Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KECERDASAN BUATAN

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

RAHMAT DWI CAHYA NUGRAHA


123112706450010
FAKULTAS TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
TEKNIK INFORMATIKA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jaringan Saraf Tiruan (JST) atau Artificial Neural Network merupakan suatu
pendekatan yang berbeda dari metode AI lainnya. JST merupakan suatu model kecerdasan
yang di ilhami dari struktur otak manusia dan kemudian diimplementasikan menggunakan
program computer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses
pembelajaran berlangsung. Skema sederhana dari otak manusia dapat dilihat dari gambar
berikut ini.

Gambar 1.1 Struktur dasar jaringan saraf tiruan dan Struktur sederhana sebuah
neuron

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa setiap sel saraf mempunyai satu inti
sel(nucleus). Inti sel akan bertugas melakukan proses informasi. Informasi sel akanditerima
oleh dendrite yang merupakan dari cell body. Selain menerima informasi,dendrit juga
menyertai axon sebagai keluaran dari suatu pemrosesan informasi.Informasi hasil olahan ini
akan menjadi masukan bagi sel saraf lain dimana antardendrite tersebut akan dipertemukan
dengan sinapsis. Informasi yang dikirimkan antarneuron berupa rangsangan yang dilewatkan
melalui dendrite. Informasi yang datang dan diterima oleh dendrite akan dijumlahkan dan
dikirimkan melalui axon ke dendriteakhir yang bersentuhan dengan dendrite dari sel saraf
lain. Informasi yang akan diterima oleh neuron lain jika memenuhi batasan tertentu yang lebih
dikenal sebagai threshold (nilai ambang).
Gambaran di atas merupakan gambaran sederhana dari jaringan saraf, tetapidari
gambaran itu semua komponen dari sel saraf tersebut relevan bagi saraf modelkomputasi.
Secara khusus, dapat dikatakan bahwa setiap unit komputasional dihitung dari beberapa
fungsi input.
Pengembangan terhadap jaringan saraf ini terus dilakuakan dan memunculkan harapan
baru yang dicapainya suatu mesin yang dapat belajar sehingga tidak memerlukan adanya
pengulangan proses perhitungan yang sama untuk persoalan yang mirip.

1.2. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
informasi bagi yang membacanya dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang cara kerjanya
memiliki kesamaan tertentu dengan jaringan saraf biologis [Fausett,1994]. Jaringan saraf
tiruan dikembangkan sebagai model matematis dari saraf biologis dengan berdasarkan asumsi
bahwa:
1.
2.
3.
4.

Pemrosesan terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut neuron.


Sinyal dilewatkan antar neuron melalui penghubung.
Setiap penghubung memiliki bobot yang akan mengalikan sinyal yang lewat.
Setiap neuron memiliki fungsi aktivasi yang akan menentukan nilai sinyal output.

Jaringan saraf dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan pada arsitekturnya,
yaitu pola hubungan antara neuron-neuron, dan algoritma trainingnya, yaitu cara penentuan
nilai bobot pada penghubung.
2.2. Komponen Neural Network
Terdapat banyak struktur NN, tetapi kesemuanya mempunyai komponen yang hampir
sama. Gambar berikut memperlihatkan struktur ideal NN.

Gambar 2.1 Struktur ideal NN


Seperti terlihat pada gambar, struktur NN mirip dengan struktur otak manusiadiatas.
Informasi (sebagai input) dikirim ke neuron melalui suatu pembobotan input.Input ini
diproses oleh suatu fungsi propagation yang menaikan nilai bobot input. Hasilnya kemudian
dibandingkan dengan threshold oleh activation function. Jika input melampaui threshold,

maka neutron akan diaktifkan, jika sebaliknya maka neutron akan inhibit. Jika diaktifkan,
neuron akan mengirim output melalui pembobotan outputke neuron lainnya, dan seterusnya.
Dalam NN, neuron dikelompokan dalam layer, yang disebut neuron layer. Biasanya
setiap neuron dari sebuah layer dihubungkan ke semua neuron yang ada di layer belakang
maupun depannya (kecuali input dan output). Informasi yang dikirim dalam sebuah NN,
dipropagasi layer per layer mulai dari input hingga output tanpa atau melalui satu atau
lebih hidden layers. Bergantung pada algoritma yang digunakan, informasi juga dapat
dipropagasi ke arah belakang (backpropagation). Gambar berikut menunjukan NN dengan
tiga neuron layers.

Gambar 2.2 NN tiga neuron layers.


Perlu dicatat bahwa gambar ini bukan merupakan struktur umum dari NN. Ada NN
yang tidak mempunyai hidden layer, atau ada juga NN yang layer-nya berbentuk matriks.

2.3. Multi Layer Perceptron

Diperkenalkan oleh M. Minsky dan S. Papert pada tahun 1969, merupakan


pengembangan dari Perceptron dan mempunyai satu atau lebih hidden layers yang terletak
antara input dan output layers. Multi layer - perceptron dapat digunakan untuk operasi
logika termasuk yang kompleks seperti XOR.

Gambar 2.3 Multi-Layer Perceptron


Multi-Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feed-forward yang terdiri dari
sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung. Neuron-neuron tersebut
disusun dalam lapisan- lapisan yang terdiri dari satu lapisan input (inputlayer), satu atau lebih
lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan output (output layer). Lapisan input
menerima sinyal dari luar, kemudian melewatkannya kelapisan tersembunyi pertama, yang
akan diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output [Riedmiller, 1994]. Setiap neuroni
di dalam jaringan adalah sebuah unit pemrosesan sederhana yang menghitung nilai
aktivasinya yaitusi terhadap inputeksitasi yang juga disebut melambangkan himpunan
predesesor dari unit i melambangkan bobot koneksi dari unit j ke unit i, dani adalah nilai bias
dari unit i. Untuk membuat representasi menjadi lebih mudah, seringkali bias digantikan
dengan suatu bobot yang terhubung dengan unit bernilai 1. Dengan demikian bias dapat
diperlakukan secara sama dengan bobot koneksi.

2.4. Supervised Learning

Tujuan pada pembelajaran supervised learning adalah untuk menentukan nilai bobotbobot koneksi di dalam jaringan sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan(mapping) dari
input ke output sesuai dengan yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan melalui satu set pola
contoh atau data pelatihan (training data set).
Setiap pasangan polap terdiri dari vektor input xp dan vektor target. Setelah selesai
pelatihan, jika diberikan masukan xp seharusnya jaringan menghasilkan nilai output.Besarnya
perbedaan antara nilai vektor target dengan output actual diukur dengan nilai error yang
disebut juga dengan di mana adalah banyaknya unit pada output layer.Tujuan dari training ini
pada dasarnya sama dengan mencari suatu nilai minimum global dari E.

2.5. Algoritma Dalam Jaringan Saraf Tiruan.


Algoritma Backpropagation
Salah satu algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan yang banyak dimanfaatkan
dalam bidang pengenalan pola adalah backpropagation. Algoritma ini umumnya
digunakan pada jaringan syaraf tiruan yang berjenis multi-layer feed-forward, yang
tersusun dari beberapa lapisan dan sinyal dialirkan secara searah dari input menuju output.
Algoritma pelatihan backpropagation pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan
[Fausett, 1994], yaitu:
1. Input nilai data pelatihan sehingga diperoleh nilai output.
2. Propagasi balik dari nilai error yang diperoleh.
3. Penyesuaian bobot koneksi untuk meminimalkan nilai error.
Ketiga tahapan tersebut diulangi terus-menerus sampai mendapatkan nilaierror
yang diinginkan. Setelah training selesai dilakukan, hanya tahap pertama yangdiperlukan
untuk memanfaatkan jaringan syaraf tiruan tersebut.
Secara matematis [Rumelhart, 1986], ide dasar dari algoritma backpropagation ini
sesungguhnya adalah penerapan dari aturan rantai (chain rule) untuk menghitung
pengaruh masing-masing bobot terhadap fungsi error.

Algoritma Quickprop
Pada algoritma Quickprop dilakukan pendekatan dengan asumsi bahwa kurva
fungsi error terhadap masing-masing bobot penghubung berbentuk parabolayang terbuka

ke atas, dan gradien dari kurva error untuk suatu bobot tidak terpengaruh oleh bobotbobot yang lain [Fahlman, 1988]. Dengan demikian perhitungan perubahan bobot hanya
menggunakan informasi lokal pada masing-masing bobot. Perubahan bobot pada
algoritma Quickprop dirumuskan sebagaiberikut:
Pada eksperimen dengan masalah XOR dan encoder/decoder [Fahlman,1988],
terbukti bahwa algoritma Quickprop dapat meningkatkan kecepatan training. Eksperimen
dari [Schiffmann, 1993] juga menunjukkan peningkatan kecepatan training dan unjuk
kerja yang signifikan.

2.6. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan


Secara umum, Arsitektur JST terdiri atas beberapa lapisan, yaitu lapisan masukan
(input layer). lapisan tersembunyi (hidden layer ), dan lapisan keluaran (output layer ).
Masing-masing lapisan mempunyai jumlah node atau neuron yang berbeda-beda. Arsitektur
JST tersebut dapat diilustrasikan sebagai gambar berikut ini :

Gambar 2.4 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

1. Lapisan Masukan (input layer)


Lapisan masukan merupakan lapisan yang terdiri dari beberapa neuronyang akan
menerima sinyal dari luar dan kemudian meneruskan ke neuron-neuron lain dalam
jaringan. Lapisan ini dillhami berdasarkan cirri-ciri dancara kerja sel-sel saraf
sensori pada jaringan saraf biologi.
2. Lapisan tersembunyi (hidden layer)
Lapisan tersembunyi merupakan tiruan dari sel-sel syaraf konektor pada jaringan
saraf bilogis. Lapisan tersembunyi berfungsi meningkatkankemampuan jaringan

dalam memecahkan masalah. Konsekuensi dariadanya lapisan ini adalah pelatihan


menjadi makin sulit atau lama.
3. Lapisan keluaran (output layer)
Lapisan keluaran berfungsi menyalurkan sinyal-sinyal keluaran hasilpemrosesan
jaringan. Lapisan ini juga terdiri dair sejumlah neuron. Lapisankeluaran merupakan
tiruan dari sel saraf motor pada jaringan saraf biologis.
2.7. Algoritma Pembelajaran
Belajar Untuk JST merupakan suatu proses dimana parameter-parameter bebasJST
diadaptasikan melalui suatu proses perangsangan berkelanjutan oleh lingkungandimana
jaringan berada. Suatu Jaringan Saraf Tiruan belajar dari pengalaman. Prosesyang lazin dari
pembelajran meliputi tiga tugas, yaitu :
1. Perhitungan Output,
2. Membandingkan output dengan target yang diinginkan.
3. Menyesuaikan bobot dan mengulangi prosesnya.
Proses pembelajaran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.5 Proses Pembelajaran dari suatu JST

Proses pembelajaran atau pelatihan tersebut merupakan proses perubahan bobot antar
neuron sehingga sebuah jaringan dapat menyelesaikan sebuah masalah.Semakin besar bobot
keterhubungannya maka akan semakin cepat meyelesaikan suatu masalah.
Proses pembelajaran dalam JST dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Supervised Learning (pembelajaran terawasi) yang menggunakan sejumlahpasangan


data masukan dan keluaran yang diharapkan. Contoh dari tipe iniadalah metode back
propagation, jaringan Hopfield dan perceptron.
2. Unsupervised Learning (pembelajaran tidak terawasi) yang hanyamenggunakan
sejumlah pasangan data masukan tanpa ada contoh keluaranyang diharapkan.

BAB III
IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN

3.1.

Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Menditeksi Posisi Wajah Manusia


Pada Citra Digital
Dalam penelitian ini kami menggunakan data yang terdiri dari satu set citra untuk

pelatihan(training data set) dan satu set citra untuk pengujian (testingdata set). Untuk data
pelatihan digunakan citra wajah berukuran 20x20 pixel sebanyak 3000 buah. Sedangkan
untuk citra non-wajah diperoleh dari file- file citra yang tidak terdapat wajahmanusia di
dalamnya.Sistem ini menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dengan jenis multi-layer
perceptron.Arsitektur yang digunakan diadaptasi dari hasil penelitian [Rowley, 1998], namun
lebih disederhanakan. Lapisan input terdiri dari 400 unit input, yang menerima masukan dari
nilai grayscale pixel 20x20 dari subcitra yang akan dideteksi. Sebelum dijadikan input untuk
JST, nilai grayscale yang berkisar dari 0 sampai 255 dinormalisasi menjadi antara 1 dan 1.
Lapisan output terdiri dari sebuah unit dengan nilai keluaran berkisar antara 1 dan 1. Pada
training dataset didefinisikan nilai 1 untuk data wajah dan 1 untuk data non-wajah. Lapisan
tersembunyi (hidden layer) terdiri dari total 25+16=41 unit. Bagian pertama terhubung dengan
lapisan input yang membentuk 25 area berukuran 4x4 pixel. Bagian kedua terhubung dengan
lapisan input yang membentuk 16 area berukuran 5x5 pixel. Secara keseluruhan jaringan ini
memiliki 883 bobot penghubung, sudah termasuk bias. Jaringan ini lebih sederhana
dibandingkan dengan sistem [Rowley, 1998] yang jumlah bobot penghubungnya mencapai
4357.
3.1.1. Teknik Active Learning
Training dilakukan secara bertahap dengan menggunakan metode active learning [Sung,
1994].Pada tahap pertama training dimulai dengan menggunakan sedikit data non-wajah.
Pada tahap berikutnya, data training non-wajah ditambah sedikit demi sedikit. Namun data
tambahan tersebut diseleksi hanya untuk data tertentu saja, yaitu data yang yang dideteksi
sebagai wajah(false positive) pada hasil training tahap sebelumnya. Dengan demikian jumlah
data training yang digunakan untuk jaringan syaraf tiruan akan lebih sedikit. Karena data
training yangdigunakan lebih sedikit, waktu yang diperlukan untuk proses training juga akan
lebih singkat. learning yang digunakan untuk sistem pendeteksi wajah.
3.1.2. Detektor Wajah
Bagian detector wajah menggunakan arsitektur jaringan syaraf yang sama dengan
yangdigunakan untuk training. Bobot penghubung yang digunakan diambil dari bobot terakhir
yangdihasilkan pada proses training. Hasil deteksi akan diputuskan sebagai wajah jika output

dari JST lebih dari 0, dan diputuskan sebagai non-wajah jika output JST kurang dari atau
sama dengan 0.

Gambar 3.1 Teknik Active Learning untuk Sistem Pendeteksi Wajah


3.1.3. Ekstraksi Subcitra
Posisi wajah bisa berada di mana saja pada citra yang akan dideteksi. Untuk itu
digunakan window berukuran 20x20 pixel yang akan digeser melalui seluruh daerah citra.
Daerah citra yang dilewati oleh window tersebut akan diperiksa satu persatu apakah ada
wajah atau tidak di area tersebut. Untuk mengantisipasi ukuran wajah yang bervariasi di
dalam citra yang dideteksi, citra diperkecil secara bertahap dengan skala perbandingan 1:1,2
sebagaimana dilakukan pada [Rowley, 1998]. Pada setiap ukuran citra yang diperkecil,
window 20x20 pixel akan digeser melalui seluruh area citra.

3.1.4. Preprocessing
Sebelum digunakan sebagai training data set, citra akan melalui tahap-tahap
preprocessing berikut: Histogram Equalization, untuk memperbaiki kontras citra.Masking,
yaitu menghilangkan bagian sudut- sudut citra untuk mengurangi variasi citra sehingga

memperkecil dimensi data. Normalisasi, yaitu mengkonversi nilai intensitas grayscale citra
sehingga memiliki range antara 1 sampai dengan 1. Tahap-tahap preprocessing ini juga
digunakan pada saat proses pendeteksian wajah.
3.1.5. Merging
Pada saat dilakukan deteksi wajah pada citra, biasanya sebuah wajah akan terdeteksi
pada beberapa lokasi yang berdekatan. Lokasi-lokasi ini disebut dengan kandidat wajah.
Untuk itu perlu dilakukan proses penggabungan (merging), yaitu menyatukan lokasi kandidatkandidat wajah yang berdekatan.
3.1.6. Hasil implementasi
Untuk kerja dari detektor wajah pada umumnya diukur dengan menggunakan dua
parameter,yaitu detection rated an false positive rate [Yang, 2002]. Detection rate adalah
perbandingan antara jumlah wajah yang berhasil dideteksi dengan jumlah seluruh wajah yang
ada. Sedangkanfalse positive rate adalah banyaknya subcitra non-wajah yang dideteksi
sebagai wajah. Contoh hasil deteksi yang dilakukan pada beberapa citra pengujian
ditunjukkan pada gambar 4. Pengujian dilakukan dengan data uji citra yang berasal dari
Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang terdiri dari 23 file citra yang secara
keseluruhan berisi 149 wajah (datauji MIT-23). Kumpulan citra ini pertama kali
dipublikasikan pada [Sung, 1994]. Pada data uji ini diperoleh hasil detection rate sebesar
71,14% dan false positives sebanyak 62. Hasil ini diperoleh dari training yang menggunakan
3000 data wajah dan 5200 data non- wajah yang diperoleh melalui metode active learning.
data set yang digunakan untuk training tidak sama
jumlah data yang digunakan untuk training tidak sama.

3.1.7.

Pengaruh Algoritma Quickprop

Perbandingan antara training yang menggunakan algoritma backpropagatio


standar dengan training yang menggunakan algoritma Quickprop. Eksperimen dilakukan

dengan menggunakan 2000, 3000, dan 4000 data. Untuk setiap proses training, iterasi
dihentikan pada saat nilai error m e n c a p a i 0 , 0 5 .
Ter l i h a t b a h w a u n t u k j u m l a h d a t a t r a i n i n g ya n g s e m a k i n b e s a r, A l g o r i t m
a Quickprop memberikan peningkatan kecepatan yang signifikan.
3.1.8. Pengaruh Metode Active Learning
Perbandingan antara hasil training yang menggunakan metode active
learning untuk memilihcontoh data non-wajah, dengan hasil training yang
menggunakan data non-wajah yang dipilih secara random. Pada eksperimen pertama
digunakan 6000 data yang terdiri dari 3000 data wajahdan

3000 data

non-

wajah. Sedangkan pada eksperimen kedua digunakan 8200 data yang terdiri
dari 3000 data wajah dan 5200 data non-wajah.

Terlihat bahwa teknik

active learning memberikan hasil yang lebih baik. Ini berarti bahwa teknika active learning
dapat memilih datayang benar-benar perlu, sehingga dapat meminimalkan jumlah data
training yang digunakan.

BAB IV
PENUTUP

4.1.

KESIMPULAN
Jaringan Saraf Tiruan (JST) atau Artificial Neural Network merupakan suatu

pendekatan yang berbeda dari metode AI lainnya. JST merupakan suatu model
kecerdasanyang diilhami dari struktur otak manusia dan kemudian diimplementasikan
menggunakan program computer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan
selamaproses pembelajaran berlangsung.
Dalam Neural Network (NN), neuron dikelompokan dalam layer, yang disebut neuron
layer. Biasanya setiap neuron dari sebuah layer dihubungkan ke semua neuron yang ada di
layer belakang maupun depannya (kecuali input dan output). Informasi yang dikirim dalam
sebuah NN,dipropagasi layer per layer mulai dari input hingga output tanpa atau melalui
satu atau lebih hidden layers.
Multi-Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feed-forward yang terdiri dari
sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung. Tujuan pada pembelajaran
supervised learning adalah untuk menentukan nilai bobot-bobot koneksi didalam jaringan
sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan (mapping) dari input keoutput sesuai dengan
yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan melalui satu set polacontoh atau data pelatihan
(training data set).
Tujuan pada pembelajaran supervised learning adalah untuk menentukan nilaibobotbobot koneksi di dalam jaringan sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan(mapping) dari
input ke output sesuai dengan yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan melalui satu set pola
contoh atau data pelatihan (training data set).

DAFTAR PUSTAKA

Arhami. M., 2005, Konsep Dasar Sistem Pakar, Penerbit ANDI, Yogyakarta
Kusumadewi, S, 2002, Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya), Graha
Ilmu,Yogyakarta
http://asro.wordpress.com/category/instrument-kontrol/
http://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan_Saraf_Tiruan

Anda mungkin juga menyukai