Anda di halaman 1dari 16

Terdapat empat analisis kimia yang digunakan untuk mengevaluasi batuan induk

di Pulau Kelapa. Sampel yang dianalisis merupakan sampel permukaan


(singkapan). Analisis tersebut di antaranya:
Analysis type Number of samples
TOC determination 15
Rock-Eval pyrolysis 15
Vitrinite reflectance 15
Kerogen typing 15
Keempat analisis tersebut digunakan untuk menentukan parameter-parameter
geokimia batuan induk yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Beberapa
parameter yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:
1. Kekayaan batuan induk
Kekayaan batuan induk diperoleh dengan melihat parameter nilai dari TOC
(Total Organic Carbon). Ada beberapa pembagian mengenai kekayaan batuan
induk. Di antaranya adalah Waples (1985), Peters (1986), dan Peters dan
Cassa (1994). Parameter kekayaan menurut Waples (1985) adalah sebagai
berikut:

Sedangkan menurut Peters (1986) adalah sebagai berikut:

Dan menurut Peters dan Cassa (1994) adalah sebagai berikut:
TOC
< 0,5%
0,5-1%
1-2%
>2
Possibility of Modest Source Capacity
Possibility of Good to Excellent Source Capacity
Implikasi Batuan Induk
Negligible Source Capacity
Possibility of Slight Source Capacity
TOC
< 0,5%
0,5-1%
1-2%
>2
Good
Very Good
Implikasi Batuan Induk
Fair
Poor

Sehingga bila data yang terdapat pada soal dimasukkan ke dalam ketiga
pembagian tersebut maka akan didapatkan tabel sebagai berikut:

Bila dianalisis berdasarkan tabel tersebut, maka didapatkan nilai kekayaan
batuan induk tiap formasi. Formasi Fufa menurut pembagian Waples adalah
possibility of slight source capacity sedangkan menurut pembagian Peters
adalah fair dan berdasarkan pembagian Peters dan Cassa didapatkan nilai yang
sama dengan pembagian Peters. Formasi Wahai menurut pembagian Waples
adalah negligible source capacity sedangkan baik berdasarkan pembagian
Peters maupun pembagian Peters dan Cassa untuk Formasi Wahai adalah
poor. Formasi Salas untuk sampel SS-03 - SS-05 menurut pembagian Waples
adalah possibility of slight source capacity sedangkan baik berdasarkan
pembagian Peters maupun pembagian Peters dan Cassa untuk sampel yang
sama adalah fair. Pada sampel SS-06 - SS-08 berdasarkan pembagian Waples
adalah negligible source capacity sedangkan baik berdasarkan pembagian
Peters maupun pembagian Peters dan Cassa untuk sampel yang sama adalah
poor. Untuk Formasi Kanikeh terdapat empat jenis implikasi batuan induk.
Untuk sampel SS-09, SS-11, dan SS-14 menurut pembagian Waples adalah
TOC
< 0,5%
0,5-1%
1-2%
2-4%
>4%
Good
Very Good
Excellent
Implikasi Batuan Induk
Poor
Fair
SS-01 Grey claystone Fufa 0.61 Possibility of Slight Source Capacity Fair Fair
SS-02 grey claysone, slightly calcareous Wahai 0.3 Negligible Source Capacity Poor Poor
SS-03 medium dark grey claystone Salas 0.81 Possibility of Slight Source Capacity Fair Fair
SS-04 medium dark grey claystone Salas 0.82 Possibility of Slight Source Capacity Fair Fair
SS-05 medium dark grey claystone Salas 0.95 Possibility of Slight Source Capacity Fair Fair
SS-06 dark greenish claystone Salas 0.22 Negligible Source Capacity Poor Poor
SS-07 greenish grey claystone Salas 0.43 Negligible Source Capacity Poor Poor
SS-08 medium dark grey claystone Salas 0.45 Negligible Source Capacity Poor Poor
SS-09 medium dark grey claystone Kanikeh 0.56 Possibility of Slight Source Capacity Fair Fair
SS-10 medium dark grey claystone Kanikeh 0.19 Negligible Source Capacity Poor Poor
SS-11 medium grey claystone Kanikeh 0.73 Possibility of Slight Source Capacity Fair Fair
SS-12
brownish grey claystone
Kanikeh 3.05 Possibility of Good to Excellent Source CapacityVery Good Very Good
SS-13
medium dark grey shale, calcareous
Kanikeh 1.36 Possibility of Modest Source Capacity Good Good
SS-14 dark grey shele Kanikeh 0.63 Possibility of Slight Source Capacity Fair Fair
SS-15 medium grey shale Kanikeh 0.29 Negligible Source Capacity Poor Poor
Sample
ID
Waples (1985) Litologi
Peters and
Cassa (1994)
Peters
(1986)
TOC Formation
possibility of slight source capacity sedangkan baik berdasarkan pembagian
Peters maupun pembagian Peters dan Cassa untuk sampel yang sama adalah
fair. Pada sampel SS-10 dan SS-15 berdasarkan pembagian Waples adalah
negligible source capacity sedangkan baik berdasarkan pembagian Peters
maupun pembagian Peters dan Cassa untuk sampel yang sama adalah poor.
Untuk sampel SS-13 berdasarkan pembagian Waples adalah possibility of
modest source capacity sedangkan baik berdasarkan pembagian Peters
maupun pembagian Peters dan Cassa untuk sampel yang sama adalah good.
Sedangkan satu sampel yang tersisa yaitu sampel SS-12 berdasarkan
pembagian Waples adalah possibility of good to excellent source capacity
sedangkan baik berdasarkan pembagian Peters maupun pembagian Peters dan
Cassa untuk sampel yang sama adalah very good.
2. Tipe kerogen batuan induk
Tipe kerogen batuan induk diperoleh dengan membuat grafik HI terhadap OI
berdasarkan grafik van Krevelen. Tabel nilai HI dan OI yang didapatkan dari
data yang terdapat di dalam soal adalah sebagai berikut:

SS-01 0.05 0.27 0.85 Fufa 0.61 45 140
SS-02 0.03 0.05 0.19 Wahai 0.3 100 380
SS-03 0.08 0.53 0.18 Salas 0.81 65 22
SS-04 0.1 0.64 0.14 Salas 0.82 78 17
SS-05 0.08 0.36 0.16 Salas 0.95 38 17
SS-06 0.02 0.11 0.13 Salas 0.22 51 60
SS-07 0.04 0.24 0.21 Salas 0.43 56 49
SS-08 0.04 0.23 0.18 Salas 0.45 51 40
SS-09 0.08 0.53 0.18 Kanikeh 0.56 95 32
SS-10 0.05 0.14 0.2 Kanikeh 0.19 76 108
SS-11 0.08 0.53 0.25 Kanikeh 0.73 73 34
SS-12 0.25 1.15 4.4 Kanikeh 3.05 38 144
SS-13 0.06 0.54 0.29 Kanikeh 1.36 40 21
SS-14 0.05 0.4 0.32 Kanikeh 0.63 64 51
SS-15 0.04 0.2 0.24 Kanikeh 0.29 69 82
OI
Sample
ID
Formation S1 HI TOC S3 S2
Kemudian bila data pada tabel di atas dimasukkan ke dalam grafik van
Krevelen maka akan didapatkan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Grafik van Krevelen untuk penentuan tipe kerogen.
Berdasarkan grafik van Krevelen yang terdapat pada Gambar 1 maka akan
didapatkan bahwa Formasi Fufa, sebagian Formasi Salas, dan Kanikeh
merupakan kerogen tipe 3 (Vitrinit) sedangkan ada beberapa sampel dari
Formasi Salas dan Kanikeh yang merupakan kerogen tipe 2. Selain itu
berdasarkan analisis hasil tipe kerogen, maka akan didapatkan distribusi tipe
maseral berdasarkan ringkasan data kerogen yang terdapat di soal. Gambar 2
merupakan distribusi tipe maseral sampel Pulau Kelapa.









Gambar 2 Diagram distribusi maseral sampel di Pulau Kelapa.

Berdasarkan diagram di atas, maka sampel di Pulau Kelapa akan
menghasilkan gas semua. Hal ini dikarenakan sampel berada di diagram yang
berwarna merah atau daerah yang menghasilkan gas. Sedangkan lingkungan
pengendapan pada sampel tersebut diperkirakan berada di laut yang bersifat
oksidasi atau daerah lakustrin.
3. Kematangan batuan induk
Kematangan batuan induk diperoleh dengan melihat parameter nilai dari Ro
dan Tmax. Menurut pembagian Peters dan Cassa akan diperoleh parameter
kematangan sebagai berikut:

Sehingga bila data yang terdapat pada soal dimasukkan ke dalam pembagian
tersebut maka akan didapatkan tabel sebagai berikut:

Bila dianalisis berdasarkan tabel tersebut, maka didapatkan nilai kematangan
batuan induk tiap formasi. Formasi Fufa didapatkan nilai Ro rata-rata adalah
0,51 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,07 dan nilai Tmax adalah 437
0
.
Berdasarkan pembagian Peters dan Cassa maka didapatkan Formasi Fufa
adalah belum matang (immature) bila menggunakan parameter Ro. Akan
tetapi, bila menggunakan parameter Tmax maka akan didapatkan kategori
kematangan early mature. Analisis kematangan untuk Formasi Fufa lebih
dipilih menggunakan analisis nilai pantulan vitrinit (Ro) dibandingkan Tmaks
dikarenakan formasi tersebut merupakan kerogen tipe III sehingga nilai
kematangan dari pantulan vitrinit lebih dapat dipercaya dibandingkan nilai
kematangan dari Tmax. Formasi Wahai hanya memiliki nilai Tmax saja yaitu
antara 355
0
C. Berdasarkan pembagian Peters dan Cassa maka didapatkan
Formasi Wahai adalah immature. Formasi Salas memiliki dua jenis tipe
kerogen. Untuk sampel SS-03 dan SS-04 merupakan sampel dengan kerogen
tipe II. Oleh karena itu, yang digunakan sebagai analisis untuk menentukan
nilai kematangan adalah analisis dengan menggunakan Tmaks. Hal ini
dikarenakan kerogen tipe II jarang ditemukan vitrinit, sehingga akurasi nilai
pantulan vitrinitnya kurang dapat dipercaya. Kedua sampel memiliki
kematangan berdasarkan pembagian Peters dan Cassa adalah late mature.
Sedangkan sampel lain yaitu SS-05 - SS-08 yang merupakan kerogen tipe III
akan diperoleh nilai kematangannya dari analisis pantulan vitrinit (Ro). Untuk
SS-01 0.05 0.27 0.85 437 0.51 0.07 Fufa Immature Early Mature
SS-02 0.03 0.05 0.19 355 Barren 0 Wahai Barren Immature
SS-03 0.08 0.53 0.18 459 0.55 0.059 Salas Immature Late Mature
SS-04 0.1 0.64 0.14 456 0.58 0.092 Salas Immature Late Mature
SS-05 0.08 0.36 0.16 517 0.59 0.063 Salas Immature Post Mature
SS-06 0.02 0.11 0.13 442 0.61 0.083 Salas Early Mature Early Mature
SS-07 0.04 0.24 0.21 439 0.62 0.095 Salas Early Mature Early Mature
SS-08 0.04 0.23 0.18 476 0.51 0.092 Salas Immature Post Mature
SS-09 0.08 0.53 0.18 459 0.48 0.07 Kanikeh Immature Late Mature
SS-10 0.05 0.14 0.2 453 0.49 0.094 Kanikeh Immature Late Mature
SS-11 0.08 0.53 0.25 441 0.44 0.084 Kanikeh Immature Early Mature
SS-12 0.25 1.15 4.4 363 0.98 0.076 Kanikeh Late Mature Immature
SS-13 0.06 0.54 0.29 444 0.98 0.065 Kanikeh Late Mature Early Mature
SS-14 0.05 0.4 0.32 453 1.04 0.089 Kanikeh Late Mature Late Mature
SS-15 0.04 0.2 0.24 435 1.06 0.05 Kanikeh Late Mature Early Mature
Sample
ID
Formation S1
Maturity
(by Tmax)
Maturity
(by Ro)
SD S3 Tmax Ro S2
sampel SS-05 dan SS-08 akan didapatkan kematangan immature. Sedangkan
sampel SS-06 dan SS-07 memiliki kematangan early mature. Untuk Formasi
Kanikeh juga memiliki dua jenis tipe kerogen. Sampel SS-09 dan SS-12
merupakan sampel dengan kerogen tipe II. Maka yang digunakan sebagai
analisis untuk menentukan nilai kematangannya adalah analisis dengan
menggunakan Tmaks. Kedua sampel tersebut memiliki kematangan
berdasarkan pembagian Peters dan Cassa adalah late mature dan immature.
Sedangkan sampel lain yaitu SS-10, SS-11, dan SS-13 SS-15 yang
merupakan kerogen tipe III akan diperoleh nilai kematangannya dari analisis
pantulan vitrinit (Ro). Untuk sampel SS-10 dan SS-11 akan didapatkan
kematangan immature. Sedangkan sampel SS-13 - SS-15 memiliki
kematangan late mature, selanjutnya dapat diperoleh grafik Ro per sampel
yang ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3 Grafik Ro per sampel.
Nilai gradient yang didapatkan pada grafik di dalam Gambar 3 menjelaskan
beberapa fenomena yang terjadi pada batuan induk. Gambar 4 merupakan
modifikasi grafik Ro tiap sampel dengan menyertakan gradient grafik
tersebut.

Gambar 4 Modifikasi grafik Ro per sampel dengan menyertakan gradient grafik tersebut.
Berdasarkan grafik yang terdapat di dalam Gambar 4 maka akan diperoleh
nilai Ro yang kembali ke nilai yang lebih rendah pada sampel SS-08 yaitu
sampel terakhir dari Formasi Salas. Ini mengindikasikan terdapat gejala sesar
naik pada daerah tempat sampel tersebut diambil yaitu Formasi Salas yang
berbatasan dengan Formasi Kanikeh. Sedangkan pada sampel SS-12 yaitu
sampel keempat dari Formasi Kanikeh terdapat nilai gradient yang kembali ke
nilai tinggi yang naik secara signifikan. Ini mengindikasikan terdapat gejala
sesar normal pada formasi tersebut.
Setelah didapatkan tiga parameter geokimia batuan induk sampel Pulau
Kelapa yaitu kekayaan, tipe kerogen, dan kematangan, maka akan dilakukan
analisis untuk menentukan prospek dari batuan induk di daerah tersebut. Ada
beberapa grafik silang untuk analisis tersebut. Yang pertama adalah grafik
hubungan antara TOC terhadap S1+S2. Gambar 5 menunjukkan hubungan
antara TOC terhadap S1+S2 pada sampel di Pulau Kelapa.

Gambar 5 Grafik TOC terhadap S1+S2.
Berdasarkan grafik di atas, maka akan didapatkan zona-zona dari sampel-
sampel tersebut. Akan tetapi, hampir semua sampel di daerah tersebut
merupakan bukan batuan induk baik dilihat dari nilai TOC maupun dari
S1+S2 (potensial hidrokarbon) yang ditunjukkan oleh lingkaran merah
maupun bukan batuan induk dari aspek S1+S2 nya saja (lingkaran kuning dan
hijau). Hanya ada satu sampel yaitu SS-12 dari Formasi Kanikeh yang
memiliki nilai potensial hidrokarbon yang cukup (fair) dengan nilai kekayaan
yang sangat baik (very good). Grafik kedua adalah grafik hubungan antara
TOC terhadap HI. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara TOC terhadap
HI pada sampel di Pulau Kelapa.

Gambar 6 Grafik TOC terhadap HI.
Berdasarkan grafik di atas, maka akan didapatkan zona-zona dari sampel-
sampel tersebut. Semua sampel di daerah tersebut akan menghasilkan
hidrokarbon maksimal berupa gas bila melihat berdasarkan nilai HI nya saja.
Akan tetapi, hanya ada dua sampel yaitu SS-13 dan SS-12 dari Formasi
Kanikeh yang memiliki nilai kekayaan yang baik (good) dan sangat baik (very
good) yang ditunjukkan oleh lingkaran hijau dan biru. Beberapa sampel
memiliki nilai HI yang cukup tinggi yaitu sampel SS-02 dari Formasi Wahai
dan SS-09 dari Formasi Kanikeh dengan nilai 100 dan 95 mg HC/g TOC.
Tetapi kedua sampel tersebut secara kekayaan merupakan bukan batuan induk
(SS-02) dan batuan induk yang fair (SS-09). Grafik ketiga yang digunakan
pada analisis ini adalah grafik hubungan antara Tmax terhadap HI. Gambar 7
menunjukkan hubungan antara Tmax terhadap HI pada sampel di Pulau
Kelapa.

Gambar 7 Grafik Tmax terhadap HI.
Berdasarkan grafik di atas, maka akan didapatkan zona-zona dari sampel-
sampel tersebut. Semua sampel di daerah tersebut akan menghasilkan
hidrokarbon maksimal berupa gas bila melihat berdasarkan nilai HI nya saja.
Akan tetapi, bila digabungkan dengan nilai Tmax maka akan didominasi
untuk menghasilkan kombinasi minyak dan gas seperti ditunjukkan oleh
lingkaran merah. Hanya ada dua sampel yaitu SS-05 dan SS-08 yang akan
menghasilkan gas saja dan dua sampel yang belum matang (immature) yaitu
SS-02 dan SS-12. Grafik keempat yang digunakan pada analisis ini adalah
grafik PI per sampel. Gambar 8 menunjukkan PI per sampel di Pulau Kelapa.

Gambar 8 Grafik PI per sampel.
Berdasarkan grafik di atas, maka dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu indigenous dan minyak termigrasi (migrated oil). Untuk sampel-sampel
di Pulau Kelapa ini tidak ada yang masuk ke dalam kelompok minyak
termigrasi. Artinya adalah belum ada minyak atau gas yang terekspulsi ke
batuan reservoir. Sehingga nilai antara kematangan dapat tidak konsisten
ditampilkan baik dari nilai pantulan vitrinit (Ro) maupun dari nilai Tmax
karena sampel yang diambil merupakan sampel permukaan sehingga nilai PI
nya relatif rendah. Grafik terakhir yang digunakan adalah grafik nilai Ro per
sampel dengan memasukkan jendela kematangan (minyak). Gambar 9
menunjukkan Ro per sampel dengan jendela kematangan (minyak) di Pulau
Kelapa.


Gambar 9 Grafik Ro per sampel dengan jendela kematangan (minyak).
Berdasarkan grafik di atas, maka dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian
yaitu early mature (oil), mid mature (oil), dan late mature (oil). Untuk
sampel-sampel di Pulau Kelapa ini relatif didominasi di daerah dengan Ro
kurang dari 0,6 atau jendela kematangan. Hanya ada dua sampel di jendela
mid mature (oil) yaitu sampel SS-12 dan SS-13 dari Formasi Kanikeh, serta
dua sampel di jendela late mature (oil) yaitu sampel SS-13 dan SS-15 yang
juga berasal dari Formasi Kanikeh. Artinya adalah di empat sampel tersebut
diperkirakan akan menghasilkan campuran minyak dan gas di daerah tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa analisis yang telah dilakukan
adalah Formasi yang diperkirakan sebagai batuan induk di Pulau Kelapa
adalah Formasi Kanikeh. Hal ini berdasarkan dari nilai kekayaan (TOC) yaitu
berkisar 0,63-3,05 atau fair sampai very good berdasarkan pembagian Peters
dan Cassa. Kemudian berdasarkan dari tipe kerogen dari Formasi Kanikeh
adalah didominasi kerogen tipe III dan beberapa kerogen tipe II (SS-09 dan
SS-12). Serta kematangan di Formasi Kanikeh yang berkisar dari early mature
sampai late mature. Akan tetapi, karena didominasi oleh kerogen tipe III dan
tipe maseral NF.A (Non-fluorescent Amorphous) maka hidrokarbon yang akan
banyak dihasilkan adalah gas dengan campuran minyak yang sedikit. Selain
itu, karena belum adanya hidrokarbon yang terekspulsi pada formasi tersebut,
maka belum ada hidrokarbon yang bisa diproduksi melalui metode eksplorasi
konvensional. Tetapi untuk hidrokarbon yang masih terperangkap di batuan
induk ini, masih ada metode eksplorasi non-konvensional pada Pulau Kelapa.
Potensi gas serpih pada daerah ini bisa saja dieksplorasi dalam waktu dekat
ini.

Anda mungkin juga menyukai