Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Tanaman Pepaya
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya ( Carica papaya )
diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Plantae ( tumbuh-tumbuhan )
Divisio : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
Subdivisio : Angiospermae ( berbiji tertutup )
Class : Dicotyledonae ( biji berkeping dua )
Ordo : Caricales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Species : Carica papaya L.

Pepaya ( Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
tropis. Buah pepaya tergolong buah yang popular dan digemari oleh hampir seluruh
penduduk penghuni bumi ini. Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung
getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim
proteolitik yang disebut papain ( Moehd, 1999 ).
Hampir semua bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan, mulai dari daun,
batang, akar, maupun buah. Getah pepaya yang paling banyak terkandung didalam
buah pepaya jenis pepaya Bangkok. Getah pepaya yang sering disebut sebagai papain
dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain : penjernih bir,
pengempuk daging, bahan baku industri penyamak kulit, serta digunakan dalam
industri farmasi dan kosmetika (kecantikan). Papain merupakan enzim proteolitik,
yaitu enzim yang dapat mengurai dan memecah protein ( Warisno, 2003 ).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Enzim
Kata enzim diperkenalkan oleh Kuhne pada tahun 1878 untuk suatu zat yang bekerja
pada suatu substrat. Kata enzim berasal dari bahasa Yunani yang berarti di dalam sel.
Kuhne menjelaskan bahwa enzim bukan suatu sel tetapi terdapat di dalam sel. Definisi
yang dikemukakan adalah enzim merupakan protein yang mempunyai daya katalitik
karena aktivitas spesifiknya ( Dixon, 1979 ). Enzim secara biokimia merupakan suatu
kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses aktivitas biologis.
Tugasnya sebagai katalisator di dalam sel dan bersifat khas. Kerja enzim umumnya
mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi ( Lehninger, 1993 ).
Klasifikasi enzim didasarkan pada jenis reaksi yang dikatalisisnya, seperti
direkomendasikan oleh Commision on Enzyme of the International Union of
Biochemistry ( CEIUB ). Menurut sistem ini, enzim dibagi lagi menjadi beberapa sub
golongan. Penamaan enzim diawali dengan nama substrat, diikuti oleh macam reaksi
yang dikatalisis dan akhiran ase ( Muchtadi et al., 1992 ). Adapun keenam golongan
enzim tersebut dan reaksi yang dikatalisisnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Penggolongan enzim secara internasional berdasarkan reaksi yang
dikatalisisnya
No Kelas Utama Jenis reaksi yang dikatalisis
1 Oksidoreduktase Pemindahan electron
2 Transferase Reaksi pemindahan gugus fungsional
3 Hidrolase Reaksi hidrolisis (pemindahan gugus fungsional ke air)
4 Liase Penambahan gugus ke ikatan ganda atau sebaliknya
5 Isomerase Pemindahan gugus di dalam molekul menghasilkan isomer
6 Ligase Pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O dan C-N oleh reaksi
kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP
Sumber : Lehninger ( 1993 )

2.3.. Enzim Papain
Papain adalah suatu zat ( enzim ) yang dapat diperoleh dari getah tanaman pepaya dan
buah pepaya muda. Getah pepaya tersebut terdapat hampir di semua bagian tanaman
pepaya, kecuali bagian akar dan biji. Kandungan papain paling banyak terdapat dalam
buah pepaya yang masih muda. Getah pepaya ( papain ) cukup banyak mengandung
Universitas Sumatera Utara
enzim yang bersifat proteolitik ( pengurai protein ). Sehingga tepung getah pepaya
kering ( papain ) banyak digunakan oleh para pengusaha industri maupun ibu-ibu
rumah tangga untuk mengolah berbagai macam produk ( Warisno, 2003 ).
Papain merupakan enzim proteolitik hasil isolasi dari penyadapan getah buah
pepaya (Carica papaya L.). Getah pepaya mengandung sebanyak 10% papain, 45%
kimopapain dan lisozim sebesar 20% (Winarno, 1995).
Berdasarkan sifat-sifat kimianya, papain digolongkan sebagai protease
sulfhidril (Muchtadi et al., 1992). Papain tersusun atas 212 residu asam amino dengan
sistein-25 tempat gugus aktif thiol (-SH) essensial, yang membentuk sebuah rantai
peptida tunggal dengan bobot molekul 21.000 - 23.000 g/mol. Rantai ikatan tersebut
tersusun atas arginin, lisin, leusin, dan glisin (Harrison et al., 1997). Sisi aktif yang
terdapat di dalam molekul papain terdiri atas gugus histidin dan sistein yang selama
katalisis berlangsung, sisi aktif tersebut berfungsi sebagai ion zwitter (Wong, 1989
diacu dalam Budiman, 2003).
Papain mengandung 212 asam amino dalam suatu rantai polipeptida dan
berikatan silang dengan tiga jembatan disulfida (Kalk, 1975). Berbagai jenis asam
amino ikut menyusun struktur protein papain kecuali metionin. Tidak terdapatnya
metionin dalam rantai polipeptida diduga karena komponen sulfur sebagian besar
berada dalam bentuk asam amino sistein (Glazer, 1971 diacu dalam Muchtadi et al.,
1992). Papain memiliki 6 gugus sulfhidril, tetapi hanya dua gugus sulfhidril yang
aktif. Gugus suflhidril ini mengandung unsur sulfur sekitar 1,2%.
Berdasarkan klasifikasi the international union of biochemistry, papain
termasuk enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat dengan
pertolongan molekul air. Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisis yang
berlangsung pada sisi-sisi aktif papain. Pemisahan gugus-gugus amida yang terdapat
di dalam protein tersebut berlangsung melalui pemutusan ikatan peptida (Wong, 1989
diacu dalam Budiman, 2003). Enzim ini mempunyai aktivitas katalitik sebagai
proteinase dan sanggup menghidrolisis peptida. Berdasarkan sifat-sifat kimia dari
lokasi aktif, papain termasuk protease sulfhidril, karena bagian aktif papain adalah
gugus SH (Reed, 1975).
Aktivitas enzim papain cukup spesifik karena papain hanya dapat
mengkatalisis proses hidrolisis dengan baik pada kondisi pH serta suhu dalam kisaran
waktu tertentu. Papain mempunyai pH optimum 7,2 pada substrat BAEE (benzoil
Universitas Sumatera Utara
arginil etil ester), pH 6,5 pada substrat kasein, pH 7,0 pada albumin dan pH 5,0 pada
gelatin (Muchtadi et al., 1992). Suhu optimal papain sendiri adalah 50-60
o
Selain pepaya dikenal beberapa jenis tanaman lain yang menghasilkan enzim
protease. Komposisi dan daya aktif masing-masing enzim tersebut akan berbeda.
Berikut ini beberapa jenis tanaman penghasil enzim protease berikut nama enzimnya,
C. Papain
relatif tahan terhadap suhu, bila dibandingkan dengan enzim proteolitik lainnya seperti
bromelin dan lisin (Winarno, 1995).
1. Tanaman nenas menghasilkan enzim bromelain
2. Tanaman cemara atau ficus menghasilkan enzim ficin
3. Tanaman Bromelia penguin menghasilkan enzim penguinain
4. Tanaman Asclepia menghasilkan enzim asclapain
Sebagai enzim proteolitik, papain memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak
digunakan dalam industri besar. Meskipun telah diketahui ada beberapa enzim
protease yang dihasilkan dari tanaman lain, ternyata papain merupakan enzim yang
paling banyak dan paling sering digunakan. Oleh karenanya, potensi pasar papain
dalam perdagangan dunia masih cukup besar ( Moehd, 1999 ).
Enzim papain dari getah pepaya dapat disadap dari buahnya yang berumur 2,5-
3 bulan dimana dapat digunakan untuk pengempukan daging disamping sebagai
penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit,
industri farmasi dan alat-alat kecantikan ( kosmetik ). Enzim papain memiliki daya
tahan terhadap panas. Suhu optimumnya berkisar 60-70
o
C. Aktivitasnya berkurang
sekitar 20% pada pemanasan 70
o

C selama 30 menit pada pH 7. Papain menghidrolisis
serabut otot dan elastin lebih baik dari kolagen. Papain cocok dipergunakan sebagai
pengempukan daging karena aktif pada keadaan pH daging
(http://muhines.blogspot.com).
2.3.1. Jenis-jenis Enzim Papain
Dalam dunia perdagangan, dikenal dua macam papain, yaitu papain kasar ( crude
papain ) dan papain murni ( crystal papain ). Papain kasar ( crude papain ) adalah
getah pepaya yang telah dikeringkan, kemudian dihaluskan hingga menjadi
benrbentuk tepung. Metode-metode yang dapat digunakan dalam isolasi crude enzim
papain ada tiga cara, yaitu Cara Peckolt, Cara Walt dan Cara Balls dan Lineweaver.
Dan diantara ketiga metode isolasi crude enzim papain tersebut, metode yang paling
Universitas Sumatera Utara
baik adalah cara Balls dan Lineweaver. Dan persen rendemennya selanjutnya dapat
ditentukan. Papain murni ( crystal papain ) adalah hasil pemisahan dan pemurnian
papain kasar menjadi empat macam protein proteolitik, yaitu papain, chimopapain A,
chimopapain B, dan papaya peptidase ( Warisno, 2003 ).
Oleh karena sifat chimopapain A dan chimopapain B sifatnya agak mirip,
maka keduanya dapat disebut sebagai chimopapain saja. Keempat jenis enzim
proteolitik tersebut biasanya disebut papain saja atau papain kasar. Sifat daya
enzimatis papain kasar ini sangat tinggi karena terdiri dari gabungan keempat enzim
tersebut.Papain murni adalah hasil pemisahan pemurnian papain kasar menjadi
keempat enzim proteolitik diatas. Papain murni banyak digunakan dalam industri
farmasi ( Moehd, 1999 ).

2.3.2. Manfaat Enzim Papain
Adapun sifat enzim proteolitik adalah senang menyerang bahan-bahan protein dalam
makanan. Bila enzim ini dicampurkan dalam makanan maka protein makanan akan
terpecah-pecah menjadi peptida, yang selanjutnya akan terpecah-pecah lagi menjadi
bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang disebut asam amino ( Warisno, 2003 ).
Berbagai penelitian kini sedang dilakukan dalam usaha pemanfaatan enzim
papain atau enzim sejenis lainnya pada bidang-bidang industri lain yang belum
digunakan. Prospek pemasaran papain tampaknya kian cerah.
Sejak dulu, penduduk asli di Amerika Tengah dan Amerika Selatan-tempat
tanaman pepaya banyak tumbuh secara liar-telah mengenal manfaat getah pepaya
sebagai pelunak daging. Demikian juga di Indonesia, pemanfaatan getah pepaya
sebagai pelunak daging sudah dikenal sejak dulu. Cara yang umum digunakan adalah
dengan membungkus daging tersebut beberapa saat dengan daun-daun pepaya yang
telah dicacah. Setelah itu, barulah daging dimasak.
Saat ini, enzim papain sebagai pelunak daging mudah dibeli di pasar-pasar,
terutama di pasar swalayan di kota-kota besar. Untuk pelunak daging, pemakaian
papain sangat mudah digunakan. Setelah ditusuk-tusuk dengan garpu, daging ditaburi
dengan tepung papain dan baru kemudian dimasak. Cara lain yang dapat dilakukan
adalah dengan merendam daging dalam larutan papain. Penusukan dengan garpu atau
perendaman dimaksudkan agar papain dapat meresap kedalam daging.
Universitas Sumatera Utara
Pada kenyataannya yang paling banyak menggunakan papain adalah industri
minuman, tepatnya industri pembuatan bir. Bir yang dibuat tanpa menggunakan
papain menjadi tidak jernih dan berkabut bila disimpan dalam keadaan dingin. Selain
itu, beberapa industri lain juga memanfaatkan daya enzimatis papain ini. Industri
makanan yang menggunakan papain diantaranya industri keju, pengembangan kue,
biskuit dan roti. Industri makanan ternak menggunakan papain untuk menghasilkan
konsentrat protein ikan.Industri farmasi menggunakan papain untuk pengobatan
penderita gangguan saluran pencernaan, penderita dispepsia, dan gastritis
Penggunaan papain pada daging akan menambah nikmat rasa daging. Daging
akan menjadi empuk sehingga mudah dipotong, digigit dan dikunyah. Selain itu,
daging akan mudah dicerna sehingga nilai gizi protein daging yang diserap tentunya
akan meningkat ( Moehd, 1999 ).

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Papain
Keefektifan enzim papain ini dipengaruhi oleh :
1) Konsentrasi enzim
Enzim papain mempunyai kemampuan untuk melunakkan daging dan
menghidrolisis ikatan peptida dari protein. Tingginya konsentrasi enzim yang
digunakan akan mempengaruhi banyaknya substrat yang dapat ditransformasi
(Girindra, 1993). Konsentrasi enzim yang berlebihan akan menyebabkan proses
tersebut menjadi tidak efisien. Derajat kemurnian enzim papain yang tinggi,
mempunyai hubungan linear dengan jumlah enzim dan taraf aktivitas (Lehninger,
1993).
2) Suhu
Reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat peka terhadap suhu. Enzim sebagai
protein akan mengalami denaturasi pada suhu yang tinggi sehingga
mengakibatkan daya kerja enzim tersebut menurun (Girindra, 1993). Enzim akan
semakin aktif apabila suhu dinaikkan (sampai suhu optimumnya), tetapi bila suhu
tersebut terus dinaikkan maka laju kerusakan enzim akan melampaui reaksi
katalisis enzim sehingga menyebabkan reaksi tidak efisien (Winarno, 1987).
3) pH
Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH
optimum (Winarno, 1995). Setiap enzim memiliki selang pH tertentu untuk dapat
Universitas Sumatera Utara
melakukan aktivitasnya. Enzim akan mengalami denaturasi dan mengakibatkan
kehilangan aktivitasnya apabila enzim bekerja di bawah atau di atas selang pH
tersebut. Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim,
karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH.
pH ini juga menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim menjadi berubah
(Lehninger, 1993).
4) Pengaruh Inhibitor (faktor penghambat)
Inhibitor adalah suatu senyawa atau gugus senyawa yang menghambat aktivitas
enzim. Enzim sangat peka terhadap senyawa atau gugus senyawa yang diikatnya
(Girindra, 1993). Enzim papain sangat sensitif terhadap logam. Adanya logam
akan merusak gugus sulfhidril yang merupakan gugus katalitik enzim papain.
Keaktifan enzim papain akan hilang bila direaksikan dengan oksidator.

2.4. Kitosan
2.4.1. Struktur Kitosan
Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asil D-Glukosamin yang
terangkai pada posisi (1-4). Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam
bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk
polielektronik dengan anion polielektronik. Kitosan telah digunakan dalam bidang
biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel, biodegradasi dan tidak
beracun ( Adriana et al., 2003 ).
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi--(1-4)-D-glukopiranosa) dengan
rumus molekul (C
6
H
11
NO
4
)
n
yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga
dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasetilasi kitosan dapat
dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan
basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi
yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi
menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinnya juga
sangat acak (Martinou et al., 1995 & Tsigos et al., 2000), sehingga sifat fisik dan
kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan banyak melibatkan banyak reaksi
samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang et al., 1997 & Tokuyasu et al.,
1997). Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan,
sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat
memperluas bidang aplikasinya ( Tokuyasu et al., 1997 ).
Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak
sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 1 :






Gambar 1. Struktur Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan
rotasi spesifik []
D
11
-3 hingga -10
o
( pada konsentrasi asam asetat 2% ). Kitosan larut
pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH
lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam
asam mineral pekat seperti HCl dan HNO
3
, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%,
tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H
2
SO
4
pada
berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H
3
PO
4
Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa
6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan
kitosan :
tidak larut pada konsentrasi 1%,
sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa
kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi
spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta
transformasinya ( Purwantiningsih et al., 2009 ).
a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga
dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi
seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat
juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.
Universitas Sumatera Utara
c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya
menyediakan system produksi terhadap efek dekstruksi dari ion
(Meriaty,2002).
Kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin, sedangkan kitin dapat diisolasi dari
serangga dan jamur, kerangka dan cangkang hewan golongan Artropoda, Molusca,
Nematoda, dan Crustacea. Pada penelitian ini kitin diisolasi dari cangkang udang.
Pada industri pengolahan udang disamping menghasilkan produk utama berupa udang
bersih juga menghasilkan limbah, berupa cangkang udang yang sangat potensial
sebagai pencemar lingkungan. Limbah udang dapat mencapai 30% sampai 40% dari
berat udang. Limbah cangkang udang ini masih mengandung protein, karbohidrat, dan
mineral. J ika dibuang begitu saja, akan mengalami denaturasi protein dan hidrolisis
secara alami. Proses tersebut menghasilkan bau busuk, meningkatkan BOD air,
sehingga menurunkan kualitas air ( Indra, 1993 ).

2.4.2. Sifat Kitosan
Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral
kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai
berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati dengan
mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil deasetilasi kitin,
larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat
membentuk gel dengan n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam
formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan Nitrogen dalam kitin berkisar 5-8%
tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan
dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam
pembentukan N-asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting
( Kumar, 2000 ).
Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan
mudah dimodifikasi secara kimia. Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam
maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan
polimer sintetik. Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak
diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut
pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah ( Toharisman, 2007 ).

Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Kegunaan Kitosan
Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri,
kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan
limbah cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna,
residu pestisida, lemak, tannin, PCB ( poliklorinasi bifenil ), mineral dan asam
organik, media kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat
alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan
kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan,
kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur pakan ternak, antimikroba,
antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi,
pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi buah-buahan, sayuran dan
penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikrob dan antijamur juga diterapkan di
bidang kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans
dan Staphylacoccus aureus. Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai
antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan
pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan
kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposome, bahan ortopedik, pembalut
luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan,
antiinfeksi.
Kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain
bentuk butir, serpih, hidrogel, dan membran ( film ). Kitosan sebagai adsorben sering
dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. Besarnya afinitas kitosan dalam
mengikat ion logam sangat bergantung pada karakteristik makrostruktur kitosan yang
dipengaruhi oleh sumber dan kondisi pada proses isolasi. Perbedaan bentuk kitosan
akan berpengaruh pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas
permukaan kitosan akan semakin besar, dan proses adsorpsi pun dapat berlangsung
lebih baik.
Pembuatan kitosan dalam bentuk butiran antara lain sebanyak 3 gram kitosan
berbentuk serpihan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat 1%. Larutan kitosan
yang terbentuk diteteskan pada larutan basa NaOH 4%, sehingga diperoleh butiran
berbentuk bola dengan diameter rata-rata 2,5 mm. Kitosan butiran yang terbentuk
dikumpulkan dan dicuci dengan akuades sampai pH netral. Shentu et al.,(2005)
Universitas Sumatera Utara
membentuk kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi
enzim catalase ( Purwantiningsih et al., 2009 ).

2.5. Karagenan
Karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa dan
L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap
unit galaktosa mengikat gugusan sulfat. Jumlah Sulfat pada karagenan lebih kurang
35,1% ( Tim Penulis PS, 1999 ).
Karagenan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan
kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Karagenan dapat
diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat digunakan dalam industri
pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk gel, bersifat mengentalkan, dan
menstabilkan material utamanya. Karagenan digunakan dalam industri pangan karena
fungsi karakteristiknya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kandungan air
dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan menstabilkan makanan
( http://iinparlina.wordpress.com ).
Rumput laut yang tergolong Rhodophyceae beberapa diantaranya mengandung
bahan yang cukup penting yaitu karagenan. Carragenophyt adalah kelompok
penghasil karaginan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok ini antara lain adalah
Chondrus, Gigartina dan Eucheuma. Dalam dunia industri, karagenan berbentuk
garam bila bereaksi dengan sodium, kalsium dan potassium ( Laode, 1991 ).

2.5.1. Jenis-Jenis Karagenan
Di alam ini, terdapat tiga jenis karagenan yang dapat ditemukan secara luas di
berbagai perairan di dunia. Ketiganya dibedakan berdasarkan struktur molekul yang
mengakibatkan perbedaan sifat fisik dan karakteristik penggunaannya dalam industri
pangan. Ketiga jenis karagenan ini adalah kappa, iota dan lambda. Perbedaan
ketiganya terletak pada perbedaan posisi gugus ester-sulphate dan jumlah residu 3,6
anhydro-D-galaktose.
1. Kappa Karagenan
Karagenan tipe kappa memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-
sulfate ester pada 3,6 anhydro-D-galaktose yang ditunjukan gambar. Gugus 6-sulfate
ester mengurangi daya kekuatan gel namun dapat mengurangi kerusakan akibat dari
Universitas Sumatera Utara
pengolahan dengan menggunakan basa. Hal ini akan memberikan keteraturan rantai
yang lebih baik.





Gambar 2. Kappa karagenan

2. Iota Karagenan
Karagenan tipe iota mengandung gugus 4-sulfate ester dalam semua gugus D-
galaktose dan gugus 2-sulfate ester dalam 3,6 anhydro-D-galaktose. Ketidakberaturan
gugus 6-sulfate ester menggantikan gugus ester 4-sulfate dalam D-galaktose. Gugus
ini dapat digantikan dengan pengolahan dalam kondisi basa untuk meningkatkan
kekuatan gel.





Gambar 3. Iota karagenan

3. Lambda Karagenan
Karaginan tipe lambda mengandung residu disulfated-D-galaktose yang tidak
mengandung gugus ester 4-sulfate namun sejumlah gugus ester 2-sulfate






Gambar 4. Lamda karagenan
(http://iinparlina.wordpress.com).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Kappa Karagenan
Kappa karagenan memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-sulfate ester
pada 3,6 anhydro-D-galaktose. Gugus 6-sulfate ester mengurangi daya kekuatan gel
namun dapat mengurangi loss akibat dari pengolahan dengan menggunakan basa. Hal
ini akan memberikan keteraturan rantai yang lebih baik. Struktur kappa karagenan
dapat dilihat pada gambar 2 ( http://iinparlina.wordpress.com ).
Adapun sifat fisik yang dimiliki karagenan tipe kappa ini adalah dimana kappa
karagenan larut dalam air panas. Penambahan ion kalium menyebabkan pembentukan
gel yang tahan lama, namun rapuh, serta manambah temperatur pembnetukan gel dan
pelelehan. Kuat, gel padat, beberapa ikatan dengan ion K
+
dan Ca
++
menyebabkan
bentuk helik terkumpul, dan gel menjadi rapuh, gel berwarna transparan, diperkirakan
terdapat 25% ester sulfat dan 34% 3,6-AG. Kappa karagenan tidak dapat larut dalam
sebagian besar pelarut organik, sesuai dengan pelarut yang dapat bercampur dengan
air dan penggunaannya pada konsentrasi 0.02-2.0%. (http://iinparlina.wordpress.com).
Kegunaan karaginan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai
pengatur kesetimbangan, bahan pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Karaginan
digunakan dalam beberapa industri. Dalam industri makanan digunakan sebagai
pembuatan kue, roti, makaroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis
produk daging. Dalam industri farmasi, karaginan digunakan sebagai bahan
pembuatan pasta gigi, obat-obatan, kosmetik, tekstil dan cat ( Tim Penulis PS, 1999).

2.6. Imobilisasi Enzim
Secara konvensional, reaksi enzimatis berlangsung pada reaksi secara batch dengan
menginkubasi campuran substrat dan enzim yang terlarut. Teknik tersebut memiliki
kelemahan yaitu kesulitan untuk merecovery enzim aktif dari campuran enzim
tersebut untuk digunakan kembali.Hal ini karena enzim terlarut dalam larutan
sehingga sulit dipisahkan kembali. Selain karakterisasi enzim yang sangat dipengaruhi
oleh pH dan suhu pemanasan, sehingga enzim bebas mudah terdenaturasi dan
mengalami inaktifasi. Hal ini sangat tidak ekonomis, karena enzim aktif hilang begitu
saja hanya dalam satu reaksi batch.



Universitas Sumatera Utara
Untuk mengeliminasi kelemahan-kelemahan tersebut maka dilakukan
imobilisasi enzim bebas yang telah didapatkan. Dengan begitu enzim akan lebih stabil
pada pengaruh suhu dan pH lingkungan, dan tentunya dapat digunakan lagi setelah
mengkatalis suatu reaksi sintesis tertentu ( Chibata, 1978 ).
Enzim terimobilisasi didefinisikan sebagai enzim yang secara spesifik
ditempatkan dalam suatu ruang tertentu dengan tetap memiliki aktivitas katalitiknya
dan dapat digunakan secara berulang atau secara terus-menerus (Chibata, 1978).
Imobilisasi enzim adalah usaha untuk memisahkan antara enzim dengan
produk selama reaksi dengan menggunakan sistem dua fase, satu fase mengandung
enzim dan fase lainnya mengandung produk, sehingga tidak terjadi saling kontaminasi
antara enzim dan produk (Chaplin, 1990).
Imobilisasi merupakan suatu modifikasi untuk meniru keadaan asalnya di alam
yang diyakini berada dalam keadaan terikat pada membran atau partikelpartikel dalam
sel. Tujuan utama mengimobilisasi enzim adalah untuk mempekerjakan enzim yang
dapat memberikan proses katalitik yang berkesinambungan (Zaborsky, 1973).

2.6.1. Sejarah Imobilisasi Enzim
Teknik imobilisasi enzim pertama kali dilakukan oleh Nelson dan Griffin pada tahun
1916 (Muchtadi et al., 1992, Chibata, 1978) Nelson dan Griffin mengimobilisasi
enzim interfase dari khamir dengan cara adsorpsi pada arang aktif (Chibata, 1978).
Percobaan pertama untuk mengimobilisasi enzim dengan tujuan untuk
memperbaiki sifat-sifat enzim dilakukan oleh Grubhover dan Scheleith pada tahun
1953. Mereka mengimobilisasi karboksipeptidase, diastase, pepsin dan ribonuklease
dengan menggunakan diazotized poliaminopolystirene resin (Chibata, 1978).
Penggunaan enzim terimobilisasi akan memberikan beberapa keuntungan
(Messing, 1975 diacu dalam Smith, 1990) yaitu:
1) enzim dapat digunakan secara berulang;
2) proses dapat dihentikan secara cepat dengan mengeluarkan enzim dari larutan
substrat;
3) kestabilan enzim dapat diperbaiki;
4) larutan hasil proses tidak terkontaminasi oleh enzim;
5) dapat digunakan untuk tujuan analisis yang melibatkan enzim.

Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Metode Imobilisasi Enzim
Metode imobilisasi enzim ada tiga macam, yaitu :
1. Metode carrier binding
Metode ini didasarkan atas pengikatan enzim langsung pada zat pembawa yang
tidak larut dalam air.




Gambar 5. Metode carrier binding

Metode ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
A. Metode adsorpsi fisik
Berdasarkan pada adsorpsi fisika dari protein enzim pada permukaan pembawa
yang tidak larut dalam air. Metode ini memiliki keburukan dimana enzim yang
diserap dapat bocor dari pembawa selama pemanfaatan karena gaya ikat antara
protein enzim dan pembawah lemah.
B. Metode pengikatan ionik
Berdasarkan pada pengikatan ionik dari protein enzim pada pembawa yang
tidak larut dalam air yang mengandung residu penukar ion. Kebocoran enzim
dari pembawa dapat terjadi dalam larutan substrat dengan kekuatan ionik yang
tinggi atau pada variasi pH.
C. Metode pengikatan kovalen
Berdasarkan pada pengikatan enzim dan pembawa yang tidak larut dalam air
dengan ikatan kovalen. Dalam metode ini diperlukan kondisi reaksi yang sulit
dan biasanya tidak dalam keadaan kamar. Dan dalam beberapa keadaan,ikatan
kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim yang
mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.

2. Metode ikat silang
Metode ikatan silang berdasarkan pembentukan ikatan kimia, seperti dalam
metode ikat kovalen, namun pembawa yang tidak larut dalam air tidak digunakan
dalam metode ini. Imobilisasi enzim dilakukan dengan pembentukan ikatan silang
Universitas Sumatera Utara
intermolekular diantara molekul enzim dengan penambahan reagen bi- atau
multifungsional.

Gambar 6. Metode ikat silang

3. Metode penjebakan
Metode penjebakan ini berdasarkan pada pengikatan enzim pada kisi-kisi matrik
polimer atau menutupi enzim dengan membran semipermiabel dan dibagi menjadi
tipe kisi dan tipe mikrokapsul.
A. Tipe kisi ( lattice type )
Metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim dalam bidang batas
(interstitial spaces) dari suatu ikat silang polimer yang tidak larut dalam air
sebagai contoh diantara gel matrik.

Gambar 7. Metode penjebakan tipe kisi

B. Tipe mikrokapsul
Tipe penjebakan mikrokapsul meliputi pelingkupan enzim dengan membran
polimer semipermiabel. Enzim mikrokapsul secara umum mempunyai
diameter 1-100 m.




Gambar 8. Metode penjebakan tipe mikrokapsul ( Chibata, 1978 ).


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai