Bentuk lahan (landform) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan masing-masing dari setiap satu kenampakan dari kenampakan secaramenyeluruh dan sinambung (multitudineous features) yang secara bersama-sama membentuk permukaan bumi. Hal ini mencakup semua kenampakan yang luas,seperti dataran, plato, gunung dan kenampakan- kenampakan kecil seperti bukit,lembah, ngarai, arroyo, lereng, dan kipas aluvial (Desaunettes,1977). Wiradisastra et al. (1999) menambahkan bahwa bentuk lahan merupakankonfigurasi permukaan lahan (land surface) yang mempunyai bentuk-bentuk khusus. Suatu bentuk lahan akan dicirikan oleh struktur atau batuannya, proses pembentukannya, dan mempunyai kesan topografi spesifik.
FAKTOR DAN PROSES PEMBENTUKAN BENTUK LAHAN Menurut Wiradisastra et al. (1999) bentuk - bentuk lahan yang ada dimuka bumi terjadi melalui proses geomorfik yaitu semua perubahan, baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk permukaan bumi. Faktor penyebabnya berupa tenaga geomorfik yaitu semua media alami yang mampu memantapkan dan mengangkut bahan di permukaan bumi. Tenaga tersebut antara lain berupa air mengalir, air tanah, gletser, angin, dan gerakan air lainnya (gelombang laut, pasang surut dan tsunami). Menurut Thornbury (1969) secara garis besar proses geomorfik yang membentuk rupa bumi terdiri dari proses eksogenetik (epigenetik ), endogenetik (hipogenetik ), dan ekstraterestrial. Proses eksogenetik terjadi melalui proses gradasi dan aktivitas organisme termasuk manusia. Proses gradasi dapat berupa degradasi yang dapat terjadi melalui proses hancuran iklim (weathering processes), gerakan massa (mass wasting), dan erosi. Proses gradasi dapat pula terjadi melalui agradasi yang penyebabnya berupa air mengalir, air tanah,gelombang air (laut atau danau), arus pasang surut, tsunami, gerakan angin dan gletser. Proses endogenetik terjadi melalui diastrofisme dan volkanisme, sedangkan proses ekstraterestrial terjadi melalui jatuhnya meteor. Proses hancuran iklim dan erosi yang terjadi pada batuan memberikan pengaruh yang berbeda - beda terhadap bentuk lahan, yang disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu: kondisi iklim, jenis penyusun batuan, dan lamanya proses pembentukan lahan tersebut (Desaunettes, 1975) dari proses denudasi. Bentuk lahan yang terbentuk langsung dari aktivitas volkanik dan tektonik adalah bentuk lahan awal. Pembentukan bentuk lahan dari proses dan pelaku denudasi termasuk ke dalam bentuk lahan sekuensial, yang berarti mereka adalah terbentuk pada beberapa tahapan setelah bentuk lahan awal terbentuk dan hancuran - hancuran dari kerak bumi muncul pada posisi- posisi tertentu. Pengelompokan bentuk-bentuk lahan utama diuraikan berikut ini (Wiradisastra et al., 2002).
Bentuk Lahan Volkanik Bentuk lahan yang terbentuk dari aktivitas volkanik adalah hasil dari dua tenaga yang berlawanan, yaitu konstruktif dan destruktif. Tenaga konstruktif menyebabkan deposisi dari lava dan muntahan lahan piroklastik. Tenaga destruktif adalah hasil proses alami dari erosi (seperti angin, air, dan pergerakan massa), atau aktifitas ledakan volkan itu sendiri. Bentuk lahan volkanik ditentukan oleh proses geologi yang membentuknya dan terus berpengaruh terhadapnya setelah terbentuk. Lalu bentuk lahan volkanik yang terbentuk akan terbagi ke sifat-sifat material yang membentuknya, yang tergantung aktifitas volkan tersebut sejak masa lampau. Volkan terbentuk dari akumulasi produksi lava, bomb (aliran abu yang mengeras),dan tepra(abu terbang dan debu).
Bentuk Lahan Struktural Bentuk lahan struktural adalah bagian dari permukaan bumi yang mempunyai morfologi tertentu yang dihasilkan oleh pergerakan diastrofik (diastrophic movements). Pergerakan berasal dari proses-proses endogen (endogenic processes) dan mencakup gerakan-gerakan tektonik, magmatik,isostatik dan eustatik. Dari keempat macam gerakan tersebut, gerakan-gerakan tektonik dan magmatik merupakan bagian dari diastrofisme yang paling jelas dalam menyumbang pembentukan struktur kulit permukaan bumi. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh proses-proses tektonik dan magmatik meliputi struktur-struktur horisontal, homoklinal, kubah, lipatan, dan patahan.
Bentuk Lahan Fluvial dan Gerakan Massa Pembentukan bentuk lahan yang terbentuk dari pergerakan air dijelaskan sebagai bentuk lahan fluvial, untuk membedakan bentuk lahan yang terbentuk karena pergerakan air dari bentuk lahan yang terbentuk dari pelaku fluvial lainnya (es glasial, angin, gelombang). Proses fluvial menyebabkan aktivitas geologi seperti erosi, transportasi dan deposisi. Sebenarnya ada dua bagian besar dari bentuk lahan fluvial yaitu bentuk lahan erosional dan bentuk lahan deposisional. Semua bentuk lahan yang terbentuk karena terjadinya perpindahan progresif dari massa batuan induk adalah bentuk lahan erosional. Bagian-bagian tanah, regolit,dan batuan induk yang dipindahkan oleh pergerakan air kemudian terdeposisi ditempat lain dinamakan bentuk lahan deposisional. Proses fluvial selain merusak dalam bentuk erosi, juga memindahkan melalui proses transportasi dan menghasilkan bentuk sisa yang berbeda dari asalnya dan bentuk baru hasil deposisi ditempat baru (deposisi) dalam bentukandeposisional. Efek jangka panjangnya terjadi pada pengurangan ketinggian pada bagian bukit berlereng, dan efek menimbun di bagian lembah menuju bumi yanglebih rata.
Bentuk Lahan Karst Pada daerah tertentu pelarutan merupakan suatu proses dominan pada perkembangan bentuk lahan yang berakhir pada pembentukan bentuk lahan yang unik yang disebut karst. Kata karst merupakan istilah umum yang berlaku baik pada batuan kapur maupun dolomit yang memiliki topografi khas, dan dipengaruhi oleh pelarutan batuan dibawah permukaan tanah dan penyebaran air tanah menjadi aliran sungai bawah tanah. Sebagian besar area karst adalah daerah yang permukaannya tertutup oleh batu gamping walaupun di beberapa tempat tertutup oleh dolomit dan limestone dolomit.
Bentuk Lahan Pantai Adalah zona pertemuan antara daratan dan lautan dimana proses perkembangan bentang lahannya pada zona ini sangat dinamis. Hal ini dikarenakan proses - proses geomorfik dari daratan dan lautan bergabung didalamnya. Kekuatan-kekuatan angin, gelombang, arus sepanjang pantai, arus pasang surut serta suplai sedimen dari daratan melalui muara sungai bergabung menghasilkan bentang-bentang lahan pantai dengan tingkat perkembangan dan perubahan yang relatif cepat. Perkembangan dan perubahan dapat berubah denganpenambahan daratan melalui proses deposisi maupun pengurangan daratan (abration) melalui proses erosi pantai.
DAFTAR PUSTAKA Desaunettes, J. R. 1977. Catalogue of Landform for Indonesia. Example of Physiographic Approach to Land Evaluation for Agricultural Development. Prepared for The Land Capability Appraisal Project at The Soil Research Inst., Bogor-Indonesia
Thornbury, W. D. 1969. Principles of Geomorphology 2 nd ed. Department of Geology. Indiana University. United States of America.
Wiradisastra, U. S., B. Tjahjono, K. Gandasasmita, B. Barus, dan Khursatul Munibah.1999. Geomorfologi dan Analisis Lansekap. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LANGKAH PEMETAAN GEOMORFOLOGI Tahap interpretasi peta topografi dan foto udara dilakukan di studio pemetaan dengan kegiatan yang dilakukan antara lain : 1. Batasi puncak - puncak punggungan yang bertindak sebagai batas pemisah aliran (water devided area) 2. Gambar pola aliran pada peta topografi dan / atau foto udara, pada setiap lekukan garis kontur atau lekukan lembah pada foto udara. 3. Batasi pola aliran pada suatu perbukitan / punggungan mulai dari puncak punggungan yang bertindak sebagai batas pemisah aliran sampai ke titik akhir pengaliran. Bandingkan dengan pola aliran yang telah dibakukan seperti pada gambar 7 dan 8 4. Nyatakan aspek geologi yang berkembang berdasarkan pola aliran tersebut. 5. Aspek geologi yang tercermin melalui pola aliran merupakan unsur genetikan suatu bentuklahan. 6. Klasifikasikan bentuklahan secara morfografi (perbukitan atau pedataran) yang tampak pada peta topografi dengan ciri perbedaan garis kontur dan kondisi pola aliran yang menyatakan aspek genetika, sehingga dapat ditentukan nama satuan geomorfologi. 7. Perhatikan kerapatan kontur, karena kerapatan kontur akan mencerminkan kecuraman lereng, sehingga memiliki arti bahwa lereng yang curam dan menerus dapat diperkirakan sebagai sesar yang berkembang di daerah tersebut, sedangkan perbedaan kerapatan kontur lainnya dapat digunakan untuk membedakan jenis batuan. 8. Perhatikan kerapatan pola aliran, karena kerpatan pola aliran akan mencerminkan janis batuan yang tahan terhadap erosi atau mudah tererosi., sehingga dapat disimpulkan bahwa batuan yang mudah tererosi merupakan jnis batuan yang lunak, sedangkan batuan yang tahan terhadap erosi merupakan jenis batuan yang keras. 9. Jika telah dibuat klasifikasi dengan dukungan unsur - unsur geomorfologi, maka kelas lahan yang memiliki kesamaan dijadikan satuan geomorfologi.