50%(2)50% menganggap dokumen ini bermanfaat (2 suara)
2K tayangan17 halaman
Praktikum ini bertujuan untuk menganalisis kandungan biokimia berbahaya pada makanan seperti boraks, formalin, dan rhodamin serta mengetahui sifat antioksidan vitamin pada buah-buahan. Metode analisis kualitatif dan kuantitatif boraks dan formalin dijelaskan secara singkat.
Deskripsi Asli:
laporan praktikum uji boraks full mata kuliah biokimia
Praktikum ini bertujuan untuk menganalisis kandungan biokimia berbahaya pada makanan seperti boraks, formalin, dan rhodamin serta mengetahui sifat antioksidan vitamin pada buah-buahan. Metode analisis kualitatif dan kuantitatif boraks dan formalin dijelaskan secara singkat.
Praktikum ini bertujuan untuk menganalisis kandungan biokimia berbahaya pada makanan seperti boraks, formalin, dan rhodamin serta mengetahui sifat antioksidan vitamin pada buah-buahan. Metode analisis kualitatif dan kuantitatif boraks dan formalin dijelaskan secara singkat.
I. Tujuan 1. Mengetahui kandungan boraks dan formalin dari berbagai jenis makanan. 2. Mengetahui kandungan rhodamin pada beberapa jenis makanan dan jajanan pasar 3. Mengetahui ciri makanan yang mengandung bahan biokimia berbahaya 4. Mengetahui sifat antioksidan pada vitamin yang terdapat pada buah-buahan. 5. Memperlihatkan proses oksidasi senyawa fenol oleh polifenol oksidase (PPO) di dalam kentang dan efek antioksidan vitamin C terhadap oksidasi fenol oleh PPO. II. Kajian Pustaka 1. Boraks Saat mengolah makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan bermutu baik serta aman untuk dikonsumsi. Karena itu, pada proses pembuatannya sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan atau BTM yang sering disebut zat aktif kimia (food additive) antara lain bahan pengawet, pengenyal, pewarna, dan lain-lain. Zat kimia yang digunakan dalam pengawetan pangan terbagi dalam dua kelompok; komponen makanan biasa seperti gula dan garam, dan berbagai bahan khusus yang mencegah atau memperlambat kerusakan pangan. Beberapa bahan atau zat yang sering disalahgunakan dalam pengolahan makanan karena bersifat toksis antara lain boraks, formalin dan rhodamine B. Boraks bersifat antiseptik sehingga sering dimanfaatkan sebagai pengawet, sekaligus sebagai pengenyal makanan misalnya pada lontong, bakso, dan mie basah, namun dapat merusak sistem saraf pusat dan serebrospinal. Monografi Natrium Tetraborat (Boraks)
Rumus Kimia : Na 2 B 4 O 7 10H 2 O Pemerian : hablur, transparan, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein Kelarutan : dalam air,mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin, tidak larut dalam etanol. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995). Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB 4 O 7 10H 20 ). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H 3 BO 3 ). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen, mengurangi kesadarahan air dan antiseptic (Wardayati, 2012). Boraks dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus serta memiliki kekenyalan yang khas. Dengan kemampuan tersebut boraks sering disalahgunakan oleh para produsen makanan yaitu digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan yang dijualnya seperti mie basah, bakso, lontong, cilok, dan otak-otak dengan ciri-cirinya tekstur sangat kenyal, tidak lengket, dan tidak mudah putus pada mie basah. Namun begitu boraks merupakan bahan tambahan makanan yang sangat berbahaya bagi manusia karena bersifat racun (Hamdani, 2012). Boraks umumnya digunakan untuk mempercepat empuknya sayur mayur yang dimasak sekaligus memberikan aroma sedap, serta mempertahankan warna hijau dari sayuran lebih lama. Boraks dijual dipasarkan dengan label bleng, dengan maksud menyamarkan identitas aslinya. Bleng ini dapat dibeli dengan harga murah dan didapat dengan mudah, sehingga masyakat banyak menggunakan bahan berbahaya ini (Hamdani, 2012). Boraks beracun terhadap semua sel, bila tertelan boraks dapat mengakibatkan efek pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama ekskresi. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan orang lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g (Simpus, 2005). Makanan yang mengandung boraks dapat menyebebkan dampak negatif bagi tubuh dimana pada dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak- anak, jika sering dikonsumsi akan menumpuk/terakumulasi pada jaringan tubuh di otak, hati, lemak dan ginjal yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya kanker. Yuliarti (2007), menyebutkan bahwa orang dewasa dapat meninggal dunia apabila mengonsumsi asam borat sebanyak 15-25 gr, sedangkan anak-anak 5-6 gr. Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksik. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan sakit perut sebelah atas, muntah, mencret, sakit kepala, penyakit kulit berat, sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah, tidak nafsu makan, dehidrasi, koma dan jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kematian (Yuliarti, 2007). Analisis Kualitatif Boraks Analisis Kualitatif boraks diantaranya adalah uji nyala, uji kertas kurkuma, dan uji kertas tumerik (Roth, 1988). Uji Nyala Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji dengan metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar, warna api hijau menunjukkan terdapat senyawa boraks (Roth, 1988) Uji warna dengan kertas turmerik Kertas turmerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan turmerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat. Uji warna kertas kunyit pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat kertas tumerik dahulu yaitu: a. Ambil beberapa potong kunyit ukuran sedang b. Kemudian tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning. c. Kemudian, celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan keringkan. Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik. Selanjutnya, buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan memasukkan satu sendok teh boraks ke dalam gelas yang berisi air dan aduk larutan boraks. Teteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan. Amati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif. Tumbuk bahan yang akan diuji dan beri sedikit air. Teteskan air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada kertas tumerik. Apabila warnanya sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan tersebut mengandung boraks. Dan bila diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang gelap maka sampel tersebut positif mengandung boraks (Roth, 1988). Uji Warna Kertas Kurkuma Uji warna kertas kurkuma pada pengujian boraks yaitu sampel ditimbang sebanyak 50 gram dan di oven pada suhu 120 0 C, setelah itu di tambahkan dengan 10 gram kalsium karbonat. Kemudian masukkan ke dalam furnance hingga menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan. Abu kemudian tambahkan 3 ml asam klorida 10%, celupkan kertas kurkumin. Bila di dalam sampel terdapat boraks, kertas kurkumin yang berwarna kuning menjadi berwarna merah kecoklatan (Rohman, 2007). Analisis Kuantitatif Boraks Semua senyawa organik dihilangkan pada proses pengarangan, kemudian sisa-sisa senyawa organik (C) dijadikan karbonat pada proses pengabuan setelah diberi air kapur. Semua karbonat diendapkan dalam keadaan alkalis dengan air kapur. Sisa-sisa karbonat dalam larutan diikat dengan H 2 SO 4 sambil dipanaskan. Asam borat bebas direaksikan dengan manitol yang memberikan H yang dapat ditentukan secara acidimetri. (Hamdani, 2012). 2. Formalin Menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono, formalin pada mulanya berbentuk padat dengan sebutan f formaldehida atau istilah asingnya ditulis formaldehyde. Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, Struktur Formalin karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara. Zat yang sebetulnya banyak memiliki nama lain berdasarkan senyawa campurannya ini memiliki senyawa yang reaktif dan mudah mengikat air. Bila zat ini sudah bercampur dengan air dia disebut formalin yang memiliki rumus kimia CH2O. Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin' atau 'formol' ). Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% 40%. Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO. Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia. Formalin mempunyai fungsi sebagai antibacterial agent dapat memperlambat aktivitas bakteri dalam makanan yang mengandung banyak protein, maka formalin bereaksi dengan protein dalam makanan dan membuat makanan menjadi awet. Tapi ketika masuk kedalam tubuh manusia, maka ia bersifat mutagenik dan karsiogenik yang dapat memicu tumbuhnya sel kanker dan cacatnya gen pada tubuh. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karssinogenik 9menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/ jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap diudara berupa gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyesakkan sehingga merangssang hidung tenggorokan dan mata. Analisis kualitatif formalin Beberapa metode analisa kimia yang sudah ada, untuk penetapan kandungan formalin, borak, dan zat pewarna berbahaya salah satunya dapat dilakukan dengan metode spot test. Yaitu metode analisa kimia dengan menggunakan reagent kit (kit tester). Metode ini mempunyai keistimewaan antara lain cepat, murah, pasti dan tidak memerlukan peralatan yang rumit dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Prinsip kerjanya adalah dengan menambahkan cairan (reagent) pada bahan makanan yang diduga menggunakan bahan yang diselidiki, dengan hasil akhir terjadinya perubahan warna khas. FMR (formalin main reagent) merupakan salah satu jenis kit tester kandungan formalin. Perubahan warna menjadi ungu merupakan indikator adanya kandungan formalin dalam makanan. 3. Rhodamin Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari. Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165?C.
Gambar Struktur Rhodamin Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen ( Subandi ,1999). Dengan terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan. Di dalam Rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Rekasi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan xentana. Rekasi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B. Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna merah. Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk ke dalam tubuh manusia. Atom Cl yang ada sendiri adalah termasuk dalam halogen, dan sifat halogen yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan toksik dan karsinogen. Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari Klorin yang seperti disebutkan di atas berikatan dalam struktur Rhodamin B. Penyebab lain senyawa ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur Rhodamin kita ketahui mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia. Klorin sendiri pada suhu ruang berbentuk sebagai gas. Sifat dasar klorin sendiri adalah gas beracun yang menimbulkan iritasi sistem pernafasan. Efek toksik klorin berasal dari kekuatan mengoksidasinya. Bila klorin dihirup pada konsentrasi di atas 30ppm, klorin mulai bereaksi dengan air dan sel-sel yang berubah menjadi asam klorida (HCl) dan asam hipoklorit (HClO). Ketika digunakan pada tingkat tertentu untuk desinfeksi air, meskipun reaksi klorin dengan air sendiri tidak mewakili bahaya utama bagi kesehatan manusia, bahan-bahan lain yang hadir dalam air dapat menghasilkan disinfeksi produk sampingan yang dapat merusak kesehatan manusia. Klorit yang digunakan sebagai bahan disinfektan yang digunakan dalam kolam renang pun berbahaya, jika terkena akan mennyebabkan iritasi pada mata dan kulit manusia. 4. Sifat Antioksidan Vitamin C pada Buah-buahan Enzim PPO (Polifenol Oksidase) Enzim polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC) 1.14.18.1, nama trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC monophenol, L-dopa:oxygen oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki nama lain, yaitu tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol oxidase, polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic oxidase, catecholase, monophenolase, o-diphenol oxidase, chlorogenic acid oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase, o- diphenol:oxygen oxidoreductase, polyaromatic oxidase, monophenol monooxidase, o- diphenol oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase, N- acetyl-6-hydroxytryptophan oxidase, monophenol, dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O 2 oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O 2 menjadi L-dopa, dopaquinone, dan H 2 O. Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman (Cheng & Crisosto 1995). Adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang akan membentuk warna coklat. Penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis sering digunakan. Asam yang digunakan adalah asam yang banyak terdapat dalam jaringan tumbuhan, dalam hal ini asam askorbat, asam sitrat dan asam malat. Metode penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis ini didasarkan pada pengaruh pH terhadap enzim polifenolase. pH optimum enzim ini berkisar antara 4,0-7,0 dan aktivitas terkecil pada pH dibawah 3 (Eskin et al., 1990). Perubahan warna yang tidak diinginkan akibat browning dapat diatasi dengan perlakuan perendaman dalam asam askorbat. Menurut Winarno (1997), asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang. Penggunaan asam mampu menginaktivasi enzim, karena pH bahan akan diturunkan hingga dibawah Winarno (1997) juga menyatakan bahwa penambahan asam askorbat dengan tujuan untuk menurunkan pH sampai 3,0 atau dibawahnya akan dapat mempertahankan perubahan warna sebab pH optimal enzim fenolase adalah 6,5. Logam seperti besi dan tembaga dapat diikat oleh asam askorbat, logam-logam ini merupakan katalisator oksidasi yang dapat menyebabkan perubahan warna yang tidak diinginkan. Asam bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan pencoklatan. Asam askorbat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan mempunyai sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Vitamin C Vitamin C merupakan zat antioksidan sekunder yang banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan seperti jeruk, tomat, selada, dan brokoli. Ascorbic acid (asam askorbat) adalah salah satu senyawa kimia yang membentuk vitamin C. Vitamin C (C6H8O6) merupakan antioksidan larut air dan menjadi bagian pertahanan pertama terhadap spesies oksigen reaktif dalam plasma dan sel (Zakaria 1996). Dalam keadaan murni, vitamin C berbentuk kristal putih, mudah larut air, stabil dalam bentuk kering, dan mudah teroksidasi terhadap logam-logam seperti Cu dan Fe serta pemanasan langsung (Casmir & David 2002). Secara reversibel asam askorbat dapat membentuk asam dehidro askorbat yang kehilangan dua atom hidrogen. Struktur vitamin C yang disajikan pada. Di dalam tubuh, bentuk asam askorbat dan asam dehidro askorbat timbul bersama-sama berada dalam keseimbangan tetapi bentuk dehidro memiliki aktivitas kurang stabil. Vitamin C berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan pada tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin ini merupakan agen yang dapat mencegahsariawan. Albert Szent-Gyrgyi menerima penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini. Selama ini vitamin C atau asam askorbat dikenal perananny dalam menjaga dan memperkuat imunitas terhadap infeksi. Pada beberapa penelitian lanjutan ternyata vitamin C juga telah terbukti berperan penting dalam meningkatkan kerja otak. Asam askorbat dalam bentuk murninya merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192 C. Asam askorbat sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol absolut dan tidak larut dalam benzene, eter, khloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun asam askorbat stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam- logam seperti Cu dan Fe serta cahaya. Sifat yang paling utama dari asam askorbat adalah kemampuan mereduksinya yang sangat kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam (Andarwulan dan Koswara, 1992 dalam Auliya, 2008). Menurut Heddy et al. (1994) dalam Auliya (2008), asam yang dikombinasikan dengan panas akan menyebabkan panas tersebut lebih efektif terhadap mikroba. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim dan katalisator logam. Menurut Eddy (1941) dalam Auliya (2008), asam askorbat mudah sekali teroksidasi terutama bila zat dipanaskan dalam larutan alkali atau netral. Adanya oksigen dalam sistem menyebabkan asam askorbat segera teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Menurut Eskin et al. (1990) penghambat reaksi pencoklatan yang efektif adalah asam askorbat. Asam askorbat tidak memberikan flavor yang tidak diinginkan dan penambahnnya akan menguntungkan karena asam askorbat merupakan suatu vitamin. Asam askorbat juga sebagai antioksidan dan mampu mereduksi o-quinon menjadi o- dihidroksi fenol alami. Nama askorbat berasal dari akar kata a- (tanpa) danscorbutus (skurvi), penyakit yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C. Pada tahun 1937, hadiah Nobel dalam bidang kimia diberikan kepada Walter Haworth atas hasil kerjanya dalam menentukan struktur kimia asam askorbat. Pada saat penemuannya pada tahun 1920-an, ia disebut sebagai asam heksuronat oleh beberapa peneliti. (Kim DO, Lee KW, Lee HJ, Lee CY. 2002). Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas. Beberapa karakteristiknya antara lain sangat mudah teroksidasioleh panas, cahaya, dan logam. Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1 gram dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 gram larut dalam 50 ml alkohol absolute atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzene, eter, chloroform, minyak dan sejenisnya. Sifat yang paling utama dari Vitamin C adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam, terutam Cu dan Ag.(Nuri Andarwulan,Sutrisno Koswara,1992). Buah-buahan, seperti jeruk, merupakan sumber utama vitamin ini. III. Alat dan Bahan Alat 1. Cawan platina 2. Pipet tetes 3. Kertas saring 4. Corong 5. Penangas air 6. Bunsen 7. Gelas kimia 8. Gelas ukur 9. Tabung reaksi 10. Pengaduk 11. Lumpang Bahan 1. Sampel uji (sosis, bakso, tahu, kue mangkuk) 2. Kentang 3. Apel 4. Vitamin C 5. Air panas 6. Reagen cair (untuk uji boraks) 7. Reagen A 8. Reagen B 9. Reagen B2 10. Kertas uji (kertas kunyit) 11. HCI 5 N 12. Alumunium foil 13. Larutan Fenol
IV. Cara Kerja Uji kandungan boraks, formalin, dan rhodamin Uji kandungan boraks, formalin, dan rhodamin dilakukan pada bahan bakso, tahu, sosis, dan kue. Langkah pertama yang harus dilakukan pada keempat bahan adalah : 1. Cincang bahan dan haluskan 2. Pisahkan 10 gr bahan yang sudah dihaluskan 3. Tambahkan 10 ml air panas 4. Saring dan pisahkan 5 ml filtrat Pengujian Jenis Uji Sampel Uji Cara Kerja Boraks Bakso dan Tahu 1. Mengambil masing-masing 5 ml filtrat dari bahan (bakso dan tahu) yang sudah dilarutkan dengan air panas kedalam 2 tabung reaksi berbeda. 2. Menambahkan 4 tetes reagen cair dan 5 ml HCl ke dalam masing-masing tabung reaksi. 3. Memasukkan sebagian kertas uji, hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna merah bata pada kertas uji.
Formalin Bakso dan Tahu 1. Mengambil masing-masing 5 ml filtrat dari bahan (bakso dan tahu) yang sudah dilarutkan dengan air panas kedalam 2 tabung reaksi berbeda. 4. Menambahkan 4 tetes reagen A dan 4 tetes reagen B ke dalam masing-masing gelas kimia 2. Mengocok kedua tabung. 3. Hasil positif menunjukkan perubahan warna ungu pada kedua larutan.
Rhodamin Sosis dan Kue 1. Mencampurkan 4 tetes reagen A, 4 tetes reagen B, dan 4 tetes kit kedalam 2 tabung reaksi berbeda 2. Memasukkan masing-masing 5 ml filtrat dari bahan (sosis dan kue) yang sudah dilarutkan dengan air panas kedalam masing-masing tabung. 3. Mengamati perubahan yang terjadi
Uji Vitamin C Uji Vitamin C pada Apel
Uji Vitamin C pada Kentang
1. Menyiapkan dua buah gelas kimia 2. Mengisi salah satu gelas kimia dengan air, dan yang lain dengan larutan vitamin C, setinggi setengah gelas kimia. 3. Memasukkan potongan apel yang sudah dikupas kedalam masing- masing gelas 4. Menutup kedua gelas dengan alumunium foil 5. Mengamati perubahan yang terjadi
1. Menyiapkan dua buah tabung reaksi 2. Mengisi 3 ml ekstrak kentang ke dalam masing-masing tabung 3. Meneteskan 7 tetes fenol ke dalam kedua tabung 4. Meneteskan 7 tetes vitamin C ke dalam salah satu tabung
V. Hasil Pengamatan Tabel hasil pengujian bahan kimia pada makanan Sampel Uji Uji Boraks Uji Formalin Uji Rhodamin Asal Sampel Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Bakso Produksi rumahan Tahu Pasar Sosis Swalayan Kue mangkok
Pasar
Tabel hasil uji vitamin C Sampel Uji Perlakuan Hasil Buah Apel Apel + air Pinggiran buah apel menjadi kecoklatan Apel + Larutan vitamin C Warna buah apel tidak berubah Kentang Ekstrak kentang + 7 tetes fenol Warna larutan menjadi coklat kemerahan Ekstrak kentang + 7 tetes fenol + 7 tetes vitamin C Tidak terjadi perubahan warna
VI. Pembahasan 1. Uji Boraks Pada Pengujian kandungan boraks, bahan sampel yang diuji adalah bakso dan tahu. Untuk bakso yang diuji merupakan produk rumahan sedangkan tahu yang didapat berasal dari pasar. Jenis pengujian yang dilakukan adalah uji kualitatif. Yakni hanya sekadar mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada sampel. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil ekstrak bakso dan tahu dengan cara menghaluskan masing- masing bahan dan mencampurkan air panas ke dalamnya. Setelah itu, 5 ml filtrat masing- masing bahan dipisahkan kedalam tabung reaksi. Kemudian, masing-masing filtrat ditetesi 4 tetes reagent cair dan 5 ml larutan HCl. Untuk mengetahui ada tidaknya dilakukan dengan memasukkan indikator uji yaitu kertas turmeric (kunyit) ke dalam kedua larutan uji. Kertas yang dimasukkan hanya sebagiannya saja, sehingga perubahan warna yang terjadi dapat diamati. Hasil positif menunjukkan perubahan warna kertas menjadi merah bata. Dalam praktikum, uji kandungan boraks terhadap tahu menunjukkan hasil positif, dimana warna larutan filtrat dari ekstrak tahu tetap berwarna kuning. Sedangkan pada sampel uji bakso menghasilkan hasil positif, dimana terdapat garis merah pada kertas kunyit yang dimasukkan ke dalam filtrat. Boraks (Na2B4O7) dengan nama kimia natrium tetra borat, natrium biborat, natrium piroborat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih dan jika dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks. Dalam pengujian, tidak hanya menggunakan reagent saja, tapi juga menggunakan larutan HCl. Reaksi antara Natrium tetraborat dengan HCl akan menghasilkan garam NaCl dan asam tetraborat yang sifatnya asam. Penggunaan kertas kunyit dilakukan sebagai indikator perubahan warna yang terjadi jika percobaan menunjukkan hasil positif, yaitu berwarna merah. 2. Uji Formalin Pada pengujian formalin, bahan uji yang dipakai sama dengan uji boraks, yakni bakso dan tahu. Pengujian dilakukan dengan mengambil larutan filtrat dari ekstrak masing-masing Uji Vitamin C Apel + air = browning Apel + vit. C = warna tetap Kiri : kentang + fenol (+); kanan : kentang + fenol + vit C (-) bahan uji, kemudian meneteskan reagen A dan reagen B kedalam masing-masing larutan sampel. Lalu, kedua tabung dikocok hingga larutannya tercampur, kemudian mengamari perubahan yang terjadi. Hasil positif menunjukkan adanya perubahan warna larutan menjadi ungu (violet). Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, upaya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar. Bobot tiap ml adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dalam air dan alcohol, tetapi tidak bercampur dalam chloroform dan eter. Maka dari itu, pada praktikum digunakan air panas untuk melarutkan kadar formalin yang ada dalam sampel uji. Sifatnya yang larut dalam air dikarenakan adanya electron sunyi pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hydrogen molekul air. Hasil praktikum menunjukkan bahwa kedua sampel uji ternyata tidak mengandung formalin. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna dari kedua filtrat larutan sampel. Dimana seharusnya hasil positif menunjukkan perubahan warna menjadi ungu, yang merupakan kompleks alfa naftol dengan aldehid. 3. Uji Rhodamin Pada uji rhodamin, bahan uji yang digunakan adalah sosis dan kue mangkuk. Kedua bahan yang diuji memiliki warna yang mencolok, yaitu warna merah untuk sosis dan merah muda untuk kue. Sosis yang diuji berasal dari pasar swalayan dan kue mangkuk berasal dari pasar. Pengujian dilakukan dengan memasukkan 5 ml filtrat dari masing-masing sampel ke dalam campuran 4 tetes larutan kit, 4 tetes reagen A, dan 4 tetes reagen B. keduanya direaksikan dalam dua tabung reaksi yang berbeda. Sifat-sifat zat warna Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk Kristal, berwarna ungu kemerehan dan tidak berbau juga dalam larutan berwarna merah terang berrfluorescent. Ciri-ciri makanan yang mengandung Rhodamin B adalah warna makanan terlihat lebih cerah dan berpendar (tidak rata) makanan sedikit terasa pahit, muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsi nya, dan baunya tidak alami sesuai makanan aslinya. Pada pengujian, reagen yang digunakan adalah larutan HCl, methanol, dan Natrium sulfat anhidrat. Fungsi penambahan natrium sulfat anhidrat ini adalah untuk menyerap air. Setelah dibuat larutan sampel, maka dibuat larutan rhodamin-B BPFI dengan pelarut yang sama yaitu methanol. Pengujian menunjukkan hasil negatif untuk kedua sampel uji. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna ketika larutan filtrat sampel dicampurkan kedalam tiga jenis campuran larutan reagen. Warna larutan pada filtrat sosis tetap, yaitu merah bata, sedangkan pada kue juga tetap yaitu biru kehitaman.
4. Uji Vitamin C Uji pada apel Pada praktikum ini, pengujian dilakukan dengan memasukkan potongan apel yang sudah dikupas ke dalam dua buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama berisi air, sedangkan pada tabung kedua berisi larutan vitamin C. setelah didiamkan beberapa saat, terlihat bahwa terjadi perubahan warna pada potongan apel dalam tabung pertama. Pada tabung berisi air, warna pinggiran buah apel berubah menjadi kecoklatan, sedangkan pada tabung berisi larutan vitamin C warna apel tidak berubah. Buah apel mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid adalah senyawa fenolik yang diisolasi dari berbagai bagian tanaman. Flavonoid memiliki berbagai fungsi, diantaranya adalah sebagai antioksidan. Wolfe dan Liu memperlihatkan bahwa kulit apel mengandung senyawa fenolik lebih besar daripada daging buahnya. Darisini didapat bahwa, ketika kulit apel tidak digunakan dalam praktikum ini, terbukti bahwa daging buah apel dapat teroksidasi, apalagi jika langsung terkena kontak dengan udara. Hal ini lah yang terjadi pada tabung 1 dimana potongan apel tanpa kulit direndam dalam air. Pencoklatan (browning) yang terjadi adalah proses oksidasi buah apel tersebut. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman atau eksplan pada kultur jaringan. Peristiwa pencoklatan adalah pristiwa alamiah biasa terjadi pada system biologi, suatu proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik dan biokimia (memar, pengupasan, pemotongan, serangan penyakit, atau kondisi yang tidak normal). Bisa juga merupakan gejala alamiah dari proses penuaan, Secara umum pencoklatan (browning or blacking) berdasarkan prosesnya, dapat dikelompokan menjadi 2 macam (pengelompokan ini dapat digunakan pada bidang teknologi pangan dan gizi) yaitu browning enzimatis dan browning non enzimatis. Pencoklatan pada buah tergolong pada pencoklatan enzimatis, hal ini di karenakan buah apel atau pada buah-buahan pada umumnya banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Ada banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Browning enzimatik ialah proses pencoklatan yang terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik yang disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O- hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Di samping katekin dan turunannya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Pencegahan browning dapat di lakuakan dengan pemberian larutan garam pada bahan pangan karena garam merupakan pengawet yang palingt sering di gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada praktikum ini, pencegahan browning dilakukan dengan merendam apel pada larutan vitamin C. Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat. Ini sebabnya mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menurunkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5. dengan turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Uji pada kentang Praktikum uji oksidasi dalam kentang ini bertujuan untuk mengetahui proses oksidasi senyawa fenol oleh enzim polifenol oksidase (PPO) dan juga untuk memperlihatkan efek pemberian antioksidan berupa vitamin C terhadap oksidasi fenol oleh enzim PPO kentang. Bahan yang digunakan adalah ekstrak kentang yang didapat dari filtrat kentang yang sebelumnya dikupas, dicuci bersih, dihaluskan dan disaring. Sedangkan Larutan yang digunakan adalah larutan fenol dan larutan vitamin C. Pada uji oksidasi pertama (tabung reaksi 1) dimasukkan di dalamnya 3 ml ekstrak kentang dan 7 tetes larutan fenol. Terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan. Pada uji oksidasi kedua (tabung 2) dimasukkan di dalamnya 3 ml ekstrak kentang, 7 tetes larutan vitamin C dan 7 tetes larutan fenol. Pada perlakuan ini, tidak terjadi perubahan warna. Warna larutan setelah ditetesi fenol dan vitamin C tetap, yaitu berwarna kuninf. Fungsi larutan vitamin C disini adalah menghambat terjadinya oksidasi fenol oleh enzim PPO. Perubahan warna pada tabung 1 menjadi merah kecoklatan menunjukkan adanya reaksi oksidasi senyawa fenol oleh enzim yang dimiliki kentang yakni enzim PPO. Fenol diubah menjadi katekol oleh enzim PPO, kemudian menjadi kinon. Terbentuknya warna coklat pada reaksi tersebut dikarenakan proses kondensasi. Pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah 1996). Bahan pangan tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim oksidase tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu pencoklatan yang terjadi disebut juga reaksi pencoklatan enzimatis. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis dalam praktikum ini adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik. Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4- dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang akan membentuk warna coklat. Dengan adanya oksigen di udara, enzim dapat mengkatalisis langkah pertama dalam konversi biokimia fenolat menjadi quinon, yang selanjutnya menyebabkan polimerisasi yang menghasilkan warna gelap, yaitu poplimer tak larut yang dikenal sebagai melanin. Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi yang bisa menghasilkan substansi-substansi berbahaya dari hasil oksidasi misalnya peroksida dan radikal bebas. Untuk reaksi yang terjadi, dapat dijelaskan secara berikut : Pada tabung reaksi 2, reaksi yang terjadi diikuti oleh pelepasan hidrogen untuk membentuk senyawa dopakrom berwarna merah (asam 5,6-quinon indol-2-karboksilt) yang mempunyai cincin heterosiklik yang berasal dari rantai sisis asam amino karboksilat. Dopakrom selanjutnya mengalami polimerisasi membentuk melanin berwarna coklat.
Katekol adalah suatu o-difenol yang mudah diserang oleh fenolase, dan hanya reaksi yang dikatalisa oleh katekolase. Pembentukan quinon ditentukan oleh keberadaan enzim dan oksigen. Sekali reaksi berlangsung maka reaksi lanjutan berjalan secara spontan, dan keadaan demikian tergantung pada keberadaan fenolase dan oksigen. Kebanyakan teori pencoklatan menggunakan dasar reaksi pembentukan melanin berwarna coklat. Reaksi pertama diduga sebagai hidroksilasi sekunder o-quinon atau karena kelebihan o-difenol
Selanjutnya senyawa trihidroksibenzen mengalami interaksi dengan o-quinon membentuk hidroksiquinon.
Hidroksiquinon mengalami polimerisasi dan dengan cara cepat dikonversi menjadi polimer berwarna merah atau merah coklat, dan akhirnya menjadi melanin berwarna coklat. Sebagai contoh kentang yang memar karena perlakuan mekanis atau apel yang dipotong akan membentuk warna coklat pada permukaannya. VII. Kesimpulan 1. Uji boraks dilakukan dengan reagen natrium karbonat kristal dan asam oksalat jenuh dengan intikator kertas kunyit. Dalam praktikum, uji kandungan boraks pada bakso terbukti positif dengan adanya perubahan warna merah pada kertas kunyit, sedangkan pada tahu negatif. 2. Uji formalin dilakukan dengan test kit yang terdiri atas foksin dan larutan HCl. Pengujian menunjukkan hasil negatif pada kedua bahan sampel yaitu bakso dan tahu, dimana tidak terjadi perubahan warna. Hasil positif akan menunjukkan perubahan warna ungu pada larutan. 3. Pada Uji rhodamin, digunakan 3 jenis larutan : larutan HCl, methanol, dan natrium sulfat anhidrat. Pengujian menunjukkan hasil negative pada kedua jenis bahan sampel yaitu sosis dan kue. 4. Uji sifat antioksidan pada apel ditunjukkan pada perubahan warna yang terjadi ketika pengujian. Apel yang dilarutkan dalam air menyebabkan perubahan warna menjadi coklat, sedangkan pada larutan vitamin C tidak menyebabkan perubahan warna. Hal ini menunjukkan sifat vitamin C sebagai antioksidan. 5. Vitamin C terbukti dapat menghambat reaksi pencoklatan enzimatis pada kentang oleh enzim fenolase pada proses oksidasi fenol didalamnya.
Daftar Pustaka Hamdani, 2012. Boraks. [Online]. Tersedia pada : http://catatankimia.com/catatan/ boraks-dalam- makanan.html. (diakses 6 Oktober 2013 : 19.26) Harold Hart. 1983. Organic Chemistry, a Short Course, Sixth Edition, Michigan State University : Houghton Mifflin Co. Kusmiadi, Ridwan. 2008. Mengapa Apel Berwarna Coklat Setelah diKupas. [Online]. Tersedia pada : http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul= Mengapa%20Apel%20Berwarna%20Coklat%20Setelah%20diKupas&&nomorurut_artikel=150 (diakses 5 Oktober 2013 : 17.05) Paulina. 2011. Identifikasi Dan Penetapan Kadar Rhodamin B Pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda Yang Beredar Di Kota Manado. [Online]. Tersedia pada : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&ved=0CFsQFjAF &url=http%3A%2F%2Fejournal.unsrat.ac.id%2Findex.php%2FJIS%2Farticle%2Fdownload%2F221 %2F172&ei=gJVRUr- WDISGiQfd44HQAg&usg=AFQjCNFO8IQUZg6TjnrzSjU1Mgc1Cyndkg&sig2=QLtDKueE9- ru6J31oizH0A&bvm=bv.53537100,d.bmk. (diakses 6 Oktober 2013 : 16.20) Simamora, Adelina. Flavonoid Dalam Apel dan Antioksidannya. [Online]. Tersedia pada : http://azamamrullah.blogs.ukrida.ac.id/JKUNUKR/jou/FKedD/2009/jkunukr-ns-jou-2009-2045-1850- flavonoid-resource3.pdf. (diakses 5 Oktober 2013 : 17.45) Taufiq, Rahmat. 2008. Browning Pada Makanan . [Online]. Tersedia pada :http://taufiq80.multiply.com/journal/item/10 . (diakses 5 Oktober 2013 : 17.30) Wardayati, Tatik. 2012. Boraks. [Online]. Tersedia pada: http://intisari-online.com/read/bahan-kimia- berbahaya-pada-makanan. (diakses 6 Oktober 2013 : 19.07)