KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia
dan berkat yang telah diberikan-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pemilu
Yang Jujur Adil Untuk Mencapai Cita-Cita Bangsa
Makalah ini disusun untuk mengembangkan pengetahuan terhadap Pemilu Yang Jujur
Adil Untuk Mencapai Cita-Cita Bangsa tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan ,
pembahasan masalah , serta penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini .
Pemilu Yang Jujur Adil Untuk Mencapai Cita-Cita Bangsa ini disajikan dengan
pemahaman dari penulis dan berbagai fakta keilmuwan yang umum.Sehingga terdapat opini
atau pemikiran khas dari penulis yang mungkin berbeda persepsi dengan pembaca.Namun
dengan makalah ini , diharapkan pembaca dapat lebih Pemilu Yang Jujur Adil Untuk
Mencapai Cita-Cita Bangsa.
Penulis mendapat bimbingan dari berbagai pihak dalam pengerjaan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis berterimakasih kepada :
1. Bapak Nana Sulaksana sebagai dosen Kewarganegaraan yang memberikan
pengetahuan sehingga makalah ini dapat selesai.
2. Teman-teman yang telah memberikan banyak masukan terhadap perkembangan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang baik bagi bagi pembaca.
Saran dan kritik sangat diharapkan penulis demi kemajuan dari makalah yang disajikan.
Jatinangor, 1 Juni 2014
Penulis
Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
BAB 1
1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 LATAR BELAKANG...................................................................3
1.1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................4
1.1.3 TUJUAN PENULISAN................................................................4
BAB 2
2.1 PEMBAHASAN
2.1.1 ISI.................................................................................................5
A. PENGERTIAN PEMILIHAN UMUM.................................5
B. SISTEM PEMILIHAN UMUM............................................5
C. PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM DI
INDONESIA.........................................................................7
D. SEJARAH PEMILU.............................................................8
E. PENGERTIAN PARTISIPASI POLITIK...........................11
F. PENTINGNYA PARTISIPASI POLITIK..........................12
G. PARTISIPASI POLITIK DI INDONESIA.........................12
H. PARTISIPASI POLITIK PADA PEMILIHAN
UMUM (PEMILU).............................................................13
I. KELEMAHAN SISTEM PEMILU YANG
MEMBERIKAN PELUANG MONEY POLITIC...............15
J. SOLUSI MENGATASI MONEY POLITIC.........................16
BAB 3
3.1. PENUTUP
3.1.1 KESIMPULAN..........................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19
BAB I
Page 3
1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 LATAR BELAKANG
Demokrasi adalah nilai yang kini telah menjadi panutan untuk menyampaikan
pendapat. Salah satu bentuk demokrasi adalah pemilihan umum. Pemilihan umum (pemilu)
bertujuan untuk memilih legislator ataupun presiden dan wakil presiden yang habis masa
jabatanya.
Dengan pemilu yang baik dan dengan partisipasi politik yang tinggi, akan didapat
pemenang pemilu yang sesuai kehendak rakyat yang tentunya berkualitas sehingga dengan
wakil-wakil rakyat ini, cita- cita bangsa dapat tercapai. Namun di Indonesia sangat marak
aksi yang tidak suportif seperti adanya bentuk kecurangan.
Oleh karena itu dibutuhkan pemilu yang jujur dan adil agar didapat wakil-wakil
rakyat yang berkompeten sehingga cita-cita bangsa dapat lebih mudah tercapai.
Page 4
1.1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan pemilu ?
2. Apa saja nilai-nilai pemilu ?
3. Bagaimana sejarah pemilu di Indonesia ?
4. Bagaimana partisipasi politik masyarakat Indonesia terhadap pemilu ?
5. Apa saja masalah pada pemilu dan bagaimana solusinya ?
1.1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini :
1. Mengetahui dan memahami arti dari pemilu.
2. Mengetahui dan memahami nilai-nilai pemilu.
3. Mengetahui sejarah pemilu di Indonesia.
4. Mengerti partisipasi politik masyarakat Indonesia terhadap pemilu.
5. Mengetahui masalah dan solusi untuk pemilu di Indonesia.
Page 5
BAB II
2.1 PEMBAHASAN
2.1.1 ISI
A. PENGERTIAN PEMILIHAN UMUM
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI
1945) menentukan : Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan
tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat
keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia
adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain
adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia
adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi
masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi,
sosial-budaya ekonomi, agama semua orang warga negara diundang untuk berkumpul
disuatu tempat guna membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan. ini adalah
prinsipnya.
B. SISTEM PEMILIHAN UMUM
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi
umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Single-member constituency (satu daerah memilih atau wakil; biasanya disebut Sistem
Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis
(yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil
dalam dewan perwakilan rakyat.
Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :
1) Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika
golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
2) Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan
suara-suara yang telah mendukungnya.
Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan
penduduk distrik lebih erat.
2) Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan
dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai untuk menyisihkan
perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama.
Page 6
3) Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang
mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas
nasional
4) Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya
dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok
dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai
adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.
Sistem ini ada beberapa kelemahan:
a. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru
b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan
loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya
c. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus
mendasarkan diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.
Keuntungan system Propotional:
a. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai dalm parlemen
sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu.
b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis tanpa
ada distorsi.
Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua macam sistem
pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya.
Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab VII
pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.
Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab V
pasal 49 tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang bersangkutan
dengan ketentuan :
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta) jiwa mendapat
35 (tiga puluh lima) kursi
b. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan
3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima
juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000
(tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;
Page 7
e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000
(sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;
f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;
g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat
100 (seratus) kursi.
C. PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan
Sembilan kali pemilhan uum, yaitu pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997, 1999, dan 2004. Dari pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004
mempunyai kekhususan di banding dengan yag lain.
Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum,
melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentuka hasil pemilhan umum
yang cocok untuk Indonesia.
Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas
penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan
kepada Presiden dan DPR.
Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:
a. Merencanakan penyelenggaraan KPU.
b. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu.
c. Mengkoordinasikan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilu.
e. Menetapkan peserta pemilu.
f. Menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara.
g. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.
h. Melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat
dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes).
Majelis ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar
haluan negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil
Presiden). MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden
bertugas menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh
MPR. Di sini, peran Presiden adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus
tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.[8]
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini
juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang
berbunyi: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. serta Pasal
22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Dalam Pasal 6A
UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya berbunyi:
Page 8
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima
puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh
persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di
Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden
UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah
pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil
Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah:
a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali.
b. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
c. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
d. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
adalah perseorangan.
e. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.
D. SEJARAH PEMILU
1.Pemilu tahun 1955
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu
Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi
adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak
demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.
Keterlambatan dan penyimpangan tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala
yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber
penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik
karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan
pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah
pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan
menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab
dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat
peperangan.
UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu
1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU
No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang
mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi.
Beerdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tsb, maka pada bulan Septamber
1955 telah dilakukan Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), selanjutnya dalm bulan Desember 1955 telah pula
diselenggarakan Pemilihan Umum, umtuk memilih anggota-anggota Konstituante; yang
pelantikannya dilakukan pada hari tanggal 10 November 1956.
Page 9
2.Pemilu Tahun 1971
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan
Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan
sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal
dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu.
Malah tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang
mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter
yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan
Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan
pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966
yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah
lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa
Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.
Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang
berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan
tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No.
15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR
dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam
Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No.
15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini
ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang
meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem
demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
3.Pemilu Tahun 1977
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu
ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu
selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur
dilaksanakan.
Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa
sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi
setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan
jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.
Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi
Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih
dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah
pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93
persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun
perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu
1971.
4.Pemilu Tahun 1982
Page 10
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei
1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi
gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil
diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu
berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara
atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan
Pemilu 1971.
5.Pemilu Tahun 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak
di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau
91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu
sebelumnya.
6.Pemilu Tahun 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya.
Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu
agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot
dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16
persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan
yang tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282,
atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya.
7.Pemilu Tahun 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih
menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992.
Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa
setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara
pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan
perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu
sebelumnya.
8.Pemilu Tahun 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 Appril 2004
untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi
maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Pemilihan Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan
diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang
(84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%)
dinyatakan sah.
Pemilihan Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak,
dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi
ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Aturan
Page 11
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR 2009. Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara
dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih
dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon
yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh
rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik
sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5
pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli
2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan
hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah. Karena
tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan
pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Kedua
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti
oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4
Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan
sah.
E.PENGERTIAN PARTISIPASI POLITIK.
Secara etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian
dan capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan mengambil bagian. Dalam bahasa
Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian ataumengambil peranan.
Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau
kegiatan politik suatu negara.
Dan secara etimologis, kata politik berasal dari kata Yunani polis yang
berarti kota ataunegara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang
berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan
negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti
kewarganegaraan. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu
kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi
kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi
(allocation).
Jadi, Partisipasi politik adalah Keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan,
mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga
peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.
Page 12
F. PENTINGNYA PARTISIPASI POLITIK
Partispasi warga negara (private citizen) bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau
spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal,
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi karena:
Keputusan politik yang diambil oleh pemerintah akan menyangkut dan mempengaruhi
kehidupan warga masyarakat. Karena itu masyarakat berhak ikut serta menentukan isi
keputusanpolitik.
Untuk tidak dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan yang
diambil oleh pemerintah.
G. PARTISIPASI POLITIK DI INDONESIA
Partisipasi warga negara (Private Citizen) bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif,
terorganisir atau spontan, sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal,
efektif atau tidak efektif (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1977:3). Partispasi warga
negara yang legal bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau
tindakan-tindakan yang diambil mereka (Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975:1).
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi karena: Keputusan
politik yang diambil oleh pemerintah akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga
masyarakat. Karena itu masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik. Untuk
tidak dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan yang diambil oleh
pemerintah
Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945
pasal 28 yang berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dan diatur secara jelas
dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan
politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara mengenai hak berpendapat,
hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak
mendapatkan keadilan.
Seperti partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum, ini merupakan salah satu contoh
partisipasi politik di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebebasan , dimana masyarakat
diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang di inginkan. Sebagai contoh,
dari data KPU pada tanggal 9 mei 2009 (http://partai.info/pemilu2009/ diakses 1 Desember
2012) menunjukan masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi untuk memilih adalah lebih
dari 104 juta jiwa.
Dalam hal lain masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi
dalam hal melakukan protes terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam politik di Indonesia mengalami peningkatan. Budiarjo (1996:185)
menyatakan dalam Negara-negara demokratis umumnya dianggap bahwa lebih banyak
partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya tingkat partisipasi
menunjukkan bahwa warga Negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin
melibatkan diri dalam kegiatan itu.
Page 13
Sebagai pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik memiliki
peran penting. Karena dalam Negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat.
H. PARTISIPASI POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM (PEMILU)
Berdasarkan UUD 1945 bab 1 {Pasal 1 ayat 2 kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilakukan menurut undang-undang Dasar. Dalam demokrasi modern yang mnejalankan
kedaulatan itu wakil-wakil rakyat yang di tentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan
siapakah yang akan yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakanlah Pemilihan
Umum (Pemilu). Pemilihan Umum adalah suatu cara meimilih wakil-wakil rakyat serta salah
satu pelayanan hak-hak azasi warga Negara dalam bidang politik (Syarbaini : 2002 : 80).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2007 tentang
penyelenggarakan pemilihan umun dinyatakn bahwa pemilihan umum adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang di selenggarakan secara langsung, umum, bebas, jujur
dan adil. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Repulbik Indonesia tahun 1945.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu hak azasi manusia yang sangat
principil.karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak azasi adalah suatu keharusan bagi
pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan azas bahwa rakyatlah yang berdaulat
maka semaunya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannnya. Merupakan
suatu pelanggaran hak azasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau
memperlambat pemilu tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat (kusnardi :1994 ; 324).
Dari beberapa pernyataan tersebut semestinya partisipasi rakyat dilaksanakan secara bebas,
jujur, dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Namun hal ini berbanding terbalik dengan
fakta dilapangan. Sudah merupakan rahasia umum jika dalam setiap pemilu atau di sela-sela
kampanye ada saja oknum yang melakukan kecurangan-kecurangan. terutama mengenai
Isu money politic yang kian marak terjadi di tanah air sehingga memunculkan kekhawatiran
sejumlah pihak.
Pemilihan Umum merupakan agenda penting dalam upaya mewujudkan tata
pemerintahan yang demokratis, meskipun tidak selamanya pemilihan umum yang demokratis
akan menghasilkan pemerintahan yang demokratis, begitu juga sebaliknya. Pemilihan umum
merupakan bentuk legitimasi yang diberikan rakyat kepada individu-individu maupun partai-
partai untuk mewakilinya. Dukungan dan partisipasi rakyat dalam pesta demokrasi ini
menjadi pondasi bagi legitimasi pemerintahan yang terbentuk sesudahnya.
Pemilihan umum sebagai sebuah agenda politik dalam prosedural demokrasi jelas
akan membawa perubahan pada berbagai sektor. Partai pemenang pemilu yang memegang
kebijakan nantinya akan menentukan kemana arah kapal kebijakan akan berlayar. Akan tetapi
perlu diingat bahwa sebelum pemilihan umum tersebut dilaksanakan tentunya terjadi proses
politik yang mendahuluinya. Proses-proses politik inilah yang kemudian mempengaruhi
bagaimana Pemilihan Umum tersebut berlangsung.
Kondisi-kondisi politik yang dimaksud disini adalah antara lain bagaimana Partai
Politik yang ada pada saat pemilihan tersebut berlangsung, Sistem kepartaian yang
diterapkan, Sistem Pemilihan Umum yang diterapkan, Partisipasi Politik masyarakat dalam
Pemilihan Umum tersebut, dan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat menjelang
Pemilihan Umum tersebut dilaksanakan. Faktor-faktor ini kemudian mempengaruhi
Pemilihan Umum yang dilaksanakan, apakah kemudian dapat berhasil dengan demokratis
menghasilkan pemimpin yang merupakan pilihan rakyat, atau malah menimbulkan
perpecahan yang berujung pada disintegrasi bangsa.
Page 14
Pemilu merupakan sarana langsung bagi masyarakat yang cukup usia untuk
berpartisipasi dalam memengaruhi pengambilan keputusan. Tahapan proses pemilu antara
lain penetapan daftar pemilih, tahap pencalonan kandidat, tahap kampanye, tahap
pemungutan serta penghitungan suara, dan hasil perolehan suara sehingga kita dapat
menentukan kandidat yang terpilih. Sistem pemilu di Indonesia harus sesuai dengan prinsip
pemilu yang bebas, langsung, jujur, adil dan rahasia. Sistem pemilu 2010 dapat dijadikan
acuan penilaian sistem pemilu di Indonesia saat ini, sistem pemilu tahun lalu ini dapat pula
dijadikan pedoman untuk mewujudkan sistem pemilu mendatang yang lebih baik dengan cara
menilai dan mengevaluasi. Penilaian sistem pemilu ini dapat di lihat dari berbagai sudut
pandang yaitu kondisi sosial ekonomi, kondisi lembaga-lembaga politik, proses pemungutan
suara, proses pemilihan kepala daerah, tatacara pemilihan, tingkah laku masyarakat dalam
memilih, partisipasi perempuan dalam partai politik, pendapat masyarakat mengenai
demokrasi, dan munculnya masalah-masalah baru dalam pemilu. Kandidat yang maju telah
diseleksi sebelumnya karena harus memenuhi pesyaratan dan kriteria sesuai peraturan yang
berlaku.
Sistem pemilu saat ini merencanakan banyak pemilu kepala daerah sehingga dalam
melakukan proses pemungutan suara diperlukan informasi dan tatacara pemilu yang efektif
kepada masyarakat luas. Masyarakat Indonesia pada umumnya telah mampu mengikuti
proses pemilu dan menghormati hasil pemilu, namun pemilu di Indonesia masih banyak
menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Kendala utama dalam pemilu yaitu
pemberian informasi kepada masyarakat mengenai proses-proses utama dalam pemilihan
kepala daerah. Perlunya peningkatan informasi kepada masyarakat mengenai proses pemilu
yang penting seperti informasi para kandidat, proses pencalonan kandidat, proses
penghitungan suara sampia calon terpilih, kampanye pemilu yang dilakukan, cara masyarakat
mendaftar diri sebagai pemilih, tatacara yang tepat manandai surat suara, dan dimana serta
kapan kita harus memilih. Kurangnya informasi penting mengenai proses pemilihan ini harus
segera ditangani secara serius karena hal ini sifatnya mutlak harus dimengerti oleh
masyarakat yang memilih dalam pemilu. Maka sebaiknya pembenahan dari dasar oleh
pemerintah harus segera dilakukan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang
lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Televisi juga bisa dijadikan sarana efektif
dalam penyampaian informasi pemilu, namun lebih efektif lagi apabila diiringi dengan
pemberian informasi melalui pendidikan formal mengenai proses pemilu tersebut. Pemberian
pendidikan proses pemilu harus memperhatikan latar belakang masyarakat yang bervariasi
agar informasi yang disampaikan dapat dimengerti oleh semua lapisan masyarakat Indonesia.
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu di perlukan sumber informasi
seperti brosur, iklan di media cetak/internet, surat-surat melalui pos, kampanye iklan di radio,
poster, debat/dialog kandidat pemilu dll.
Kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga yang berwenang dalam proses
pemilu merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pemilu, sehingga diperlukan peran
lembaga-lembaga pemilu yang efektif dan mampu menjaga nama baiknya. Tingkat
kepercayaan masyarakat pula harus di dukung oleh anggota lembaga-lembaga pemilu yang
memiliki keahlian mengatasi masalah-masalalah pemilu dan mampu bersikap adil dengan
tidak memihak salah satu partai politik. Masyarakat pada umumnya mengajukan usulan
jangka waktu tunggu 5 tahun bagi mantan anggota komisi pemilu untuk dapat menjadi
anggota partai politik, hal ini merupakan antisipasi karena ditakutkan hubungan anggota yang
akrab antara komisi pemilu dengan anggota partai menimbulkan persekongkolan negatif.
Prinsip pemilu yang bebas, langsung, jujur, adil dan rahasia, yang mengandung makna
bahwa lembaga-lembaga pemilu harus bertindak netral dan transparan dalam proses pemilu.
Kandidat-kandidat pada pemilu ini melakukan proses kampaye yang merupakan bentuk
Page 15
publikasi kepada masyarakat dan untuk memengaruhi masyarakat supaya memilih kandidat
tersebut.
Hal utama yang harus dilakukan pemilih yaitu memastikan namanya ada dalam daftar
pemilih, namun pada umumnya telah ada petugas pemilu yang mendatangi tiap rumah untuk
mendata. Daftar pemilih harus akurat sehingga masyarakat harus menunjukkan dokumen sah
yaitu kartu pemilih dan KTP (Kartu Tanda Penduduk) agar proses pemilu berjalan dengan
efektif. Pada praktek pemilihan, masyarakat akan dihadapkan pada prosedur pemilihan yaitu
cara melakukan pengecekan daftar pemilih, dan cara menandai kartu suara secara benar. Hal
tersebut mutlak harus dimengerti oleh masyarakat, namunreal-nya masih banyak masyarakat
yang belum paham dalam melakukan prosedur itu. Masyarakat juga mengalami kebingungan
karena cara untuk menandai surat suara selalu berubah dari satu pemilu ke pemilu yang lain
dan kurangnya informasi mengenai perubahan tersebut.Maka lembaga-lembaga pemilu harus
mulai memusatkan perhatian dalam pemberian informasi yang tepat terhadap masyarakat
untuk menyelesaikan masalah prosedur ini.
Reformasi pemilu mengenai bertambahnya partisipasi kaum perempuan sebagai calon
dalam pesaingan partai politik mendapat dukungan masyarakat pada umumnya. Reformasi ini
didukung oleh terbukanya pandangan politik dalam persamaan perlakuan jender, mulai
adanya kesadaran bahwa partisipasi kaum perempuan kurang sekali dalam jabatan politik,
dan perlu partisipasi perempuan pada perjanjian-perjanjian internasional. Reformasi pemilu
juga terjadi pada Keputusan Mahkamah Konstitusi sebelum Pemilu 2009 yang menghasilkan
keputusan untuk merubah cara pemilihan sebelumnya menjadi pemilihan daftar terbuka,
sehingga pemilih memiliki wewenang untuk menentukan pilihan calon pada daftar partai
yang akan menduduki jabatan jika partainya menang. Sistem pemilu di Indonesia mengalami
berbagai permasalahan-permasalah, salah satunta permasalahan kekerasan dalam pemilu.
Sistem pemilu yang terbuka ini mengakibatkan persaingan antara sesame kandidat dan antara
para pendukung partai/kandidat tersebut. Diperlukannya pengamanan yang ketat oleh pihak
berwajib supaya tidak terjadi kekerasan pada saat proses pemilu.
I. KELEMAHAN SISTEM PEMILU YANG MEMBERIKAN PELUANG MONEY
POLITIC
Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang diberikan untuk
menyoggok atau memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih partai atau perorangan
tersebut dalam pemilu, padahal praktek money politic merupakan praktek yang sangat
bertentangan dengan nilai demokrasi.Lemahnya Undang-Undang dalam memberikan sanksi
tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money politicini menjamur luas di
masyarakat.
Maraknya praktek money politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-
Undang dalam mengantisipasi terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini
telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan untuk
menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money politic. Praktek money politicini
sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk membuktikan sumber praktek
tersebut, namun ironisnya praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia
umum di masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak
perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah
matang.
Hambatan terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih
tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik. Elit-elit politik tersebut
menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan kebohongan terhadap
Page 16
masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul kasus-
kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi
(MK) karena pelanggaran nilai demokrasi dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan
betapa terpuruknya sistem pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih
serius. Masyarakat yang kondisi ekonominya sulit dan pengetahuan politiknya masih awam
akan mejadi sasaran empuk para pelaku praktekmoney politik.
Pelaku praktek money politic ini tentu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam
menjalankan prakteknya tersebut, sehingga setelah dia menerima kekuasaan maka terjadi
penyelewengan kekuasaan seperti eksploitasi Anggaran belanja, kapitalisasi kebijakan, dan
eksploitasi sumber daya yang ada sebagai timbal-balik atas biaya besar pada saat
pelaku money politik itu melakukan kampaye.Perlunya penafsiran ulang mengenai keputusan
Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan masalah-masalah di pemilu yang terkadang
menyalahi aturan UU yang berlaku. Calon-calon dalam pemilu pasti melakukan kampanye,
kampaye ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Banyak pihak-pihak yang membantu
pendanaan dalam melakukan kampanye suatu partai atau perorangan, namun hal ini
terkadang bisa di sebut suatu penyuapan politik.
Pihak-pihak yang memberikan pendanaan biasanya mengharapkan imbalan setelah
partai atau perorangan tersebut terpilih dan memegang kekuasaan. Misalnya, anggota
legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada
pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye
tersebut. Dalam pemilu banyak aksi money politic yang dapat memengaruhi hasil pemilu
karena aturan yang tidak tegas bahkan petinggi negara seperti badan legislative, eksekutif,
dan yudikatif beberapa diantaranya bisa di suap sehingga petinggi negara yang memiliki
kekuasaan tersebut dengan mudah dapat menetapkan kebijakan-kebijakan atau melakukan
kecurangan yang menguntungkan pihak yang memiliki banyak uang tesebut.
J. SOLUSI MENGATASI MONEY POLITIC
Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan
Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari
peraturan hukum yang berlaku. Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-
benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti melakukan maka
seharusnya didiskualifikasi saja.
Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money
politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan
khusus independen untuk mengawasai calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama
untuk tidak melakukan money politic. Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik
sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut. Transparan pula
mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya
dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya
sehingga terhindar dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang.
Misalnya, anggota legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang
memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan
dalam kampanye tersebut.
Meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan indikator penting untuk
memudarkan berkembangnya praktek money politic karena sebagian besar masyarakat hanya
memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang timbul di masa depan.
Praktekmoney politic dapat menghancurkan masa depan negara ini karena praktek money
politic ini akan cukup menguras keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan
Page 17
diri pada pemilu sehingga setelah terpilih di pemilu akan memicu niat untuk tindak korupsi.
Para pelaku praktek money politic ini memanfaatkan situasi perekonomian rakyat yang
semakin sulit sehingga masyarakat jangan mudah tergiur dengan keuntungan yang diterima
sementara ini.
Calon pemimpin yang melakuan money politic tentu tidak berlaku jujur sehingga
sebagai masyarakat yang cerdas jangan mau di pimpin oleh seseorang yang budi pekertinya
tidak baik. Sadarilah apabila kita salam memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat
menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang
bersih dan bebas money politc kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat
dalam demokrasi secara langsung meningkat. Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan
politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif
dalam memilih.
Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan
hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan
demokrasi. Pemerintah juga harus lebih giat memberikan sosialisasi kepada kandidat yang
akan di pilih oleh rakyat untuk mengutamakan moralitas politik sehingga dapat berlaku jujur
dengan tidak melakukan praktek money politic.
Page 18
BAB III
3.1 PENUTUP
3.1.1 KESIMPULAN
Pemilu di Indonesia di ada kan 8 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997 dan 2004.
Pemilu tahun 2004 diadakan 2 kali putaran untuk pemilihan Presiden dan wakil
presiden. Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5
pasangan calon dan pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004,
dan diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan
pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang
(77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%)
dinyatakan sah.
Pemilu pada umum nya mengenal 2 sistem yaitu sistem distrik dan sistem proporsional,
tapi itu hanya istilah bagi orang-orang awam. 2 sistem yang sebenarnya adalah sistem Single
Member Constituency ( SMC, atau konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member
Constituency ( MMC, konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang pertama adalah
menetapkan wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah nasional ditentukan terlebih
dahulu, apakah sebagai satu unit perhitungan suara atau masih dibagi bagi lagi
a. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Dalam pembagian tipe demokrasi modern, saat ini Negara Republik Indonesia sedang
berada dalam tahap demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Pengawasan
oleh rakyat dalam hal ini, diwujudkan dalam sebuah penyelenggaraan pemilu yang
demokratis.
c. Disusunnya undang-undang tentang pemilu, partai politik, serta susunan dan kedudukan
lembaga legislatif yang baru menjadikan masyarakat kita lebih mudah untuk memulai
belajar berdemokrasi.
d. Cepat atau lambat, rakyat Indonesia akan dapat memahami bagaimana caranya
berdemokrasi yang benar di dalam sebuah republik.
e. Pemahaman ini akan timbul secara bertahap seiring dengan terus dijalankannya proses
pendidikan politik, khususnya demokrasi di Indonesia, secara konsisten.
Page 19
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kpukalbar.com
Prof. H Soehino, S.H, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan
Pemilihan umum di Indonesia ,UGM Yogyakarta, 2010.
Sulistyo Hermawan, Siapa Makan Siapa, pensil-324, jakarta, 2011
Undang Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2008.
Tim Eska Media. 2002, Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media.
Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD