Anda di halaman 1dari 16

Asma Bronkial

Kelompok tutorial 8


1


ASMA BRONKIAL

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.

2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan
jam tangan)
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


2


b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.

c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
Faktor Pencetus Asma
Infeksi Virus sal. Nafas (influenza)
Pemajanan terhadap alergen: Tungau,debu rumah,bulu binantang
Pemajanan terhadap iritan: Asap Rokok, minyak wangi
Kegiatan Jasmani : Lari
Ekspresi Emosional: Takut,marah,frustasi
Obat2an: Aspirin,penyeka beta,anti inflamasi non steroid
Lingkungan kerja: uap zat kimia
Polusi Udara : Asap Rokok
Pengawet makanan: sulfit
Lain-lain: Haid,kehamilan,sinusitis


Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


3


Patofisiologi Asma
Asma bronkial adalah hiper reaksi dari bronkus dan trakea yang mengakibatkan penyempitan
saluran nafas yang bersifat reversible. Perubahan jarungan pada asma tanpa komplikasi terbatas
pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel sel radang yang
menetap dan hipersekresi mucus yang kental.
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran nafas yang reversible baik
secara spontan ataupun pengobatan, inflamasi saluran napas, dan peningkatan respon saluran
napas terhadap berbagai rangsang.
Ada 3 bentuk utama dari asma, yaitu: asma bronkial ekstrinsik, intrinsik, dan asma yang
campuran.
Asma ekstrinsik mulai pada usia muda, sering pada anak kecil. Gejala awalnya adalah eczema
atau, hay fever (bersin bersin dengan ingus yang encer). Asma ekstrinsik itu biasanya dialami
oleh orang orang atopi.
Asma intrinsik (non alergi) timbul dalam bentuk serangan. Asma bronkial intrinsik timbul pada
usia yang lebih lanjut. Pada penderita asma intrinsik, tidak di dapatkan factor alergi sebagai
penyebab tetapi ditemukan kepekaan yang berlebih dari bronkus terhadap sejumlah stimulus
yang non alergi. Misalnya: infeksi virus atau bakteri dari bronkus, kegiatan jasmani, dan udara
dingin. Asma intrinsik berlangsung lebih lama dibanding asma ekstrinsik pada orang muda,
bahkan dapat terjadi dispneu yang menetap dan disertai wheezing (mengi)
Asma sebagai dapat dibilang sebagai penyakit inflamasi, karena semua tanda radang ini dijumpai
pada asma baik yang alergik maupun yang non alergik. Untuk mencapai keadaan asma, terdapat
2 jalur: jalur imunologis (didominasi oleh Ig E) dan jalur saraf otonom.
Pada jalur imunologi
1. Fase sensitasi waktu yang dibutuhkan untuk pembentukkan IgE sampai diikat silang
oleh reseptor spesifik (Rc-R) yang terdapat pada permukaan sel mast dan basofil
2. Fase aktivasi waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast maupun basofil melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi karena ada ikatan silang antara antigen dan IgE.
3. Fase efektor waktu terjadi respon yang komplek (anafilaksis)sebagai efek mediator-
mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik.
Paparan allergen diolah oleh APC (antigen precenting cell) dikomunikasikan oleh sel T
helper memacu interleukin dan sel plasma membentuk IgE + keluar mediator inflamasi
(mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit, serta limfosit) mediator
inflamasi akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding vascular, edema saluran nafas, infiltrasi sel radang, sekresi mucus, dan fibrosis sub epitel
hipersensitivitas saluran nafas.
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


4


Hipereaksi saluran nafas (HSN)
Pasien asma sangat peka terhadap iritan (debu), zat kimia ( histamine dan metakolin), dan fisis
(kegiatan jasmani). Keadaan yang dapat meningkatkan hipereaksi saluran napas:
- Inflamasi saluran nafas mediator inflamasi berkaitan erat dengan gejala asma
- Kerusakan epitel pada asma dapat terjadi kerusakan epitel, sehingga daoat
meningkatkan penetrasi allergen, mediator inflamasi serta iritasi ujung ujung saraf
otonom. Selain itu, sel epitel bronkus itu sendiri sebenarnya mengandung mediator yang
bersifat sebagai bronkodilator, kerusakan sel epitel bronkus akan mengakibatkan
bronkokonstriksi.
- Mekanisme neurologis pada penderita asma terdapat respon saraf simpatis.
- Gangguan intrinsic hipertrofi saluran nafas
- Obstruksi saluran napas
Pada asma akan terjadi spasme otot + sumbatan mucus + edema + inflamasi dinding bronkus
yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas (makin berat saat ekspirasi). Udara distal
tempat terjadi obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi maka akan terjadi peningkatan volume
residu + kapasitas residu fungsional yang menyebabkan pasien akan bernafas mendekati
kapasitas paru total (hiperinflasi) tujuannya agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar.
Namun, penyempitan saluran nafas terjadi tidak merata di seluruh paru, ada daerah yang
mengalami kurang ventilasi sehingga darah kapiler mengalami hipoksemia. Jika terjadi
hipoksemia maka PO
2
dalam darah akan menurun, sebagai proses kompensasi terjadilah
hiperventilasi. Hiperventilasi akan mengakibatkan pengeluaran CO
2
berlebih, hal tersebut
berakibat PCO
2
dalam darah turun dan dapat terjadi alkalosis respiratorik.
Pada keadaan yang lebih berat, akan semakin banyak alveolus yang tertutup mukus sehingga
tidak memungkinkan terjadinya pertukaran udara. Hal ini mengakibatkan hipoksemia dan kerja
otot pernafasan semakin berat, terjadi peningkatan dari produksi CO
2
disertai penurunan ventilasi
alveolus yang menyebabkan retensi CO
2
(hiperkapnia) sehingga dapat terjadi asidosis
respiratorik atau gagal nafas. Bila hal ini terus belanjut, hiperkapnia semakin buruk.
Asma dapat menimbulkan:
1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi
2. Ketidak seimbangan ventilasi (perfusi distribusi tidak setara dengan sirkulasi darah paru)
3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli.




Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


5


Pemeriksaan

Anamnesis

Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asmaantara lain: riwayat hidung
ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair (konjungtivitis alergi),
dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit akibat
perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena masalah
pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat
asma, rinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak
kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya tungau debu
rumah, tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain bludru, kasur kapuk, banyak
barang di kamar tidur. Apakah sesak dengan bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh
serangga, apakah pasien merokok, orang lain yang merokok di rumah atau lingkungan kerja, obat
yang digunakan pasien, apakah ada beta blocker, aspirin atau steroid.
Hal yang perlu di tanyakan dalam menganamnesis pasien asma:
Keluhan: batuk,sesak disertai mengi
Onset: berapa lama?
Sesak saat menghirup atau saat menghembuskan napas? Terasa seperti tercekik
atau tidak?
Sesaknya terus menerus atau hilang timbul? Jika hilang timbul,biasanya kapan
sesaknya muncul? (ada waktu spesifik atau tidak)
Sesaknya saat beraktifitas atau saat sedang beristirahat?
Apakah sebelumnya ada mengkonsumsi sesuatu? (obat,seafood,dan lain-lain)
Ada atau tidaknya kontak langsung pasien dengan sesuatu yang mencetuskan
asma atau alergen(contoh:debu,bulu hewan,serbuk bunga,dan lain-lain)
Ada riwayat alergi sebelumnya?
Adakah penyakit lain sebelum timbul keluhan saat ini?
Adakah anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama sebelumnya?
Adakah anggota keluarga yang mengalami alergi?
Bagaimana kebersihan lingkungan tempat tinggal?
Apakah ada memelihara hewan?
Apakah bekerja di tempat tertentu seperti pabrik?
Apakah punya kebiasaan merokok?

Pemeriksaan fisik
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci, menentukan
adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan fisis pasien asma, sering
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


6


ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi
dapat ditemukan; napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher,
perut dan dada serta tampak pernapasan cuping hidung. Pada auskultasi dapat ditemukan; mengi,
ekspirasi memanjang.Pada pemeriksaan perkusi, didapati dada hipersonor.

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometer. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20% tidak
berarti bukan asma. Dijumpai pada pasien yang yg sudah normal atau mendekati normal.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.

2. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB
Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai
tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


7


dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan
dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di samping itu, ukuran alergen
dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran
dari 2 um sampai 20 um, tidak dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang
memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi nonspesifik untuk
mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering,
histamin, dan metakolin.

3. Pemeriksaan radiologi
X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma dan
untuk mengetahui apakah ada komplikasi asma.

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

4. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit.Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji
alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi
dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat
dilakukan (pada dermographism).

5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle
branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.

Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


8


6. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

Gejala gejala diagnosis asma


Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


9





Penatalaksanaan
Mencegah Ikatan alergen- IgE
o Menghindari iritan (khususnya asap rokok) dan allergen serta udara dingin.
o Hiposensitisasi, yaitu menyuntikkan dosis kecil allergen yang dosisnya ditingkatkan
sehinga tubuh membentuk IgG sehingga mencegah ikatan allergen dengan IgE pada
sel mast.

Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


10


Mencegah Pelepasan Mediator
o Natrium Kromolin: mencegah spasme bronkus yang dicetuskan oleh allergen
dengan mencegah pelepasan mediator sel mastosit api tidak mengatasi spasme yang
telah terjadi (hanya profilaktik). Efektif untuk asma anak karena dianggap lebih aman
daripada kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan
natrium nedoksomil yang lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada
penderita asma yang sudah mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum mendapat
hasil yang optimal.
o Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma., biasanya
hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis
alergi. Pemberian antihistamin selama 3 bulan pada sebagian penderita asma dengan
dasar alergi dapat mengurangi gejala asma.
o Agonis beta 2 maupun teofilin: bronkodilator dan mencegah pelepasan mediator.

Bronkodilator
o Agonis beta 2 (metaproterenol, purbuterol, salbutamol, terbutalin, fenoterol,
prokaterol): melemaskan otot polos pernapasan dengan meningkatkan denyut jantung
dan kekuatan kontraktil lebih kecil. Inhalasi melalui MDI (metered dosed inhaler)
atau nebulizer. Preparat inhalasi pemulihannya lebih cepat dan efektif dengan efek
sistemik lebih ringan disbanding oral. Merupakan obat golongan simpatomimetik .
Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler,
peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala . Pemakaian
agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang
tidak dapat lepas dari bronkodilator.
o Epinefrin subkutan (pengganti Agonis beta 2) pada asma berat. Anjuran pada asma
anak dan dewasa muda.
o Aminofilin: pada serangan akut.
o Kortikosteroid sistemik. Menurunkan hiperaktif bronkus serta jumlah peradangan
(anti inflamasi). Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang paling kuat .
Kortikosteroid menekan respons inflamasi dengan cara mengurangi kebocoran
mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah kemotaksis dan
aktivitas sel inflamasi, mengurangi sel inflamasi, dan menghambat sintesis leukotrin.
Kortikosteroid dapat meningkatkan sensitifitas otot pernafasan yang dipengaruhi oleh
stimulasi beta-2 melalui peningkatan reseptor beta adrenergik. Pemberian steroid
dianjurkan dengan dosis seminimal mungkin. Pemberian kortikosteroid peroral dapat
diberikan secara intermiten beberapa hari dalam sebulan atau dosis tunggal pagi
selang sehari (alternate day), atau dosis tunggal pagi hari. Pemberian kortikosteroid
peroral sering menimbulkan efek samping pada saluran cerna seperti gastritis,
penurunan daya tahan tubuh, osteoporosis, peningkatan kadar gula darah dan tekanan
darah, gangguan psikiatri, hipokalemi, moonface, retensi natrium dan cairan, obesitas,
cushing syndrom , bullneck dan yang paling ditakutkan adalah terjadinya supresi
kelenjar adrenal. Efek samping timbul terutama pada pemberian sistemik dalam
jangka lama, maka lebih baik diberikan obat steroid kerja pendek misalnya prednison,
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


11


hidrokortison, atau metilprednisolon . Prednison diberikan 40-60 mg/hari/oral ,
kemudian diturunkan secara bertahap 50% setiap 3-5 hari. Hidrokortison diberikan 4
mg/kgBB secara bolus diikuti 3mg/kgBB/6jam. Metilprednisolon diberikan 50-100
mg/6 jam secara intravena. Sekarang ini tersedia kortikosteroid dalam bentuk inhalasi
seperti budesonide, fluticasone. Dosis budesonide inhalasi untuk orang dewasa
bervariasi, dosis awal yang dianjurkan adalah 400-1600 mikrogram /hari dibagi
dalam 2-4 dosis, sedangkan untuk anak dianjurkan 200- 400 mikrogram/hari dibagi
dalam 2-4 dosis. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebih baik dibandingkan
pemberian secara sistemik, karena konsentrasi obat yang tinggi pada tempat
pemberian langsung dibawa melalui pernafasan dan bekerja langsung pada saluran
napas sehingga memberikan efek samping sistemik yang lebih kecil. Penggunaan
kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan pertama untuk menggantikan steroid
sistemik pada penderita asma kronik yang berat. Efek samping yang sering
ditimbulkan dapat berupa kandidiasis orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi
paru, dan kerusakan mukosa. Pernah dilaporkan efek samping dispnoe dan
bronkospasme pada penggunaan kortikosteroid inhalasi.
o Antikolinergik (ipatropium bromida): suplemen bronkodilator, relaksan otot.
Mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim
guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium
inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat
dibandingkan dengan kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi.
Ipratropium bromide digunakan sebagai obat tambahan jika pemberian agonis beta-2
belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini terutama bermanfaat
untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada penderita
yang disertai dengan bronkitis yang kronis.
o Teofilin: meningkatkan bronkodilatasi. Cara pemberiannya dapat oral, IM, IV dan
per-rektal. Disamping efek bronkodilatasi, teofilin mempunyai efek diuretik ringan,
stimulasi SSP dan peninggian kontraktilitas "voluntary muscle". Teofilin
menghambat fosfodiesterase, sehingga meninggikan siklik 3 - 5 AMP seluler.
Mengingat efek obat-obat simpatomimetik dan teofilin terhadap siklik AMP tidak
melalui jalan yang sama maka kedua jenis golongan obat ini dapat dipakai
bersamaan. Kadar plasma antara 10 - 20 ug/ml adalah kadar yang dianggap efektif.
Efek samping yang sering terjadi adalah anoreksi, nausea, gangguan gastrointestinal,
iritabilitas dan agitasi dari SSP. Efek samping yang lebih berat lagi dapat berupa
perdarahan gastro-intestinal, CVA, kolaps, kegagalan pernapasan dan nefrotoksik.
Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-
200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral
terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan
nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah diuresis. Pada pemberian
teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi dan
aritmia, stimulasi sistem saraf pusat.
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


12


o Penyekat reseptor leukotrien (zileuton): menghambat leukotrein yang dapat
meningkatkan spasme otot polos, kebocoran cairan vascular, meningkatkan kerja
neutrofil dan eosinofil.

Obat Anti Asma
Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas .
Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten.
controller.
o Pencegah: anti inflamasi dan bronkodilator long acting
c/: kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, natrium kromolin, teofilin lepas
lambat, agonis beta 2 lepas panjang hirup dan oral, antileukotrein dan anti IgE.
Pengilang gejala:
c/; agonis beta 2 short acting, kortikosteroid, antikolinergik, teofilin.
Dua jenis asma inhaler:
Inhaler dosis yang terukur, yang merupakan aerosol genggam tabung kecil, lembut puff
yang telah ditetapkan dosis obat ke dalam mulut ketika diaktifkan. Obat ini dapat menghirup
langsung ke paru-paru.
Inhaler bubuk kering memerlukan pasien untuk menghirup bubuk dalam ke paru-paru.
Pembatasan dengan tipe ini adalah bahwa hal itu mungkin sulit untuk digunakan saat paling
dibutuhkan dalam keadaan darurat, ketika seorang pasien tidak mampu mengambil napas dalam-
dalam.
Obat-obatan yang digunakan dalam inhaler adalah anti-peradangan di alam dan mungkin
steroid, bronkodilator atau kombinasi keduanya.
Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan
dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk. Oleh
karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun
tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo
Cystein untuk membantu.
Pengobatan infeksi bakteri pernapasan

Merencanakan Pengobatan Asma Akut
1. Memelihara saturasi O2 cukup (Sa O2 92 %) dengan 1-3 liter/menit bila Sa 02 92 %
tidak butuh inhalan O2.
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


13


2. Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan ipratropium
bromida). Agonis beta 2 hirup: aerosol 2-4x setiap 20 menit bila serangan berat dapat
ditingkatkan. Kombinasi ipratropium bromide dengan salbutamol.
3. Mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan kortikosteroid sistemik bila
respons terhadap agonis tidak memuaskan. Dosis prednisolon 0,5-1 mg/kgBB.

Pengobatan Asma Berat
Gawat Darurat
Epinefrin walau inhalasi adrenergic beta sama efektifnya.


Jika tidak ada perbaikan 1 jam atau kurang

Aminofilin IV atau kortikosteroid
Asma menetap paling sedikit 24 jam dan tidak dapat diatasi oleh dosis optimal epinefrin dan
teofilin status asmatikus.


Pengobatan kortikosteroid dosis tinggi (IV hidrokortison atau metilprednisolon)

Hidrasi tambahan untuk mengganti kekurangan cairan.
Oksigen 24-28% dengan masker ventilasi atau sungkup hidung.
Antibiotika.

A. Terapi Medikamentosa
Pada serangan asma ringan, diberikan obat pereda (reliever) berupa beta agonis secara
inhalasi/oral, atau adrenalin 1/1000 subkutan 0,01 ml/kg berat badan/kali dengan dosis
maksimal 0,3 ml/kali.
Pada serangan asma sedang, diberikan obat seperti di atas ditambah dengan pemberian
oksigen, cairan intravena, kortikosteroid oral, dan dirawat di ODC (one day care) atau
ruang rawat sehari.
Pada serangan asma berat, selain obat di atas, dilakukan pemberian aminofilin secara
inisial dan rumatan. Kortikosteroid dapat diberikan secara intravena. Steroid oral dengan
dosis 1-2 mg/kg berat badan/hari dibagi 3 diberikan selama 3-5 hari. Steroid yang
dianjurkan adalah prednison dan prednisolon.
B. Terapi Suportif
Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan. Pada keadaan tertentu, misalnya terjadi
komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik, atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk
mengatasinya. Pada keadaan khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis, maka peran
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


14


psikolog atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres merupakan salah satu faktor pencetus
serangan asma.
C. Terapi Bedah
Biasanya tindakan bedah tidak diperlukan, kecuali jika timbul komplikasi berupa pneumotoraks.
Pada keadaan pneumotoraks diperlukan pungsi dan bila diperlukan dilakukan pemasangan WSD
(water seal drainage) untuk mengeluarkan udara dari pleura (selaput atau membran pembungkus
paru-paru).
Berikut ini sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma, namun sebelum
menggunakannya sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau dokter
spesialis anak terdekat.
A. Steroid oral
1. Prednisolon (nama generik)
Nama dagang: medrol, medixon, lameson, urbason.
Sediaan: tablet 4 mg.
Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.
1. Prednison (nama generik)
Nama dagang: hostacortin, pehacort, dellacorta.
Sediaan: tablet 5 mg.
Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.
1. Triamsinolon (nama generik)
Nama dagang: kenacort.
Sediaan: tablet 4 mg.
Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.

B. Steroid injeksi (suntikan)
1. M. Prednisolon suksinat (nama generik)
Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:
1. Solu-Medrol, vial 125 mg, 30 mg/kgBB dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam,
IV/IM.
2. Medixon, vial 500 mg, 30 mg/kgBB dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam,
IV/IM.

2. Hidrokortison suksinat (nama generik)
Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:
1. Solu-Cortef, vial 100 mg, 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam, IV/IM.
2. Silacort, vial 100 mg, 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam, IV/IM.



Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


15


3. Deksametason (nama generik)
Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:
1. Oradexon, ampul 5 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.
2. Kalmetason, ampul 4 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.
3. Fortecortin, ampul 4 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.
4. Corsona, ampul 5 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.

4. Betametason (nama generik)
Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:
Celestone, ampul 4 mg, 0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam, IV/IM.

Pencegahan
Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan, penghindaran
makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan
bulu binatang, telah terbukti mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis
atopik pada bayi.
Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah melakukan
pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak dari asap rokok; tidak memelihara
binatang berbulu seperti anjing, burung, kucing; memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi
kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang memiliki riwayat atopi (alergi)
pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan
mencegah terjadinya sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan
dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu hamil dan ibu yang
sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu (inducer) seperti: asap rokok atau makanan
yang alergenik.
Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi (peradangan) pada bayi
atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua
dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi
dan riwayat atopi pada orang tua.
Asma Bronkial
Kelompok tutorial 8


16


Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak yang sudah
menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran pencetus maupun pemberian obat-obat
pengendali (controller).

Komplikasi
a.Pneumothorax
b.Pneumomediastinum atau Emfisema subkutis
c.Atelektasis
d.Gagal nafas
e.Bronkitis
f.Fraktur iga

Diagnosis Banding
a.Bronkitis kronik
b.Emfisema paru
c.Gagal jantung kiri
d.Emboli paru
e.Tamponade jantung

Anda mungkin juga menyukai