Anda di halaman 1dari 19

3

BAB 2

DASAR –DASAR PERENCANAAN

A. KLASIFIKASI PEMBEBANAN

1. Beban Mati (qD)


Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu bangunan yang bersifat tetap
selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan tetap yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari bagunan tersebut. Semua beban yang melekat tetap
ditempatnya digolongkan sebagai beban mati. Beban mati material yang biasa dipakai
dapat diperoleh dari peraturan-peraturan atau dapat pula dihitung pada nilai-nilai
satuan beratnya.

Tabel 2-1. Berat material bangunan


NO MACAM MATERIAL BERAT
1. Baja 7.850 Kg/m3
2. Beton 2.200 Kg/m3
3. Beton bertulang 2.400 Kg/m3
4. Batu belah 1.500 Kg/m3
5. Kerikil 1.650 Kg/m3
6. Tanah 2.000 Kg/m3
7. Pasangan batu belah 2.200 Kg/m3
8. Pasangan batu merah 1.700 Kg/m3
9. Adukan, per cm tebal 21 Kg/m2
10. Dinding pasangan bata merah ½ batu 250 Kg/m2
11. Langit-langit asbes 11 Kg/m2
12. Penggantung langit-langit dari kayu 7 Kg/m2
13. Atap genting, reng, usuk 50 Kg/m2
Sumber: PPUG 1989

2. Beban Hidup (qL)


Beban hidup adalah beban gravitasi yang berkerja pada struktur dalam masa
layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu bangunan. Termasuk beban ini adalah
manusia, perabotan yang dapat dipindah-pindahkan.

Tabel 2-2. Beban hidup untuk berbagai lantai


NO MACAM BEBAN LANTAI BERAT BEBAN
1. Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang tidak penting yang bukan
untuk toko, pabrik, atau bengkel berat. 125 Kg/m2
2. Lantai dan tangga rumah tinggal selain yang disebut pada butir 1. 200 Kg/m2
3. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor pertokoan, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit.
Tangga, bordes dan selasar dari yang disebut pada butir 3. 250 Kg/m2
4. Lantai ruang olah raga. 300 Kg/m2
5. Lantai ruang dansa. 400 Kg/m2
6. Lantai dan balkon interior ruang pertemuan selain yang disebut di butir 1 sampai 6 500 Kg/m2
7. seperti masjid, gereja, auditorium, ruangan rapat, panggung penonton dengan tempat
duduk menetap.
Tangga, bordes dan selasar dari yang disebut dalam butir,5,6,7. 400 Kg/m2
8. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak menetap, atau penonton berdiri. 500 Kg/m2
9. Ruang pelengkap untuk butir 3,5,6,dan 7.
500 Kg/m2
10. 250 Kg/m2
Sumber : PPUG 1989

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
4

3. Beban Angin (qW)


Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin sangat tergantung dari
lokasi dan ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup harus diambil minimum
sebesar 25 kg/m2, kecuali untuk bangunan-bangunan berikut :
a. Tekanan tiup di tepi laut hingga 5 km dari pantai harus diambil minimum 40
kg/m2.
b. Untuk bangunan di daerah lain yang kemungkinan tekanan tiupnya lebih dari 40
𝑉2
kg/m2, harus diambil sebesar 𝑝 = (kg/m2), dengan V adalah kecepatan angin
16
dalam m/s.
c. Untuk cerobong tekanan tiup harus ditentukan dengan rumus (42,5+0,6h, dengan
h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter.
Nilai tekanan tiup yang diperoleh dari hitungan di atas harus dikalikan dengan suatu
koefisien angin, untuk mendapatkan gaya resultan yang bekerja pada bidang kontak
tersebut.

4. Beban Gempa (E)


Beban gempa adalah semua beban static ekivalen yang bekerja pada struktur akibat
adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan arah vertikal maupun
arah horizontal. Besarya gaya geser dasar (statik ekivalen) ditentukan berdasarkan
𝐶𝑥𝐼
persamaan 𝑉 = . 𝑊𝑡 , dengan C adalah faktor respon gempa yang ditentukan
𝑅
berdasarkan lokasi bangunan dan jenis tanahnya, I adalah faktor keutamaan gedung,
R adalah faktor reduksi gempa yang tergantung pada jenis struktur yang
bersangkutan, sedangkan Wt adalah berat total bangunan termasuk beban hidup yang
bersesuaian.

5. Provisi Keamanan
Dalam pedoman beton, SNI 03-2847-2002 struktur harus direncanakan untuk
memiliki cadangan kekuatan untuk memikul beban yang lebih tinggi dari beban
normal. Kapasitas cadangan ini mencakup faktor pembebanan (U), yaitu untuk
memperhitungkan pelampauan beban dan faktor reduksi (Ø), yaitu untuk
memperhitungkan kurangnya mutu bahan dilapangan.

Tabel 2-3. Kombinasi Pembebanan


NO KOMBINASI PEMBEBANAN FAKTOR U
1. D,L 1,2D + 1,6L
2. D,L,W 0,75 (1,2D + 1,6L + 1,6W)
3. D,W 0,9D + 1,3W
4. D,E 0,9 (D ± E)
Sumber : SNI 03-2847-2002

Tabel 2-4. Faktor reduksi kekuatan


NO GAYA Ø
1. Lentur tanpa beban aksial 0,80
2. Aksial tarik dan aksial tekan dengan lentur 0,80
3. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
- Komponen dengan tulangan spiral 0,70
- Komponen lain 0,65
4. Geser dan torsi 0,75
5. Tumpuan beton 0,65
Sumber : SNI 03-2847-2002

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
5

B. PELAT LANTAI

1. Jenis Tumpuan Pelat


Untuk merencanakan pelat beton bertulang, disamping harus memperhatikan beban
dan ukuran pelat juga perlu diperhatikan jenis tumpuan tepi.
- Bila pelat dapat berputar (berotasi) bebas pada tumpuan, maka pelat dikatakan
bertumpu bebas seperti disajikan pada gambar 2-1.

tak dibebani setelah


dibebani
Gambar 2-1.Pelat tepi ditumpu bebas

- Bila tumpuan mampu mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap
momen puntir, maka pelat itu dikatakan terjepit penuh seperti pada gambar 2-2.

tak dibebani setelah dibebani


Gambar 2-2. Pelat tepi ditumpu jepit penuh

- Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi sama sekali, maka pelat
itu terjepit sebagian (terjepit elastis) seperti pada gambar 2-3.

tak dibebani setelah dibebani


Gambar 2-3.Pelat tepi ditumpu jepit elastis

Sebagai gambaran untuk membedakan jepit penuh atau jepit elastis dapat juga
diilustrasikan pada balok anak seperti gambar 2.4.

a. Balok tepi b. Balok tengah


Gambar 2-4. Hubungan antara pelat dan balok anak

Balok tengah pada gambar 2.4b yang lebih kecil dari balok tepi pada gambar 2.4a
akan memberi jepitan yang lebih tinggi terhadap lantai kalau beban dikanan dan kiri
balok adalah permanen. Dengan demikian pada balok tepi lebih konservatif bila tidak
ditinjau sebagai jepit penuh, dan dianjurkan sebagai tumpuan bebas. Jika diasumsikan

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
6

sebagai jepit penuh harus dijamin bahwa balok tepi tersebut mampu mencegah rotasi,
untuk itu balok tepi harus didesain relatif sangat kaku dengan memperhitungkan
kekuatan torsi yang cukup.

2. Pelat Satu Arah


Pada gambar 2-5 disajikan contoh pelat satu arah satu bentang dan pelat dua
bentang/ menerus.

a. Pelat satu bentang b.Pelat menerus dua bentang


Gambar 2-5. Pelat satu arah

Analisis momen lentur pada pelat satu arah sebenarnya dapat dianggap sebagai
gelegar diatas banyak tumpuan.
- Untuk pelat satu bentang dapat dipandang sebagai struktur statis tertentu,
penyelesaiannya dapat digunakan 3 buah persamaan kesetimbangan.
- Untuk pelat dua bentang atau lebih/pelat menerus (statis tak tertentu),
penyelesaiannya menggunakan persamaan kesetimbangan dengan satu
persamaan perubahan bentuk.

Selain itu pada SKSNI T15-03-1991 pasal 3.6.6 mengijinkan untuk menentukan
momen lentur dengan menggunakan koefisien momen (tabel 2.1), asalkan dipenuhi
syarat-syarat seperti dibawah ini :
1. Panjang bentang seragam, jika ada perbedaan selisih bentang yang terpanjang
dengan bentang sebelahnya yang lebih pendek maksimum 20%.
2. Beban hidup harus < 3 kali beban mati.
3. Penentuan panjang L untuk bentang yang berbeda :
 Untuk momen lapangan,L = bentang bersih diantara tumpuan.
 Untuk momen tumpuan,L = rata-rata bentang bersih pada sebelah kiri dan
kanan tumpuan.

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
7

Tabel 2.5. Koefisien momen dikalikan q u L2

1/16 1/9 1/16 1/16


1/16

1/14 1/14 1/10


1/24 1/9 1/24 1/24 1/24

1/11 1/11 1/ 8

1/16 1/10 1/10 1/16

1/14 1/16 1/14

1/24 1/10 1/10 1/24

1/11 1/16 1/11


1/16 1/10 1/11 1/10 1/16

1/14 1/16 1/16 1/14

1/24 1/10 1/11 1/10 1/24

1/1 1/16 1/16 1/11


1/16 1/10 1/11 1/11 1/10 1/16

1/14 1/16 1/16 1/16 1/14


1/24 1/10 1/11 1/11 1/10 1/24

1/11 1/16 1/16 1/16 1/11


Keterangan
Tumpuan ujung tetap (jepit)
Tumpuan ujung sederhana (sendi)

Menerus diatas tumpuan (sendi)

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
8

Untuk dapat lebih memahami analisis perhitungan pelat satu arah, dibawah ini
diberikan langkah-langkah perhitungan pelat satu arah sebagai berikut :

1. Tentukan tebal pelat, dengan syarat batas lendutan (Tabel 1.4).


2. Hitung beban-beban : beban mati, beban hidup dan beban berfaktor.
3. Hitung momen akibat beban berfaktor (Tabel 2.1).
4. Hitung Luas tulangan, dengan memperhatikan batas tulangan :
 min <  <  mak   min = 0,0025

5. Tentukan diameter dan jarak tulangan, dengan memperhatikan lebar retak :


s < smak  smak  2,0 h
pilih yang terkecil
smak  250 mm
Jarak minimum Penutup beton :
tulangan utama
 Tidak langsung berhubungan
PBI : 25 mm
dengan tanah/cuaca = 20 mm
saran : 40 mm
 Langsung berhubungan dengan
Tanah/cuaca = 40 mm

Jarak maksimum : Minimum tebal pelat :


 tulangan utama  h  100 mm

2.0 h atau 250 mm
 tulangan pembagi  h 250 mm ,
250 mm diberikan
tulangan atas dan
bawah
Diameter tulangan :
 Polos p  8 mm
 Deform  d  6 mm
Kode tulangan :
 Lapisan terluar

 Lapisan kedua dari luar Segitiga menunjuk ke


dalam pelat
 Lapisan terluar

 Lapisan kedua dari luar

Gambar 2-6. Syarat-syarat tulangan pelat

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
9

3. Pelat Dua Arah


Ditinjau suatu pelat lanti dengan balok-balok pendukungnya seperti gambar 2-8.

LX LX

B B

B B LY B LY
2 2
1 3 1 B
B B 3
X
4 Y
4

a. LX  0.4 LY b. LX < 0.4 LY

Gambar 2-8. Pelat dengan balok-balok pendukungnya.


Apabila Lx  0,4 Ly seperti gambar 2.8a, pelat dianggap sebagai menumpu pada
balok B1,B2,B3,B4 yang lazimnya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat
sisinya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat sisinya. Dengan demikian pelat
tersebut dipandang sebagai pelat dua arah (arah x dan arah y), tulangan pelat
dipasang pada kedua arah yang besarnya sebanding dengan momen-momen setiap
arah yang timbul.
Apabila Lx < 0,4 Ly Seperti pada gambar 2.8b, pelat tersebut dapat dianggap sebagai
pelat menumpu balok B1 dan B3, sedangkan balok B2 dan B4 hanya kecil didalam
memikul beban pelat. Dengan demikian pelat dapat dipandang sebagai pelat satu arah
(arah x), tulangan utama dipasang pada arah x dan pada arah y hanya sebagai
tulangan pembagi.
Tabel 2.6 menunjukka momen lentur yang bekerja pada jalur 1 meter, masing-masing
pada arah x dan arah y.
Mlx = momen lapangan per meter lebar di arah x.
Mly = momen lapangan per meter lebar di arah y.
Mtx = momen tumpuan per meter lebar di arah x.
Mty = momen tumpuan per meter lebar di arah y.
Mtix = momen tumpuan akibat jepit tak terduga diarah x.
Mtiy = momen tumpuan akibat jepit tak terduga diarah y.
Seperti pada pelat satu arah, pemakaian tabel 2.1 ini dibatasi beberapa syarat :
a. Beban pelat terbagi rata.
b. Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan minimum antara
panel pelat.
 qu, min > 0,4 qu,mak.
c. Perbedaan terbatas antara panjang bentang yang berbatasan.
 Lx, terpendek  0,8 Lx, terpanjang.
 Ly, terpendek  0,8 Ly, terpanjang.
Perencanaan Struktur Bangunan Gedung
SMK N 1 KUDUS
10

Jika syarat-syarat diatas dipenuhi, maka tabel 2.6 dapat memberikan hasil yang aman
terhadap momen-momen lentur maksimum.
Momen jepit tak terduga disini dianggap sama dengan setengah momen lapangan di
panel yang berbatasan, maka :
Pada arah x,  Mtix = 1/2 M1x.
Pada arah y,  Mtiy = 1/2 M1y.
Tabel 2.6 Momen per meter lebar dalam jalur tengah akibat beban terbagi rata

Skema Momen per meter Ly/Lx

Lebar Jalur 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,5

I M1x = 0,001 qulx2 x 41 54 67 79 87 97 110

M1y = 0,001 qulx2 x 41 35 31 28 26 25 24

II M1x = 0,001 qulx2 x 25 34 42 49 53 58 62

M1y = 0,001 qulx2 x 25 22 18 15 15 15 14

Mtx = 0,001 qulx2 x 51 63 72 78 81 82 83

Mty = 0,001 qulx2 x 51 54 55 54 54 53 51

M1x = 0,001 qulx2 x 30 41 52 61 67 72 80


III
M1y = 0,001 qulx2 x 30 27 23 22 20 19 19

Mtx = 0,001 qulx2 x 68 84 97 106 113 117 122

Mty = 0,001 qulx2 x 68 74 77 77 77 76 73

IV M1x = 0,001 qulx2 x 24 36 49 63 74 85 103

M1y = 0,001 qulx2 x 33 33 32 29 27 24 21

Mty = 0,001 qulx2 x 69 85 97 105 110 112 112

V M1x = 0,001 qulx2 x 33 40 47 52 55 68 62

M1y = 0,001 qulx2 x 24 20 18 17 17 17 16

Mtx = 0,001 qulx2 x 69 76 80 82 83 83 83

VA M1x = 0,001 qulx2 x 31 45 58 71 81 91 106

M1y = 0,001 qulx2 x 39 37 34 30 27 25 24

Mtx = 0,001 qulx2 x 91 102 108 111 113 114 114

= terletak bebas
= menerus pada tumpuan
= tidak tertumpu (ujung bebas / tergantung)

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
11

Tabel 2.6 (lanjutan)


Skema Momen per meter Ly/Lx
Lebar Jalur 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,5
VB M1x = 0,001 qulx2 x 39 47 57 64 70 75 81
M1y = 0,001 qulx2 x 31 25 23 21 20 19 19
Mtx = 0,001 qulx2 x 91 98 107 113 118 120 124
VI M1x = 0,001 qulx2 x 28 37 45 50 54 58 62
M1y = 0,001 qulx2 x 25 21 19 18 17 17 16
Mtx = 0,001 qulx2 x 60 70 76 80 82 83 83
Mty = 0,001 qulx2 x 54 55 55 54 53 53 51
VIIA M1x = 0,001 qulx2 x 14 21 27 34 40 44 52
M1y = 0,001 qulx2 x 30 39 47 56 64 70 85
Mtx = 0,001 qulx2 x 48 69 94 120 148 176 242
Mty = 0,001 qulx2 x 63 79 94 106 116 124 137
VIIB M1x = 0,001 qulx2 x 30 33 35 37 39 40 41
M1y = 0,001 qulx x 2 14 15 15 15 15 15 15
Mtx = 0,001 qulx x 2 63 69 74 79 79 80 82
Mty = 0,001 qulx2 x 48 48 47 47 47 46 45

= terletak bebas
= menerus pada tumpuan
= tidak tertumpu (ujung beban bebas/tergantung)

C. BALOK
1. Desain Balok
Perancangan suatu balok pada intinya adalah penetapan penampang lintang yang
mampu menyediakan ketahanan paling efektif terhadap aksi lentur dan geser yang
diakibatkan dari pembebanan yang bekerja padanya. Proses perancangan oleh
karenanya bisa dibedakan menjadi 2 bagian analisis. Bagian pertama ialah penetapan
respons berupa gaya-gaya geser dan momen lentur ketika balok harus menyangga
sistem pembebanan tertentu. Bagian kedua berkaitan dengan upaya pemilihan
dimensi penampang lintang terbaik agar mampu menahan gaya-gaya geser dan
momen lentur yang didapat dari bagian pertama.
Teori lentur untuk beton bertulang beranggapan bahwa beton akan retak di daerah
regangan tarik dan setelah retakan terjadi, seluruh tarikan ditahan oleh tulangan.
Teori ini juga menganggap bahwa tampang bagian konstruksi structural yang datar
akan tetap datar setelah terjadi peregangan, sehingga harus ada distribusi regangan
linear pada tampang.

Gambar 2-9. Distribusi Tegangan-Regangan

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
12

Dari gambar dapat ditullis :


C=T
𝐶 = 0,85. 𝑓𝑐 ′ . 𝑎. 𝑏
𝑇 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦
𝐴𝑠 . 𝑓𝑦
𝑎=
0,85. 𝑓𝑐 ′ . 𝑏

𝑎
𝑀𝑛 = 𝑇 (𝑑 − )
2
𝑎
= 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦. 𝑑 −
2
Atau :
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐶 𝑑 −
2
𝑎
= 0,85. 𝑓𝑐 ′ . 𝑎. 𝑏. 𝑑 −
2
𝑎= 𝛽1 . 𝑐
𝛽1 = 0,85 , Untuk fc’ ≤ 30 Mpa
𝛽1 = 0,85-(fc’-30).0,008 , Untuk 30 < fc’ < 55 Mpa
𝛽1 = 0,65 , Untuk fc’ ≥ 55 Mpa

Tampang T dan tampang L yang flens-flensnya tertekan dapat direncanakan dan


dianalisis dengan cara yang sama, dan persamaan-persamaan yang digunakan dapat
diterapkan pada salah satu tipe tampang melintangnya tersebut. Karena pada
umumnya flens-flens tersebut menyediakan luas tekan yang besar, biasanya tidak
perlu meninjau kasus dimana diperlukan baja tekan. Jika baja tekan diperlukan,
perencanaan sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
Perencanaan dan detail dari tulangan lentur harus mengingat faktor-faktor seperti
pelekatan local dan pelekatan penjangkaran di antara besi dan beton. Luas tulangan
lentur tarik juga mempengaruhi perencaan selanjutnya dari tulangan geser dan
punter. Susunan tulangan ditentukan baik oleh syarat-syarat dari pedoman-pedoman
praktek untuk konstruksi-konstruksi beton maupun oleh pertimbangan-
pertimbangan praktis seperti toleransi pelaksanaan, jarak bersih antara tulangan dan
ukuran serta panjang natang yang telah tersedia.
Semua perhitungan harus berdasarkan pada bentang efektif dari suatu balok yang
diberikan sebagai berikut :
a. Balok di atas perletakan sederhana – harga terkecil dari jarak-jarak antara sumbu-
sumbu perletakan, atau jarak bersih di anatara perletakan ditambah tinggi efektif.
b. Balok menerus – jarak antara sumbu-sumbu perletakan.
c. Balok konsul – panjang dari tepi perletakan ditambah setengah tinggi efektif, atau
jarak dari sumbu perletakan kalau balok tersebut menerus.

Dibawah ini diberikan bagan diagram alir untuk perencanaan balok tulangan ganda
sebagai berikut :

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
13

MULAI

Data : b,d,d’,Mu,Ø,fc’,fy

Hitung :
𝑀𝑢
𝑀𝑛 =

0,85. 𝑓𝑐′ 600
𝜌𝑏 = 𝛽1
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦
𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75. 𝜌𝑏
1,4
𝜌𝑚𝑖𝑛 =
𝑓𝑦
𝑓𝑦
𝑚=
0,85. 𝑓𝑐′
𝑀𝑛
𝑅𝑛 =
𝑏. 𝑑2

1 1 − (2. 𝑚. 𝑅𝑛)
𝜌= 1−
𝑚 𝑓𝑦

𝜌 ≤ 𝜌𝑚𝑎𝑥

Tentukan Agar As’ Leleh


𝜌 ≥ 𝜌𝑚𝑖𝑛 1 𝑑′ 600
𝛽 ≤ 𝜌 − 𝜌′
𝑚 1 𝑑 600 + 𝑓𝑦

Hitung :
𝐴𝑆 = 𝜌. 𝑏. 𝑑 𝐴𝑆 = 𝜌𝑚𝑖𝑛 . 𝑏. 𝑑 𝑎 = 𝜌 − 𝜌′ 𝑚. 𝑑
𝑎
𝑀𝑛1 = 𝜌 − 𝜌′ . 𝑏. 𝑑. 𝑓𝑦. 𝑑 −
2
𝑀𝑛2 = 𝑀𝑛 − 𝑀𝑛1
𝑀𝑛2
𝜌′ =
Pilih Tulangan 𝑏. 𝑑. 𝑓𝑦. (𝑑 − 𝑑′ )
𝜌 = 𝜌 − 𝜌′ + 𝜌′

SELESAI Tulangan :
𝐴𝑠 = 𝜌. 𝑏. 𝑑
𝐴′𝑠 = 𝜌′ . 𝑏. 𝑑

SELESAI

Gambar 2-10. Bagan Alir Analisis Balok Persegi Bertulang Ganda

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
14

2. Torsi Balok
Penampang yang dibebani torsi harus direncakan sedemikian rupa sehingga
memenuhi :
Tu ≤ Ø Tn
Dengan :
Tn = T c + T s
𝑓𝑐′ 2
𝑇𝑐 = 𝑏 𝑕
15
𝐴𝑡 𝛼1 𝑥1 𝑦1 𝑓𝑦
𝑇𝑠 =
𝑠
𝛼𝑡 𝐴𝑡 𝑏𝑡 𝑕𝑡 ∅𝑓𝑦
𝑠=
𝑇𝑢 − ∅𝑇𝑐

3. Geser Balok
Fungsi tulangan geser :
a. Menerima geser kelebihan yang tidak mampu diterima oleh kekuatan geser beton
– Vs
b. Mencegah berkembangnya retak miring dan ikut memelihara lekatan antara
agregat atau perpindahan geser antara muka retak – Va
c. Mengikat tulangan memenjang balok agar tetap ditempatnya dan sekaligus
memperbesar kapasitas pasak – Vd
d. Aksi pasak pada tulangan geser dapat memindahkan suatu gaya kecil
menyeberangi retak.

Kekuatan geser nominal :


VU ≤ Ø V n
Vn = V c + V s
Kekuatan geser beton :
1
𝑉𝑐 = 𝑓𝑐′. 𝑏𝑤. 𝑑
6
Jika ada aksial tekan :
𝑁𝑈 1
𝑉𝑐 = 1 + 𝑓𝑐′ 𝑏𝑤. 𝑑
14. 𝐴𝑔 6
Jika ada aksial tarik :
0,30. 𝑁𝑈 1
𝑉𝑐 = 1 + 𝑓𝑐′ 𝑏𝑤. 𝑑
𝐴𝑔 6
Persyaratan tulangan geser :

Jika VU < 0,5 ØVc ~ Tanpa diperlukan tulangan geser


Jika 0,5 ØVc < VU < ØVc ~ Geser minimum
1
∅𝑉𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = ∅ 𝑏𝑤. 𝑑
3
𝑏𝑤. 𝑠
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =
3. 𝑓𝑦
S max ≤ d/2 ≤ 600 mm
Jika Ø Vc < VU ≤ 3ØVc ~ Pakai tulangan geser
ØVs perlu = VU – ØVc
∅. 𝐴𝑣 . 𝑓𝑦. 𝑑
∅𝑉𝑠 𝑎𝑑𝑎 =
𝑠
S max ≤ d/2 ≤ 600 mm

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
15

Jika 3Ø Vc < VU ≤ 5ØVc ~ Pakai tulangan geser


ØVs perlu = VU – ØVc
∅. 𝐴𝑣 . 𝑓𝑦. 𝑑
∅𝑉𝑠 𝑎𝑑𝑎 =
𝑠
S max ≤ d/2 ≤ 300 mm

D. KOLOM

Kolom adalah batang tekan dari portal yang memikul beban dari balok. Bertugas
meneruskan beban-beban yang berasal dari elevasi atas ke elevasi dibawahnya hingga
akhirnya sampai ketanah melalui pondasi.
Jenis kolom dibedakan :
a. Menurut bentuknya
1) Kolom segi empat atau bujur sangkar
2) Kolom bulat dengan pengikat sengkang atau spiral
3) Kolom komposit, beton dan profil baja
b. Menurut beban yang bekerja
1) Kolom sentries
2) Kolom eksentris
a) Uniaksial
b) Biaksial
c. Menurut kelangsingannya
1) Kolom pendek, k Lu/r ≤ 22 (runtuhnya karena material)
2) Kolom panjang, k Lu/r > 22 (runtuhnya karena tekuk)

1. Kolom Pendek Dengan Beban Sentris

As As’ b Luas penampang = Ag = b.h


Luas total tulangan = Ast
h Luas bersih = (Ag – Ast)
a. Penampang melintang

Ast = A s + A s’
ε=0,003 Po = 0,85.fc’.(Ag-Ast)+Ast.fy
emin = 10%
b. Regangan

Po Dengan memperhatikan eksentrisitas min, harga Po


harus direduksi :
Pn(max) = 0,80 Po, untuk kolom bersengkang
0,85fc’
Pn(max) = 0,85 Po, untuk kolom berspiral

Cs=As.fy Cs’=As’.fy
Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan
Cc=0,85.fc’
faktor reduksi kekuatan (Ø).
c. Tegangan (gaya-gaya)

Gambar 2-11. Kolom Sentris

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
16

2. Kolom Dengan Beban Eksentris


y’

Pn = C c + C s – Ts
As As’ b
Mn = Pn e
𝑎
= 𝐶𝑐 𝑦′ − + 𝐶𝑠 𝑦 ′ − 𝑑′ + 𝑇𝑠 𝑑 − 𝑦′
d’ 2
d

h
𝑑−𝑒
𝜀𝑠 = 0,003
𝐶
𝐶−𝑑′
𝜀𝑠 ′ = 0,003
c 𝑒
εs
εs
’ εs=0,003
fs = Es.εs ≤ fy
a
fs’= Es.εs’≤ fy
0,85fc’

Ts
Cc Cs
Cc = 0,85 fc’.ab
Pn
Cs = As’.fs’
e
e’ Ts = As’.fs

Pusat plastis
Pn = 0,85 fc’ a b + As’ fs’ – As fs

Gambar 2-12. Kolom Eksentris Mn = Pn . e


= 0,85 fc’ab(y’-a/2)+As’fs’(y’-d’)
+As.fs(d-y’)

Catatan :
c = Jarak sumbu netral
y’ = Jarak pusat plastis
e = Eksentrisitas beban ke pusat plastis
e’ = Eksentrisitas beban ke tulangan tarik
d’ = Selimut efektif tulangan tekan

3. Ragam Keruntuhan Kolom


Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik, penampang kolom
dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan.
a. Keruntuhan tarik, diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik.
b. Keruntuhan tekan, diawali dengan hancurnya beton yang tertekan.
Kondisi balance, terjadi apabila diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik,
sekaligus hancurnya beton yang tertekan.
Apabila Pn adalah beban aksial, dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi balance,
maka :
Perencanaan Struktur Bangunan Gedung
SMK N 1 KUDUS
17

- Bila Pn < Pnb ~ keruntuhan tarik


- Bila Pn = Pnb ~ Keruntuhan balance
- Bila Pn > Pnb ~ Keruntuhan tekan

a. Keruntuhan Balance
Kondisi balance tercapai apabila tulangan tarik mengalami regangan leleh εy dan
pada saat itu beton mengalami regangan hancur (0,003)

eb
εy= fy/Es
εs
’ εc=0,003

Dari segitiga sebangun,


𝑒𝑏 0,003
= 𝑓𝑦 ~ Es = 200.000 MPa
𝑑 0,003 +
𝐸𝑠

600
𝑐𝑏 = 𝑑
600 + 𝑓𝑦
600
𝑎𝑏 = 𝛽1 𝑐𝑏 = 𝛽1 𝑑
600 + 𝑓𝑦
Pnb = 0,85 fc’ ab b + As’fs’ – As fy
𝑎𝑏
Mnb = Pnb eb = 0,85𝑓𝑐 ′ 𝑎𝑏𝑏 𝑦 ′ − + 𝐴′𝑠 𝑓𝑠 ′ (𝑦 ′ − 𝑑 ′ ) + 𝐴𝑠 𝑓𝑦(𝑑 − 𝑦′)
2

Dimana :
𝑐𝑏 −𝑑′
fs’ = 0,003 𝐸𝑠 ≤ 𝑓𝑦
𝑐𝑏

b. Keruntuhan Tarik
Keruntuhan tarik berlaku bila Pn < Pnb atau c > eb
Bila As = As’ dan tulangan tekan meleleh, maka :
𝑎
𝑀𝑛 = 𝑃𝑛 𝑒 = 0,85 𝑓𝑐 ′ 𝑎 𝑏 𝑦 ′ − + 𝐴′𝑠 𝑓𝑦 𝑦 ′ − 𝑑 + 𝐴𝑠 𝑓𝑦(𝑑 − 𝑦 ′ )
2
Untuk As = As’ dan y’=h/2, maka :
𝑕 𝑎
𝑀𝑛 = 𝑃𝑛 𝑒 = 0,85 𝑓𝑐 ′ 𝑎 𝑏 − + 𝐴𝑠 𝑓𝑦 𝑑 − 𝑑′
2 2
Untuk e diketahui, maka :

𝑃𝑛 = 0,85 𝑓𝑐 ′ 𝑏 𝐾𝑒 + 𝐾𝑒 2 + 𝐾𝑠

Dimana :
𝑕
𝐾𝑒 = −𝑒
2
2𝐴𝑠 𝑓𝑦(𝑑 − 𝑑 ′ )
𝐾𝑠 =
0,85 𝑓𝑐′𝑏

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
18

c. Keruntuhan Tekan
Berlaku bila Pn > Pnb atau c < cb
Penyelesaian pendekatan cara whitney, yaitu :
𝐴𝑠 ′𝑓𝑦 𝑏 𝑕 𝑓𝑐′
𝑃𝑛 = 𝑒 +
+ 0,5 3. 𝑕. 𝑒
𝑑 − 𝑑′ + 1,18
𝑑2
Cara whitney didasarkan asumsi sebagai berikut :
1) Tulangan simetris (As = As’)
2) Tulangan tekan leleh
3) Luas beton yang ditempati baja tulangan diabaikan
4) Dalam menghitung Cc, a = 0,54 d
5) Diagram interasi didaerah tekan berupa garis lurus

4. Faktor Reduksi Kekuatan


Aksial tarik, aksial tarik dengan lentur ~ Ø = 0,80
Aksial tekan, aksial tekan dengan lentur :
- Dengan tulangan spiral ~ Ø = 0,70
- Dengan tulangan sengkang ~ Ø = 0,65
Bila nilai aksial kecil dimana :
ØPn < 0,1 fc’ Ag atau ØPn < ØPnb
Maka nilai Ø boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0,80.

p
senkang = Pn max = 0,8 Po
spiral = Pn max = 0,85 Po
Po
cara whitney
Mn max
daerah keruntuhan
M
n,P 1 tekan
n e
Pn max (Mn , Pn)
tif
y erva nced
M

e
bala
u,P

it n n s
wh n ko an
e min

ntuh
u

no keru

(Mnb , Pnb)
eb daerah keruntuhan
tarik
0,1 fc' Ag
OMn Mn M

Gambar 2-13. Diagram interaksi aksial - momen

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
19

E. PONDASI

Pondasi merupakan elemen bangunan yang berfungsi memindahkan beban


struktur ke dalam tanah, baik secara menyebar (pondasi telapak) maupun
melalui beberapa titik dukung (pondasi tiang pancang). Struktur pondasi
direncanakan sedemikian rupa agar dapat mendukung beban-beban struktur,
baik berat sendiri maupun beban hidup disamping beban angin atau beban
gempa. Pondasi tersebut harus dibuat cukup kuat sehingga penyaluran gaya-
gaya dapat langsung tanpa menyebabkan rusaknya pondasi tersebut.

P
A perlu = 
t
dimana :
σ = tekanan yang diijinkan
σt = tekanan tanah yang diijinkan

Elemen yang harus menyebarkan beban dari permukaan elemen yang lebih kecil
ke permukaan yang lebih besar disebut pondasi (pondasi telapak).
P

Kolom

Pondasi

P 
Tanah t   t
A
Gambar 2-14. Pendistribusian beban dari kolom ke tanah


Apabila tanah di dekat permukaan terlalu lemah (  t –nya kecil), luas permukaan

pondasinya A akan sangat besar, berat dan mahal. Sehingga dipilih jalan lain,
yaitu dengan menanamkan tiang pancang sampai pada kedalaman yang lebih
besar, sampai tanah tersebut mampu mendukung beban, atau dengan
menggunakan pondasi dalam lainnya seperti sumuran.

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
20

a. Kekuatan Geser
Kekuatan geser dari pelat pondasi telapak ditentukan oleh kondisi terberat
dari dua hal berikut :
1. Aksi satu arah
Pada peninjauan aksi satu arah berlaku seperti hitungan geser pada
balok, dengan penampang kritis terletak pada jarak d dari muka kolom.
Dalam hal ini pelat atau telapak pondasi harus direncanakan sebagai
berikut :

Vn VU
VN  VC  VS
1
VC  f ' c .B.d
6
dimana :
Φ = faktor reduksi kekuatan
Vn = kekuatan geser nominal (Newton)
VC = kekuatan geser nominal yang disumbangkan beton
VS = kekuatan geser nominal yang disumbangkan
tulangan geser
VU = gaya geser berfaktor pada penampang kritis,
yaitu pada jarak d dari sisi luar kolom

Bila tidak diperlukan tulangan geser, maka harus dipenuhi :


VC VU
Rumus ini dapat dipakai untuk menentukan tebal pondasi telapak,
dimana tidak diperlukan tulangan geser yaitu :
6VU
d 
 f ' c .B
Bila dipakai tulangan geser (VU > ΦVC), maka :
VU
VS   VC
perlu

VS
AV  perlu

fy . sin 
dimana :
AV = luas tegangan geser (mm2)
fy = tegangan leleh tulangan yang disyaratkan (MPa)
α = sudut antara tulangan miring dengan sumbu
mendatar

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS
21

2. Aksi Dua Arah


Pada peninjauan aksi dua arah, penampang kritis ditentukan pada jarak d/2
dari muka kolom. Pondasi telapak harus direncanakan sebagai berikut :

 1  f 'c
Vn  VC  1   .bO .d
  C  6
VU  VC
dimana :
βC = perbandingan antara sisi kolom terpanjang dan
sisi kolom terpendek
bO = keliling dari penampang yang terdapat tegangan
geser. (penampang boleh dianggap terletak pada
jarak d/2 terhadap sisi kolom)
d = tinggi efektif dari pelat pondasi telapak

Dalam segala hal kekuatan geser VC pada persamaan dibatasi sebagai


berikut :

f 'c
VC  bO .d
3
Bila dipakai tulangan geser, maka :
Vn  VU
Vn  VC  VS
f 'c
V C bo .d
6
V
VS  U  VC
perlu

VS
AV  perlu

fy . sin 
b. Kekuatan Lentur
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penampang kritis untuk momen
terjadi pada sisi kolom atau dinding beton bertulang.
Momen berfaktor untuk menghitung tulangan lentur dapat dihitung dengan
:

B.l 2
M U   net x
2
dimana :
σnet = tekanan tanah akibat beban berfaktor.

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung


SMK N 1 KUDUS

Anda mungkin juga menyukai