Anda di halaman 1dari 15

Tugas analisa film pendek.

Judul : R.I. 1 : Tiga Menit Potret Presiden Impian


Oleh : Mahbub Wibowo
Mata Kuliah Pengantar Seni Film
Dosen : Kusen Dony dan tim.
Tahun 2004
Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta

Data Film
Judul : R.I. 1
Durasi : 3 menit
Sutradara : Erik Wirawan
Cerita : Erik Wirawan, Wicaksono Wisnu Legowo, Emil Heradi

1
R.I. 1 : Tiga Menit Potret Presiden Impian

A. Tentang R.I 1

Film ini direalease tepat beberapa hari setelah dilangsungkannya proses pemilihan
presiden langsung di republik ini. Terasa jelas filmmaker begitu terpengaruh oleh
keadaan kehidupan sosial di sekitarnya. Kehidupan politik yang sedang kalut.
Kalimat bahwa film menandakan jamannya atau film adalah potret kehidupan
jamannya seperti dibenarkan oleh kehadiran film ini.

Dengan gamblang dan begitu bersemangat, si filmmaker mengungkapkan lewat


tulisan di akhir filmnya bahwa film tersebut didedikasikan kepada negaranya ( This
Film Dedicated to Our State ). Semangat luar biasa dari sebuah film pendek.
Semangat untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat, semangat untuk
membukakan mata pada masyarakat tentang bagaimana Presiden seharusnya.
Pendidikan politik melalui seni film. Walaupun harus diakui secara logis bahwa film
ini tak memberikan dampak yang sehebat itu di masyarakat, dalam arti film ini tak
cukup banyak diterima di kalangan masyarakat hinggga dampaknyapun tak terasa.

Namun begitu, setidaknya film ini sudah cukup kuat menunjukkan dimana political
standing filmmaker dan pandangannya tentang kehidupan sosial yang berlangsung
disekitarnya sekaligus rekaman harapannya yang amat mulia ( walu terlalu mengada
– ada ) . Lagi – lagi film ini mencoba mengiyakan dengan semangat sekali bahwa
film adalah gambaran dari oarang yang membuatnya.

Menyusup lebih masuk dalam film ini kita terbawa pada rangkaian cerita menarik
yang beraroma hiperbolis yang ‘ndagel. Film ini bercerita tentang bagaimana
kehidupan seorang presiden ( menurut harapan filmmaker ). Tentang bagaimana
seharusnya seorang presiden itu. Kembali bahwa semuanya digambarkan secara
hiperbolis dan kental dengan nuansa guyon. Ya, presiden digambarkan sebegitu

2
dekatnya dengan rakyatnya hingga dia mau untuk makan malam bersama dengan
rakyatnya di sebuah warung kopi, tinggal di sebuah rumah susun bersentuhan
langsung dengan rakyat, berangkat dinas menuju istana dengan kendaraan sepeda
motor kunonya dan sebagainya. Bukankah itu sebuah gambaran yang berlebihan.
Sebuah gambaran yang jelas mengada – ada mengingat kenyataan bahwasannya
mana ada presiden yang seperti itu. . Koran Tempe sebagi plesetan dari harian
nasional Koran Tempo adalah salah satu unsur dari bermacam unsur yang
membangun nuansa guyon Tapi disitulah justru keunikan film ini. Film yang dengan
kerendah hatian dan ketulusannya mencoba berbagi tentang bagimana Presiden
seyogyanya.

B. Film Form dan Metode Penceritaan

Penceritaan dibangun dengan menggunakan third p.o.v ( p. o. v orang ketiga )


Penonton hadir sebagai orang yang melihat kisah antara tokoh utama ( Mr. President )
, dengan orang – orang disekitarnya. Pendekatannya adalah pemberian surprise pada
penonton. Pada awal cerita si filmmaker belum memberikan banyak informasi
tentang keaadaan si tokoh. Filmmaker hanya memberikan informasi – informasi kecil
yang nantinya akan menjelaskan si tokoh. Dimulai dari ‘ kehidupan malam Mr.
President ‘ yang seperti rakyat biasa. Filmmaker pada bagian ini belum menjelaskan
kepresidenan si tokoh. Dia hanya menjelaskan bahwa ada seorang yang dihormati
oleh orang – orang di warung yang sedang mendengarkan keluh kesah mereka
tentang masalah masing masing.

Tokoh – tokoh seperti pemilik warung dan pria berseragam hansip difungsikan untuk
membangun karakter si tokoh. Kita bisa melihat bagaimana dialog yang terjadi antara
mereka membangun pikiran kita bahwa si tokoh utama adalah orang yang disegani.
Namun begitu terlihat juga si pemilik warung ketika mengungkapkan keluh kesahnya
tentang pendidikan anaknya, dia seperti tak rikuh untuk mengungkapkannya.

3
Filmmaker mempertontonkan adegan yang menggambarkan keakraban mereka,
tentang kenyamanannya mereka berdialog.

Penonton juga di giring oleh filmmmaker untuk bertanya tanya tentang jawaban dari
tokoh utama ( Mr Presiden ) ketika berdialog yang simple saja. “ Hmm ya... ya
...ya... “ Jawaban seperti itu khas tipikal jawaban pejabat yang mendengar keluhan
rakyatnya. Hal ini menjadi semakin kuat ketika Mr. President bertanya kepada pria
berseragam hansip tentang keadaan keamanan di lingkungannya.

Ada petunjuk tersirat yang diberikan filmmaker pada adegan ini. Petunjuk yang
filmmaker ambil dari kewajaran seorang pejabat, yaitu bertanya tentang keamanan.
Filmmaker semakin terasa mulai membawa kita pada pikiran tentang keadaan
( karakter ) Mr President. Pengulangan jawaban Mr. President kepada pria
berseragam hansip juga menguatkan karakter si tokoh yang sedikit menjaga jarak
( walau merakyat ) dengan rakyatnya. Kekakuan khas para pejabat.

Dua orang berpakaian hitam – hitam di warung difungsikan sebagai informasi yang
mengundang tanya. Siapakah dua orang dengan kelakuan aneh di belakang si tokoh.
Ada hubungan seperti apakah dengan si tokoh. Hal yang membuat rasa ingin tahu
penonton akan karakter tokkoh utama semakin menjadi – jadi. Pendekatan surprise
membutuhkan pertanyaan – pertanyaan semacam ini.

Tokoh pria dengan lagu yang dinyanyikannya pada saat opening mengalirkan
perasaan perasaan penonton pada kebersahajaan. Sesuatu yang ingin dicapai dari film
ini. Berhentinya lagu yang dinyayikan oelh pria buta tepat pada saat si pemilk warung
mengucapkan kalimat “ pajak sana – pajak sini? “ membawa penonton pada sebuah
penegasan. Tentu penegasan akan kalimat yang diucapkan. Disini filmmaker
menggarisbawahi tebal – tebal kalimat yang memang sepentasnya lebih disimak.
Keluhan sekelompok besar rakyat di repulik tercinta.

4
Pada scene – scne selanjutnya secara bertahap keadaan si tokoh di dijelaskan dengan
rentetatn adegan menuju akhir film, dimulai dengan si tokoh yang terbangun dari
tidurnya karena gelegar cempreng bunyi jam weker anehnya ( bersuara dang dut dut
dang dut.... bangun nyet.... ) memasang pin bergambar bendera republik , lalu pin
bergambar garuda lanjut kemada tokoh yang memakai peci hingga ucapan – ucapan “
Selamat pagi Pak Presiden “ dari orang – orang di lingkungan si tokoh, lalu sampai
pada Plat merah Indonesia 1 dan terakhir pada peristiwa perjalanan menuju dan
sampai di istana, segalanya menjadi gamblang. Si tokoh adalah Mr. President.

Secara spesifik pada scene dua saat dimana tokoh utama bangun dari tidunya lalu
kemudian berucap “ selamat pagi Indonesis “ adalah sebuah pertanyaan bagi
penonton. Apakah maksudnya itu ? Pengul;angan dilakukan pada saat adegan
dimana tokoh utama mengusapkan handuk pada mukanya lalu berucap “ segarnya
Indonesia .... “. Pengulangan pengulangan seperti ini efektif digunakan untuk terus
mengkarakterisasi tokoh utama. Seperti kalimat “ hmmm.. ya...ya...yaaa... “ pada
scene awal. Meninggalkan bekas berupa tanya pada penonton akan siapakah si tokoh
utama itu.. ?

Dalam pada itu, sebuah kekonyolan akan si tokoph juga disampaikan oleh filmmaker.
Memanfaatkan adegan bangun tidurnya si tokoh utanma. Bangun tidur lalu
kemudiian membopong serta bantal guling, adalah sebuah kelaziman yang tak lazim.
Nuansa ‘ ndagel ‘ dimunculkan dengan cara seperti ini oleh si filmmaker. Kembali
untuk mengobarkan terus nuansa ketawa bersama R.I. 1 filmmaker mengunakan
adegan baca koran pagi si tokoh dengan kekonyolan. Koran Tempe yang dibacanya
tak lain adalah plesetan dari Koran Tempo, sebuah harian yang sudah familier bagi
pera penonton.

Pada scene selanjutnya, adegan Mr. President berangkat kerja lengkap dengan
seragam safari, kacamata hitam, tas kerja juga tak lupa tongkat seperti layaknya
tongkat komando, penonton dkembali disuguhkan dengan pemandangan dua orang
bersafari juga berkacamta hitam yang terlihat begitu taat serta takdzim pada tokoh

5
utama. Tak lupa nuansa kekonyolan kembali diberikan adegan ini dengan tingkah
dua orang berseragam yang makan chiki tepat sebelum tokoh utama muncul di
hadapan mereka.

Pada saat adegan tokoh utama keluyar dari komplek rumah tinggalnya yaitu rumah
susun, teriakan “ Selamat pagi pak presiden..... “ diberikan film ini untuk memberikan
informasi yang semakin menuju ending film. Penonton diberikan informasi bhwa
tokoh utama adalah seorang presiden. Dengan senyum ramah dan lambaian
tangannya kepada ‘ rakyat ‘ kembali menguatkan ingatan penonton akan
kebersahajaan Mr. President.

Berangkat kerja dengan sepeda motor butut, dan segala perabot kendaraan dinas
presiden dan tak lupa Plat ‘ Indobesia 1 ‘ mencoba meyakinkan sekali – lagi pada
pennontonm bahwasannya benar tokoh utama sepertinya presiden.

Keyakinan mutlak baru dicapai saat penonton dibawa pada plot dimana tokoh utama
melabuhkan perjalanan kekantornya di sebuah istana kepresidenan. Seperti yang
sudah diutarakan sebelumya, ilusi ruang menjadi bangunan sempurna pada adegan
ini. Memngingat kenyataan yang sudah diketahui masyarakat akan
ketidakmungkinannya si tokoh benar – benar memasuki dan berada di Istana
kepresidenan.

RI 1 disajikan dalam bentuk naratif. Ada sebab dan akibat yang jelas yang terjadi
dalam ruang dan waktu. Plot atau rangkaian peristiwa yang disajikan dalam layar
membawa secara jelas kepada penonton untuk merangkai story dalam pikirannya.
Story bahwasannya tokoh yang disebut Mr. Presiden seharusnya adalah tokoh yang
kesehariannya walau dia presiden harus tetap bertindak seperti itu. Seperti sebagian
besar masyarakat yang dipimpinnya, jauh dari kemewahan, dan senantiasa bersahaja.
Ynga membuatnya berbeda adalaha hanya karena jabatannya sebagai presiden, dan

6
itulah yang memberikan jawaban akan kehadiran duo paspampres yang juga penuh
nuansa hiperbolis yang ‘ndagel.

Dari kacamata waktu, film ini disajikan sebagai potongan waktu dalam kehidupan
sehari – hari Mr. President. Waktu malam hari si tokoh dengan aktivitasnya, berlanjut
ke pagi hari saat si tokoh bangun dari tidur lalu mandi, menyerupt minuman pagi
sambil membaca koran, dan kemudian berangkat ke istana. Urutan waktunya jelas,
tidak membuat ribet dan pusing penonton. Dengan urutan maju ABCD... dst film ini
efektif dan sukses menghadirkan surprise pada penonton akan tokoh yang
diceritakan ternyata adalah seorang presiden.

Pemanfaatan kekuatan film dalam mengelabui penonton melalui tipuan rang juga
dilakukan oleh si filmmaker pada saat adegan istana presiden. Bagaimana dengan
nyaman penonton dibimbing bahawasannya tokoh adalah benar – benar presiden.
Diceritakan peristiwa bahwa tokoh berangkat dinas lalu kemudian pov tokoh
menangkap gambar istana. Setelah itu penonton diberikan gambar yang
menceritakan si tokoh berada di kantornya dengan nuansa yang sama dengan ruang
sebelumnya. Dengan ruang awal yang diberikan berupa istana maka ilusi ruang
terbangun. Bahwa si tokoh betul - betul berada di istana.

Opening juga closing dari film memiliki kesamaan. Sama sama memotong sebuah
adegan. Pada opening, penonton dibawa pada ilusi peristiwa bahwa sepertinya adegan
obrolan itu sudah berlangsung lama, dan adegan yang kita saksikan di awal film
tersebut merupakan sebagian kecil yang merupakan babak akhir dari sebuah dialog
yang sebelumnya sudah berlangsung.

Sedangkan pada closing atau ending film penonton dibiarkan membayangkan sendiri,
menciptakan sendiri lanjutan story dari film ini. Menciptakan sekuel – sekuel sendiri
dari film pendek ini. Adegan dimana si tokoh yaitu Mr. President telah ‘ngantor’ di

7
istana. Tak bisa dipungkiri penonton pasti akan merangkai sendiri dalam pikirannya
kisah atau cerita seperti apa yang berlanjut kemudian.

Dan disitulah opening dan ending seperti itu digunakan untuk membuat permainan
ilusi story menjadi kental. Membawa pada sebuah pengertian bagwa cerita yang
demikian tadi adalah cuma sepenggal dari kisah sehari – harei hidup Mr. President.

Film Style : Bangunan Teknis R.I. 1

Dalam menyimak film style, bangunan tekins yang mewujudkan konsep film kita
akan lebih dimudahkan dengan penyusunan menurut tinjauan masing – masing
elemen teknis. Mulai dari sinematografi berlanjut ke mise en scene, suara lalu
kemudian editing. Menyimak kembali pada uraian cerita film, film teresbut tak lain
adalah sebuah impian dari si pembawa pesan bahawasannya peresiden adalah seperti
apa yang digambarkannya. Walau tidak se-ekstrim itu, setridaknya sikap bersahaja,
tetap merakyat, jauh dari kemewahan, juga tetap menampilkan sisi - sisi manusia
yang tipikal rakyat Indonesia.
Pendekatan penceritaan yang digunakan film ini adalah pendekatan orang ketiga.
Penonton melihat kisah interaksi antara tokoh – tokoh dalam film ini. Unsur surprise
dengan memanfaatkan potensi keingin tahuan penonton dan potensii antisipasi yang
dipunyainya ditekankan filmmaker R.I 1.

Ceritanya naratif mengikuti hukum sebab akibat dan terjadi dalam ruang waktu
tertentu. Strukturnya linear, story berjalan maju sesuai plot yang dibangun. Ada
beberapa pengulangan dan kemiripan dari masing – masing adegan. Dengan
petunjuk – petunjuk seperti ini mari kita simak style yang digunakan filmmaker untuk
membangun R. I. 1

8
C. I. Sinematografi

Pada scene awal, ketika Mr. President berada di warung kopi, filmmaker
membuat scene ini sebagai pertanyaan awal pada penonton. Framing
menggunankan metoda close framing. Dimana selalu ada tokoh yang sedang
beraksi dalam film. Frame rata – rata statis dan kental dengan nuansa aturan
rule of thirds.

Ada beberapa mobile framing yang digunakan demi kepentingan cerita


seperti pada saat Mr. President bersip hendak pamit dan lalu pergi
meninggalkan warung. Atrau juga pada saat awal film dimulai, frame
bergerak dari atas kebawah.

Kefektifan mobile framing terasa terutama hanya pada dua penggunaan


yaaitu pada saat Mr. President pamit puulang lalu pergi dan pada saat awal
adegan, dimana frame bermula pada bagian atas warung lalu berhenti tepat
saat frame berada pada posisi straight on angle.

Sedang satu lagi mobile framing sepertinya kurang menemukan


keefektifannya mengacu pada keharmonian dengan gambar awal. Yaitu pada
saat dimana Mr. Presiden bersiap pulang. Berawal dari frame Asep lalu
bergesr ke kanan sampai pada frame dengan point of interest-nya Mr.
President. Seperti tidaka ada motivasi dan petunjuk yang mendasari mobile
frame tersebut. Kebanyakan angle yang digunakan adalah straigt on angle
dengan semangat kebersahajaan film ini.

Sedang dari segi level, filmmaker tidak mempermainkan level menjadi


bermacam rupa. Menjadi diagonal atau apapun. Tinggi maupun rendahnya
penempatan kamera ( height ) sejajar dengan mata kita. Type of shot beberapa
kali digunaka tipe shiot dengan jarak yang jauh ( long shot ), tentu dengan

9
tujuan untuk menjelaskan keadaan warung diamana disitu ada tokoh yang
sedang berinteraksi.

Pada scene berikutnya filmmaker memainkan height demi konsep


penceritaan. Yaitu pada saat adegan Mr. Presiden berangkat kerja. Disitu
heigt dibentuk sedemikian rupa sehingga didapat framing berupa Plat nomor.
Low angle juga digunakan ketika Mr. Presiden keluar dari komplek rumah
tinggalnya, tampak dalam gambar Mr presiden keluar lalu menyambut
dengan senyum dan lambaian tanganny a kepada anak – anak yang menyapa
di atas.

C. 2. Mise En Scene : Kekuatan Sentral R I. 1

Dalam sebuah film pendek kiranya Mise En scene cukup berperan penting
untuk membangun karakter juga cerita. R. I. 1 banyak sekali menggunakan
mise en scene yang digunakannya untuk menguatkan konsep penceritaan.
Nuansa humor, nuansa hiperbolis sepertinya menjadi semakin terasa
menyentak ketikaa pemanfaatan potensi mise en scene dilakukan di film ini.

Di sce awal kita merasakan nuansa kebersahajaan yang memang dibanun oleh
film ini. Bagaimana tokoh utama hanya memakai sarung. Lalu duo
paspampres tetap kacamata hitamnya, denagn seragam dinas malam yang
dikeenakannya. Tongkat komando hansip juga dimunculkan demi
menguatkan karakter kehansipannya. Pria buta yang menyebnandungkan
tembang lir – liir lengkap mengenakan sorjan dan dan kacamata hitamnya.
Terasa jawa dan buta sekali.

Pada scene berikutnya ornamen – ornamen kecil seperti pin garuda juga pin
bendera republik dimunculkan dominan sebagai point of interest. Sesuai

10
dengan cerita yang memang pada saat itu pemberian informasi tentang tokoh
mulai gencar dilakukan.

Dan yang tak mungkin di lewatkan adalah Koran Tempe. Sebuah parodi
Koran Tempo yang betul – betul mendatangkan nuansa humor. Tutup
makanan yang menggantung didinding ruang makan Mr. Presiden, dan
makanan rinmgan Mr. Presiden berupa gorengan – gorengan adalah
komposisi yang menarik dalam mewujudkan ‘ parodi ngenes ‘.

Tongkat komando dengan peci hitam Mr Presiden adalah elemen yang


muncul beberapa kali sebagai titik perhatian. Media efektif untuk
menunjukkan salah satu kekhasan yang paling kental melekat di ingatan kita
dari salah seorang presiden. Bendera merah putih mini pada kendaraan dinas
Mr. Presiden juga membuat kita tergeli dengan kejelian film ini menggunakan
elemen – elemen kecil untuyk membangun karakter tokoh sekaligus
menunaikan kewajibnan dari cerita yang ingin disampaikan.

Tak hanya itu celana tidur merah putih Mr. Presiden dan juga helm merah
putih yang dikenakannya saat berkendara adalah kejeliannya yang lain.
Nuansa ndagel yang ingin diciptakan kiranya adalah alasan yang jelas
mengapa pilhan – piliahan seperti itu diambil oleh si filmmaker. Helm cetok,
tutup makanan tradisional, dan elemen kecil yang lain cukup sukses
mewujudkan kosep cerita.

Hal yang kemudian menjadi sedikit mengganggu adalah munculnya lagi


helem cetok merah putih yang muncul kembali diatas meja kantor Mr.
Presiden. Bukankah akan lebih terasa tidak memaksaka ketika helm itu tidak
muncul lagi diatas meja kerjanya. Cukup dengan tampilan mesin ketik jman
dulu dan beberapa kertas - kertas saja.

11
Meisn ketik jaman dulu difungsikan untuk mennambah kesan kemengada –
adaannya film ini. Pajangan – pajangagn foto presiden di dinding ruang kerja
Mr. President difungsikan untuk menjelaskan setting yang ingin dikesankan
yaitu berupa ruang kerja presiden. Dan kemudian diikuti dengan papan nama
yang berdiri manis diatas meja yang berbunyi Presiden R I. Tak cukup hanya
itu bendera besar yang berdiri di belakang meja adalah elemen yang
mennambah kesan kantor.

Pada scene awal setting yang dibangun cukup menjelaskan ke - warkop – an


warung tersebut. Dengan dafatr menu di didinding belakang, dengan penataan
berbagai barang – barang yang sepengetahuan kita nyata – nyata layak ada di
sebuah warung kopi.

Setting yang ditampilkan di scene ruang tidur dan ruang makan adalah setting
yang saya sebuat sebagi setting impian si filmmaker. Penjelasan
kesederhanaan Mr. President terasa membahana di sce tersebut.

Setting jalanan yang digambarkan oleh filmmaker pada saat Mr Presiden


berangkat dinas yang paling mengena adalah setting pasar di siang hari, juga
setting di kemacetan di salah satu titik di sudut jakarta. Begitulah filmmaker
mengharapkan presidennya mau turun langsung, mengontrol kondisi
negaranya dengan melewati pasar – pasar dan mau bersusah payah bersama
rakyatnya bermacet – macet di jalan ramai.

Make up dibuat seriil mungkin , filmmaker tak mau make –up berlebih walau
filmnya adalah impian yang mengada – ada, harapan yang sussah untuk
terwujud. Film ini menyisakan elemen make – up untuk tidak dilebih –
lebihkan. Kesederhanaan yang menonjol dari tokoh – tokohnya. Toh niatnya
film ini adalah film harapan. Harapan tentang adanya presiden yang
sederhana merakyat dan bersahaja.

12
C. 3. Sound : Nyawa kedua

Di R. I. 1 non diegetic sound mendapat porsi terbanyak. Musik pengiring


berupa lagu Indonesia Raya digunakan mendominasi hampir seluruh film.
Berfungsi efektif untuk menginformasikan tokoh. Membawa pada nuansa
kenagaraan. Membawa mood hingga ada dramatisasai yang pas. Ituklah
kenapa dalam R. I. 1 sound begitu digdaya menyampaikan informasi dan juga
membawa cerita ke arah klimaks dengan menarik. Bisa dibayangkan
bagaimana jadinya bila R. I 1 tanpa lagu Indonesia Raya. Sentakan R. I. 1
jelas mengalami pengurangan yang besar.

Dalam sebuah film pendek, mengeksplor habis – habisan unsur suara adalah
salah satu pilihan untuk bisa dengan segera menyentuh rasa penonton.
Membuka kepekaan penonton untuk kkemudian menyerap pesan yang ada
dalam film tersebut.

Pada awal dimulainya film, suara dialog pemilik warung muncul lebiah awal
daripada gambarnya. Pemunculan seperti ini mengesankan bahwa aktivitas
tersebut sudah berlagsung lama. Pengulangan dilakukan pada adegan
bangunnya Mr. President. Suara nyentrik alarm Mr. President diperdengarkan
beberapa lama sebelum penonton tahu bahwa itu adalah alarm Mr. President.

Pada adgean ini lagu Indonesia Raya mulai dipoerdengarkan. Mr. President
bersiap untuk menunjukkan pada penonton bahwa dirinya adalah Presiden.

C. 4. Editing : Potong sambung ber-ritme Indonesia Raya

Salah satu yang saya ingat pernag diajarkan adalah bagaimana proses potong
sambung bisa mengikuti ritme musik dalam sebuah film. Begitulah apa yang

13
saya lihat dalam R. I. 1. Terasa sekali dalam bagian akhir film ketika musik
pengiring berupa lagu Indonesia Raya diperdengarkan, potong sambung
gambar mengikuti ritme lagu tersebut. Itulah kenapa saya sebuat sound
menjadi kekuatan yang besar hingga pengaruhnya begitu terasa pada proses
editing.

R. I. 1 menggunakan konsep continuity editing. Dan dimensi ritmis


sepertinya menjadi pilhan utama dalam potong sambungnya. Namun, kita
biusa melihat di Scene satu bagaimana pergerakan kamera saat Mr. President
bersiap pamit seperti dipaksakan mengikuti pergerakan kamera pada saat Mr.
President beranjak pergi. Sebelum pergerakan kamera yang pertama gambar
yang kita lihat adalah gambar statis dan inilah yang justru sedikit menggangu
kenapa filmmaker memilih memotong di titik tersebut. Titik dimana kamera
dengan cepat bergerak ke kanan dengan titik perhatian Mr. President.
Penonton menjadi kaget dengan gambar yang tiba – tiba seperti melompat.
Mengingat cut to cut yang dilakukan sebelumnya. Begitulah ternyata
menjelaskan kenapa keharmonian susunan gambar dibutuhkan.

Kesanggupan edfiting melakukan manipulasi ruang dimanfaatkan dengan


baik oleh R. I. 1. Masih kita ingat bagaimana kita merasa senang dan nyaman
saja ditipu oleh penyusunan gambar yang seoleh – olah menunjukkan bahwa
tokoh utama berada di dalam istana. Dengan dimulai pada shot – shot
perjalanan Mr. President lalu kemudian pada shot halaman istana walau itu
bukanlah point of view president dan lebih pada shot yang diadakan untuk
penonton dengan mata mereka yang sedang melihat cerita filmmaker, lalu
pada shot dimana Mr. Presiden berada di sebuiah ruang kantor dengan setting
diserupakan dengan kantor presiden.

R. I. 1 : Mari berkhayal bersama

14
Begitulah kita melihat bagaimana sebuah film bisa berbicara macam –
macam. Bisa berkoar apapun menurut apa yang ingin diteriakkan filmmaker.
Bermimpi bersama, mengada – ada bersama. Namun begitu bukan berarti
lantas mimpi – mimpi tadi dimakan hanya sebatas mimpi. Akan tetapi kita
melihat bagaimana mimpi tulus pembuat film yang menginginkan
presidennya memiliki keindahan manusia seperti yang dimiliki rakyat yang
dipimpinnya.

Menyajikannya dalam bentuk yang hiperbolis dengan pendekatan humor yang


nakal adalah pilihan yang cukup pintar mengingat luas dan lebarnya pesan
yang ingin disampaikan. Kenapa seperti itu ? ya karena pada pendekatan
inilah penonton akan dengan cepat menangkap pesan dan juga segera
memaafkan dan menjadi lupa apabila ada kealpaan – kealpaan pembuat film
dalam film yang mengganggunya.

15

Anda mungkin juga menyukai