Anda di halaman 1dari 18

Proposal Penelitian

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU IBU DALAM


PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN DENGAN
TINGKAT KARIES ANAK USIA 2-4 TAHUN
DI KELURAHAN SUKABUMI





Oleh :
Chihargo, drg.
NIM. 147160009


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Penelitian
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi
kesehatan tubuh secara keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi
untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk
menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama didalam rongga mulut.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara
berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi
(caries dentis) di samping penyakit gusi. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi
yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang dapat menyebabkan rasa nyeri.
Penyakit karies pada anak sering terjadi namun kurang mendapat perhatian dari orang tua
karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan oleh gigi tetap. Orang tua kurang menyadari
bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya sejak awal sudah mengalami karies adalah selain
fungsi gigi sebagai pengunyah makanan yang terganggu, anak juga akan mengalami gangguan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari sehingga anak cenderung tidak mau makan dan akibat
yang lebih parah terjadi malnutrisi, anak tidak dapat belajar karena kurang berkonsentrasi yang
mempengaruhi kecerdasan.
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi karies.
Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Dari berbagai penelitian
tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih
kompleks dengan lemak, protein, vitamin, dan mineral. Karbohidrat dalam makanan yang
sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis
karbohidrat juga tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat
dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta mudah hancur didalam mulut

lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980) terhadap tikus, ternyata
makanan yang paling kariogenik adalah coklat, sedangkan sugarfree biskuit, kacang-kacangan,
roti menduduki urutan paling rendah.
Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang paling
utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Orang tua bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhan anak juga dalam hal makanan. Perilaku anak kecil lebih
banyak dipengaruhi oleh orang orang yang dianggapnya penting, seperti ibu. Penyediaan
makanan untuk dikonsumsi anggota keluarga merupakan hasil proses pengambilan keputusan.
Tindakan pengambilan keputusan oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik serta
pemeliharaan kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu. Hasil penelitian Sanjur dan Scoma (1971)
mengenai kebiasaan makan anak, diketahui bahwa makanan yang tidak disukai oleh ibu juga
tidak disukai oleh anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap jenis makanan tertentu akan
mempengaruhi ketidaktahuan anak terhadap makanan tertentu. Bagi sebagian masyarakat, jenis
makanan yang telah terbiasa mereka pelajari untuk menyukainya sejak masa kanak-kanak akan
berlanjut menjadi makanan kesukaannya pada saat dewasa.
Masalah terbesar yang masih dihadapi penduduk Indonesia di bidang kesehatan gigi dan
mulut adalah penyakit jaringan karies gigi. Karies merupakan suatu penyakit jaringan karies gigi
yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan karies gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta menyebabkan infeksi periapikal yang dapat menyebabkan rasa sakit
Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan hal menarik karena prevalensi
karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk (Ibone Effendi dan
Mooler, 1973). Prevalensi karies gigi dan penyakit periodental tidak berbeda tahun 1973 dan
1983.(11) Sampai sekarang ini di Indonesia data tentang frekuensi karies gigi sulung anak usia
prasekolah masih langka. Data yang adapun tidak dapat dipakai sebagai indikator kesehatan gigi
anak karena tidak mewakili keadaan gigi sulung di Indonesia, walaupun hasil observasi lapangan
menunjukkan adanya karies rampan gigi sulung yang cukup luas (Armasastra dan Antonraharjo,
1986). Di Yogyakarta, dari 7 lokasi pemeriksaan didapatkan angka frekuensi karies gigi sulung
anak usia 3-5 tahun sebesar 75% dengan def-t rata-rata 5,2 (Supartinah, 1982). Tahun 1985

dilaporkan fekuensi karies gigi di 100 Sekolah Taman Kanak-kanak di Yogyakarta sebesar 85 %,
tanpa melaporkan indeks def-nya (Rinaldi dan Iwa-Sutardjo, 1985). Di Medan frekuensi karies
gigi sulung anak usia balita karena minum susu botol di beberapa Puskesmas adalah 61 % (Lina
dan Situmorang, 1985). Frekuensi karies gigi sulung merupakan indikator kesehatan gigi anak
usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi sekaligus juga
keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita.
Anak usia 2-4 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap yaitu
berjumlah 20 buah dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk kesehatan gigi masih
sangat tergantung pada orang dewasa terutama ibu yang merawatnya. Kesehatan gigi anak usia
ini dipengaruhi oleh perilaku ibu khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam
memberikan makanan minuman yang dapat menyebabkan karies gigi.
Kelurahan Sukabumi merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan
Medan Selayang. Letak kelurahan yang berada ditengah kota dan berbentuk perkampungan
menyebabkan banyak tersedia kemudahan dalam mendapatkan variasi konsumsi makanan dan
minuman kariogenik dan keragaman tingkat pendidikan ibu yang akan turut mempengaruhi
keadaan kesehatan gigi anak pada usia 2-4 tahun yang umumnya masih diasuh oleh ibu.
Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran keadaan kesehatan
gigi anak pada usia 2-4 tahun di Kelurahan Sukabumi.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah
tentang perilaku ibu dalam memberikan makanan jajanan dengan status karies gigi pada anak
usia 2-4 tahun di Kelurahan Sukabumi.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapatkan suatu pertanyaan penelitian
sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara perilaku ibu dalam pemberian makanan jajanan
dengan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Sukabumi.




1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Untuk mengetahui perilaku ibu tentang jenis makanan jajanan di Kelurahan
Sukabumi
1.4.2 Untuk mengetahui status karies gigi pada anak usia 2-14 tahun di Kelurahan
Sukabumi
1.4.3 Untuk mengetahui hubungan antara perilaku ibu dalam memberikan makanan
jajanan dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Sukabumi.
1.4.4 Untuk mengetahui variable perilaku ibu dalam pemberian makanan jajanan yang
paling berhubungan dengan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di
Kelurahan Sukabumi

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Instansi terkait
Menjadi bahan pengetahuan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan
keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita
1.5.2 Bagi masyarakat
Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap karies
gigi dan perawatan gigi sejak masih anak-anak.
1.5.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung
melakukan penelitian.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Karies
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang
disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya
adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan
organiknya , akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke
jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies
Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies.
Ada 4 faktor yang berinteraksi :
a. Hospes yang meliputi gigi dan saliva
a. Komposisi gigi sulung
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di bawah
email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Struktur email
gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting yaitu
hidroksil apatit. Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan
dibawahnya karena lebih keras dan padat. Permukaan email lebih banyak mengandung
mineral dan bahan-bahan organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Proses
mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva
secara tetap meletakkan komposisi mineral langsung ke permukaan gigi atau email.
Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit
adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor
apatit yang lebih tahan terhadap asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berkaitan
dengan tinggi rendahnya karies. Menurut penelitian Glass dkk (1973), bila di dalam air
minum terdapat banyak unsur kalsium, magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah
karies akan rendah. Sebaliknya bila air minum banyak mengandung tembaga, besi dan
mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi. Dari penelitian Newbrun (1973) juga
menjelaskan klasifikasi berat ringannya pengaruh unsur tersebut dengan karies sehingga

jelas bahwa modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh pada resistensi permukaan
email terhadap karies.
Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat lemahnya
struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan gigi serta
ketebalan email. Tebal email gigi sulung yang hanya setengah dari gigi tetap
menyebabkan proses karies gigi sulung lebih cepat terjadi dari pada gigi tetap.
b. Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies.
Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :
i. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relative
tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk
morfologi gigi sulung tidak banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama
atas dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan
memudahkan terjadinya karies.
ii. Permukaan halus
Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung
merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi
sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihannya.
c. Susunan gigi sulung
Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya karies
karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi molar sulung rapat
sedangkan gigi insisivus sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa
anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang
mempunyai susunan gigi baik.
d. Saliva
Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan
dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan
pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin,

pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga
memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga
merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang
berhubungan dengan karies gigi.
b. Mikroorganisme
Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan mikroorganisme
mana sebagai penyebab karies namun semua ahli berpendapat bahwa karies gigi tidak
akan terjadi tanpa mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di
dalam mulut penting dalam hubungan ini. Ternyata banyak mikroorganisme asidogenik
di dalam mulut tidak menyebabkan karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang
mempunyai banyak mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies
(Volker dan Russel, 1973; Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller, 1981).
Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara mikroorganisme dengan
karies diantaranya penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan
diet karbohidrat yang sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies
karena tidak ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi tikus tersebut terserang karies setelah
ada mikroorganisme.
Penelitian selanjutnya mengarah pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di
dalam mulut yang diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah membuktikan
bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara lain
bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain.
Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah
media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme
(70%) dan bahan antar sel (30%) (Newburn, 1978). Lebih jauh Van Houte et al. (1981)
mengemukakan bahwa 50 % mikroorganisme yang ada di plak adalah Lactobacillus
kendati tidak selalu terdapat di dalam jaringan karies dan keadaannya sama di permukaan
gigi yang tidak atau yang sudah diberi fluor.


c. Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari
yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal
di dalam mulut (Newburn,1978, Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang
menempel di permukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang
diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun tubuh.
Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya
nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan
matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut
dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga karies. Makanan akan mempengaruhi
keadaan di dalam mulut secara lokal selama pengunyahan dan setelah ditelan akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan masa pre dan pasca erupsi
(Altano, 1980 dan Menaker, 1980 ). Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi
terhadap karies.
d. Waktu
Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan
frekuensi substrat menempel di permukaan gigi (Newsburn, 1978 ; Konig dan
Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn
1978) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara waktu dengan frekuensi
diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata memang ada hubungan di antara
keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada percobaan binatang.
Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan
atau tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah 18-6 bulan.
Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita
xerostamia lebih pendek (2 bulan ) (Newsburn, 1978).
Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan
manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih berada di

mulutnya, cairan dari botol akan tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan
kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu
singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen, 1984). Selain itu keadaan
yang dapat menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak
menahan makanan di dalam mulut dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.
2.3 Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak
2.3.1 Indeks def-t
Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies gigi dan skor dari indeks
karies. Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang
atau sekelompok orang. Indeks karies gigi tetap disebut DMF (D, decayed = gigi karies
yang tidak ditambal ; M, missing = gigi karies yang sudah atau yang seharusnya dicabut;
F, filled = gigi yang sudah ditambal), pertama kali diperkenalkan oleh Klein tahun 1938
(Muhler, 1954) dan untuk gigi sulung disebut def, oleh Gruebbel tahun 1944 (James dan
Beal, 1981). Indeks karies gigi (DMF/def) adalah jumlah gigi karies yang masih bisa
ditambal (D, untuk gigi tetap; d, untuk gigi sulung) ,ditambah dengan gigi karies yang
tidak dapat ditambal lagi atau gigi dicabut (M, untuk gigi tetap; e, untuk gigi sulung) dan
jumlah gigi karies yang sudah ditambal (F, untuk gigi tetap; f, untuk gigi sulung). Indeks
DMF atau def gigi disebut DMF-T (DMF-Tooth) untuk gigi tetap atau def-t untuk gigi
sulung. Kategori tinggi rendahnya prevalensi karies di suatu daerah atau negara adalah :



2.4 Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut
Adanya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan
mulut. Grenn dan Vermillon (1960, 1964), Marten dan Meskin (1972) dan WHO (1977)
Keparahan karies Kategori
0,0 1,1
1,2 2,6
2,7 4,4
4,5 6,6
> 6,6
sangat rendah
rendah
sedang
tinggi
sangat tinggi

mengusulkan cara untuk menilai kebersihan mulut dengan memberi skor adanya plak atau debris
atau karang gigi yang menempel di permukaan gigi. Indeks debris yang sering dipakai untuk
menilai kebersihan mulut adalah Indeks kebersihan mulut (OHI = Oral Hygiene Index ) dari
Green dan Vermillon (1964) (Sutatmi Suryo, 1977). Cara lebih sederhana sehingga memudahkan
penelitian dengan sampel besar dipakai OHI-S (Oral Higiene Index Simplified), yaitu memberi
skor debris (DI) dan calculus indeks (CI) kepada enam permukaan gigi tertentu (Green dan
Vermillon, 1964)
2.4.1 Keuntungan OHI-S adalah :
a. Kriteria obyekif
b. Pemeriksaan dilakukan dengan cepat
c. Tingkat reproduksibilitas yang tinggi dimungkinkan dengan masa latihan yang
minimum
d. Dapat mengevaluasi kebersihan gigi dan mulut secara pribadi
2.4.2 Penentuan skor :
a. Debris Indeks (DI)
DI adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa
makanan yang pada gigi tertentu.
Skor debris :
i. Skor 0 = tidak ada debris sama sekali
ii. Skor 1 = debris ada di sepertiga sevikal permukaan gigi
iii. Skor 2 = debris sampai mencapai pertengahan permukaan gigi
iv. Skor 3 = debris sampai mencapai daerah 1/3 oklusal atau insisial
permukaan gigi
Jumlah skor debris : DI = Jumlah gigi yang diperiksa
b. Calculus Indeks (CI)
CI adalah skor dari endapan keras (karang gigi) atau debris yang
mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu.
Calculus Indeks :
i. Skor 0 = tidak ada karang gigi sama sekali
ii. Skor 1 = karang gigi ada di sepertiga sevikal permukaan gigi

iii. Skor 2 = karang gigi sampai mencapai pertengahan permukaan
gigi
iv. Skor 3 = karang gigi sampai mencapai daerah sepertiga oklusal
atau insisial permukaan gigi
Jumlah skor calculus : CI = Jumlah gigi yang diperiksa
2.4.3 Kategori keadaan kebersihan gigi dan mulut :






2.5 Makanan Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan yang siap dikonsumsi, yang dijual di tempat umum dan
terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi (rumah) atau di tempat
penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau
yang dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis masakan yang
dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah
yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat
dikatakan sebagai bagian dari pola makan masyarakat Indonesia.
Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan produk-produk makanan
yang siap disantap dan minuman awet yang dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Hal ini
didorong oleh kebutuhan konsumen akan produk-produk yang serba praktis termasuk makanan.
Kesibukan yang menyita waktupun telah turut menjadikan makanan jajanan sebagai salah satu
alternatif pemenuhan kebutuhan tubuh akan zat gizi selain berfungsi sebagai makanan selingan
yang dimakan diantara waktu makan.
Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak
dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif
jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat.


Skor OHI-S Keadaan
0,0 1,2
1,3 - 3,0
3,1 6,0
Baik
Sedang
Kurang


2.6 Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen Perilaku.
Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk operasional dapat
dikelompokkan menjadi 3 :
2.6.1 Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau rangsangan
dari luar.
Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan pendorong yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket.
2.6.2 Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar si subyek yang menimbulkan perasaan suka atau tidak suka.
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi
dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu mendapatkan informasi atau
melihat obyek itu tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan mendahului
tindakan, sikap belum tentu tindakan aktif tetapi merupakan predisposisi
(melandasi/mempermudah) untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek
tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi.
Menurut Berkowitz (1997) sikap merupakan respon evaluatif yang menempati
sikap sebagai perilaku yang tidak statis walaupun pembentukan sikap seringkali tidak
disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi bersifat dinamis dan terbuka terhadap
kemungkinan perubahan karena interaksi dengan lingkungan. Sikap akan ada artinya bila
ditampakkan dalam bentuk pernyataan, lisan maupun perbuatan dan apa yang dinyatakan
seseorang sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap hati
sesungguhnya. Jadi penyimpulan mengenai sikap individu sangat sulit bahkan dapat
menyesatkan bila diambil dalam bentuk perilaku yang tampak.


2.6.3 Perilaku dalam bentuk tindakan/praktek yang sudah nyata yaitu berupa perbuatan
terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Menurut WHO (1984) ada 4 alasan utama seseorang akan berperilaku:
a. Pikiran dan perasaaan
b. Yang termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan
nilai-nilai.
c. Orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang dipercaya.
d. Sumber daya termasuk fasilitas, dana, waktu, ketrampilan.
e. Kebudayaan atau perilaku normal, kebiasaaa, nilai dan penggunaan sumber-
sumber dalam masyarakat.

2.7 Hipotesa
Ada hubungan antara perilaku ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan status
karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Sukabumi.
2.8 Kerangka Konsep Teoritis









2.9 Kerangka Konsep Penelitian



VV








PERILAKU
IBU

MAKANAN JAJANAN

KARIES GIGI ANAK
PENGETAHUAN
SIKAP
TINDAKAN
OHIS
Variabel Independen
Perilaku Ibu dalam
pemberian makanan
jajanan
Variabel Pengganggu
OHIS

Variabel Dependen

Karies Gigi Anak

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Explanatory yaitu menjelaskan hubungan antara
variabel terikat dengan variabel bebas melalui pengujian hipotesa. Metode yang digunakan
adalah survei dengan pendekatan cross sectional.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan didaerah Kelurahan Sukabumi.
3.3 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Kelurahan Sukabumi yang berumur
2-4 tahun.
3.4 Sampel
3.4.1 Jumlah Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :
Z
2
1-a/2
p (1-p ) N
n =
d
2
( N-1 ) + Z
2

1-a/2
p ( 1-p)
Keterangan :
n : sampel
: standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%
d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 %
p : proporsi populasi antisipasi digunakan 80 % atau 0,8 (dari
penelitian prevalensi karies sebesar 71-87,10%)
q : populasi tanpa atribut, p-1=0,2
Dengan demikian besar sampel : n = 64 orang
3.4.2 Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling.
Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria inklusi :
i. Anak usia 2-4 tahun
ii. Sehari-hari tinggal di wilayah Kelurahan Sukabumi.
b. Kriteria eksklusi :
Anak yang mengkonsumsi susu, susu bukan sebagai makanan pokok

3.5 Alat Pengambilan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi dan teknik wawancara.
Setelah sampel ditentukan, sampel diobservasi terlebih dahulu dengan memeriksa rongga
mulutnya apakah ada daerah karies gigi, kemudian dilakukan wawancara terhadap orang tua dari
masing-masing anak. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terpimpin yang
dibantu dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu ( kuesioner ). Pada
saat memeriksa rongga mulut responden digunakan alat kaca mulut.

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.6.1 Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas : Perilaku ibu dalam pemberian makanan jajanan
b. Varibel Terikat : Karies gigi pada anak
c. Variabel Pengganggu : Kebersihan gigi dan mulut anak (OHI-S)
3.6.2 Definisi Operasional
a. Perilaku ibu
Kemampuan ibu (responden) untuk menjawab dengan benar pada kuesioner
tentang karies dan makanan jajanan.
Skala : ordinal
Dalam deskriptif hasil penelitian tingkat perilaku dikelompokkan menjadi:
o baik dengan nilai 3-5
o kurang dengan nilai 0-2
b. Karies gigi pada anak
Indeks def-t responden yang diperoleh dengan menjumlahkan gigi sulung
karies ( d=decayed ) di subyek, baik yang belum atau sudah ditambal
(=extracted ) dan yang seharusnya atau sudah dicabut ( f=filled)

Skala : ordinal
Untuk memudahkan dalam analisa deskriptif keparahan karies digolongkan
menjadi :






c. Makanan jajanan
Makanan atau minuman selain makanan pokok yang berbentuk kemasan atau
tidak, yang dibuat oleh industri atau dibuat sendiri, yang dijajakan maupun
tidak, yang dimakan di antara waktu makan sebagai selingan , terbagi dalam :
i. Makanan kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan atau minuman yang mudah
menimbulkan karies yang bersifat manis, lengket dan mudah hancur di
dalam mulut
ii. Makanan non kariogenik
Makanan non kariogenik adalah makanan yang tidak menimbulkan
terjadinya karies tetapi justru bersifat sebagai pencegah terjadinya
karies.

d. OHI-S
Pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan skor debris dan calculus
indeks dibagi jumlah gigi yang dinilai.
Skala : ordinal
Dalam deskriptif hasil penelitian keadaan kebersihan gigi dan mulut
dikelompokkan :
Keparahan karies Kategori
0,0 - 0,241
0,242 - 0,394
>0,394
Ringan
Sedang
Berat




e. Umur Anak
Anak yang sudah merayakan ulang tahun kedua hinga anak yang belum
merayakan ulang tahun kelima.
3.7 Pengumpulan Data
3.7.1 Data primer
a. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden oleh interviewer yang
sudah dilatih
b. Pemeriksaan gigi anak oleh perawat gigi yang sudah dilatih
3.7.2 Data sekunder
Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari kantor kelurahan Sukabumi

3.8 Pengolahan dan Analisis Data
3.8.1 Editing
Untuk memeriksa kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi
3.8.2 Koding
Pengisian kode dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan
jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner
3.8.3 Skoring
Nilai skor akhir diperoleh dari jumlah skor masing-masing pertanyaan dalam
kuesioner
3.8.4 Tabulasi dan analisis data
Data yang didapat kemudian dimasukkan dalam komputer dan ditabulasi
berdasarkan variabel. Uji statistik yang dipakai adalah uji kai kuadrat.
Skor OHI-S Keadaan
0,0 1,2
1,3 - 3,0
3,1 6,0
Baik
Sedang
Kurang

Anda mungkin juga menyukai