1 0 (2)
Pada operasi normal, T
19
harus lebih tinggi dari T
20
, karena menunjukkan
fuel cell tidak overheat:
T
19
T
20
0 (3)
Model utk data generation
Digunakan model multivariate regression:
Y = a
(0)
+ a
i
(1)
X
i
+ a
i
(2)
X
i
2
i
(4)
Berdasarkan sampel dari data yg dibangkitkan (generated), koefisien yg paling cocok diperoleh
menggunakan SPSS dan ditunjukkan pada tabel berikut:
Persamaan energy cost (C
power
) menjadi:
C
power
= 9,429 + 3,694 10
5
A
SOFC
+ 6,653 10
9
A
SOFC
2
++ (1,623)Y
REC
2
(5)
Optimasi dgn metode Lagrange Multiplier
Metode Lagrange Multiplier awalnya dicoba hanya dgn constraint equality
(pers.(1)), namun hasil optimasinya ternyata melanggar constraint (2) dan (3).
Kemudian metode Lagrange Multiplier dicoba lagi dgn mengubah constraint (2)
dan (3) menjadi equality, dan diperoleh hasil yg memuaskan. Fungsi Lagrange-nya
adalah:
H = C
power
1
T
7
1400
2
T
19
T
20
3
y
rec
1 +U
1.05 (6)
Konstanta pengurang fraksi 1.05 berarti diijinkan kelebihan uap sebesar 5% di inlet
anoda.
Metode Lagrange Multiplier ini wajib memenuhi:
H = 0 (7)
dengan =
A
SOFC
,
X
CH4
,
Y
CH4
,
Y
O2
,
Y
REC
,
1
,
2
,
3
(8)
Hasil optimasi
Optimasi dilakukan secara komputasi karena dari metode Lagrange
Multiplier dihasilkan 8 persamaan dan 8 variabel tak diketahui, hasilnya
sbb:
Perbandingan hasil optimasi
Kuantitas utama Sebelum optimasi Setelah optimasi
Breakeven energy cost 5,46 kW/jam 4,54 kW/jam
Total metana (fuel supply) 41,7 mol/s (GT) 48,5 mol/s
(GT 8,5 mol/s + SOFC 40 mol/s)
Efisiensi termal
keseluruhan
30% 48,5%
Daya total yg dihasilkan 10 MW (GT) 18,9 MW
(GT 9,6 MW + SOFC 9,3 MW)
Komentar pengulas
Tidak dijelaskan alasan dipilihnya pendekatan
model regresi multivariasi utk membangun
cost function entalpi.
Tidak diberikan data yang digunakan untuk
mencari koefisien pada model regresi.