SOROTAN

Kamis, 17 Desember 2009

Drama Century 3

BPK melempar ‘bola panas’ Century

Saat ini publik tengah menyaksikan drama Bank Century dan masih meraba-raba kapan puncaknya, atau kapan akan berakhir. Salah satu babak paling seru
ketika terjadi polemik menanggapi hasil audit BPK (Badan Pengawas Keuangan) yang dirilis pada 20 November 2009, persis setahun setelah KSSK (Komite
Stabilitas Sistem Keuangan) menyelamatkan bank tersebut. Tentu saja, Menkeu Sri Mulyani Indrawati sebagai Ketua KSSK tidak tinggal diam. Dengan enteng dia
membantah sejumlah tudingan yang terungkap dalam hasil audit itu.

Tudingan BPK Jawaban Sri Mulyani

Perubahan persyaratan CAR Bank Century dalam Peraturan
Bank Indonesia patut diduga dilakukan untuk merekayasa
agar Bank Century memperoleh fasilitas pinjaman jangka
pendek (FPJP).
Rekayasa itu melanggar ketentuan PBI yang menyatakan
bahwa bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank
dengan CAR positif.
BI tidak memberikan informasi yang sesungguhnya, lengkap
dan mutakhir mengenai kondisi Bank Century kepada KSSK
BI dan KSSK tidak memiliki kriteria yang terukur dalam
menetapkan dampak sistemik Bank Century.
Kelembagaan Komite Koordinasi belum pernah dibentuk
berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam
penjelasan UU No 2004 tentang LPS, sehingga memengar-
uhi status hukum atas keberadaan lembaga KK dan
penanganan Bank Century.
Foto:
Rahm
atulla Patut diduga bahwa perubahan PLPS merupakan rekayasa
h
yang dilakukan agar Bank Century dapat memperoleh
tambahan penyertaan modal tidak hanya untuk memenuhi
CAR, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Penyaluran dana penyertaan modal kepada Bank Century
setelah tanggal 18 Desember 2008 tidak memiliki dasar
hukum.
Info yang digunakan KSSK sudah cukup lengkap dan
memadai sebagai dasar penetapan Bank Century sebagai
bank gagal berdampak sistemik.
BI memiliki kewenangan dan kapasitas untuk melaku-
kan assessment terhadap pengawasan perbankan.
KSSK juga menggunakan data bersifat makro
tentang perkembangan krisis yang berpengaruh
pada sistem keuangan dan berbagai indikator. Itu
menjadi dasar bahwa dampak sistemik adalah riil.
Penetapan dampak sistemik Bank Century telah
menggunakan info, analisis, serta metodologi,
baik kualitatif maupun kuantitatif, termasuk
penggunaan judgment.
Bank Century telah memenuhi kualifikasi
bank gagal. Indikatornya, saat itu rasio
kecukupan modal atau capital adequacy
ratio (CAR-nya) sudah minus 3,53 %.
Namun, jika hal itu dilakukan pada
kondisi November 2008, saat krisis
ekonomi global mendera, penutupan
Bank Century dapat menimbulkan
efek berantai, yaitu rush.
Foto: Dedi Gunawan
BISNIS/ILHAM NESABANA

Intrik good vs bad governance

OLEH ARIEF BUDISUSILO
Wartawan Bisnis Indonesia
Jika Anda berbicara dengan
pakar keuangan mana pun,
apalagi pengamat ekonomi,
tentang isu penyelamatan
Bank Century, akan muncul
banyak versi dan sudut
pandang.
ermasuk ketika Anda
Century yang heboh pada mulanya
dan pada akhirnya bermuara pada
pertarungan antara bad governance
versus good governance.
Akibatnya, penyelesaian kasus
Century pun hingga hari ini tampak
berliku dan penuh intrik.
Apalagi kemudian banyak bumbu
yang mencuat ke permukaan,
terutama setelah pengakuan Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati
mengenai ‘ketidakharmonisan’
dengan Aburizal Bakrie, yang di-
anggapnya sebagai salah satu faktor
bailout, aliran dana dari bank itu,
serta track record Century termasuk
pengawasannya pada masa lalu.
Sebaliknya, jika kasus Century di-
biarkan berlarut-larut, kita khawatir
akan terus menjadi ajang spekulasi,
saling serang, bahkan ajang balas
dendam politik. Jika hal itu terjadi,
tentu berdampak tidak sehat dalam
kehidupan politik dan bisnis di Ta-
nah Air.
Seorang adviser investor dari be-
berapa perusahaan besar Malaysia
mengatakan kepada saya, “kita ini
mik mengenai kehadiran Marsilam
Simandjuntak dalam rapat KSSK 21
November itu.
Menurut Wimar Witoelar, yang
mendampingi Menkeu saat konfe-
rensi pers membantah percakapan-
nya dengan Robert Tantular, “Soal
Marsilam adalah isu sampingan.”
Sekretaris KSSK Raden Pardede
mengatakan Marsilam datang, “….di-
minta Presiden untuk bekerja sama
dengan KSSK.” Lalu menurut notulen
rapat tanggal 21 November itu, “..Pak
Marsilam sebagai UKP yang memang
diminta oleh Bapak Presiden untuk
bekerja dengan KSSK...”
Menurut Menteri Keuangan, ketika
mengklarifikasi pemberitaan soal ke-
hadiran Marsilam, “tidak mewakili
Presiden tetapi diundang sebagai na-
rasumber seperti yang lainnya [untuk
memberikan pandangan hukum].”
Terserah persepsi Anda mengarti-
kan kalimat-kalimat itu. Jangan sam-
pai, dalam situasi yang rasanya tidak
transparan ini, “public tend to expect
the worst.” Dan yang mesti dipahami
saat ini, masyarakat kita sudah sema-
kin pintar. Seperti keyakinan dalam
industri informasi, adalah dosa besar,
“if you are bias…it’s insulting the
intellectual capacity of your readers.”
(arief.budisusilo@bisnis.co.id)

T
meminta pemilahan
yang jelas terkait de-
ngan turunan kasus da-
ri penyelamatan Cen-
tury, jawabannya juga
akan macam-macam, tergantung ka-
ca mata masing-masing.
Satu praktisi keuangan mengata-
kan kasus itu harus dipilah tiga ba-
gian, yakni pengawasan Bank Cen-
tury sebelum diambil alih Lembaga
Penjamin Simpanan, alasan kebi-
jakan pemerintah menyelamatkan
Century, dan pengelolaan Century
setelah diambil alih LPS.
Ekonom lainnya mengemukakan
pandangan berbeda, meskipun sa-
ma-sama memilah ke dalam tiga ba-
gian, yakni Bank Century di bawah
manajemen lama dalam kendali Ro-
bert Tantular, kebijakan bailout bank
itu, lalu pencairan dana oleh LPS.
Ada pula yang memilah kasus
Century dalam tiga episode. Perta-
ma, periode sebelum bank itu dise-
lamatkan (sejak proses merger, saat
dalam pengawasan Bank Indonesia,
dan perilaku Robert Tantular dan
manajemen lama dalam mengelola
bank itu). Kedua, kebijakan penye-
lamatan (bailout) bank itu sendiri,
lalu ketiga adalah aliran dana sete-
lah bank tersebut diselamatkan,
atau ke mana saja duit pasca-bailout
mengalir.
Bagi saya, keragaman cara meli-
hat persoalan penyelamatan Bank
Century itu menunjukkan friksi
yang tajam bahkan dalam disiplin
yang sama, untuk melihat konteks
dan duduk persoalan penyelamatan
Century secara benar.
Sebab di dalamnya ada sejumlah
implikasi, baik dampak profesional
maupun efek politik. Itu yang men-
jadikan cara pandang berbeda-beda,
tergantung pada kepentingan ma-
sing-masing.
Ada sudut pandang yang didasari
kepentingan politik untuk mengung-
kap –kalau ada—aktor intelektual da-
lam aliran dana penyelamatan bank
itu ataupun pihak-pihak yang di-
untungkan. Juga terdapat pandangan
dengan latar belakang kepentingan
profesional, yang cenderung membe-
narkan kebijakan bailout karena
alasan teknis dan situasi saat itu.
Sebaliknya terdapat cara melihat
adanya kesalahan prosedur kebijak-
an atau proses yang kurang proper
karena informasi dalam pengambil-
an keputusan tidak lengkap, tidak
up-to-date, bahkan—bisa jadi—tidak
akurat. Sayangnya, ada juga pan-
dangan spekulatif berlatar belakang
kepentingan lainnya, termasuk ‘ba-
las dendam’.
Gambaran besar
Dalam gambaran besar, helicopter
view, ketika kasus ini kemudian me-
lebar ke mana-mana, dapat dikata-
kan magnitude penyelamatan Bank
politik di balik kasus ini.
Juga asumsi Menteri Keuangan
bahwa Partai Golkar—sebagai salah
satu aktor dalam hak angket, yang
bahkan politisinya menjadi ketua
Pansus Angket Century—tidak akan
berlaku adil kepadanya.
Ini semua menambah noise dalam
kasus itu, termasuk kemudian duga-
an percakapan Menkeu dengan Ro-
bert Tantular saat rapat Komite Sta-
bilitas Sistem Keuangan, yang dilan-
sir Bambang Soesatyo, salah satu
politisi Golkar.
Saya berkhayal, akan
lebih tenang rasanya jika
Presiden bilang: “Yes, ini
adalah kebijakan peme-
rintah, di mana saya yang
bertanggung jawab...”
Tak kurang, Wakil Presiden Boe-
diono, yang bersama Menkeu diang-
gap paling bertanggung jawab atas
kebijakan bailout ketika masih men-
jabat sebagai Gubernur Bank Indo-
nesia, memberikan keterangan lang-
sung pada Sabtu dan Minggu lalu
untuk mendudukkan persoalan
yang sebenarnya atas dugaan per-
cakapan yang dilansir Bambang itu.
Intinya, keduanya membantah
adanya percakapan Sri Mulyani de-
ngan Robert dalam rapat KSSK terse-
but. Orang yang oleh Bambang di-
duga sebagai Robert, kemudian ter-
ungkap adalah Marsilam Siman-
djuntak, yang saat itu menjabat ke-
tua Unit Kerja Presiden (UKP) untuk
pengendalian reformasi.
Klarifikasi tersebut, sengaja atau
tidak, mengungkap informasi lain,
yang kemudian diasumsikan banyak
pihak bahwa kasus Century kian
mengarah kepada Istana dengan ke-
beradaan Marsilam.
Drama ini menyiratkan kepada
kita bahwa kemelut kasus Century
kian berlarut-larut, lantaran ketidak-
jelasan dari awal mengenai kebijak-
an penyelamatan bank itu, yang ke-
betulan timing-nya menjelang pemi-
lihan umum. Banyak dugaan, terjadi
pendomplengan-pendomplengan,
meskipun kemudian dugaan-dugaan
itu dibantah.
Berbeda dengan kasus Bibit-Chan-
dra yang dapat dimengerti secara
gamblang oleh publik sebab-akibat
kasus itu, penyelamatan Bank Cen-
tury sulit dipahami di mata masya-
rakat luas secara teknis maupun hu-
bungan sebab-akibatnya.
Karena itulah, kita berkepenting-
an untuk mendesak agar kasus Cen-
tury diselesaikan seterang dan se-
gamblang mungkin. Barangkali
akan sangat membantu jika Pansus
Hak Angket Century dapat memper-
jelas duduk perkara kebijakan
sekarang menunggu seperti apa
ending kasus Century.”
Eksekutif sebuah perusahaan be-
sar Indonesia, yang produknya ba-
nyak dijual ke mancanegara, juga
mengatakan,” kita buang waktu ka-
rena kasus ini tidak selesai-selesai.
Saya tidak penting siapa yang men-
jadi nakhoda…tetapi kepastian sta-
bilitas ini yang kita perlukan.”
Intinya, pelaku bisnis pun mulai
menunggu dan melihat perkem-
bangan situasi politik saat ini. Me-
reka mulai mengerem rencana bis-
nis sambil menunggu kepastian ke-
melut politik ini. Kalau itu yang ter-
jadi, sayang sekali momentum pe-
mulihan ekonomi dan kepercayaan
bisnis yang telah dilalui Indonesia
selama semester kedua tahun ini.
Momentum itu bisa kempes lagi.
Transparansi & disclosure
Banyak pertanyaan yang muncul
kemudian, sejauh mana seharusnya
peran Presiden Susilo Bambang Yu-
dhoyono dalam menyelesaikan ka-
sus ini. “Where is the President?” Itu
pertanyaan yang diajukan dengan
bekernyit dahi oleh seorang eko-
nom, dalam sebuah diskusi hampir
tengah malam.
Presiden memang sudah berkali-
kali membantah dugaan-dugaan
bahwa keluarganya dan terutama
putranya, serta kegiatan kampanye-
nya pada pemilu Juli silam, terkait
dengan aliran dana penyelamatan
bank itu. Dugaan-dugaan itu, kata-
nya, adalah fitnah yang kejam.
Namun, saya sebenarnya ingin
pernyataan lebih firm lagi. Saya
berkhayal, akan lebih tenang rasa-
nya jika Presiden bilang: “Yes, ini
adalah kebijakan pemerintah, di
mana saya yang bertanggung ja-
wab, karena para menteri menja-
lankan mandat kabinet yang saya
tugaskan.”
Sebab, ketika kampanye lalu,
prestasi keberhasilan ekonomi men-
jadi klaim kampanye yang luar
biasa intensif dan massive.
Kita ingin transparansi dan, me-
minjam istilah Mar’ie Muhammad,
full disclosure dari pucuk pimpinan
negeri ini. Tak perlu rasanya kita
mendengar setiap saat bantah-ban-
tahan dan saling klarifikasi antara
para elite dan pembantu presiden.
Apalagi saling klarifikasi untuk se-
buah isu yang secara kasat mata
dan kategorial sulit untuk mengam-
bil persepsi yang lain, karena me-
mang begitu adanya yang terjadi.
Tak perlu pula kemudian kita meni-
lai bahwa kasus Century ini adalah
pertempuran antara “bad versus
good” governance.
Namun, sayangnya bukan itu
yang terjadi saat ini, sehingga me-
lahirkan aneka informasi yang di-
tafsirkan dari macam-macam per-
sepsi. Sekadar contoh, adalah pole-
 5
SOROTAN
4
Drama Century Kamis, 17 Desember 2009

Antara gagal sistemik & rampok sistematis

Sistemik. Kata ini
menjadi begitu
bertuah di negeri
OLEH ABRAHAM RUNGA MALI dana pihak ketiga 0,68% aset 0,72%. mengatakan judgment pada saat hari
Wartawan Bisnis Indonesia Ini membuat kita tidak cukup kuat Dana talangan negara–negara 2008 Jumat lalu ya masih minus 3, judge-
meyakini bahwa penutupan ini berpo- (US$ miliar) ment 48 jam kemudian bisa menjadi
ublik diminta untuk me- tensi membawa risiko sistemik. –35. Persoalan ini bukan masalah ada

P
ini. Sedemikian mahami kebenaran kata-
bertuah, bank bo- kata Deputi Gubernur
Bank Indonesia Budi
brok yang sudah Rochadi yang sering diu-
berada di wilayah lang pada sejumlah ke-
‘sakratulmaut’ se- sempatan, ‘karena sistemik, bank se-
perti Bank Cen- tan pun harus diselamatkan.’
Benar, saat itu, 31 Oktober 2008,
tury pun bisa hi- kondisi Bank Century sangat buruk
dup kembali. yang ditandai rasio kewajiban modal
minimum negatif 3,53%. Karena itu,
dibutuhkan suntikan modal Rp632
miliar. Kondisi kemudian terus mem-
buruk, kucuran dana pun bertambah,
bahkan akhirnya membengkak hingga
Rp6.7 triliun.
“Beberapa perhitungan yang kami
lakukan menunjukkan sampai 3 bu-
lan mendatang diperkirakan membu-
tuhkan dana mencapai Rp 4,3 triliun.
Oleh karena itu, dengan berbagai data
serta pertimbangan ke depan BI mene-
tapkan Bank Century sebagai bank ga-
gal,” jelas Halim Alamsyah,
Halim adalah Direktur Direktorat
Penelitian dan Pengaturan BI yang
pada rapat Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) 20-21 November
2008 mewakili BI mendeskripsikan
status Bank Century paling mutakhir.
Dia lebih lanjut mengatakan bahwa
dampak terbesar dari penutupan Bank
Century adalah ketidakpastian akibat
masih rentannya psikologi pasar atau
masyarakat—yang saat itu sedang di-
landa krisis—yang selanjut bisa me-
macu ketidakpastian serta gangguan
yang cukup serius di pasar keuangan
serta sistem pembayaran.
Apalagi, berdasarkan analisis BI,
terdapat 18 bank yang borpotensi
mengalami kesulitan likuiditas, serta
terdapat lima bank yang memiliki
karakteristik mirip Bank Century.
“Sebagai kesimpulan kami melihat
penutupan Bank Century berpotensi
untuk menimbulkan dampak sis-
temik,” dalam notulen rapat yang sali-
nan lengkapnya diperoleh Bisnis.
Dikhawatirkan, demikian Halim,
penutupan Bank Century akan terjadi
rush atau penarikan dana besar-besar-
an pada bank-bank yang serupa (peer
bank) dan bank-bank yang lebih kecil
sehingga mengganggu kelancaran
pembayaran.
Perdebatan
Tidak semua pihak dengan mudah
menerima penjelasan bank sentral ter-
sebut. Rizal Ramli, Hendri Saparini,
Kwik Kian Gie, Drajad Wibowo dan
Ichasanudin Noorsy adalah beberapa
dari ekonom yang tidak sepakat de-
ngan penjelasan bank sentral itu.
Pasalnya, demikian Noorsy, keuang-
an Bank Century dibandingkan de-
ngan industri perbankan sangat kecil.
Secara berturut-turut, kredit 0,42%,
Bahkan, Hendri Saparini mengata-
kan bahwa kasus Bank Century ada-
lah murni karena salah urus, dan ka-
rena itu harus diamputasi, bukan ma-
lah diberikan talangan pendanaan.
Bukan hanya ekonom, melainkan
juga lembaga sekelas BPK dalam
auditnya mengatakan keputusan sis-
temik tidak memiliki kalkulasi yang
jelas. Dengan kata lain, lebih berda-
sarkan kecemasan yang berlebihan
bahwa potensi berdampak sistemik
menjadi kenyataan.
Namun, di pihak lain tidak sedikit
ekonom dan pelaku pasar yang mem-
bela bailout Century. “Bila perlu Bu
Menkeu harus diberi gelar pahlawan,”
ujar Budi Ruseno, analis pasar modal
suatu ketika. Ketua IBI (Ikatan Bankir
Indonesia) Agus Martowardojo juga
membenarkannya.
Ekonom yang membela bailout Cen-
tury sebagai bank gagal sistemik pun
tidak sedikit. Orang-orang seperti Fai-
sal Basri, Fausil Ichsan, Ekonom BNI
A Tony Prasentyano, Christianto Wibi-
sono adalah beberapa contoh.
Bagi mereka, bailout Century ada-
lah keputusan yang tepat dan telah
membebaskan sistem keuangan ne-
gara dari bahaya kepanikan dan ke-
bangkrutan.
Seperti diungkapkan ekonom BNI A
Tony Prasentyano dalam sebuah semi-
nar, kalau saja Bank Century ditutup,
biaya langsung yang harus ditanggung
mencapai sekitar` Rp6 triliun. Namun,
tidak berhenti di situ, katanya.
Karena tidak ada blanket guarantee,
berarti deposito di atas Rp2 miliar ti-
dak mendapatkan jaminan, penutup-
an Century, demikian Tony, membuat
nasabah-nasabah di bank yang setara
(peer banks) amat mungkin menarik
dana karena panik.
Artinya 23 bank lain yang selevel
berpotensi kolaps dan atas alasan itu
keputusan menyelamatkan Century ti-
dak bisa tidak harus dilakukan.
Tony lalu sampai pada kesimpulan:
dengan Rp6,7 triliun, dana masyara-
kat di seluruh bank di Indonesia se-
besar Rp1.800 triliun dicegah dari ke-
panikan dan kebangkrutan.
Berdebat tentang kemungkinan pada
masa lalu tak pernah ada habisnya.
Karena kapanikan dan kebangkrutan
yang diakibatkan oleh penutupan Bank
Century—sedahsyat apa pun—hanya-
lah kemungkinan pada masa lalu.
Pihak lawan bisa balik bertanya, ba-
gaimana kalau saat itu Bank Century
ditutup, tetapi dikomunikasikan de-
ngan benar kepada publik bahwa
bank tersebut bobrok, dirampok pemi-
liknya, bukan dampak krisis. Selain
itu deposito di atas Rp2 miliar yang ti-
dak dijamin juga dicari solusinya.
Apakah dengan penjelasan dan aksi
Amerika Serikat
Inggris
Jerman
Irlandia
Perancis
Norwegia
57,4
Italia, Spanyol, Portugal
27,45
Indonesia
0,71
Jepang
0 penyalahgunaan dana dari Bank
Sumber: Data diolah
seperti itu, masyarakat akan tetap pa-
nik dan 23 bank lain juga akan am-
bruk? Kalau jawabannya ambruk pun,
itu pun juga adalah kemungkinan pa-
da masa lalu.
Lalu, apakah dana sebesar Rp1800
triliun yang tercegah dari kepanikan
dan kebangkrutan hanya karena
penyelamatan Century sehingga seo-
lah-olah menjadikannya sebab tunggal
dan pembenaran bagi tindakan penye-
lamatan atas Bank Century?
Sekali lagi, tentang kemungkinan
pada masa lalu, kita hanya berandai-
andai. Bisa salah dan bisa benar. Ber-
nafsu untuk memastikan benar atau
salah hanyalah sebuah kenaifan.
Keraguan sejak awal
Sebagai catatan, Sri Mulyani dan
kawan-kawan yang hadir dalam rapat
KSSK tanggal 20 dan 21 pun masuk
dalam ruang keraguan dan ketidak-
pastian yang sama. Terutama ketika
para peserta rapat dipasok informasi
yang tidak lengkap untuk sebuah ke-
putusan yang sangat penting.
Perhatikan, bahwa orang-orang se-
kelas Darmin Nasution, Fuad Rah-
many, Anggito Abimanyu tidak serta-
merta menerima penjelasan bank sen-
tral bahwa Bank Century adalah bank
gagal yang sistemik. Petikan notulen
rapat KSSK baik 20-21 November
maupun 24 November yang salinan
lengkapnya diperoleh Bisnis berikut
ini bisa menjelaskan.
“Kalau kita mendengarkan argu-
mentasi yang disampaikan jauh lebih
banyak aspek psikologis, yang sayang
sekali tidak bisa diukur sebelum terja-
di………Jadi, kalau saya Pak Guber-
nur, belum teryakinkan bahwa bank
ini sistemik, ” demikian Darmin.
Coba camkan juga pendapat dari
Anggito berikut. “Namun, yang kedua
700
691
679
549
494
BISNIS/ILHAM NESABANA
mengenai apakah dampak sistemik-
nya bisa diukur tersebut saya sepakat
dengan dengan Pak Darmin bahwa
analisis mengenai dampak sistemik-
nya itu lebih dilandasi oleh kondisi
psikologis dan itu tidak bisa diukur.
Jadi memang belum cukup keyakinan
kita untuk mengambil kesimpulan ki-
ta bahwa ini adalah kondisi sistemik.”
Tak kurang tajamnya adalah Fuad
Rahmany. Dia meragukan kegagalan
Bank Century karena dari sisi angka-
angkanya tidak terlalu besar. Begitu
pun dari sisi pasar modal, bank ini ti-
dak sistemik karena tidak aktif diper-
dagangkan.
“Sehingga ada sisi positifnya juga ka-
lau tidak diselamatkan karena kita jus-
tru bisa yakin dengan menyatakan ini
kepada publik bahwa bank ini kecil
dan tidak sistemik……daripada bank
kecil kita katakan sistemik, mereka
akan katakan bagaimana dengan bank
lain yang sedikit lebih besar, berbahaya
juga mungkin ini nanti. Mungkin begi-
ni saja jadi saya melihat ini dari sisi
lain bukan berarti saya menentang
mau diselamatkan atau tidak.”
Apa pun perdebatannya, KSSK su-
dah memutuskan bahwa bank itu ha-
rus diselamatkan. Dengan kata lain,
KSSK menerima bahwa Bank Century
itu adalah bank gagal yang sistemik.
Walaupun kemudian dalam rapat
tanggal 24 November 2008, Sri Mul-
yani naik pitam melihat perubahan
data-data yang begitu cepat dibanding-
kan dengan posisi 21 November.
Misalnya, kebutuhan dananya me-
lonjak dari Rp632 miliar menjadi
Rp6,7 triliun, dan posisi CAR yang pa-
da Jumat (21 November 2008) masih
negatif 3,53% lalu berubah dengan
cepat menjadi negatif 35% pada Senin
(24 November).
“Tadi juga teman-teman BI juga
informasi baru, tetapi ternyata adalah
posisi judgment yang diberikan pada
Jumat dan senin berbeda,” demikian
Sri Mulyani pada rapat KSSK 24 No-
vember.
Kalau dalam tubuh KSSK sendiri, se-
telah ada keputusan ‘sistemik’ saja ma-
sih terlihat ricuh dan ragu atas kebijak-
an yang diambil, apalagi para pengkri-
tik yang berada setahun kemudian.
Namun, persoalan bailout Century
lebih dari sekadar sistemik atau tidak
sistemik. Sangkaan-sangkaan BPK
dalam auditnya seperti soal peng-
awasan, dasar hukum serta dugaan-
dugaan rekayasa persyaratan Bank
Century adalah juga persoalan serius
yang harus dibuktikan kebenarannya.
Belum lagi terkait dengan dugaan
Century untuk mendanai partai politik
tertentu dan kampanye presidennya.
Kalau ini terjadi dan keputusan
bailout adalah langkah kecil dari ske-
nario itu—disadari atau tidak oleh
KSSK—, ini benar-benar sebuah
rekayasa yang sangat sistematis.
Spekulasi ini mengingatkan kita pa-
da ‘perampokan’ atas Bank Bali untuk
mendanai pemilu tahun 1999, tetapi
dengan korban yang berjatuhan, yaitu
bui antara lain bua Rudi Ramli (pemi-
lik Bank Bali), Syahril Aabirin (Guber-
nur BI) dan Joko Tjandra, Dirut PT
Era Giat Prima yang menagih cessie
bank itu.
Di suatu kesempatan, Wapres Jusuf
Kalla (waktu itu) pada suatu kesem-
patan juga menyebut kasus Century
sebagai ‘sebuah perampokan.’
Jadi atas Bank Century, pertanyaan-
nya, benarkah penyelamatan Century
hanya untuk menghindari kekacauan
sistem keuangan semata? Apakah ke-
putusan KSSK bersih dari pelanggaran
aturan dan tidak dipengaruhi oleh
tujuan politik lain? Itu pertanyaan
publik yang wajar karena Boediono
yang berperan dalam keputusan Cen-
tury, dalam beberapa bulan kemudian
mengambil bagian dalam kekuasaan
sebagai wakil presiden.
Semuanya harus diuji, baik secara
politik lewat Pansus maupun secara
legal melalui pengadilan. Untuk itu,
aliran dana harus dibongkar, simpang
siur komunikasi antarpihak terkait
dengan Century harus disadap dan
diurai tuntas.
Selama belum terbukti, tidak pantas
Sri Mulyani dan Boediono atau siapa
pun dituduh bersalah secara serampan-
gan. Namun, juga mengada-ada kalau
pekerjaan BPK dan Pansus disangka-
kan hanya sebagai dendam personal
semata. Untuk sementara, lebih elok
kalau kita hanya bertanya dalam hati,
Century, gagal sistemik atau rampok
sistematis? (abraham.runga@bisnis.co.id)

‘Bila dibuka akan seperti Buloggate’

BISNIS INDONESIA
JAKARTA: Belakangan ini pemberitaan kasus Bank Century kian ma-
rak, setelah pihak-pihak yang terkait saling menyeluarkan pernyataan
yang membuat publik menjadi bingung.
M. Jusuf Kalla melihat bahwa peristiwa itu tidak berdiri sendiri.
Pansus juga akan memanggil mantan wapres itu untuk dimintai klari-
fikasi terkait dengan kasus Century. Untuk mengetahui ihwal bailout
Century, Bisnis berbincang dengan Kalla. Berikut petikannya:
Bagaimana Bapak melihat
kasus Century?
Saya pikir ini akan seperti
Buloggate. Ketika Gus Dur
meminta saya untuk men-
cairkan dana Bulog, waktu itu
saya sebagai Kabulog. Saya
katakan tidak Pak,
tidak bisa dan saya
tidak mau menge-
luarkan.
Namun, ada
yang tetap
M. Jusuf Kalla
mengeluarkan uang tersebut tanpa
sepengetahuan saya, dan akhirnya
muncul Buloggate. Kalau saya bilang
tidak itu untuk bangsa.
Apakah ada mata rantai kasus
Century dengan blanket guaran-
tee [kebijakan penjaminan dana
nasabah secara penuh]?
Jelas ada mata rantai antara blan-
ket guarantee dengan Bank Century.
Usulan blanket guarantee datang
dari Kadin, kalangan perbankan,
Menkeu dan Gubernur BI.
Pada 29 Oktober 2008, Ketua Ka-
din M.S. Hidayat melaporkan kepada
Presiden SBY bahwa 15 bank besar
akan menurunkan bunga kredit 2%-
3% bagi dunia usaha apabila peme-
rintah menjamin seluruh dana ma-
syarakat pada sistem perbankan
nasional.
Hadir pada saat itu Gubernur BI,
Menkeu, Menko Perekonomian,
Mendag, Meneg BUMN dan Seskab.
Unsur Kadin yang hadir James T.
Riady, Robert Budi Hartono, dan
Dirut Mandiri Agus Martowardojo.
Coba bayangkan kalau blanket
guarantee itu dilaksanakan, untuk
satu bank kecil saja, hampir Rp7 trili-
un dana penyehatannya. Kalau ba-
nyak bank, kita bisa jebol, sampai
ratusan triliun lagi. Itu jadi BLBI jilid
II. Singkat kata, kalau ada blanket
guarantee tersebut, habislah kita.
[Menurut Kalla, dirinya sam-
pai tiga kali didatangi oleh
Dewan Gubernur Bank
Indonesia, termasuk Boe-
diono, membicarakan soal
penjaminan bank itu.
Kalla tak terpengaruh, ka-
rena baginya pem-
berian
blanket
guarantee
akan lebih besar mudharatnya dari-
pada keuntungannya. Dia juga mem-
pertanyakan bukti-bukti keberhasil-
an pemberian blanket guarantee
pada Januari 1998.]
Saat usulan blanket guarantee
diluncurkan juga ada kasus
Indover?
Iya, masalah Indover bergulir di
awal Oktober. Pengadilan Belanda
membekukan kegiatan operasional
Indonesische Overzeese Bank NV
[Indover Bank]. Hingga 23 Oktober
upaya penyelamatan masih belum
jelas karena belum tercapai kesepa-
katan usulan penyertaan dana sebe-
sar 546,66 juta euro [Rp7 triliun] ke
bank itu dalam rapat kerja antara
pemerintah, BI, dan DPR.
Namun, sehari setelah DPR mem-
berikan lampu hijau untuk menyela-
matkan bank tersebut, tetapi BI ak-
hirnya merelakan Indover ditutup
dan memilih tidak menyelamatkan
Bank Indover senilai Rp7 triliun.
Pada waktu menyelesaikan masa-
lah Indover, saya membantu me-
nyiapkan langkah-langkah penyela-
matan dari merancang draf surat
hingga menelepon anggota dewan.
Namun, langkah-langkah
penyelamatan tidak dilakukan oleh
BI, ya sudah.
Kembali ke soal blanket guaran-
tee, bagaimana kelanjutannya?
Sejumlah ekonom angkat bicara
soal blanket guarantee karena diang-
gap bisa mencegah penarikan uang
besar-besaran dari perbankan dan
aliran modal luar negeri akan
masuk.
Menjelang akhir Oktober, persoal-
an blanket guarantee terus digulir-
kan banyak pihak di berbagai media,
bahkan disebut-sebut bahwa draf Ke-
pres soal blanket guarantee sudah
disiapkan dalam rapat terbatas di
Cikeas.
Waktu itu saya telepon salah satu
menteri peserta rapat di Cikeas dan
saya minta itu digagalkan karena pa-
ginya akan diumukan.
Sebagai wapres, saya harus me-
nyetujui ketika itu keputusan Presi-
den, tetapi sebagai Ketua Umum
Golkar, saya akan persoalkan itu di
DPR, bila kebijakan blanket guaran-
tee diterbitkan pemerintah.
Apa yang terjadi setelah itu?
[Seiring dengan itu, kasus Century
pun menyeruak, diawali dengan san-
dungan masalah teknis dan tidak di-
ikutsertakannya bank itu dalam
transaksi pertukaran warkat oleh BI
pada 13 November 2008. Ketika itu
Gubernur BI berjanji akan menelu-
suri bagaimana kondisi neraca bank
Century sehingga menyebabkan ga-
gal kliring. (Bisnis, 14 November
2008)].
Saya mengikutinya di media. Ka-
rena saya tidak tahu dan tidak dila-
porkan. Menurut berbagai media ce-
tak seminggu kemudian BI melalui
Lembaga penjamin Simpanan meng-
ambil alih manajemen PT Bank Cen-
tury Tbk dengan melakukan suntik-
an modal sementara.
Atas dasar pertimbangan Bank
Century berpotensi diselamatkan dan
guna menjaga kepercayaan nasabah
terhadap sistem perbankan, pemerin-
tah memutuskan menyerahkan pe-
ngelolaan bank tersebut ke LPS.
Hingga keputusan itu diambil, sa-
ya tidak mendapatkan laporan ten-
tang keputusan untuk menyelamat-
kan Century.
[Dalam buku Solusi JK disebutkan
bahwa Menkeu melaporkan lebih
dahulu ke Presiden SBY di Washing-
ton. Baru pada 21 November 2008
KSSK mengambil keputusan mena-
langi Century dan 23 November LPS
mengeluarkan dana Rp2,7 triliun.]
Bailout itu bentuk lain dari blan-
ket guarantee. Rp6,7 triliun itu dana
yang besar sekali untuk bank sekecil
Century.
Sejak awal saya menolak dana ta-
langan seperti itu, karena kekisruh-
an Bank Century bukan lantaran kri-
sis ekonomi, seperti yang selalu dija-
dikan alasan oleh pihak-pihak
terkait selama ini.
Apa yang Bapak lakukan sete-
lah tahu kasus Century?
Saat kasus ini mulai mencuat, sa-
ya minta Gubernur BI melapor ke
Polri untuk menangkap Robert Tan-
tular [pemegam saham] dan anggota
direksi lainnya. Itu saya katakan ke
Gubernur BI dan Menkeu ketika me-
nemui saya di kantor 25 November.
Namun, BI tidak berani menang-
kap karena katanya tak ada dasar
hukumya. Karena tidak berani, ya
saya ambil alih. Saya langsung ins-
truksikan kapolri untuk menangkap
Robert dalam waktu 3 jam. Saya su-
ruh Siti Fajriah [deputi gubernur BI]
kembali ke BI untuk mencari alamat
Robert.
Itu jelas perampokan. Itulah se-
babnya saya bilang, hati-hati kalau
saya bilang tidak.
Bagaimana Bapak melihat kerja
Pansus Century?
Centurygate ini bila dibuka akan
seperti Buloggate, banyak yang ter-
sangkut, akan banyak nama ber-
munculan. Hingga saat ini saya tidak
mengerti mengapa ketika Indover
mereka berani mematikan bank itu,
dan saat Bank Century mereka lebih
memilih menalangi.
Pewawancara: NENENG HERBAWATI
SOROTAN
Kamis, 17 Desember 2009
Informasi keliru, keputusan salah?
OLEH HERY TRIANTO
“Itu bagaimana hari Wartawan Bisnis Indonesia
Jumat dari minus
3,5 menjadi minus
N
ada bicara Sri Mulyani
35? Dalam waktu 2 meninggi. Ia memotong
hari ada keajaiban pembicaraan Maryono,
apa? Informasi apa Dirut Bank Century
yang baru menjabat 3
yang tiba-tiba kita hari, “mendingan ditun-
tidak tahu?” taskan satu-satu nanti, kalau terlalu
Sri Mulyani, Menkeu. banyak saya jadi mulai pusing,”
‘Kepusingan’ Menkeu mengemuka
pada rapat Komite Stabilitas Sistem Ke-
uangan Senin 24 November 2008, itu
sangat beralasan. Sri Mulyani baru saja
menerima laporan tentang rasio kecu-
kupan modal Bank Century yang men-
dadak minus 35%.
Padahal laporan terakhir pada saat
bank itu diselamatkan –disampaikan
BI pada rapat Kamis-Jumat, 20-21 No-
vember 2008— CAR hanya minus
3,5%. Perubahan drastis ini berpenga-
ruh pada dana yang harus disediakan
dari semula Rp632 miliar jadi Rp2,6
triliun untuk memenuhi syarat CAR
minimal 8% sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia.
Ini belum termasuk kebutuhan likui-
ditas akibat penarikan dana nasabah.
Pada akhirnya, dana yang dikucurkan
Lembaga Penjamin Simpanan melalui
skema penempatan modal sementara,
telah banyak kita tahu, Rp6,7 triliun.
Jelas ini bukan soal sepele. Berkali-
kali Menkeu menyinggung informasi
dari Bank Indonesia yang tak akurat
ini. “Bahwa kesalahan BI membawa
implikasi kepada putusan KSSK yang
salah, ini adalah dilema buat saya.”
Ironisnya, BI yang menjadi informan
— fungsinya sebagai pengawas bank—
beralasan CAR minus 3,5 adalah posisi
31 Oktober 2008 dan belum memper-
hitungkan status macet surat-surat ber-
harga (SSB) maupun kredit-kredit lain
yang dilakukan Minggu, 23 November.
Tentu saja alasan tak bisa diterima,
termasuk oleh Anggito Abimanyu, Ke-
pala Badan Kebijakan Fiskal. Dia
mempertanyakan mengapa perhitung-
Drama Century
Kualitas pengawasan Bank Indonesia terhadap perbankan dipertanyakan dalam penanganan Bank Century
an tidak dilakukan pada rapat 20-21
November, saat keputusan penyela-
matan hendak diambil. Simak dialog
berikut:
Anggito: Saya boleh tanya Bu. Kena-
pa malam itu tidak disampaikan bah-
wa SSB tidak dikatakan macet pada
Kamis malam itu. Kok sekarang jadi
minus 35 itu?
BI: Karena posisinya waktu itu be-
lum jatuh tempo
Sri Mulyani: Iya, Jumat sampai Se-
nin kan belum jatuh tempo juga. Arti-
nya yang ditanya Pak Anggito, waktu
Jumat pagi BI tidak menganggap ma-
cet sekaligus? Padahal sama-sama be-
lum jatuh tempo, kan jatuh tempo sa-
ma-sama 2009. Jumat masih kena, se-
karang jadi macet begitu. Keputusan
Jumat kan Rp632 miliar, jadi Pak Ru-
djito masih confidence untuk mengam-
bil alih. Begitu hari minggu jadi Rp2,6
triliun, mati berdiri deh.
BI: Ini sebenarnya masih asumsi ya
macet itu. Jadi asumsinya berubah kan
minus 3,5 asumsinya masih hidup dan
belum jatuh tempo itu. Kemudian pada
tanggal berikutnya langsung saja
dimacetkan.
Siti Fadjrijah (Deputi Gubernur BI):
Ini sebenarnya ada SSB yang dijamin.
Pada waktu pertama kedua sukses, ta-
pi waktu akhir Oktober dan 3 Novem-
ber itu yang macet.
Surat-surat berharga yang dimaksud
senilai dan harus dilakukan penca-
dangan karena macet adalah US$11
juta dan US$45 juta ditambah US$60
juta yang waktu itu belum jatuh tem-
po. Selain itu, juga baru diketahui
KSSK bahwa ada kredit-kredit lain yang
‘mendadak’dianggap macet sehingga
dana penyelamatan membengkak.
Membaca lengkap transkrip notulen
BISNIS/ANDRY T. KURNIADY
rapat 24 November jelas tersirat se-
buah keraguan atas putusan yang di-
ambil pada rapat sebelumnya. Namun,
semua sudah telanjur, KSSK tidak
mungkin mundur dari keputusan,
kendati terasa benar Sri Mulyani tidak
bisa menutupi kekecewaannya atas in-
formasi yang dipasok BI.
Sudah telanjur
Rapat kedua KSSK itu ibarat menye-
sali nasi telah menjadi bubur. Momen-
tum penyelamatan Century terpenting
tetap pada rapat 3 hari sebelumnya.
Konon, rapat pertama digelar menang-
gapi Surat BI Nomor 10/232/GBI/Raha-
sia pada pagi harinya tentang penetap-
an Bank Century sebagai bank gagal.
Informasi yang tidak akurat, bisa jadi
berhulu pada kelonggaran-kelonggaran
regulasi yang telah dinikmati Bank
Century. Bila menyimak hasil temuan
5
audit investigasi oleh Badan Pemeriksa
Keuangan atas bailout Bank Century
maka analisis di atas akan terbukti.
BPK menyimpulkan BI tidak bertin-
dak tegas terhadap pelanggaran-pelang-
garan yang dilakukan Bank Century
dari 2005 hingga 2008. Salah satu yang
menonjol adalah, penetapan status
pengawasan intensif dari seharusnya
pengawasan khusus. Ini terjadi pada 28
Februari 2005, saat BI mengetahui CAR
Bank Century minus 132,5%.
Anjloknya rasio kecukupan modal
ini oleh sebab yang sama seperti saat-
saat menjelang Bank Century disela-
matnya, yakni surat-surat berharga
berkualitas rendah senilai US$203 juta.
Karena pemegang saham berani meng-
garansi melalui Asset management
Agreement, bank sentral akhirnya
menganggap persoalan bisa diatasi.
Buah kelonggaran ini ternyata ber-
implikasi luas belakangan. Bahkan
menjelang saat-saat terakhir Bank
Century diselamatkan upaya-upaya se-
rupa masih terjadi seperti melalui
pemberiaan fasilitas pendanaan jangan
pendek. Untuk itu, BI sampai berani
mengubah aturan yang telah dibuat-
nya sendiri.
Tentu saja bila melihat kualitas
pengawasan BI terhadap bank demi-
kian rapuhnya, tentu layak bila publik
bertanya bagaimana dengan bank-
bank lainnya? Namun, bisa juga di se-
derhanakan, mengapa Bank Century
menjadi begitu istemewa kendati ukur-
annya hanya 0,72% dari aset seluruh
industri perbankan.
Kita memang tidak bisa berandai-
andai dalam hitung mundur. Ini kare-
na selain waktu tidak bisa digeser, ju-
ga akan menghabisnya waktu sia-sia.
Namun, sampai kini pun tidak ter-
dengar langkah apa yang telah dilaku-
kan BI terhadap pengawas-pengawas
bank maupun para pejabatnya yang
menjadi pemasok informasi mengenai
Bank Century dalam rapat KSSK. Ini
jelas yang bikin geram. (hery.trianto@
bisnis.co.id)
 5
SOROTAN
6
Drama Century Kamis, 17 Desember 2009

Mereka-reka muara Pansus Century

OLEH TOMY SASANGKA yang sejauh ini tidak pernah diung-
Wartawan Bisnis Indonesia kapnya? Juga kemungkinan Wapres
Boediono memberikan testimoni
Tekanan opini yang diproduksi dan direproduksi oleh yang mengejutkan? Yang pasti, Sri
para aktivis LSM, mahasiswa, pengamat, sejumlah Mulyani dan Boediono adalah dua
sosok yang dianggap berperan pen-
politisi dan ‘petualang’ politik melalui media massa— ting dalam drama penyelamatan
juga situs jejaring sosial di dunia maya seperti face- Bank Century, yang akhirnya menyi-
book—telah memaksa stakeholders kekuasaan di sakan pro kontra, dan yang tak kalah
Tanah Air untuk menyetujui suatu mekanisme par- penting: prasangka terjadinya
penyelewengan dan segala bentuk
lementer terkait dengan dugaan skandal Bank moral hazard lainnya.
Century. Di aras wacana publik, Sri Mulyani
dan Boediono telanjur menjadi ‘ter-

M
ekanisme itu
adalah angket:
yaitu hak DPR
untuk menyelidiki
suatu kebijakan
eksekutif atau pe-
merintah yang diduga melanggar per-
aturan perundangan. Angket adalah
fungsi kontrol parlemen yang paling
‘keras’ dan bisa berujung pada
pemakzulan atau impeachment ter-
hadap presiden-wapres apabila dite-
mukan pelanggaran serius. Itulah
yang terjadi ketika Presiden
Abdurrahman Wahid pada 2001
dimakzulkan MPR terkait dengan
skandal Bulog.
Sejak para inisiator hak angket me-
nyuarakan urgensi penggunaan me-
kanisme tersebut sehubungan meru-
yaknya skandal Bank Century, arus
dukungan begitu kuat. Para aktivis
LSM antikorupsi, juga sejumlah ele-
men mahasiswa, dengan sigap mem-
berikan support kepada para inisiator
angket lintas fraksi yang kemudian
dikenal sebagai Tim Sembilan terse-
but.
Dan ketika situasi menghendaki
agar usul penggunaan angket untuk
kasus Bank Century ini sudah demi-
kian matang, Fraksi Partai Demokrat
DPR yang sebelumnya wait and see,
akhirnya memberikan dukungan pe-
nuh.
Sejak awal, para legislator Partai
Demokrat memang cenderung pasif
terkait ‘gerakan’ untuk mengangket-
kan kasus Century. Yang paling
‘galak’ adalah legislator dari Fraksi
PDI Perjuangan, juga politisi dari
Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi
Partai Hanura. Ini bisa dimaklumi,
karena induk partai ketiga fraksi
tersebut berada di luar pemerintahan,
alias tidak masuk dalam koalisi besar
parpol pendukung pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono-
Boediono.
Yang menarik adalah fraksi-fraksi
pendukung koalisi pemerintah—
seperti PKS, PAN, PPP, PKB dan juga
Golkar—yang akhirnya turut men-
dukung penggunaan angket. Bahkan
mereka turut menjadi unsur Tim
Sembilan, yang menjadi inisiator
Idrus Marham (tengah) terpilih menjadi Ketua Pansus Angket Bank Century
pengajuan angket Bank Century.
Alhasil, bola politik terus mengge-
linding keras. Akhirnya, penggunaan
angket disetujui.
Kompromi dimulai
Berikutnya, kompromi pun dimu-
lai. Kendati Demokrat adalah pemilik
kursi terbanyak dibandingkan
dengan fraksi lainnya, berbagai
manuver berusaha menekan agar
bukan legislator dari fraksi pen-
dukung utama pemerintah ini yang
menjadi ketua Panitia Khusus Angket
Bank Century—posisi yang secara
politis dianggap strategis untuk men-
garahkan ke mana angket tersebut
akan bermuara.
Namun, legislator PDIP pun secara
matematis dan politis hampir sulit
menjadi ketua Pansus Century. Bu-
kan apa-apa. Partai yang belakangan
mengaku menjadi ‘mitra kritis’
pemerintah ini minim dukungan.
Akhirnya, lagi-lagi legislator Golkar
lah yang terpilih. Entah karena keli-
haian Golkar ‘bermain’ atau memang
posisinya yang selalu mencoba mem-
oderasi, faktanya Idrus Marham yang
akhirnya memimpin Pansus Century.
Dalam voting, Sekjen Golkar itu
menang telak. Ruhut Sitompul, poli-
tisi Demokrat, mengungkapkan
nama Idrus memang telah menjadi
kesepakatan partai-partai pendukung
koalisi pemerintah.
Tak urung munculnya nama Idrus
juga memicu pro kontra. Fakta bahwa
ketika Idrus menikah yang menjadi
saksi adalah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono membuat sosok tersebut
dianggap tak akan bisa bersikap
objektif dan kritis. Namun, Idrus
menepis kemungkinan itu. Dia beru-
paya meyakinkan khalayak bahwa
keberadaannya bukan untuk
menggembosi angket.
Siapa tahu out of parlia-
mentary settlement men-
jadi modus yang dianggap
win-win solution...
Sebagai Ketua Pansus, Idrus didam-
pingi tiga Wakil Ketua, yaitu Gayus
Lumbuun (FPDIP), Mahfudz Siddiq
(FPKS), dan Yahya Sacawiria (Fraksi
Partai Demokrat). Pansus Century
beranggotakan 30 orang, yang diam-
bil secara proporsional dari sembilan
fraksi. Mereka akan bekerja selama
60 hari, dan dapat diperpanjang 60
hari lagi apabila diperlukan.
Pansus Century dipastikan me-
manggil puluhan orang yang dinilai
terkait dengan kasus bank yang seba-
gian sahamnya pernah dimiliki
Robert Tantular tersebut. Nama-nama
seperti mantan Gubernur Bank
Indonesia (BI) Boediono (kini Wakil
Presiden), Menkeu Sri Mulyani
BISNIS/RAHMATULLAH
Indrawati, Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Hadi Purnomo, dan
mantan Sekretaris Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) Raden
Pardede dipastikan dipanggil untuk
dimintai keterangan dalam rapat-
rapat Pansus yang dijanjikan bersifat
terbuka itu.
Mantan Wapres Jusuf Kalla pun
menyatakan kesiapannya untuk hadir
jika dipanggil oleh Pansus Century.
Dalam sejumlah kesempatan, sejak
awal Kalla menengarai ada yang
tidak beres dalam kaitan penyela-
matan Bank Century melalui bailout
atau pemberian dana talangan hingga
Rp6,7 triliun. Katanya, yang terjadi
dengan Century adalah perampokan!
Tentu saja testimoni Kalla, yang
juga mantan Ketua Umum Partai
Golkar, sangat ditunggu banyak
pihak. Pasalnya, sejauh ini Kalla
belum membeberkan secara mende-
tail pengetahuannya tentang peram-
pokan di Century.
Apakah perampokan itu sekadar
untuk memaknai apa yang dilakukan
Robert Tantular? Atau jangan-jangan
ada serial perampokan lain, di luar
yang dilakukan Robert Tantular dkk,
termasuk dua pemegang saham
berkewarganegaraan asing yang diu-
payakan akan disidangkan secara in
absentia? Dengan kata lain, adakah
perampokan pasca-bailout?
Atau, siapa tahu tiba-tiba Menkeu
Sri Mulyani membeberkan fakta baru
dakwa’, dan seolah teramat sulit bagi
keduanya untuk sekadar berkelit.
Bagi yang sudah termakan prasang-
ka, segala upaya Sri Mulyani dan
Boediono memberi penjelasan atau
klarifikasi dianggap sebentuk apolo-
gia, atau bahkan upaya lari dari tang-
gung jawab. Pendek kata, Sri
Mulyani dan Boediono telah masuk
dalam perangkap stigmatisasi.
Bola liar
Terus ke arah mana Pansus
Century bakal bermuara? Yang pasti,
apabila Pansus gagal menguak
adanya praktik penyelewengan sis-
tematis terkait dengan penyelamatan
dan bailout Bank Century, juga aliran
dana pasca-bailout, hampir dipasti-
kan Pansus mengalami antiklimaks.
Apalagi kalau, misalnya, yang dite-
mukan hanya sekelas persoalan ‘keti-
dakberesan administratif’ atau seka-
dar perbedaan persepsi dan asumsi
dalam pengambilan kebijakan terkait
‘bank gagal berdampak sistemik’,
maka Pansus boleh dibilang meng-
alami semacam antiklimaks.
Betapa tidak? Spekulasi liar yang
berkembang selama ini menyebutkan
seolah ada permufakatan jahat di
balik policy penyelamatan dan
bailout Bank Century yang di
ujungnya untuk pendanaan politik
kelompok tertentu dan kantong free
rider lainnya.
Apabila ekspektasi liar ini tidak
berhasil dikonfirmasi oleh hasil kerja
Pansus, justru kredibilitas parlemen
yang akan kembali dipersoalkan kha-
layak.
Atau, akankah ada deal-deal politik
baru alias dagang sapi yang membu-
at semua pihak bergembira? Jadi,
Pansus memang akan jalan terus,
tetapi ending cerita jangan terlalu
dramatis, meski mungkin tetap dibu-
tuhkan ‘tumbal’ untuk memberi
impresi bahwa kerja Pansus bukan
main-main.
Siapa tahu out of parliamentary
settlement menjadi modus yang
dianggap win-win solution, terutama
bagi para pemangku kekuasaan koa-
lisi pendukung pemerintah? Kita lihat
saja nanti... (tomy.sasangka@bisnis.co.id)

Menanti BC menguak BC
OLEH ANUGERAH PERKASA titik nadir setelah kasus Anggodo tahui ke mana uang itu menyebar pulan di sana. Yang diteliti apa-
& SUTAN ERIES ADLIN Widjaja, yang masih tersisa un- di area perbankan. Namun, jelas kah yang mengambil kebijakan
Wartawan Bisnis Indonesia
tuk dipercaya. tidak mudah untuk mengetahui itu kemudian ada unsur kerugian
DPR memang sudah memiliki secara utuh aliran dana talangan negara,” ujar Johan.
ak ada makan siang agenda sendiri untuk menyelesai- Bank Century itu. Simak saja per- KPK secara internal memang

T yang gratis. Pemeo itu

pantas dilekatkan kepa-
da dua orang Wakil Ke-
tua Komisi Pemberantasan Korup-
si (KPK) Bibit S. Rianto dan
Chandra M. Hamzah.
Tanpa mengecilkan arti para
penasihat hukum dan orang-
orang di sekitar keduanya, du-
kungan yang luar biasa dari ber-
bagai elemen masyarakat akhir-
nya mampu memaksa Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
memberi ‘titah’ kepada kepolisian
dan kejaksaan untuk menghenti-
kan kasus Bibit dan Chandra (se-
ring disingkat BC).
Kini, setelah BC aktif lagi, rasa-
nya pantas kalau masyarakat me-
nagih janji. Keduanya harus men-
jadi orang terdepan dalam pem-
berantasan korupsi di negeri ini.
Dan, adalah skandal Bank Cen-
tury (kebetulan juga sering di-
singkat BC ) yang paling pantas
diprioritaskan oleh BC untuk se-
gera dibongkar.
Kasus Bank Century dianggap
sebagai skandal besar di industri
keuangan. Pemerintah mengge-
lontorkan uang Rp6,7 triliun da-
lam empat tahap. Alasannya, un-
tuk menyelamatkan industri per-
bankan nasional. Namun, aliran
dana itu dituding menyebabkan
kerugian negara.
Hingga kini, para penerima
uang talangan itu pun tak pernah
terbongkar. Audit investigatif Ba-
dan Pemeriksa Keuangan (BPK)
tak sanggup menjelaskannya. Pa-
dahal bukti dari tuduhan korupsi
sepertinya makin lengkap.
KPK memang seperti menjadi
satu-satunya institusi, setelah ke-
percayaan masyarakat kepada ke-
jaksaan dan kepolisian mencapai
kan kasus Bank Century lewat
pembentukan panitia khusus hak
angket. Namun, penyelesaian se-
cara politis pastilah akan lebih
mengemuka di sana. Itu bisa jadi
artinya asal everybody happy, de-
ngan kata lain tidak ada akan di-
persalahkan atas skandal Bank
Century
Masih panjang
Perjalanan KPK untuk mem-
bongkar skandal Bank Century
masih panjang. Boleh jadi jalan
yang harus dilalui terjal dan
berliku. Sementara itu, di sisi
lain, harapan begitu besar kepada
komisi ini.
Hal itu tergambar ketika Teten
Masduki, Sekretaris Jenderal Trans-
parency International Indonesia,
bersama para aktivis antikorupsi
menyambangi KPK dan mendesak
penanganan skandal itu.
“Saya akan pelajari dulu audit
BPK,” ujar Chandra.
“Sudah dibentuk tim untuk
mendalami soal Bank Century,”
kata Bibit menimpali.
KPK tidak bisa bekerja sendiri-
an untuk mengungkap apa yang
terjadi di belakang kebijakan
bailout Bank Century yang akhir-
nya menyeret dua nama petinggi
negeri ini, Wapres Boediono dan
Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
“Kami sudah bertemu dengan
BPK dan PPATK untuk berkoordi-
nasi,” begitu kata Bibit.
Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) me-
mang menjadi bagian penting
pengungkapan skandal Bank Cen-
tury terutama terkait dengan ke
mana saja aliran dana mengalir.
Sesuai dengan ketentuan,
PPATK berwenang untuk menge-
nyataan Ketua PPATK.
“Harapannya begitu besar se-
hingga PPATK seakan-akan seper-
ti Doraemon yang punya kantong
ajaib dan baling-baling bambu,”
ujar Ketua PPATK Yunus Husein.
Meski sulit, masyarakat boleh
tetap berharap KPK, yang kini di-
gawangi oleh BC, Haryono Umar
dan M. Yasin (keduanya wakil
pimpinan KPK) plus sang koman-
dan Tumpak H. Panggabean,
mampu mengendus praktik cu-
rang terkait dengan skandal Bank
Century.
Paling tidak seperti yang diung-
kap oleh juru bicara KPK Johan
Budi bahwa komisi telah mengin-
dikasikan tiga tindak pidana da-
lam kasus bailout: korupsi, pen-
cucian uang, dan kejahatan per-
bankan.
Cuma, menarik untuk menyi-
mak pernyataan Haryono Umar,
bahwa KPK belum menemukan
adanya tindak pidana korupsi da-
lam kasus Bank Century jika di-
dasarkan pada hasil temuan da-
lam audit BPK. Hal itu tentu bisa
diartikan bahwa KPK harus be-
kerja ekstrakeras.
“Ada sembilan temuan dari ha-
sil BPK. Tidak semua berkaitan
dangan tindak pidana korupsi.
Sebagian berkaitan dengan tindak
pidana perbankan,” kata Har-
yono.
Untung saja, KPK lewat Juru
Bicara-nya, Johan Budi, lebih
mengelaborasi pernyataan Har-
yono tersebut.
“Belum, bukan berarti tidak
ada indikasi tindak pidana, se-
mua ini masih didalami. Kami
masih belum sampai bahwa
pengambil kebijakan tidak dike-
nai pidana. Belum sampai kesim-
sudah melakukan ekspos perkara
terkait dengan kasus dugaan ko-
rupsi yang melibatkan Bank Cen-
tury. Namun, pejabat lembaga itu
belum bisa memberikan kete-
rangan detail tentang hal itu.
KPK memang harus bekerja
ekstra keras dan bergandengan
tangan dengan BPK, Bank Indo-
nesia (BI), Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), dan PPATK.
Melihat apa yang terjadi beberapa
waktu belakangan ini, meski
amat membutuhkan pasokan
data, tentu KPK tidak boleh ter-
lalu bergantung kepada keempat
institusi tersebut.
Selain harus pandai-pandai
bermain dengan data dan fakta,
KPK sepertinya mesti lincah meniti
buih di tengah pusaran politik
yang tengah terjadi sekarang ini.
Tidak bisa mungkiri, skandal Bank
Century melibat elite dan partai
politik berkuasa di negeri ini.
Untungnya, KPK sudah punya
modal awal yang kuat yaitu du-
kungan langsung dari masyara-
kat—kasus Bibit dan Chandra ada-
lah buktinya. Bahkan, kejadian
tersebut mungkin yang pertama
kalinya dalam sejarah Indonesia
penegakan hukum di Indonesia.
Jadi, kita tunggu saja, bagai-
mana KPK bisa menjadi ‘bintang’
seperti ketika kasus Bibit dan
Chandra mampu membuat ri-
buan orang di dunia nyata dan
ratusan ribu orang di dunia maya
lewat facebook secara lugas men-
dukung mereka.
Dan hasilnya, seperti kita keta-
hui, Presiden, petinggi kepolisian,
dan kejaksaan harus menuruti
kemauan people power ketika itu.
(anugerah.perkasa @bisnis.co,id/eries.
adlin@bisnis.co.id)