Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
o Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan flora dan fauna.
Keanekaragaman flora ini terkadang sulit mengenal spesies dari
tumbuhan satu dengan yang lainnya, hal ini disebabkan hampir seluruh
tumbuh-tumbuhan memiliki banyak kesamaan, baik daun, batang, akar,
dan lain-lain. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan tumbuhan.
Ada berbagai macam ilmu tumbuhan yang harus dipelajari antara
lain: morfologi tumbuhan, anatomi tumbuhan dan fisiologi tumbuhan, serta
masih banyak lagi ilmu yang mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan.
Kalau kita meneliti tentang kehidupan manusia dari sejarah
perkembangan kehidupannya, sejak dulu hingga kini telah berkembang
menjadi milyaran umat manusia. Bahan pangan penunjang kehidupannya
yang utama berasal dari tumbuh tumbuhan, yang ternyata tumbuh
tumbuhanpun tak kalah pentingnya bagi kehidupan dan perkembangan
hewan. Ini berarti bahwa kehidupan dan perkembangan manusia dan
hewan sangat tergantung pada tumbuh dan berkembanganya tumbuh
tumbuhan. Betapa pentingnya nilai tumbuh tumbuhan bagi kehidupan
manusia dan hewan, sehingga banyak ahli yang menandaskan bahwa
tanpa tumbuh tumbuhan tidak mungkin manusia dan hewan berada di

muka bumi ini. Oleh karena itu demikian penting dan bermanfaatnya kita
mempelajari tentang tumbuh tumbuhan dalam jangkauan untuk tetap
melestarikan yang telah ada dan daripadanya mengembangkan
sedemikian rupa, sehingga kehidupan manusia dan hewan dapat selalu
terjamin.
Ilmu anatomi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari struktur
bagian dalam tumbuhan, sedangkan ilmu morfologi tumbuhan adalah ilmu
yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh tumbuhan bagian luar
beserta fungsinya masing-masing. Dari mempelajari morfologi inilah kita
dapat menentukan sistematika dari tumbuh-tumbuhan berdasarkan ciri-
cirinya.
Obat-obatan, dalam bentuk tumbuh-tumbuhan dan mineral telah ada
jauh lama dari manusianya sendiri, penyakit dari manusia dan naluri untuk
mempertahankan hidup setelah bertahun-tahun, membawa kepada
penemuan-penemuan.
Penggunaan obat-obatan walaupun dalam bentuk yang sederhana
tidak diragukan lagi sudah berlangsung sejak jauh sebelum adanya
sejarah yang ditulis karena naluri orang-orang primitif untuk
menghilangkan rasa sakit pada luka dengan merendamnya dalam air
dingin atau menempelkan daun segar pada luka tesebut atau
menutupinya dengan lumpur, hanya berdasarkan pada kepercayaan.
Orang-orang primitif belajar dari pengalaman dan mendapatkan cara

pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain, dari dasar permulaan ini
pekerjaan terapi dengan obat dimulai.
o Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengetahui metode farmakognostik meliputi
pemeriksaan morfologi, anatomi, oeganeleptik dan identifikasi kandungan
kimia pada tanaman chormolaena odorata ?
o Tujuan dan maksud Praktikum
Untuk melakukan pemeriksaan morfologi, anatomi, organoleptik dan
identifikasi kandungan kimia pada tanaman chormolaena odorata
o Manfaat Praktikum
Untuk memberi informasi tentang tanaman obat yang digunakan
secara tradisional di wilayah indonesia dan mengetahui morfologi,
anatomi, organoleptik dan reaksi identifikasi pada tanaman kopasanda
(chormolaena odorata). dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan
tanaman tradisional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran wilayah PKL
Tanaman di kenal sebagai obat sudah sejak dahulu kala. Pada saat
itu manusia purba memanfaatkan tumbuhan sebagai obat disertai dengan
kepercayaan pada roh yang akan membantu. Tanaman juga digunakan
sebagai bahan makanan hanya saja penanganan untuk obat dan
makanan kurang terjaga kebersihannya (Attamimi, 2003).
Seiring bertambahnya waktu, tumbuhan dikenal sebagai obat
hanya bersifat turun temurun. Tanpa adanya kekuatan fakta yang tepat.
Hanya berkembang dari adanya informasi dari nenek moyang yang telah
digunakan berpuluh-puluh tahun (Attamimi, 2003).
Sedangkan di Indonesia sendiri, hal ini pun terjadi. Hanya informasi
dari nenek moyang atau resep keluarga yang dipergunakan, tanpa ada
fakta yang menunjukkan bahwa tumbuhan itu benar-benar menyebutkan
penyakit (Satronoamidjojo, 2001).
Obat yang demikian di Indonesia dikenal sebagai jamu dan
memang jamu tersebut telah melalui uji klinis dan mempunyai keakuratan
yang tepat. Dalam hal ini sangat berbeda dengan kondisi pada zaman
dahulu di daerah Sulawesi Selatan yang hanya berdasarkan pada
informasi dari nenek moyang dan disertai baca-baca yaitu kepercayaan
animisme (Attamimi, 2003).

Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu
etnis atau wilayah dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu
multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-obatan terutama obat
tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik).. Etnofarmasis merupakan
orang yang mengeksplorasi bagaimana suatu tanaman digunakan
sebagai pengobatan. Hal ini terkait dengan studi mengenai sediaan obat
yang terkait dengan penggunaannya dalam konteks kultural (Midiana,
1983).
Perkembangan Etnofarmasi di Sulawesi Selatan
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati dalam
dosis yang layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah
penyakit serta gejalanya (Sastroamijaya, 2001).
Obat Nabati. Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah
obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara coba-mencoba, secara
empiris orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam
daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini
secara turun-temurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu
pengobatan rakyat, seperti pengobatan tradisional jamu di Indonesia
(Sastroamijaya, 2001).
Munculnya obat kimiawi sintesis Pada permulaan abad ke-20, obat-
obat kimia sintesis mulai tampak kemajuannya, dengan ditemukannya
obat-obat termashyur, yaitu salvarsan dan aspirin sebagai pelopor, yang
kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru

tercapai dengan penemuan dan penggunaan kemoterapeutika sulfatilamid
(1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya, sudah lebih dari dua ribu tahun
diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan menutupi
luka menggunakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1928
khasiat ini diselidiki secara ilmiah oleh penemu penisilin Dr. Alexander
Fleming (Anief, 2004).
Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang
pesat (misalnya: sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA)
dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat
baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 zat
mengakibatkan perkembangan revolusioner di bidan farmakoterapi.
Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat-obat
mutakhir (Hariana, 2004).
Di lapangan, etnofarmasis mempelajari tentang tanaman yang
digunakan oleh masyarakat asli. Etnofarmasis mendokumentasikan
pengetahuan tentang tanaman yang bermanfaat dan yang beracun,
menyeleksi dan mengoleksi tanaman untuk budidaya dan perlindungan.
Proses koleksi tanaman menggunakan metode standar meliputi preparasi
spesimen tanaman (herbaria). Tim etnofarmasis mendeskripsikan
penyakit kemudian dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan
melakukan proses wawancara. Hal ini difokuskan pada tanda-tanda dan
gejala umum dan yang mudah dikenali. Apabila penyakit telah dikenali
dan digambarkan secara sama maka pengobatan dengan tanaman untuk

penyakit tersebut dicatat secara rinci oleh etnofarmasis. Jika beberapa
tabib menyatakan hal yang sama maka tanaman tersebut kemudian
dikoleksi (Setiawan, 2004).
Tinjauan Umum farmagologi
Istilah farmakognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A. Seydler
(1815), seorang peneliti kedokteran di Haalle, Jerman, dalam disertasinya
berjudul Analecta Pharmacognostica. Farmakognosi berasal dari bahasa
Yunani, pharmacon yang artinya itu obat (ditulis dalam tanda petik
karena obat disini maksudnya adalah obat alam, bukan obat sintetis) dan
gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi farmakognosi adalah pengetahuan
tentang obat-obatan alamiah (Gunawan, 2004).
Beberapa tahun sebelumnya, J.A. Schmidt menggunakan istilah
farmakognosi sebagai salah satu subjudul dari buku Lebrbuch der Materia
Medika yang diterbitkan di Vienna tahun 1811 mengartikan farmakognosi
sebagai pharma (obat) dan cognitif (pengenalan), jadi, farmakognosi
merupakan cara pengenalan ciri-ciri/karakteristik obat yang berasal dari
bahan alam. Menurut Fluckiger, farmakognosi mencakup seni dan
pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan,
mikroorganisme, dan mineral. Keberadaan farmakognosi dimulai sejak
manusia pertama kali mulai mengelola penyakit, seperti menjaga
kesehatan, menyembuhkan penyakit, meringankan penderitaan,
menanggulangi gejala penyakit dan rasa sakit, serta semua yang
berhubungan dengan minuman dan makanan kesehatan. Pada awalnya

farmakognosi lahir dari jampi-jampi Suku Vodoo yang tanpa disadari telah
ikut menyelamatkan resep-resep rahasia tidak tertulis dari dukun dan
leluhur (Gunawan, 2004).
Pada awalnya masyarakat awam tidak mengenal istilah
farmakognosi. Oleh karenanya, mereka tidak bisa mengaitkan
farmakognosi dengan bidang-bidang yang berhubungan dengan
kesehatan. Padahal, farmakognosi sebenarnya menjadi mata pelajaran
yang sangat spesifik dibidang kesehatan dan farmasi. Masyarakat telah
mengetahui khasiat dari opium (candu, kina, kelembak, penisilin, digitalis,
insulin, tiroid, vaksin polio, dsb). Namun mereka tidak sadar bahwa yang
diketahui itu adalah bidang dari farmakognosi. Mereka pun tidak
mengetahui kalau bahan-bahan yang berbahaya seperti minyak jarak, biji
saga (sogok telik), dan tempe bongkrek (aflatoksin) merupakan bagian
dari pembicaraan farmakognosi. Pada hakekatnya, para pengobat
herbalis itulah yang nyata-nyata merupakan praktisi farmakognosi yang
pertama (Gunawan, 2004)
Simplisia adalah bahan alam yang di gunakan sebagai bahan obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah di keringkan. (FI III, 1979)
Simplisia terbagi atas 3, yaitu :
1. Simplisia Nabati
Simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat
tanaman, atau gabungan ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang

secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja
dikeluarkan dari selnya, berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya
dengan cara tertentu dipisahkan, diisolasi dari tanamannya.
2. Simplisia Hewani
Simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa bahan kimia mumi (minyak ikan / Oleum iecoris
asselli, dan madu / Mel depuratum).
3. Simplisia Mineral
Simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni
(serbuk seng dan serbuk tembaga) (Gunawan, 2004).
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk
menyusun parameter standar mutu simplisia yaitu sebagai berikut (Dirjen
POM, 1989):
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai
tiga parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis
(identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis),
serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia
sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk
kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).

3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang
bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai
spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa
kandungan.
Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk
simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian
makroskopik, pengujian dan pengujian mikroskopik

C. Uraian tanaman
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins

b. Morfologi (Chromolaena odorata (L.)
- Bentuk akar
1. Pada tumbuhan Chromolaena odorata memiliki sususnan akar
berupa akar tunggang, besar dan dalam.
2. Akar tunggang tersebut adalah akar tunggang bercabang. Akar ini
berbentuk kerucut panjang, tumbuh lurus kebawah, dan
bercabang.
3. Warna akar kekuning-kuningan
- Bagian-bagian akar :
1. Leher akar / pangkal akar (collum)
2. Ujung akar (apex radicis)
3. Batang akar (corpus radicis)
4 Cabang-cabang akar (radix lateralis)
5. Serabut akar (fibrilla radicalis)
-

Anda mungkin juga menyukai