Anda di halaman 1dari 3

!

"#$%&

Analisis Penentuan Koefisien Tahanan Cabut pada Antarmuka Tanah Merah
dan Geogrid melalui Pengujian Cabut Laboratorium


1. Latar Belakang
Dinding tanah yang distabilisasi secara mekanis (mechanically stabilized earth wall, MSEW)
atau disebut juga dinding tanah bertulang, pada dasarnya terdiri dari perkuatan di dalam
timbunan tanah yang membantu menahan tekanan tanah lateral. Salah satu perkuatan untuk
dinding tersebut adalah dengan menggunakan geogrid.
Beberapa pedoman perencanaan (DPU, 2009 dan FHWA, 2001) mensyaratkan penggunaan
bahan timbunan MSEW adalah bahan berbutir dengan batasan kandungan halus lolos
saringan No. 200 kurang dari 15%. Akan tetapi, ketersediaan bahan berbutir yang memenuhi
syarat sering tidak tersedia di lokasi pekerjaan. Selain itu, harga kerikil dan pasir yang lebih
mahal dibandingkan material kohesif dapat menghambat digunakannya geogrid untuk
MSEW. Di sisi lain, material tanah merah yang saat ini banyak digunakan sebagai timbunan
jalan telah menunjukkan kinerja yang cukup baik. Tanah merah banyak terdapat di Indonesia
karena merupakan hasil pelapukan batuan setempat. Tanah merah ini bersifat spesifik
karena mempunyai karakteristik mekanis yang lebih baik dibandingkan tanah lempung
sedimen.
Di Indonesia, tanah merah dengan kandungan butir halus yang tinggi mulai digunakan
sebagai pengganti bahan berbutir. Wesley (2010) mencatat dinding tanah di Bintaro Viaduct
Jakarta setinggi 7.8 m dan di Jalan Lingkar Luar Ceger-Hankam Raya Jakarta setinggi 7.3m
memberikan kinerja yang baik. Akan tetapi, teridentifikasi pula satu kasus keruntuhan dinding
tanah merah setinggi 7m di abutmen jembatan tol Veteran Jakarta (Dobie, 2010). Hal ini
merupakan indikasi perlunya pemahaman perilaku interaksi tanah merah dengan geogrid
pada sistem dinding tanah yang diperkuat geogrid.
Salah satu mekanisme interaksi tanah dengan geogrid yang perlu dipahami adalah
ketahanan cabut dari geogrid dan tanah. Karena sifat polimer geogrid yang dapat memanjang
(extensible), tahanan cabut dipengaruhi oleh kekakuan geogrid. Oleh karena itu, dalam
menghitung tahanan cabut diperlukan suatu koefisien tahanan cabut yang terdiri dari faktor
tahanan cabut (F*) dan faktor koreksi skala (!). Untuk tanah berbutir, kedua faktor tersebut
dapat didekati dengan menggunakan nilai yang direkomendasikan, yaitu F*=2/3 tan "
(dimana " adalah sudut geser dalam tanah berbutir) dan !=0.8 untuk geogrid. Akan tetapi,
untuk tanah berbutir halus nilai baku yang direkomendasikan untuk kedua faktor tersebut
belum tersedia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rentang nilai dari
kedua faktor tahanan cabut tersebut dengan melakukan serangkaian pengujian cabut pada
antarmuka tanah merah dengan geogrid di laboratorium.

2. Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui rentang nilai koefisien tahanan cabut pada antarmuka
(interface) tanah merah dengan geogrid dan properties geogrid yang paling berpengaruh
terhadap koefisien tersebut.
Catatan:
Properties geogrid yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap tahanan cabut adalah:
- Geometri (ukuran bukaan, tebal bar melintang, luas efektif).
- Kuat tarik dan elongasi.
- Kekuatan persilangan (junction) antara rib memanjang dan bar melintang. Kekuatan
persilangan ditentukan oleh metode pembuatan geogrid.

3. Lingkup Kajian
a. Studi pustaka yang difokuskan pada penelitian tahanan cabut pada tanah berbutir halus.
b. Pengumpulan data sekunder mengenai tahanan cabut pada tanah kohesif.
c. Pengujian cabut pada antarmuka tanah merah dengan geogrid. Pengujian cabut di
laboratorium mengacu pada ASTM D6706-01 (Reapproved 2007).
d. Analisis data untuk mendapatkan faktor tahanan cabut dan faktor koreksi skala.

4. Pembatasan masalah
a. Geogrid yang digunakan terdiri dari 3 jenis dengan ukuran bukaan, kuat tarik dan
elongasi, tipe polimer, tipe pembuatan, dan ketebalan bar melintang. Deskripsi ketiga
jenis geogrid tersebut adalah:
- Geogrid poliester (PET), high strength low elongation, yang dibuat dengan cara
dilas (welded).
- Geogrid high density polyethylene (HDPE), yang dibuat dengan cara melubangi dan
menarik lembaran HDPE.
- Geogrid poliester yarn yang dilapis PVC, yang dibuat dengan cara dirajut (knitted).
b. Kombinasi pengujian terdiri dari 3 variasi tegangan normal dan 3 variasi panjang geogrid
(total 27 pengujian).
c. Kadar air dan pemadatan tanah merah tidak divariasikan (kadar air pada rentang -3%
sampai +1% dari kadar air optimum dan derajat kepadatan minimum 95% dengan
pemadatan ringan).


!"#$"% '()$"*"

ASTM D6706-01. 2007. Standard Test Method for Measuring Geosynthetic Pullout
Resistance in Soil. ASTM International, West Conshohoken, PA, USA.
Dobie, Michael. 2010. Practical Use of Clay Fills in Reinforced Soil Structures. Prosiding
Pertemuan Ilmiah Tahunan XIV HATTI. Development of Geotechnical Engineering in
Civil Works and Geo-Environment. Yogyakarta.
DPU. 2009. Pedoman Konstruksi dan Bangunan: Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan
Tanah dengan Geosintetik, No. 003/BM/2009. Departemen Pekerjaan Umum (DPU),
Indonesia.
FHWA. 2001. Mechanically Stabilized Earth Walls and Reinforced Soil Slopes, Design and
Construction Guidelines. Federal Highway Administration (FHWA), Washington, DC,
USA, Publication No. FHWA-NHI-00-043.
Wesley, Laurence D. 2010.Geotechnical Engineering in Residual Soils. ISBN 978-0-470-
37627-0. John Wiley & Sons, Inc. Amerika Serikat.

Anda mungkin juga menyukai