Anda di halaman 1dari 4

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan suatu kata yang sampai saat ini belum ada yang mampu
menafsirkan secara tepat tentang pengertiannya, bahkan kata tersebut sampai saat
ini masih menjadi bahan pertanyaan para ilmuan demi untuk mencari keselarasan
pengertian yang tepat. Menurut Teeuw (2002: 23) kata sastra dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa sansekerta; akar kata sas- dalam kata kerja turunan
berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran tra
biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka, berdasarkan penggabungan tersebut
sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau alat
pengajaran.
Kalau kita berbicara tentang sastra dan karya sastra, maka tidak akan terlepas
dari angkatan dan penulisan sejarah sastra Indonesia, juga karakteristik wawasan
estetikanya. Hal itu disebabkan karena sastra (Kesusastraan) dari waktu-kewaktu
pasti akan mengalami perkembangan sesuai periode-periode sastra. Rangkaian
periode-periode sastra itu saling bertumpang-tindih, maksudnya sebelum angkatan
kemarin atau angkatan lama lenyap, maka timbul benih-benih baru yang lebih
kritis dan kreatif.
Setiap angkatan dalam suatu periodisasi sastra pasti memiliki karakteristik
tersendiri. Jadi tidak menutup kemungkinan kalu kita melihat terlebih dahulu
tentang pengertian kata karakteristik. Karakteristik berasal dari kata dasar
karakter. Menurut Poerwadarminta (1984: 445) karakter adalah tabiat, watak, sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yan gmembedaka seseorang dengan yang lain.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik dalam sastra adalah sifat
yang membedakan suatu karaya sastra dengan karya sastra yang lain. Apabila
dihubungkan dengan suatu angkatan maka karakteristik sastra angkatan balai
pustaka adalah sifat-sifat yang membedakan baik karya sastra maupun
pengarangnya dalam satu angkatan itu dengan angkatan yang lain, jadi bukan

2

semata-mata hanya satu karya sastra saja, melainkan keseluruhan karya sastra
dalam suatu angkatan tesebut.
Seperti yang telah kita ketahui, definisi karya sastra adalah suatu karya yang
mengandung nilai seni dan mengarah kepada pedoman-pedoman serta pemikiran-
pemikiran hidup. Sedangkan Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra
yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk
kepada sastra berbahasa akarnya, yakni bahasa melayu.
Sastra di Indonesia sudah ada sejak dulu sekali bahkan mungkin sudah ada
sejak zaman purbakala dimana manusia-manusia purba memulai untuk
menggambar dan menulis sesuatu di dalam gua-gua, sehingga menghasilkan
karya-karya sastra. Tetapi karya-karya tersebut kemudian menghilang karena
perkembangan zaman yang mungkin kurang maju. Lebih pastinya karya sastra di
Indonesia dimulai sejak zaman Angkatan Pujangga Lama sebelum abad ke-20.
Pada masa ini karya sastra Indonesia didominasi oleh karya-karya sastra
berbahasa akar (bahasa melayu), seperti syair, pantun, gurindam, dan hikayat.
Budaya melayu klasik dan pengaruh Islam yang kuat mempengaruhi sebagian
besar wilayah pesisir pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Setelah adanya
Angkatan Pujangga Lama, muncul lah Angkatan Sastra Melayu Lama yang
muncul antara sekitar tahun 1870-1942. Setelah Angkatan Sastra Melayu Lama,
muncul lah Angkatan Balai Pustaka yang akan saya bahas dalam makalah ini.
Sebenarnya angkatan ini dipelopori oleh sebuah penerbit Balai Pustaka pada
tahun 1920-1950. Karya ini terdiri dari prosa (roman, cerita pendek, novel, dan
drama) dan puisi yang menggantikan syair, pantun, gurindam, dan hikayat yang
mungkin pada masa itu terlalu memberi pengaruh buruk, banyak menyoroti
kehidupan cabul, dan dianggap memiliki misi politis. Balai Pustaka menerbitkan
karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa jawa dan bahasa
sunda, dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa bali, bahasa batak, dan bahasa
Madura.
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang
cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan
tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-tema inilah

3

yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu. Tidak hanya itu
juga, banyak karya-karya sastra menarik dan cukup mengilhami pada Angkatan
Balai Pustaka, seperti Azab dan Sengsara (Merari Siregar, 1920), Ken Arok dan
Ken Dedes (Muhammad Yamin, 1934), Sengsara Membawa Nikmat (Tulis Sutan
Sati, 1928), dll. Pada masa Angkatan Balai Pustaka, Nur Sutan Iskandar dapat
disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya
pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah
dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah
"novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya. Angkatan Balai
Pustaka bisa disebut masa dimana proses modernisasi karya-karya sastra terjadi.
Dimana tidak lagi terpaut oleh budaya-budaya melayu yang kental.
Balai Pustaka merupakan suatu angkatan yang sangat berpengaruh kepada
perkembangan perpustakaan baru terutama yang tertulis dengan huruf latin
(Usman, 1979: 15). Hal itu tercermin dengan pindahnya pusat perhatian orang-
orang yang berminat kepada kesusastraan ke Balai Pustaka (Jakarta) yang
berpengaruh pada perkembangan bahasa dari bahasa melayu baru (yang banyak
dipengaruhi oleh bahasa-bahasa daerah dan bahasa surat kabar) kemudian
menjelma menjadi bahasa Indonesia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan munculnya angkatan Balai Pustaka maka
telah membuka hati para penulis untuk mau memperlihatkan hasil karyanya yang
dulunya menggunakan bahasa daerah kemudian beralih menggunakan bahasa
Indonesia sebagai ungkapan rasa bangga berbangsa Indonesia. Saelain itu, dengan
munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka semangat dan kesadaran
para penulis untuk mempersatukan daerah-daerahnya demi keutuhan bangsa
Indonesia. Disisi lain Balai Pustaka juga dikenal sebagai nama suatu penerbit
besar yang berdiri pada sekitar tahun 1920an yang pada tahun tersebut beriringan
dengan munculnya angkatan Balai Pustaka. Munculnya angkatan Balai Pustaka
memang disesuaikan dengan karya-karya besar yang terkenal pada waktu itu yang
sebagian besar diterbitkan dari penerbit Balai Pustaka Jakarta.
Berbicara mengenai periodisasi sastra khususnya Balai Pustaka maka tidak
menutup kemungkinan kalau meninjau tentang keadaan sosial pada tahun 1920an,

4

dimana menurut Teeuw (1980: 15) pada tahun tersebut merupakan tahun lahirnya
kesusastraan Indonesia modern. Pada waktu itu para pemuda indonesia mulai
menyatakan perasaan dan ide yang berbeda dengan masyarakat setempat. Perasan
itu dituangkan dalam bentuk sastra namun menyimpang dari bentuk sastra
melayu, jawa, dan sastra-sastra lain sebelumnya.
Melihat kenyataan tersebut, khususnya menyangkut tentang pengkajian masalah
karakteristik sastra angkatan Balai Pustaka sepengetahuan penulis belum pernah
dilakukan. Maka penulis ingin menganalisis dengan tujuan untuk mengetahui
lebih dalam tentang angkatan Balai Pustaka yang mencakup tokoh, karakteristik,
dan hasil karyanya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan periodisasi sastra?
2. Mengapa disebut angkatan Balai Pustaka?
3. Siapa tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka dan apa saja hasil karya yang
dihasilkannya?
4. Bagaiman akarakteristik angkatan Balai Pustaka?

C. Tujuan
1. Umtuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang Periodisasi sastra
2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan angkatan balai pustaka
3. Untuk menjelaskan tokoh-tokoh angkatanbalai pustaka dan hasil karya yang
dihasilkan
4. Untuk mendeskripsikan karakteristik angkatan balai pustaka

D. Manfaat
Untuk menambah wawasan Pembaca agar mengetahui dan lebih memahami
tentang Periodisasi sastra khususnya Angkatan Balai Pustaka dalam mata kuliah
Sejarah Sastra .

Anda mungkin juga menyukai