Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Komunikasi kesehatan adalah penyampaian informasi-informasi kesehatan
dari provider kesehatan (komunikator) kepada masyarakat yang kesehatan dan
keselamatnya berisiko (komunikan). Supaya masyarakat sasaran menerima persepsi
informasi yang sama dengan provider kesehatan, maka perlu diadakan analisis
permasalahan dan juga analisis masyarakat yang memiliki permasalahan tersebut.
Yang nantinya juga akan menghasilkan program yang diharapkan efektif sesuai
analisis yang telah dilaksanakan. Untuk menyampaikan sebuah informasi banyak
jenis media yang digunakan, misalnya berupa audio, visual, maupun audiovisual
yang kreatif, mudah dipahami, dan efektif dan tentu saja sesuai dengan hasil analisis
kondisi masyarakat yang dituju.
Indonesia ini adalah negara yang beresiko tinggi terjadi bencana alam seperti
tsunami terutama di daerah laut selatan, gempa bumi, dan juga gunung meletus sebab
masih adanya sejumlah gunung berapi di Indonesia yang aktif. Meskipun banyak
masyarakat yang sudah mengetahui bahaya dari gunung berapi yang aktif, namun
hanya sedikit yang mau tanggap tentang bahaya bencana gunung meletus.
Pada beberapa hari terakhir ini, tepatnya Bulan November 2010, kita telah
digemparkan oleh peristiwa meletusnya Gunung Merapi, dan banyaknya penduduk
sekitar yang menjadi korban. Dari erupsi terakhir, korban meninggal akibat
meletusnya gunung merapi masih sangat tinggi walaupun sebenarnya meletusnya
gunung merapi dapat dideteksi sebelumnya. Padahal bisa diketahui, Gunung Merapi
sendiri terletak di dekat perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang
berkompeten. Seharusnya, korban yang jatuh pada peristiwa tersebut bisa dikurangi
atu bahkan tidak ada sama sekali jika dilihat dengan kemajuan informasi dan
tingginya pendidikan di sekitar Lereng Gunung Merapi. Apalagi meletusnya Gunung
Merapi ini bukan hal yang pertama, terhitung sudah 68 kali meletus dan jarak puncak
keaktifan yang cukup dekat, maka tingkat kepentingan untuk siaga bencana ini
seharusnya sudah lebih ditingkatkan.
Untuk itu, kami akan mengangkat judul Peran Mahasiswa Dalam
Sosialisasi Siaga Bencana dengan Strategi P-Process Terhadap Penduduk
Sekitar Lereng Gunung Merapi. Sehingga akan dilakukan pengambilan strategi
yang tepat untuk melakukan sosialisasi siaga bencana yang melibatkan peran
mahasiswa khususnya dalam pengabdian masyarakat. Sosialisasi ini penulis namakan
Laga Berapi (Sosialisasi Siaga Bencana Merapi).












BAB II
ISI

2.1 Analisis secara umum
Siaga bencana alam merupakan suatu upaya antisipasi dalam menghadapi
bencana untuk meminimalisir dampak dari adanya bencana alam tersebut.
Menurut UU no 24 tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Salah satu bencana yang terjadi di Indonesia adalah meletusnya gunung
merapi. Gunung merapi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jogjakarta
merupakan gunung berapi teraktif di dunia. Letusan Merapi meluncurkan
guguran lava dan diikuti awan panas atau yang sering disebut dengan wedhus
gembel. Debu vulkanik yang dikeluarkan merapi berbahaya karena mengandung
gas beracun yang mengakibatkan gangguan saluran pernafasan. Letusan gunung
merapi menimbulkan dampak yang besar bagi kehidupan. Dampaknya adalah
adanya korban jiwa, kerusakan rumah, perkebunan dan sarana infrastruktur
penting, serta menyebabkan kelumpuhan sosial ekonomi di masyarakat. Berikut
adalah gambaran tentang Gunung Merapi:
Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi
di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api
teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada
dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi
barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten
di sisi tenggara. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan
modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima
tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak
tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Magelang
dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km
dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai
ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak.
(Wikipedia, 2010)

Letusan gunung merapi merupakan bencana yang dapat diprediksi. Ada 4
seismograf untuk mengamati akvitas vulkanik Merapi, yang diletakkan di
Klatakan/Babadan/Magelang (sisi barat), Pusunglondon/Selo/Boyolali (utara),
Deles/Klaten (timur/tenggara), dan Plawangan/Turgo/Kaliurang (selatan).
Petugas seismograf selalu mengamati aktivitas yang terjadi pada gunung merapi.
Jadi petugas mengetahui status terkini gunung merapi apakah normal, waspada,
siaga atau awas. Selain itu gunung merapi seperti memiliki siklus peningkatan
aktivitas yang akan berujung letusan tiap 4 tahun sekali, seperti pada tahun 1997,
2001, 2006, dan tahun ini 2010. Dari hal ini seharusnya dampak akibat letusan
merapi bisa diminimalisir dan dicegah. Badan penanggulangan bencana harus
lebih intens untuk menjelaskan kemungkinan bahaya yang mengancam ketika
gunung Merapi meletus. Penjelasan diberikan kepada masyarakat terutama
kepada tokoh masyarakat yang dianggap penting. Sehingga adanya korban jiwa
akibat letusan merapi sejak 26 Oktober November 2010 yang mencapai
ratusan orang seharusnya bisa ditekan.
2.1.1 Analisis Situasi
Ditinjau dari letak geografis, penduduk yang berpotensi terkena
efek dari bencana letusan Gunung Merapi adalah penduduk yang tinggal
di beberapa kabupaten, yang terletak di sisi Gunung Merapi. Lereng sisi
selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah,
yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi
utaradan timur, sertaKabupaten Klaten di sisi tenggara. Meski demikian,
yang menjadi sasaran utama program ini adalah Komunitas Merapi, di
luar positivism (Penduduk sekitar yang lahir dan hidup bersama Merapi
dalam jangka panjang ) yaitu penduduk yang tinggal paling dekat dengan
Gunung Merapi, yaitu penduduk di dusun Kinahrejo, Umbulharjo,
Cangkringan, Sleman (terletak 4,5 km dari Gunung Merapi).
Para petugas lapangan mengunjungi penduduk dengan melakukan
pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama yangmemiliki
kemampuan komunikasi, baik dalam tatap muka, kelompok, maupun
massa dalam ukuran desa, juga data wilayah dan potensinya, termasuk
data tokoh masyarakat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Karena apabila ditugaskan menyelenggarakan suatu pertemuan di suatu
RT atau kampung tidak akan kesulitan untuk melakukan penyebaran
media.
Di wilayah lereng gunung merapi pun sudah memilki satu strategi
untuk mengurangi dampak kerugian dari kejadian bencana adalah dengan
mempersiapkan pemerintah dan masyarakat untuk menghindari atau
merespon bencana dengan tepat dan efisien. Untuk melindungi
masyarakat dari kerugian besar akibat bencana merapi maka perlu ada
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan yaitu upaya
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
langkah-langkah kegiatan yang tepat, efektif dan efisien. Membangun
desa yang memiliki kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan hal
penting yang harus dilakukan. Masyarakat sering tidak siap ketika
bencana terjadi. Kondisi ketidaksiapan masyarakat ini disebabkan
masyarakat memang tidak mempunyai pengetahuan yang menyangkut
kesiagaan dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan memerlukan
kesadaran publik yang merupakan proses menjadikan masyarakat yang
tinggal di daerah berbahaya mengetahui dan menyadari bahwa mereka
tinggal di area beresiko, mengerti bahaya spesifik yang harus dihadapi,
mengetahui tanda-tanda bahaya yang ada, mampu melakukan tindakan
tepat untuk melindungi hidup dan mengurangi kerusakan asset.
Kesadaran publik ini bertujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai bahaya alam sekitar serta dampak yang terjadi.
2.1.2 Analisis Audiens/ Komunikasi
Masyarakat merupakan salah satu potensi kesiapsiagaan yang
cukup besar yang harus dipersiapkan dan dikerahkan kekuatannya.
Dengan dukungan dan kemampuan pemerintah, peran masyarakat tidak
lagi menjadi obyek tapi juga harus menjadi subyek dan pelaku utama
penanggulangan bencana.
Analisis Kemungkinan Kerjasama
Dalam melaksanakan program-program yang diciptakan, perlu
adanya kerja sama dengan berbagai lembaga agar mendukung
terwujudnya program yang ingin dicapai lembaga tersebut bisa yang
terkait langsung maupun tidak langsung.
Program yang akan kami jalankan yaitu siaga bencana
khususnya gunung meletus. Tentu penanggulangan bencana yang
pastinya berhubungan dengan banyak masyarakat dengan segenap
ekonomi sosialnya tidak bisa ditanggulangi hanya dengan satu pihak
saja. Mata dari itu perlu adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga
lain.
Adapun lembaga-lembaga yang mendukung kelangsungan
program sebagai bencana khususnya gunung meletus adalah sebagai
berikut:
1. Sultan Hamengkubuwono IX
2. Badan penanggulangun Bencana Daerah (BPBD)
3. Dinas Kesehatan
4. Palang Merah Indonesia (PMI)
5. Badan Usaha Logistik (BULOG)
6. Desa Siaga
7. Lembaga Swadaya Masyarakat
8. Perguruan Tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta
Diharapkan melalui kerjasama ini, tujuan dari program yang
dicanangkan dapat terwujud dengan baik.
Analisis Sosial Dan Perilaku
Sebagian besar masyarakat terpapar bencana ini adalah manula.
Keadaan sosial budaya dan ekonomi masyarakatnya sebagian besar
beragama Islam, tingkat pendidikan masyarakatnya sebagian besar
SD, SMP dan sederajat. Masyarakat sekitar gunung merapi lebih
mempercayai ilmutiten atau ramalan daripada perhitungan
berdasarkan ilmu pengetahuan. Sehingga upaya untuk dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat agar tanggap terhadap bencana
yang dapat dibawa oleh gunung merapi adalah dengan member
pengertian terlebih dahulu kepada para tokoh/ahli ilmutiten yang
dipercaya oleh masyarakat sekitar tentang bahaya gunung merapi
untuk selanjutnya mereka diharapkan member pengertian tentang
status merapi yang sesungguhnya kepada masyarakat dan untuk segera
mengungsi jika status merapi menjadi siaga.
Setelah para tokoh masyarakat tersebut dapat menerima
masukan, maka diberikan pengetahuan tentang bagaimana cara
mengantisipasi bahaya jika sewaktu-waktu gunung merapi mulai
menunjukkan aktivitasnya yang dapat menimbulkan bahaya. Untuk
selanjutnya para tokoh tersebut dapat memberi instruksi pada
masyarakat tentang tindakan yang harus dilakukan untuk
mengantisipasi bahaya merapi.
Analisis Komunikasi
Masyarakat di sekitar Merapi memilki Balai Desa tempat bapak-
bapak dan ibu-ibu bermusyawarah, sehingga dapat dimanfaatkan
untuk tempat penyuluhan. Wilayah ini juga didukung adanya fasilitas
papan pengumuman yang terletak di setiap pos kamling yang ada,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk tempat menempelkan media
media cetak yang dibuat.
Di wilayah tersebut juga terdapat alat alat komunikasi yang
mendukung penyampaian program, seperti radio, televisi dan lain
lain. Namun, berhubung masyarakat di yang tinggal di sekitar gunung
Merapi merupakan orang orang yang sangat patuh terhadap tokoh
masyarakat yang ada disana, maka sarana komunikasi yang paling
efektif untuk digunakan adalah dengan menggunakan tokoh
masyarakat dalam penyuluhan sehingga informasi yang diberikan
dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat dengan lebih mudah.
2.1.3 Kebijakan dan Program
Kebijakan dan program tentang siaga bencana sudah banyak
dicanangkan oleh pemerintah maupun LSM dan sudah dikenal oleh
masyarakt luas. Salah satunya yang dikembangkan di desa yang masuk
kawasan rawan bencana satu Gunung Merapi, di Kecamatan Selo,
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Desa ini telah membentuk tim siaga
bencana sebagai langkah antisipasi jika gunung ini meletus.
Desa ini telah membentuk tim siaga, yakni Tlogolele, Jrakah, dan
Klakah. Tim siaga tersebut terdiri atas perangkat desa, Palang Merah
Indonesia (PMI), Tagana, relawan penanganan bencana Merapi, Orari,
dan RAPI. Tim siaga ini dilengkapi peralatan pendukung agar
komunikasi bisa dilakukan 24 jam nonstop. Tim itu akan bekerja dan
aktif saat ada informasi bencana Merapi.
Selain itu, pemerintah juga sudah menyiapkan prosedur tetap
penanganan bencana di masing-masing dukuh. Prosedur tetap itu
termasuk proses evakuasi warga jika sewaktu-waktu Merapi meletus.
Seluruh warga juga diberikan sosialisasi mengenai hal ini dan beberapa
titik evakuasi. Jika terjadi bencana warga langsung dikumpulkan di titik
kumpul. Mereka kemudian dibawa ke tempat pengungsian sementara
atau langsung ke pengungsian akhir. Selain itu juga disediakan posko
komunikasi yang berfungsi untuk membantu mempercepat alur informasi
mengenai perkembangan bencana Merapi sehingga penanganan bencana
dapat segera dilakukan termasuk pemenuhan bantuan para pengungsi.

2.2 Desain Strategi
Melalui analisis yang telah dilakukan, maka diperlukan adanya siaga
bencana untuk mengubah pemikiran dari masyarakat sekitar lereng gunung
merapi dan memberikan pengetahuan tentang siaga bencana. Untuk itu, dalam
melakukan sosialisasi diperlukan strategi yang tepat agar dapat mengubah pola
pikir masyarakat tersebut sehingga program sosialisasi bisa menghasilkan output
seperti yang diharapkan.
Strategi untuk sosialisasi siaga bencana yang penulis pilih dikelompokkan
menjadi 3 bagian besar, yaitu:
1. Sosialisasi ke mahasiswa Perguruan Tinggi di Daerah Istimewa Jogjakarta
2. Sosialisasi ke Sultan Hamengkubuwono XI
3. Sosialisasi ke masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi
Beberapa tujuan umumnya terangkum dalam metode SMART, dapat
diperinci sebagai berikut:
S = Spesific, disini meliputi sasaran dan tempat penyebaran komunikasi
atau pesan siaga bencana yaitu daerah sekitar Lereng Gunung Merapi di
perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah
M = Measurable, upaya yang penulis lakukan disini dapat dilihat melalui
jangka pendek yaitu dengan tanggapan masyarakat terhadap sosialisasi
yang dilakukan, dan melalui jangka panjang yaitu perubahan pola pikir
dan perilaku dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana.
A = Appropriate, setelah melakukan analisis khalayak dan identifikasi
masalah di daerah sekitar Lereng Gunung Merapi ternyata merupakan
daerah sasaran yang paling tepat.
R = Realistic, program ini berisi tentang upaya mengubah pola pikir dari
masyarakat sehingga pada akhirnya terjadi perubahan perilaku sesuai
dengan harapan penulis.
T = Time Bond, kegiatan ini kan direalisasikan sekitar bulan Juli 2012-
September 2012.

Sasaran dalam strategi ini dibagi menjadi 3 fokus, diantaranya adalah:
Sasaran primer : tokoh masyarakat dan masyarakat sekitar lereng
Gunung Merapi
Sasaran sekunder : mahasiswa Perguruan Tinggi di Daerah Istimewa
Jogjakarta. Misalnya: UGM, UNY, UII, UM, Stikes
Yogyakarta, UPN, Universitas Kesenian, dll.
Sasaran tersier : Sultan Hamengkubuwono IX dan lembaga yang terkait.
Berdasarkan strategi yang telah penulis tentukan, maka diperlukan tahap
perencanaan yang terbagi sebagai berikut:
2.2.1 Media (Channel)
Sesuai dengan analisis yang telah dilakukan dan strategi yang telah
ditetapkan, maka media yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sosialisasi
tersebut adalah:
a. Sosialisasi ke mahasiswa
1. Media utama : Proposal kegiatan
2. Media pendukung : Slide Ms. Power Point
b. Sosialisasi ke Sultan Hamengkubuwono IX
1. Media utama : Proposal kegiatan
2. Media pendukung : Handycam
c. Sosialisasi ke masyarakat
1. Tokoh masyarakat, pelajar dan pemuda karangtaruna
a) Media utama : Focus Group Discussion masing-masing
golongan.
b) Media pendukung : Undangan, Kaos
2. Masyarakat umum
a) Media utama : Brosur, Poster, Pagelaran Wayang Kulit
b) Media pendukung : Radio, Spanduk




2.2.2 Susunan rencana implementasi
Kegiatan
Juli 2012 Agustus 2012 September
2012
Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke-
I II III IV I II III IV I II III IV
Persiapan panitia
Pengajuan
proposal
sponsorship dan
pengambilan

Sosialisasi kerja
sama ke
mahasiswa.

Sosialisasi ke
Sultan
Hamengkubuwono
IX.

Pembagian
undangan FGD.

Diskusi dengan
tokoh masyarakat,
pelajar, dan
karangtaruna.

Pembagian poster
Pembagian brosur
Promosi pagelaran
wayang kulit
melalui spanduk
dan radio.
Pagelaran wayang
kulit

Evaluasi dan
rencana ulang.

Tindak lanjut dan
rencana ulang.


2.2.3 Susunan rencana anggaran
Pemasukan
- Sponsorship dari pihak swasta Rp 100.000.000,00
- Sponsorship dari pihak lembaga Rp 50.000.000,00
- Sumbangan dari Sultan Hamengkubuwono Rp 5.000.000,00+
- Jumlah Rp 155.000.000,00
Pengeluaran
Sub-Kegiatan
Jenis
Sumberdaya
Estimasi Biaya
Unit Rp/Unit Jumlah
Persiapan Proposal 50 10.000 500.000
Pelaksanaan
Akomodasi Transportasi dan
penginapan
20.000.000
Poster 2000 5.000 10.000.000
Brosur 2000 1000 2.000.000
Spanduk 10 50.000 500.000
Kelengkapan 75.000.000
pagelaran
wayang kulit
Konsumsi 25.000.000
Kaos 500 20.000 10.000.000
Dokumentasi 10.000.000
Kesehatan 2.000.000
Total 153.000.000

2.2.4 Rencana Evaluasi dan Monitoring

2.3 Pengembangan Dan Uji Coba
Perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses yang berkesinambungan,
berkelanjutan, sejak dari tahap survey hingga tahap pengamatan. Dalam
pengembangan perencanaan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari
faktor internal ataupun faktor eksternal
2.3.1 Pengembangan konsep pesan
Siaga bencana alam merupakan suatu upaya antisipasi dalam
menghadapi bencana untuk meminimalisir dampak dari adanya bencana
alam tersebut, dimana bencana merupakan suatu kejadian yang yang tidak
dikehendaki dan terjadinya sewaktu-waktu. Dampak dari bencana alam
menimbulkan kerugian yang besar, sehingga diperlukan antisipasi bencana
dengan suatu program siaga bencana. Program siaga bencana ini
merupakan suatu program yang mengarah pada sosialisasi kepada
masyarakat daerah lereng merapi. Bentuk sosialisasi program siaga
bencana yang akan dilaksanakan.
1. Mengajak mahasiswa baik negeri ataupun swasta di daerah jawa tengah
ikut berpartisipasi dalam sosialisasi program siaga bencana.
2. Pengembangan media sosialisasi yang berupa:
a. Brosur
Brosur yang akan dibagikan ke masyarakat. Pembagian brosur
dilakukan secara berkala dalam setiap terjadi perubahan status
gunung merapi, Brosur akan ditempel pada pos kamling, dan rumah-
rumah penduduk Isi brosur tentang: dampak dan bahaya letusan
gunung merapi, yang tujuanya agar penduduk peduli terhadap
keselamatan
b. Poster
Isi poster berupa langkah-langkah dalam siaga bencana, poster ini
akan diserahkan pada RT untuk dipublikasikan pada masyarakat.
c. Pertunjukan wayang
Pertunjukan wayang bercerita tentang dampak besar dari bencana
yang merugikan kehidupan masyarakat, masyarakat sseolah-olah
dibawa dalam kondisi saat terjadi bencana, sehingga menimbulkan
rasa peduli akan bahaya bencana, selain itu pertunjukan wayang
dalam hal ini merupakan media pendidikan siaga bencana.
Penyelenggaraan pertunjukan akan dilakukan di masing-masing
tempat untuk dua kelurahan.
3. Sosialisasi dalam bentuk forum group discussion pada kelompok
karang taruna mengenai pelaksanaan program.

2.3.2 Kerja Sama Profesi
Agar program sosialisasi siaga bencana dapat berjalan dengan baik,
maka kita perlu menjalin kerja sama dengan pihak-pihak yang dapat
membantu dalam siaga bencana, antara lain yaitu Sultan
Hamengkubuwono X, pemerintah daerah, Komunitas Siaga Bencana di
daerah tersebut, Lembaga Swadaya Masyarakat di sekitar daerah tersebut,
kerjasama dengan kepala desa, tokoh masyarakat, dan mahasiswa-
mahasiswa perguruan tinggi ataupun swasta yang berada di Jawa Tengah.
Peran Sultan Hamengkubuwono disini diharapkan Sultan dapat
memberikan suatu petuah atau pesan- pesan yang dapat meningkatkan
kesadaran pada masyarakat agar masyarakat mau dan mampu dalam
mengikuti program sosialisasi siaga bencana. Kerjasama dengan Sultan ini
sangat penting, karena masyarakat disekitar gunung merapi selalu menurut
apa yang telah dikatakan atau pesan-psan yang disampaikan oleh
Sultannya.
Peran mahasiswa sekitar daerah tersebut juga sangat diperlukan
dalam terlaksanaya program sosialisasi ini. Karena mahasiswa akan terjun
pada masyakat untuk mensosialisasikan program siaga bencana, langkah-
langkah siaga bencana, dan keuntungan bila melakukan langkah-langkah
siaga bencana. Mahasiswa dapat menbagikan brousur-brousur dan poster
kepada setiap keluarga disetiap RT. Mahasiswa dapat membujuk dan
mendekati masyarakat sekitar untuk mau mengikuti kegiatan-kegitan yang
akan diselenggarakan seperti pertunjukan wayang.
Peran LSM, Komunitas Siaga bencana, dan pihak-pihak lainnya
dapat membantu dalam memberikan materi atau pesa-pesan yang perlu
disampaikan kepada masyarakat sasaran. selain itu pihak-pihak tersebut
juga dapat memberikan masukan atau koreksi pada kegiatan yang akan
dilakukan supaya pesa-pesan yang akan disampaikan dapat meresap dan
selau diingat dan juga dapat diaplikasikan oleh masyarakat.
Peran Kepala desa dan Karang Taruna adalah sebagai penghubung
dengan masyarakat. Karang taruna sebagai generasi muda yang dapat
membantu mendukung program siaga bencana. karang taruna yang dapat
mengimplementasikan langkah-langkah siaga bencana, karena karang
taruna masih produktif dan lebih tanggap terhadap adanya bencana.
kepala desa berperan dalam mendistribusikan pesan yang telah
disampaikan dalam program siaga bencana kepada masyarakat yang ada
disekitarnya.
2.3.3 UJi Coba
Media yang telah dibuat sebelum digunakan untuk sosialisasi harus
di uji coba dulu untuk mengetahui keefektifan dan ketepatan terhadap
kondisi masyarakat. Apakah bertentangan dengan kondisi yang ada di
masyarakat ataukah benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga
program sosialisasi yang akan dilaksanakan dapat diterima oleh
masyarakat serta dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Uji coba akan dilakukan langsung terhadap masyarakat
sasaran yaitu masyarakat lereng merapi, namun tidak secara keseluruhan
melainkan dengan pengambilan sampel. Sasarannya terdiri dari:
Sasaran primer : tokoh masyarakat dan masyarakat sekitar lereng
Gunung Merapi.
Sasaran sekunder : mahasiswa Perguruan Tinggi di Daerah Istimewa
Jogjakarta. Misalnya: UGM, UNY, UII, UM, Stikes
Yogyakarta, UPN, Universitas Kesenian, dll.
Sasaran tersier : Sultan Hamengkubuwono IX dan lembaga yang
terkait.
Jika setelah dilaksanakan uji coba terdapat hal-hal yang tidak sesuia,
seperti pesan atau media yang digunakan sulit dimengerti oleh masyarakat
maka akan diperbaiki. Tujuan dari uji coba ini juga untuk mendapatkan
masukan dari masyarakat tentang program siaga bencana yang kemudian
akan dipertimbangkan kembali, sehingga tujuan dari program siaga
bencana sesuai dengan yang direncanakan atau diinginkan oleh pembuat
pesan
2.3.4 Tahap revisi
Setelah dilakukan uji coba, hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi
masyarakat sasaran perlu dilakukan perbaikan, sehingga pesan mudah
dipahami dan diterima oleh masyarakat.

2.4 Implementasi and Monitor
2.4.1 Pelaksanaan Program
Penyelesaian masalah siaga bencana yaitu dengan adanya program
Laga Berapi yang mana program tersebut merupakan sebuah rangkaian
kegiatan yang terdiri dari :
a. Kerja sama dengan berbagai macam mahasiswa yang ada di Yogyakarta
yang mana dalam kegiatan tersebut dimulai dengan presentasi dari
panitia mengenai siaga bencana. Dalam kegiatan ini bisa bekerja sama
dengan mahasiswa dari berbagai universitas, minimal dengan lima
universitas terkemuka yang ada di daerah sasaran.
b. Bekerja sama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yaitu dengan
mencari contac person dari keluarga keraton sehingga dapat menjalin
hubungan dan kerja sama. Diawali dengan pencarian izin dari keluarga
keraton disertai dengan pengiriman video untuk meyakinkan Sri Sultan
untuk mendukung program siaga bencana.
c. Penempelan Poster, brosur, dan pamflet.
d. Wayang kulit dengan megusung tema siaga bencana dengan mencari
dalang ternama dan banyak dikenal dan disukai masyarakat sasaran
untuk menarik perhatian dan partisipasi dari masyarakat sasaran.
2.4.2 Produksi
Setelah melalui tahap revisi maka media sudah dapat disusun
berdasarkan prioritas dan kebutuhan sehingga dapat segera diproduksi
pada tahap selanjutnya, yang tidak lain dipergunakan pada pelaksanaan
program sosialisasi siaga bencana. Yang mana media tersebut berisi
tentang langkah langkah siaga bencana agar masyarakat sekitar gunung
merapi bisa siaga dan tanggap akan adanya perubahan status Gunung
Merapi ataupun saat terjadinya bencana.
Dalam menyusun dan memproduksi media komunikasi tentang siaga
bencana harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Misalnya produksi
brosur, kaos, dan poster disesuaikan dengan jumlah masyarakat sasaran
dan pemasangan poster dan brosur mempertimbangkan letak tempat yang
strategis. Brosur, poster, dan spanduk sebaiknya menggunakan bahasa
indonesia yang lugas dan ditambah dengan adanya bahasa daerah yang
umum digunakan disana dalam upaya menimbulkan ketertarikan dari
masyarakat sasaran. Selain itu pencantuman dari foto-foto atau gambar
biasanya lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat sasaran.
2.4.3 Manajemen dan Monitoring
Dalam P-Proses kali ini, langkah manajemen pelaksanaan dan
pemantauan hasil yang ingin dicapai, yaitu :
a. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan dari masyarakat sasaran,
terutama masyarakat yang kolot mengenai bagaimana langkah
langkah siaga bencana.
b. Adanya dukungan dari kelompok kelompok yang berpengaruh serta
mahasiswa yang disana untuk ikut serta dalam sosialisasi langkah
langkah siaga bencana.
c. Terjadi perubahan perilaku, persepsi dan paradigma masyarakt sasaran
ke arah yang lebih baik.
d. Program siaga bencana tetap dilaksanakan walaupun sudah tidak ada
mahasiswa yang ada di sana.
Hal ini, dapat dilihat dari jumlah pelaporan kasus korban bencana
merapi apabila ada bencana gunumg meletus. Pengelolaan program harus
mampu mengelola rencana yang telah dibuat dengan melibatkan berbagai
macam sumberdaya manusia. Pengelolaan program juga harus sudah
dalam mengkoordinasikan rencana yang telah dibuat dengan pihak pihak
yang akan diajak kerja sama dalam rangka mensukseskan kegiatan.
2.4.4 Pelatihan dan Pengembangan Kemampuan
Pelatihan bagi tenaga yang terlibat dengan kegiatan sosialisai siaga
bencana dapat dilakukan untuk menguasai materi dan metode sosialisai,
selain itu bisa untuk menyamakan persepsi tentang tugas yang akan
dikerjakan sehingga kemampuan organisasi terutama dalam hal SDM dan
tenaga kesehatan lain yang terlibat menjadi kompak dan meyakinkan saat
dihadapkan dengan sasaran sehingga dapat membangun kepercayaan
sasaran kepada program siaga bencana yang disosialisasikan.
2.4.5 Pencapaian Partisipasi
Pada kenyataannya, keberhasilan suatu program kesehatan
bergantung pada seberapa besar partisipasi atau perhatian masyarakat
terutama dalam memerima dan memberikan respon terhadap kegiatan yang
dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya pencapaina dan upaya
peningkatan partisipasi, antara lain :
1. Bangun Iklim Organisasi yang Positif
Dalam suatu organisasi dibutuhkan suatu keadaan internal antar
anggota yang positif, selalu kompak dan saling terbuka. Agar mampu
mendukung pelaksanaan tugas masing-masing anggota, sehingga tujuan
organisasi secara keseluruhan dapat berhasil dan berjalan lancar. Di
dalam tim kerja harus dikembangkan rasa saling percaya antara anggota
satu dengan yang lain sehingga tumbuh rasa saling pengertian. Dengan
adanya iklim yang positif, aggota tim akan senang dan tidak ada beban,
sehingga tugas yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik dan
lancar.
2. Fokus dan Monitoring Output
Untuk mencapai tujuan organisasi secara tepatguna dan berhasilguna,
semua anggota yang tergabung dalam tim sosialisasi siaga bencana
harus fokus pada rencana yang telah ditetapkan. Selain itu, rencana
yang telah ditetapkan harus mendapat pantauan dari tim pengawas agar
tidak melenceng dari tujuan awal. Dan apapun hambatan dan kesalahan
dalam pelaksanaan sosialisasiharus dijadikan pelajaran untuk kegiatan
sosialisasi yang selanjutnya.
3. Respon Feed-Back
Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan sosialisasi siaga bencana
harus ditampung dan ditanggapi sebagai bahan feed back bagi tim
sosialisasi, baik itu berupa keluhan yang dihadapi tim, kritik dan saran,
respon sasaran, indikator keberhasilan metode sosialisasi, dll. Karena
feed back (umpan balik) ini sangat penting sebagai tolak ukur dandan
masukan untuk perencanaan dan pelaksanaan progran berikutnya.

2.5 Evaluation and Replacing
2.5.1 Evaluasi Dampak
Evaluasi dilakukan untuk melihat pencapaian tujuan dengan
beberapa analisa efek semua aktifitas dan media beserta program
pengembangan yang lainnya sehingga bukan hanya menjadi bahan
evaluasi tetapi juga menjadi bahan masukan untuk perbaikan terhadap
kegiatan ke depannya.
a. Indikator
Lebih dari 90% masyarakat dapat berpartisipasi dalam acara
sosialisasi siaga bencana Gunung Merapi.
Lebih dari 80% sadar akan tindakan siaga bencana Gunung Merapi.
Adanya peran dan andil mahasiswa serta tokoh masyarakat dalam
pelaksanaan sosialisasi.
b. Efek
Kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya
tindakan siaga bencana.
Terjadi suatu perubahan perilaku dan paradigma menjadi lebih baik.
c. Dampak
Dapat terlihat ketika kegiatan sudah dilakukan dan diharapkan
tidak mengganggu jalannya proses informasi dalam komunikasi
kesehatan tersebut sehingga upaya meminimalisir hal itu diwujudkan
melalui pengoptimalan rencana program kesehatan yang sudah disusun.

Evaluasi ini terbagi menjadi evaluasi jangka pendek dan evaluasi
jangka panjang. Untuk jangka pendek diharapkan kegiatan promosi
kesehatan dalam hal ini mengenai pentingnya sosialisasi siaga bencana
Gunung Merapi dapat berjalan lancar dan juga mendapatkan partisipasi
aktif dari masyarakat. Jangka panjang dianalisis melaui perubahan perilaku
yang dapat dilihat dari kesiapsiagaan masyarakat ketika terjadi perubahan
status Gunung Merapi.
2.5.2 Replacing
Dalam replacing, revisi dan redesign program bisa jadi terjadi
terutama dalam mengatasi kelemahan kegiatan sosialisasi, proses, materi,
dan strategi yang telah dilakukan serta aktivitas yang bisa tetap menjadi
hal pendukung atau malah menjadi faktor penghambat perubahan perilaku.
Diharapkan kegiatan positif ini dapat terus bertahap dan berkelanjutan,
setidaknya menjadi masukan bagi kegiatan-kegiatan pada program
berikutnya.























BAB III
PENUTUP

Dalam mengatasi masalah siaga bencana yang terjadi di Yogyakarta terutama
akibat letusan Gunung Merapi dengan menggunakan Strategi Komunikasi P-Process
untuk menyusun program sosialisasi siaga bencana Gunung Merapi. Dalam proses
analisis kita mencoba untuk menemukan bagaimana keadaan sosial di masyarakat
dan pihak-pihak yang mungkin bisa diajak untuk bekerja sama, sehingga dengan
adanya analisis tersebut diharapkan program yang disusun dapat tepat sasaran.
Proses selanjutnya yaitu desain strategi yang menggunakan beberapa
pendekatan dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kultural masyarakat
setempat terutama dengan memperhatikan keuntungan yang nantinya akan
didapatkan oleh masyarakat sasaran yang tidak lain juga sebagai sasaran program
sosialisasi siaga bencana ini. Yang kemudian disusun media, susunan rencana
implementasi, susunan rencana anggaran, lalu rencana evaluasi dan monitoring.
Setelah melalui proses desain strategi kemudian dilakukan proses
pengembangan dan uji coba yang memerlukan peninjauan ulang/pengkajian guna
memberikan umpan balik dalam evaluasi dengan berusaha melakukan
pengembangan terhadap konsep dan media materi. Proses ini mencangkup
pengembangan konsep pesan, kerja sama dengan pihak-pihak terkait, uji coba, dan
tahap revisi, dilanjutkan dengan proses implementasi dan monitoring dimana
dipergunakan pada sosialisasi siaga bencana dengan masyarakat Yogyakarta yang
berada di sekitar Gunung Merapi sebagai sasaran utama dari program.
Proses yang terakhir yaitu evaluation dan replacing untuk melihat pencapaian
tujuan dengan beberapa analisa efek semua aktivitas dan media beserta program
pengembangan yang lainnya, sehingga bukan hanya menjadi bahan evaluasi tetapi
juga menjadi bahan masukan untuk perbaikan terhadap kegiatan selanjutnya.




LAMPIRAN
Lampiran 1


Lampiran 2 (hanya contoh sementara)



Lampiran 3 (hanya contoh sementara)

Anda mungkin juga menyukai