Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

Demam dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue dan disebarkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti yang telah
terinfeksi dengan virus dengue tersebut. Demam dengue sendiri terbagi menjadi
dua yaitu demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD). Demam
berdarah dengue merupakan bentuk yang lebih parah dari demam dengue, dimana
perdarahan dan syok terkadang dapat terjadi yang berakibat pada kematian.

Pada tahun 1950-an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan
endemi infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara
diseluruh dunia. WHO (world health organization) memperkirakan lebih dari 2,5
milyar penduduk berisiko menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan
terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta kasus demam berdarah
dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah dengue ini
adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.
WHO menaksir sekitar 50 100 juta infeksi dengue akan terjadi setiap
tahunnya, dan 22.000 kasus meninggal dunia. Indonesia berada pada urutan ketiga
untuk wilayah Asia Tenggara, ditemukan sekitar 1,2 juta kasus setiap tahunnya.
Untuk kota Palu sendiri, angka kesakitan pada tahun 2008 mencapai 269 per
100.000 penduduk, masih sangat tinggi dibanding angka standar nasional (<20 per
100.000 penduduk).




2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Demam Dengue (DD) / Dengue Fever (DF) dan Demam Berdarah Dengue
(DBD) / Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue.
II.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropoda Borne Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut.

II.3 Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes tersebut
dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia (4-7 hari). Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation
period) sebelum menimbulkan penyakit.
3


Gambar 1. Cara penularan virus dengue dengan vektor nyamuk

II.3 Patogenesis
Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh memiliki masa inkubasi 3 14 hari
(rata-rata 4 7 hari) sementara virus terus bereplikasi pada sel dendritik yang
merupakan target infeksi. Selain sel dendritik, sel lain yang merupakan target
infeksi yaitu sel-sel yang berada pada sistem retikuloendotelial, di antaranya
hepatosit dan sel endotelial, yang menyebabkan produksi mediator-mediator
inflamasi untuk mengatur respon imun humoral maupun selular pada infeksi
primer dan sekunder.

Teori enchancing antibodi / the immune enhancement theory
Menurut teori ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegepty, virus DEN
akan masuk ke dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme, yaitu :
- Mekanisme aferen, dimana virus DEN akan melekat pada monosit melalui
reseptor Fc dan masuk ke dalam monosit
- Mekanisme eferen, dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan
sumsum tulang (terjadi viremia)
4

- Mekanisme efektor, dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan
berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran substansi inflamasi (sistem
komplemen), sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas
kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi.
Antibodi IgG yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari :
- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection
enhancing antibody)
Antibodi non-netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus.
Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan
akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks
antibodi non-netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup
dan berkembang. Artinya antibodi non-netralisasi mempermudah monosit
terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.

Gambar 2. Teory secondry heterologous infection
5

Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup
respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999)
menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder
dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-, TNF-, dan protein kompleman
teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus
membentuk kompleks antibodi non-netralisasi virus dan berikatan pada reseptor
Fc monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini
melalui antigen MHC memicu limfosit T (CD 4 dan CD 8) sehingga terjadi
pelepasan sitokin (IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag
sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian
reaksi ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi
komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin (TNF-, IL-1, dan IL-6) akan
menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.

Tabel 1. Peran Sitokin dalam Patogenesis DBD


6

II.4 Manifestasi Klinis

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan
masa penyembuhan (convalescence, recovery).
Fase demam
Pada anamnesis temukan demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta
terjadi kejang demam. Dijumpai muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai manifestasi perdarahan, Uji bendung positif (10 petekie/inch
2
)
merupakan manifestasi perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal,
mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena, petekie pada
ekstremitas, ketiak, wajah, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,
dan hepatomegali yang teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan lebih sering
ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai
dasar, tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu.
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan
nadi 20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary
refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam),
sampai anuria.

7

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan
kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum
dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial
rash seperti pada Demam Dengue.

II.5 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
1. Darah rutin
Trombositopenia ( 100.00/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat
dari peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit
pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga
patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah
cukup untuk klinis DBD.
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,
mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/
menghilang pada akhir minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari
sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan
pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun
apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.


Tabel 2. Hasil uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue

8

II. 6 Diagnosis

Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan
laboratorium (WHO, 2011).
Kriteria klinis
- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung selama 2-7
hari
- Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena
- Pembesaran hati
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien
tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
- Trombositopenia (100.000/mikroliter)
- Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% dari nilai
dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin
Diagnosis DBD, ditegakkan berdasarkan :
- Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit > 20%.
- Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
- Dijumpai tanda perembesan plasma :
a. Efusi pleura (berdasarkan klinis dan foto toraks / ultrasonografi)
b. Hipoalbuminemia
Diagnosis Banding, pada pasien ini adalah Malaria, dan Demam Tifoid.

II.7 Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DBD sebaiknya dirawat diruang perawatan
biasa, tetapi ada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
9

Keberhasilan tata laksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi secara dini
fase kritis, yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase
awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (DBD
derajat 1) atau pasien perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD
derajat II) dapat dikelola sebagai berikut :

1. Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum banyak 1-2 liter/hari atau
1 sendok makan tiap 5 menit. Jenis minuman yang diberikan adalah air putih,
teh manis, sirup, jus, buah, susu, atau oralit.
2. Obat antipiretik (parasetamol) diberikan bila suhu > 38,5 C. Apabila pasien
tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus
NaCl 0,9% : Dekstrosa 5% (1:3) dipasang dengan tetesan rumatan sesuai
berat badan.
3. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit setiap 6 jam.
4. Pada tindak lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk
mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai rasa
nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna.
5. Diuresis diukur tiap 24 jam dan awasi perdarahan yang terjadi. Kadar Hb, Ht
dan trombosit diperiksa 6 jam.
6. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium
anak dapat dipulangkan, tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit
menurun, maka infus cairan ditukar dengan ringer laktat dan tetesan
disesuaikan.







10

Apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama < 7 hari tanpa sebab
yang jelas disertai tanda perdarahan spontan (paling tersering perdarahan kulit
dan mukosa yaitu petekie atau mimisan), disertai penurunan jumlah trombosit
100.000 /ul dan peningkatan kadar hematokrit. Maka tatalaksananya adalah :

1. Berikan cairan kristaloid ringer laktat/ NaCl 0,9% atau dektrosa 5% dalam
ringer laktat/NaCl 0,9% 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.
2. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup dan kadar Ht
cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka
tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam
dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam.
3. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah,
nafas cepat (distress pernafasan), frekuensi nadi meningkat, diuresis kurang,
tekanan nadi < 20 mmhg memburuk serta peningkatan hematokrit maka
tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam.
4. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan lagi
menjadi 15 ml/KgBB/jam kemudian dievaluasi 12 jam lagi.
5. Apabila tampak distres pernapasan menjadi lebih berat dan hematokrit
meningkat maka berikan koloid 10-20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah
maksimal 30 ml/KgBB. Namun bila hematokrit turun, berikan transfusi darah
segar 10 ml/KgBB/jam.

11


Gambar 3. Bagan penatalaksanaan kasus DBD

Keterangan bagan penatalaksanaan kasus DBD
Pasien DBD apabila dijumpai demam tinggi mendadak terus menerus selama 2-7
hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (tersering
perdarahan kulit dan mukosa yaitu petekie atau mimisan) disertai penurunan
jumlah trombosit < 100.000/pl, dan peningkatan kadar hematokrit.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/NaCI 0,9 % atau
dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kg BB/jam. Monitor tanda
12

vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24
jam
1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar
Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut,
maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dana akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka
apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah,
nafas cepat (distres pernafasan), frekuensi, nadi meningkat, diuresis
kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai peningkatan Ht,
maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak ada
perbaikan tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi
distres pernafasan dan Ht naik maka berikan cairan koloid 20-30
ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht turun berarti terdapat perdarahan, berikan
tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam.

II.8 Komplikasi

Komplikasi demam dengue adalah perdarahan dapat terjadi pada pasien
dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan trauma. Sedangkan pada demam
berdarah dengue adalah :
- Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
- Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
- Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
- Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan
hebat (DIC, kegagalan organ multipel)
13

- Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai.

II.9 Indikasi untuk pulang
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai
berikut :
- Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
- Nafsu makan telah kembali
- Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
- Diuresis baik
- Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
- Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
- Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

II. 10 Prognosis
Prognosis DBD berdasarkan terapi dan penatalaksanaan yang dilakukan.
Terapi yang cepat dan tepat akan memberikan hasil yang optimal.
Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan
penatalaksanaan yang tidak tepat dan adekuat akan memperburuk keadaan.
DBD derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik,
penatalaksanaan yang cepat, tepat menentukan prognosis. Umunya DBD detrajat I
& II tidak menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna. DBD
derajat III & IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh
kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis Dubia
at bonam dapat diperolah bila sesuai penatalaksanaan yang diberikan.





14

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : an. RI
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tangggal Pemeriksaan : 27 september 2014, pkl 20.00 wita
Ruangan : Tekukur


ANAMNESIS (diberikan oleh ibu penderita)
Keluhan utama adalah panas.
Panas dialami sejak 3 hari yang lalu yang sifatnya naik turun dan tidak
berespon terhadap pemberian paracetamol. Mual (+), muntah (-), kejang (-) batuk
(+) berdahak. Pasien juga mengeluh nyeri sendi (+) dan sakit menelan (+).
Riwayat mimisan tadi subuh dan biasanya gusi berdarah. Ibu pasien juga
mengeluh terdapat bintik kemerahan yang mulai muncul di daerah dada lalu
menyebar ke wajah dan tangan anaknya sejak hari ke-2 demam, nafsu makan
menurun. BAB biasa dan BAK biasa. Tidak ada riwayat bepergian keluar kota
sebelumnya. Sehari sebelumnya dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil
WBC 3,5 x 10
3
/uL, Hb 11,2 g/dL, Hct 39,1%, Plt 98 x 10
3
/uL.

Riwayat penyakit dahulu
Pasien baru petama kali mengalami penyakit seperti ini.

Riwayat makanan sejak lahir sampai sekarang
Usia 1-6 bulan : ASI eksklusif
>6 bulan-9 bulan : ASI + bubur Susu
9 bulan 1 tahun : ASI + bubur saring yang bisanya dicampurkan dengan
wortel, kentang, telur puyuh atau ikan.
15

1 tahun-sekarang : ASI + sudah bisa makan nasi, yang biasanya di campurkan
dengan sayur, ikan, ayam atau telur.

Riwayat imunisasi
Lengkap yaitu:
a) BCG: 1 kali
b) Polio: 4 kali
c) DTP: 3 kali
d) Campak: 1 kali
e) Hepatitis B: 3 kali

Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak lemah, kesadaran compos mentis
Berat Badan : 16 Kg
Tinggi badan : 110 Cm
Status gizi : Gizi Baik
Tanda vital : Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 118 kali/menit kuat
angkat. Respirasi 30 kali/menit, Suhu 38
0
C
Kulit : putih, tonus otot baik, turgor bagus (cubitan kulit kembali
cepat
Kepala : bentuk bulat, rambut berwarna hitam, sukar dicabut
Mata : tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, refleks pupil
isokor reflek cahaya (+/+)
Telinga : tidak ada sekret
Hidung : tidak ada sekret
Mulut : bibir tidak kering, bibir tidak sianosis
Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)
16

Leher : simetris, kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Paru-paru : pengembangan dada simetris, retraksi (-), fokal vremitus
simetris kiri kanan, perkusi sonor, bunyi pernapasan
vesikuler, tidak ada bunyi tambahan pernapasan
Jantung : ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba, bunyi
jantung I/II murni, regular, tidak terdengar bising.
Abdomen : tampak cembung, peristaltik kesan normal, perkusi
tympani, tidak ada distensi abdomen, tidak ada nyeri
tekan, hati dan lien tidak teraba.
Anggota gerak : Akral hangat
Laboratorium : Hasil darah lengkap (tanggal 28 september 2014)
WBC: 3,10 x 10
3
/uL ()
HGB : 12,1 gr/dl
HCT : 36,1 %
PLT : 184 x 10
3
/uL
Resume :
An. Laki-laki umur 6 tahun masuk dengan keluhan panas yang dialami sejak
5 hari yang lalu yang sifatnya naik turun dan tidak berespon terhadap pemberian
paracetamol. Terdapat batuk berdahak. Pasein juga mengeluh nyeri sendi dan
sakit menelan. Riwayat mimisan dan biasanya gusi berdarah. ibu pasien juga
mengeluh terdapat bintik kemerahan yang mulai muncul di daerah dada lalu
menyebar ke wajah dan tangan anaknya sejak hari ke-2 demam, nafsu makan
menurun. BAB tidak lancar karena sudah 3 hari tidak BAB. Sehari sebelum
masuk Rumah sakit pasien dibawke poliklinik untuk memeriksakan demamnya
dan dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil WBC 3,50 ribu/uL, Hb
11,2 g/dL, Hct 33,1%, Plt 98 ribu/uL. Tanda vital Tekanan darah 100/0 mmHg,
Nadi 11/m, ernapasan 30/m, suhu 3 .

Diagnosis Kerja : Demam Berdarah Dengue
Diferensial Diagnosis : Demam thyphoid, Malaria
17

Terapi
IVFD Ring. Asetat 30 tpm
Ceftriaxone 500 g/12 jam/IV
Dexamethasone amp/8 jam/IV
Paracetamol 3x cth (jika perlu)
Imunos syr 2x1 cth
Anjuran banyak minum sebanyak 1,5 2 liter/hari
Follow Up hari ke II (tanggal 28 September 2014)
S : panas (-) hari ke-4, Batuk berlendir (+), belum BAB 1 hari.
O : tekanan nadi : 116x/m, suhu : 37,1 C, pernapasan : 26x/m.
A : Demam Berdarah Dengue
P : - IVFD Ring. Asetat 30 tpm
- Ceftriaxone 500 mg/12j/iv
- Imunos 2x1 cth

Follow up hari ke III (tanggal 29 September 2014)
S : panas (-) hari ke-4, batuk berlendir (+), belum BAB 2 hari
O : tekanan nadi 100x/m, suhu : 36 C, pernapasan : 100x/m.
Lab : WBC : 3,5 x 10
3
/uL
Hb : 11,4 gr/dl
Hct : 32,2 %
PLT : 284 x 10
3
/uL
A : Demam Berdarah Dengue
P : - IVFD Ring. Asetat 24 tpm
- Ceftriaxone 500 mg/12j/iv
- Imunos 2x1 cth
18

Follow up hari IV (tanggal 30 September 2014)
S : panas (-) hari ke-4, batuk berlendir (+), belum BAB 3 hari
O : tekanan nadi 100x/m, suhu : 36 C, pernapasan : 100x/m.
A : Demam Berdarah Dengue
P : Imunos 2x1 cth

Follow up hari V (tanggal 01 Oktober 2014)
Pasien diperbolehkan untuk pulang
Terapi : Imunos 2x1 cth













19

BAB IV
DISKUSI
DBD merupakan salah satu bentuk spektrum klinis infeksi virus dengue
yang mempunyai perjalanan penyakit sangat khas dan dapat dikatakan klasik.
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang ditandai dengan empat
gejala klinik, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan
seringkali disertai kegagalan sirkulasi.

Virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue-1,
Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4), termasuk dalam group B Arthropod Borne
Virus (Arbovirus). Keempat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat
berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas
distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4.

Penularan DBD umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes albopictus yang biasanya hidup di
kebun-kebun. Nyamuk penular DBD ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di
atas permukaan laut.

Manifestasi klinis dari penyakit DBD adalah dimulai dengan masa
inkubasi biasanya berkisar antara 4 7 hari. Penyakit ini didahului oleh demam
tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung selama 2 7 hari. Panas dapat
turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas
dapat mendadak turun.
20

Tanda-tanda perdarahan dapat muncul menyertai demam. Perdarahan ini
terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji Tourniquet
(Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan
sebagai berikut : Petekie, Purpura, Ekimosis, Perdarahan konjungtiva, Epistaksis,
Perdarahan gusi, Hematemesis, Melena dan Hematuri. Petekie sering sulit
dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya regangkan kulit,
jika hilang maka bukan petekie. Uji Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan
ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji
Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian besar
penderita DBD. Namun uji Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit
virus lain (campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis)
dan lain-lain. Uji Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie
pada seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)
dekat lipat siku (fossa cubiti). Manifestasi perdarahan biasanya diakibatkan karena
trombositopenia pada penderita DBD, yaitu jumlah trombosit < 100.000/L
biasanya ditemukan diantara hari ke 3 7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu
diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal
atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD,
bila normal maka diulang tiap hari sampai suhu turun.

Adanya manifestasi perdarahan akan menimbulkan terjadinya
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) dan pembesaran hati (hepatomegali).
Hepatomegali terjadi akibat adanya infeksi virus dengue yang bereplikasi di
dalam monosit/makrofag, sedangkan monosit-makrofag (derivat sistem
retikuloendotelial) terdapat di dalam sel Kupffer, yang berfungsi untuk menyaring
darah, sehingga apabila terjadi infeksi di dalam sel hati akan mengakibatkan
pembesaran / pembengkakan hati. Hemokonsentrasi adalah meningkatnya nilai
hematokrit (Ht) menggambarkan terjadinya perembesan plasma. Hemokonsentrasi
dengan peningkatan hematokrit > 20% mencerminkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit
dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Penurunan nilai hematokrit
21

sebanyak < 20% dapat terjadi setelah pemberian cairan yang adekuat, nilai Ht
diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan. Sedangkan bila terdapat
hepatomegali, maka sifat pembesaran hati pada DBD adalah :
- Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit
- Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
- Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.

Karena terjadinya perdarahan atau karena adanya kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang terganggu, maka renjatan (syok) dapat
terjadi. Tanda-tanda renjatan sebagai berikut :
- Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan
kaki
- Penderita menjadi gelisah
- Sianosis di sekitar mulut
- Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
- Tekanan nadi menurun (dengan selisih < 20 mmHg), sistolik menurun sampai
80 mmHg atau kurang.

Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot,
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang,
pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan kesadaran
sehingga sering di diagnosis sebagai ensefalitis. Keluhan sakit perut yang hebat
sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan.

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder
yang diajukan oleh Suvatte (1977), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,
menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi
IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
22

menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan
terdapatnya cairan dalam rongga serosa.

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.
Pada kasus ini, pasien didiagnosis DBD karena pasien mengalami keluhan
utama demam selama 5 hari disertai dengan mimisan, gusi berdarah, dan muncul
bintik merah yang mulai muncul di daerah dada lalu menyebar ke wajah dan
tangan, sedangkan keluhan penyerta pasien adalah pasien menderita batuk
berdahak, sakit menelan, mual, nyeri sendi, nafsu makan turun, dan belum BAB
sejak 3 hari yang lalu. Dari hasil pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan
hemokonsentrasi namun ditemukan hemodilusi, leukopenia, dan trombositopenia.
Hal ini menunjukkan pasien mengalami infeksi akibat virus, kemungkinan akibat
virus dengue dan sudah menyebabkan destruksi dari trombosit oleh karena infeksi
virus tersebut. namun pasien tidak sampai jatuh ke fase syok yang ditandai dengan
tidak adanya udem pada bagian tubuh tertentu dan tidak adanya hemokonsentrasi.
Pasien tidak didiagnosa sebagai demam typhoid karena demamnya belum lebih
dari 7 hari dan terdapat gejala yang khas seperti pada demam thyphoid. Pasien
tidak didiagnosis campak karena tidak ditemukan coryza conjuntivitis dan
23

leukositosis. Pemeriksaan baku emas untuk infeksi adalah pemeriksaan dengue
anti IgM dan IgG.
Bila DBD tidak menjadi renjatan maka prognosa baik (dubia ad bonam),
biasanya dalam 24-36 jam cepat menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada
tanda-tanda perbaikan, maka kemungkinan sembuh kecil dan prognosa menjadi
jelek (dubia ad malam).

















24


DAFTAR PUSTAKA

1. FKUI. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Cetakan ke-11. Jakarta: FKUI; 2007.
2. Soedarmo SS et al. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: FKUI; 2010.
3. WHO. Dengue Guidline for DiagnosticTreatment, Prevention and Control.
Revised adn expanded edition. 2009
4. WHO. Comprehensive Guidlines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemoragic Fever. 2011
5. Karyanti MR. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue . Divisi Infeksi dan
Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto
Mangunkusumo, FKUI ; 2011













25





.
















26

Anda mungkin juga menyukai