika Jalan Braga
11 Gedung Bioskop Majestic (AACC) Jalan Braga
12 Hotel Braga Jalan Braga
13 Toko Sarinah Jalan Braga
14 Landmark Building Jalan Braga
15 Pabrik Kina Jalan Cicendo
16 Mesjid Cipaganti Jalan Cipaganti
17 Pendopo Kabupaten Jalan Dalem Kaum
18 Gedung Sate Jalan Dipenogoro
19 Museum Geologi Jalan Diponegoro
20 Gedung Dwiwarna Jalan Diponegoro
21 Gedung Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa
12
22 Gedung SMPN 5 Jalan Jawa
23 Tiga Villa (Rumah Tinggal) Jalan Ir. H. Juanda
24 Gedung SMAN 1 dan SMAK Dago Jalan Ir. H. Juanda
25 Pembangkit Listrik Tenaga Air Pakar Jalan Dago
26 Kantor/Gudang PJKA Jalan Kebon Jati
27 Bandung Milk Center Jalan Kebon Sirih
28 Gedung Kodam III, Detasemen Markas Jalan Kalimantan
29 Kelenteng/Vihara Setia Budhi Jalan Kelentang
30 Pertokoan Cina Jalan Kelenteng
31 Museum Mandala Wangsit Siliwangi Jalan Lembong
32 Gedung Factory Outlet Heritage Jalan Martadinata
33 Dinas Pariwisata profinsi Jawa Barat Jalan Martadinata
34 Polwiltabes Bandung Jalan Merdeka
35 Gedung Santa Angela Jalan Merdeka
36 Kediaman Gubernur Jawa Barat Jalan OttoIskandardinata
37 Guest House Villa Merah Jalan Taman Sari
38 Rektorat UPI/Villa Isola Jalan Setiabudi
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2007

Bangunan bersejarah di Kota Bandung ini memiliki keunikan dalam
pembangunan arsitekturnya serta fungsi yang dahulunya, sehingga dapat dijadikan
sebagai objek wisata warisan budaya yang dapat mengandung unsur pendidikan dan
bernuansa nostalgia.
Dalam penelitian ini mengukur penyebaran analisis tetangga terdekat antara jarak
objek wisata warisan budaya ke objek wisata warisan lainnya, apakah terdapat hambatan
seperti aksesibilitas dan bagaimanakah pola dari sebaran objek wisata warisan budaya
(culture heritag). Berikut ini penyebaran jarak bangunan bersejarah yang ada di Kota
Bandung sesuai dengan RTRW Bappeda Kota Bandung yang terbagi ke dalam enam
kawasan pelestarian bangunan bersejarah, dengan luas Kota Bandung berdasarkan
perhitungan di peta adalah 169, 9 Km
2
, dan skala peta 1 : 60.850 yang antara lain
menunjukkan bangunan bersejarah di Kota Bandung berdasarkan sub kawasan yang
diwakili oleh jaring-jaring jalan, yaitu : kawasan pusat kawasan sejarah (Alun-alun, Asia-
Afrika, Cikapundung, Braga), kawasan pecinan (Pasar baru, ABC, Otto Iskandardinata,
Pecinan), kawasan militer (Sumatera, Jawa, Aceh, Gudang Utara), Etnik Sunda (
Lengkong, Sasakgantung, Dewi Sartika, Karapitan, Melong), kawasan Perumahan (Riau,
Dipenogoro, setiabudi, Gatot Subroto, Taman Sari, Dago), Kawasan Industri (Arjuna,
Jatayu, Kebon Jati). Diketahui jumlah jarak bangunan bersejarah di peta adalah 16,096
Km, dan jarak garis lurus yang menghubungkan antara satu titik dengan titik tetangga
13
terdekatnya atau jumlah titik tempat (N) sub kawasan jalan 23 buah, sehingga dapat
diketahui pola analisis tetangga terdekatnya. Berikut table 4.3 jarak ukuran bangunan
bersejarah di Kota Bandung.
Tabel. Jarak Bangunan Bersejarah
No Jarak Ukuran No Jarak Ukuran
1 C - D 1,173 km 13 AA AB 0,288 km
2 B - E 1,552 km 14 M AA 0,287 km
3 G - F 0,524 km 15 T AB 0,302 km
4 I - J 0,485 km 16 T - AA 0,314 km
5 D - G 0,666 km 17 N AA 0,309 km
6 L K 0,687 km 18 N T 0,381 km
7 H I 0,913 km 19 O N 0,218 km
8 K W 0,29 km 20 Q P 0,719 km
9 J L 0,418 km 21 R S 0,323 km
10 U V 0,512 km 22 Z W 2,03 km
11 Y X 0,485 km 23 A - C 2,714 km
12 U AB 0,479 km
ukuran
Jarak
16,096 km
Sumber : Hasil Perhitungan


Berdasarkan hasil perhitungan di atas, persebaran objek bangunan bersejarah
memiliki pola bergerombolan dengan hasil perhitungan 0,50. Sebaran objek wisata
warisan budaya ini berada di pusat kota, karena awal dari pembangunan Kota Bandung
Tempo Doeloe di masa kolonial dilakukan pembangunan kota di pusat Alun-alun kota,
dengan membuka jalan raya Anyer-Panarukan oleh Daendles, sehingga banyak bangunan
bersejarah yang berada di kawasan pusat Alun-alun kota.
Pada akhir tahun 1920-an perancang kota Ir. Thomas Karsten lewat gagasannya
untuk memperluas areal wilayah Kota Bandung di tahun 1930-an. Perluasan kota ini
didasarkan juga kepada kepadatan penduduk yang ada di Kota Bandung dan kepada
pengembangan kolonial stad, yaitu membenahi wajah kota menjadi proto-tipe yang
menyediakan fasilitas dan privelese (kemudahan), keistimewaan bagi orang Eropa,
sebutan kolonial stad mengacu pada desain model, berdasarkan gaya, bentuk dan corak
arsitektur barat, yang mendominasi wajah Kota Bandung di masa lalu. Pembangunan
14
yang memberikan kemudahan bagi orang Eropa maka dibangunlah kawasan pemukiman
bagi orang Eropa di Kota Bandung.

Peta 1. Sebaran Bangunan Bersejarah di Kota Bandung
Keterangan :
= Wilayah bangunan bersejarah objek wisata warisan budaya (culture heritage) jarang
= Wilayah bangunan bersejarah objek warisan budaya (culture heritage) sangat jarang
= Wilayah bangunan bersejarah objek warisan budaya (culture heritage) padat

Pola bergerombol pada objek wisata warisan budaya (culture heritage)
menujukkan bahwa dari segi aksesibilitas untuk sampai ke tempat tujuan objek wisata
jaraknya relatif dekat dengan objek wisata warisan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa
keterjangakuan untuk berkunjung ke objek wisata memiliki kemudahan untuk dikunjungi.
Pengembangan objek wisata warisan budaya (culture heritage) ini dapat dimanfaatkan
untuk berkunjung ke objek wisata warisan budaya (culture heritage) dengan walking
tours atau wisata jalan kaki dengan memanfaatkan bangunan bersejarah sebagai objek
wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Potensi objek wisata yang dapat
mengadakan event-event sejarah masa lalu seperti simulasi konferensi Asia-Afrika atau
mengadakan seminar-seminar sejarah di kawasan bangunan bersejarah. Pengembangan
objek wisata warisan budaya memiliki fungsi-fungsi objek wisata modern, sebagai pusat-
pusat pemerintahan dan atraksi yang dikembangkan memiliki sifat dan fungsi sejarahnya
dulu. Berdasarkan hasil perhitungan nilai kemenarikan objek wisata budaya di Kota
15
Bandung, bahwa Bandung sebagai Kota Museum 2246,745321 dan Belanja 2624,735557
memiliki daya tarik yang lebih besar, namun Bandung memiliki arsitektur bangunan
memiliki daya tarik sebagai wisata Kota bangunan bersejarah kolonial untuk dikunjungi.
Selanjutnya mencari nilai kemenarikan dari masing-masing objek wisata warisan
budaya bangunan bersejarah di Kota Bandung, perlu diketahui terlebih dahulu nilai Bij
untuk masing-masing indikator. Berikut hasil dari perhitungan nilai Bij untuk masing-
masing indikator, yaitu :
Tabel 4. 5
Nilai Kemenarikan Wisata Warisan
Budaya Bangunan Bersejarah Di Kota Bandung

No Indikator Vi Bij
n

i = 1 (Vi) (Bij)
1 Kesejukan 285 13.43072573 3827.756833
2 Keamanan 153 7.210179076 1103.157399
3 Ketertiban 165 7.775683318 1282.987747
4 Kebersihan 132 6.220546654 821.1121583
5 Kenyamanan 152 7.163053723 1088.784166
6 Keindahan 223 10.50895382 2343.496701
7 Keramahan 195 9.189443921 1791.941565
8 Kenangan 145 6.833176249 990.8105561
9 Cindremata 152 7.163053723 1088.784166
10 Variasi aktivitas Wisata 156 7.351555137 1146.842601
11 Sarana dan Prasarana 202 9.519321395 1922.902922
12 Transportasi 162 7.634307257 1236.757776
Jumlah 2122 100 18645.33459
Sumber: Hasil Perhitungan
Nilai kemenarikan wisata warisan budaya bangunan bersejarah di Kota Bandung
menunjukkan, bahwa nilai kemenarikan kebersihan perlu diperhatikan oleh pengelola
objek wisata, karena dapat menggangu kenyamanan dalam beraktivitas wisata warisan
budaya (culture heritage) di Kota Bandung. Nilai kemenarikan kesejukan dan keindahan
bangunan dapat dijadikan sebagai pengembangan wisata warisan budaya, sedangkan
sarana dan transportasi merupakan aksesibilitas yang penting untuk kunjungan
wisatawan, dengan pola bergerombolan memberikan kemudahan untuk berwisata warisan
budaya di Kota Bandung. Kenangan dan penyediaan cindremata untuk wisatawan perlu
disediakan agar wisatawan tertarik untuk dapat mengunjungi objek wisata warisan
budaya. Variasi aktivitas yang disediakan oleh pengelola wisata bagi wisatawan perlu
16
diperhatikan, karena segmentasi usia dari karakteristik wisatawan yang dating ke objek
wisata warisan budaya didominasi oleh usia produktif 22-30 tahun.
Dari hasil penelitian menurut pendapat wisatawan tempat yang menarik untuk
dikunjungi objek wisata warisan budaya (culture heritage) adalah Gedung Merdeka jalan
Asia Afrika yang merupakan bangunan bersejarah yang dulunya sebagai Sociteit
Concordia yang berfungsi sebagai tempat rekreasi sekelompok orang Belanda, yang
dibangun pada tahun 1920-1928, yang dibangun oleh Van Gallen Last dan C.P.Wolff
Schoemaker, sekarang Gedung tersebut digunakan sebagai Museum Asia Afrika.
Kegiatan di museum Asia Afrika cukup menarik wisatawan yang datang ke objek
bangunan bersejarah, selain berfungsi sebagai museum bangunan bersejarah ini
menyimpan sejarah bagi bangsa Indonesia. Dari indikator kemenarikan segi aksesibilitas
untuk berkunjung ke museum Asia Afrika baik sarana dan prasarana mudah dijangkau
oleh wisatawan. Karakteristik wisatawan yang datang ke objek wisata warisan budaya di
Kota Bandung didapat bahwa berdasarkan jenis kelamin tidak memiliki persentase yang
jauh berbeda yaitu laki-laki 56,79 % dan perempuan 43,21 %, sehingga tidak ada
pengklasifikasian tertentu; berdasarkan pendidikan tamat perguruan tinggi mempunyai
persentase paling banyak yaitu sebesar 45,68 %; berdasarkan pekerjaan, karyawan swasta
mempunyai jumlah tertinggi yaitu sebesar 40,74 %; berdasarkan usia yang datang ke
objek wisata warisan budaya di Kota Bandung sebagian besar di dominasi oleh usia 22
sampai 30 tahun yaitu 40,74%; berdasarkan pendapatan wisatawan yang mempunyai
persentase terbanyak sebesar antara Rp.1.000.000 sampai Rp.4.000.000 yaitu 43,21%;
berdasarkan kepemilikan kendaraan pribadi adalah yang paling banyak yaitu sebesar
44,44%. Dengan kebutuhan fasilitas wisatawan yang harus tersedia di objek wisata.
Fasilitas wisatawan diantaranya akomodasi rumah makan, tempat istirahat serta
aksesibilitas yang mudah dijangkau.

D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Sebaran objek wisata warisan budaya bangunan bersejarah, berdasarkan hasil
penelitian dengan menggunakan analisis tetangga terdekat memiliki pola bergerombolan,
yang berada pada pusat alun-alun bersejarah yang merupakan awal dari pembangunan
Kota Bandung oleh Daendles. Pola bergerombol pada objek wisata warisan budaya
17
(culture heritage) menujukkan bahwa dari segi aksesibilitas untuk sampai ke tempat
tujuan objek wisata jaraknya relatif dekat dengan objek wisata warisan lainnya, hal ini
menunjukkan bahwa keterjangakuan untuk berkunjung ke objek wisata memiliki
kemudahan untuk dikunjungi. Tingkat kemenarikan untuk daya tarik wisata bagi
wisatawan dan pengembangan wisata warisan budaya ini untuk datang ke Kota Bandung
dengan indikator: kesejukan, keamanan dan keselamatan wisata, ketertiban, kebersihan,
kenyamanan, keindahan, keramahan, kenanganan, cindremata, variasi aktivitas wisata,
sarana dan prasarana, dan transportasi. Nilai kemenarikan wisata warisan budaya
bangunan bersejarah di Kota Bandung menunjukkan, bahwa nilai kemenarikan
kebersihan perlu diperhatikan oleh pengelola objek wisata, karena dapat menggangu
kenyamanan dalam beraktivitas wisata warisan budaya (culture heritage) di Kota
Bandung. Nilai kemenarikan kesejukan dan keindahan bangunan dapat dijadikan sebagai
pengembangan wisata warisan budaya, sedangkan sarana dan transportasi merupakan
aksesibilitas yang penting untuk kunjungan wisatawan, dengan pola bergerombolan
memberikan kemudahan untuk berwisata warisan budaya di Kota Bandung. Kenangan
dan penyediaan cindremata untuk wisatawan perlu disediakan agar wisatawan tertarik
untuk dapat mengunjungi objek wisata warisan budaya. Variasi aktivitas yang disediakan
oleh pengelola wisata bagi wisatawan perlu diperhatikan, karena segmentasi usia dari
karakteristik wisatawan yang dating ke objek wisata warisan budaya didominasi oleh usia
produktif 22-30 tahun.
Karakteristik wisatawan yang datang ke objek wisata warisan budaya di Kota
Bandung didapat bahwa berdasarkan jenis kelamin tidak memiliki persentase yang jauh
berbeda yaitu laki-laki 56,79 % dan perempuan 43,21 %, sehingga tidak ada
pengklasifikasian tertentu; berdasarkan pendidikan tamat perguruan tinggi mempunyai
persentase paling banyak yaitu sebesar 45,68 %; berdasarkan pekerjaan, karyawan swasta
mempunyai jumlah tertinggi yaitu sebesar 40,74 %; berdasarkan usia yang datang ke
objek wisata warisan budaya di Kota Bandung sebagian besar di dominasi oleh usia 22
sampai 30 tahun yaitu 40,74%; berdasarkan pendapatan wisatawan yang mempunyai
persentase terbanyak sebesar antara Rp.1.000.000 sampai Rp.4.000.000 yaitu 43,21%;
berdasarkan kepemilikan kendaraan pribadi adalah yang paling banyak yaitu sebesar
44,44%. Dengan kebutuhan fasilitas wisatawan yang harus tersedia di objek wisata.
18
Fasilitas wisatawan diantaranya akomodasi rumah makan, tempat istirahat serta
aksesibilitas yang mudah dijangkau.
2. Saran
Dalam hal objek wisata perlu adanya keragaman serta variasi daya tarik, sehingga
akan menimbulkan keragaman pengalaman yang dirasakan oleh wisatawan. Dalam hal
ini perlu adanya pengkajian ulang mengenai investaris bangunan lama dan kawasan
historis berusia lebih dari 50 tahun dan unik di Kota Bandung, yang memiliki
kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Dalam mengembangkan sektor wisata warisan budaya (culture heritage), baik
dalam objek wisata, promosi, atraksi wisata, fasilitas wisata dan aksesibilitas, perlu
memperhatikan aspek permintaan dari wisatawan. Pengembangan objek wisata sebaiknya
lebih diarahkan kepada aspek pengetahuan dan pendidikan mengingat segmentasi pasar
berdasarkan usia di dominasi oleh kelompok usia muda dan produktif. Dilihat dari segi
aksesibilitas wisatawan yang berkunjung ke objek wisata warisan budaya (culture
heritage) adalah menggunakan kendaraan pribadi maka aspek kondisi jalan perlu
diperhatikan demi kenyamanan wisatawan selama dalam perjalanan menuju objek wisata
dan penyediaan lahan parkir.
Dalam usaha pengembangan wisata diperlukan koordinasi antara pihak pengelola
objek wisata, dinas pariwisata daerah, dan pemerintah daerah setempat sehingga program
yang akan dilaksanakan dapat terkoordinir dengan baik, dan masah-masalah yang
dihadapi objek wisata dapat dikonsultasikan dengan pihak dinas pariwisata daerah,
karena pihak dinas pariwisata ini memiliki peran dalam usaha pengembangan wisata
warisan budaya ini.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika.(2005). Bandung Dalam Angka 2005. Bandung : BPS.
Bintarto. (1991). Metode Analisis Geografi. Jakarta : LP3ES.
Bahar, Herman. dan Sumaryadi. (1999). Pengantar Pariwisata. Bandung : Sekolah Tinggi
Pariwisata Bandung.
Dibyo, H. (1997). Bandung Data Bangunan Bersejarah Kota Bandung. Bandung:
Bappeda Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung.
19
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2005) Kebudayaan Pariwisata Jawa Barat. Propinsi
Jawa Barat:DISBUDPAR
Dinas Pariwisata Kota Bandung. (1998). Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
(RIPP) Kota Bandung.
Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning. United states Of America. Van Nostrand
Reinhold.
Jansen, Floortje. (1997). Urban Tourism in Bandung, dalam Pariwisata Indonesia
Berbagai Aspek dan Gagasan Pembangunan. Bandung:ITB.
Kasali, Rhenald. (1992). Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: Grafiti.
Katam Sudarsono, Lulus Abadi (2005). Album Bandoeng Tempo Doeloe. Bandung :
NavPress Indonesia.
Kotler, Philip. (1991). Marketing Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philip, & Armstrong, Gary. (1997). Dasar-Dasar Pemasaran. Jilid 1. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Salemba Empat Prentice-Hall.
Kotler, Philip, & Armstrong, Gary . (2001). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 2. Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Kunto, Haryoto. (1986). Semerbak Bunga Di Bandung Raya. Bandung : PT. Granesia.
Kusmayadi. (2000). Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan:
Jakarta:Gramedia.
Lumsdon, Les. (1994). Tourism Marketing. International Thomson Business Press.
Marpaung, Happy. (2002). Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta.
Maryani, Enok. (2003). Jurnal Geografi Warisan Budaya (culture heritage) dan Jalur
Hijau (green belt) sebagai basis pariwisata perkotaan. Vol 3 No 6 Oktober 2003;
Jurusan Pendidikan Geografi.
___________ (2002). Pengantar Geografi Kota. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi.
___________ (2000). Dimensi Geografi Dalam Kepariwisataan. Jurnal Pariwisata.
___________ (1997). Kiprah Geografi Dalam Kepariwisataan dalam GEOSFER.
Bandung: Ikatan Alumni Jurdik Geografi FPIPS IKIP Bandung.
20
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Permadi, Tedi. (2002). Peta Wisata seni Budaya. Bandung : Dinas Pariwisata Kota
Bandung Bingkai Kreasi Indonesia.
Pendit, Nyoman. S. (2003). Ilmu Pariwisata (sebuah pengantar perdana). Jakarta: Pradnya
Paramita.
Rencana tata ruang wilayah kota Bandung, tahun 2004. Buku rencana kota Bandung
2013. Bandung : Pemerintah Kota Bandung.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT
Pustaka LP3ES.
Suhendar, Didin. (2006). Tarikan Wisata Alam dan Budaya Di Kota Bandung. Skripsi
Strata 1 pada FPIPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Soekadijo, R.G. (2000). Anatomi Pariwisata. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sumaatmadja, Nursid. (1988) Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisis Keruangan.
Bandung : Alumni
Sugiama, A. Gima. (2000). Pariwisata: Prinsip, Konsep, dan Aplikasi. Diktat Mata
Kuliah Pengantar Pariwisata Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri
Bandung.
Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Tika, pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara
Yoety, Oka A. (1996). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa.
Weaver, David, & Oppermann, Martin. (2000). Tourism Management. Australia: John
Wiley & Sons Australia, Ltd.
Wikipedia. (2007). Kota Bandung. [Online].
Tersedia:http;//www.wikipedia.org/wiki/kota_bandung (21 Maret 2007).
Undang-undang. [Online]. Tersedia: http://www.undang-undang cagar budaya/undang-
undang/uu_cagar budaya. (9 Maret 2007).

Anda mungkin juga menyukai