Anda di halaman 1dari 192

Pemicu 3

Blok Kegawatdaruratan Medis


Chatarina Melisa Sethiono
405100068
Kelompok 6
TRAUMA/ CEDERA KEPALA
(Trauma Kapitis)
trauma mekanik terhadap kepala baik secara
langsung maupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik
temporer maupun permanen.

Etiologi
Penyebab cedera kepala :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom
Epidemiologi
Lebih dr 2 juta pasien di US per tahunnya
diobati di ER dan 25% dirawat.
Di AS, trauma kapitis terjadi tiap 7 detik dan
kematian karena brain injury tiap 5 menit.
Terjadi di semua umur, tapi pada puncaknya
pada usia 15-24 tahun.
Pria : wanita = 3-4 : 1.
Biasanya karena kecelakaan lalu lintas.
Amerika: kematian paling besar
Epidemiologi
Klasifikasi berdasarkan mekanisme, patologi,
lokasi lesi, derajat kesadaran & keparahan
Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi
durameter
Trauma tumpul :
Kecepatan tinggi, contoh : tabrakan otomobil
Kecepatan rendah, contoh : terjatuh, dipukul
Trauma tembus
Contoh : luka tembus peluru dan cedera
tembus lainnya

6
Berdasarkan Patologi
Komosio serebri
Kontusio serebri
Laserasio serebri
Berdasarkan Lokasi lesi
Lesi difus
Lesi kerusakan vaskuler otak
Lesi fokal
Kontusio dan laserasi serebri
Hematoma intrakranial
Hematoma ekstradural (epidural)
Hematoma subdural
Hematoma intraparenkhimal
Hematoma subarakhnoid
Hematoma intraserebral
Hematoma intraserebellar
8
Berdasarkan derajat kesadaran (SKG)

Kategori SKG Gambaran Klinik CT Scan otak
Minimal 15 Pingsan (-), defisit
neurologi (-)
Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 mnt,
Defisit neurologik (-)
Normal
Sedang 9-12 Pingsan >10 mnt s/d 6
jam
defisit neurologik (+)
Abnormal
Berat 3-8 Pingsan >6 jam,
Defisit neurologik (+)
Abnormal
Catatan :
1.Pedoman triase di gawat darurat
2.Perdarahan intrakranial (CTscan) -->trauma kapitis berat
Klasifikasi cedera kepala
Mekanisme cedera kepala
Tumpul Kecepatan tinggi (kecelakaan lalu lintas)
Kecepatan lambat (jatuh, dipukul)
Tajam/tembus Luka tembak, dll
Berat-ringannya cedera
Ringan GCS 13-15
Sedang GCS 9-12
Berat GCS <8
Morfologi fraktur tulang
Kalvaria Garis vs bintang, depresi/non depresi, terbuka/tertutup
Dasar tengkorak Dengan/tanpa kebocoran LCS, parese N.VII
Lesi intrakranial
Fokal Perdarahan epidural, subdural, intaserebral
Difus Konkusi, kontusio multipel, hipoksia/iskemia
2 mekanisme kerusakan otak akibat cedera
kepala :
- Kerusakaan saat impaksi :
- Konstusio dan laserasi korteks serebri, biasanya lobus
frontal dan temporal pd sisi impaksi, atau pd sisi yg
berlawanan (cedera contre-coup)
- Lesi substansia alba akibat regangan akson dan disrupsi
akibat deselerasi
- Komplikasi sekunder (dpt segera diobati) :
- Hematoma (ekstradural, subdural, intraserebral)
- Edema serebri
- Iskemia serebri
- Coning
- Infeksi
Mekanisme Trauma
Respon Tubuh Terjadap Trauma
Akibat pe volume
darah terutama ke
daerah trauma.
Daerah yg sehat akan
mengalami
kekurangan perfusi
darah pe CO
2

vasodilator
Edema serebral bs
terjadi stlh 24-48 jam,
puncaknya 3-5 hari.
Dua faktor utama yg bs menyebabkan pe TIK:
Vasodilatasi (segera)
Edema serebral (24-48 jam)

AUTOREGULASI
Komponen utama pem.neurologis pd pasien
cedera kepala :
Bukti eksternal trauma laserasi
Tanda fraktur basis kranii
Hematoma periorbita bilateral
Hematoma pd mastoid
Hematoma subkonjungtiva
Keluarnya cairan serebrospinal dr hidung telinga
(jernih, tdk bwarna, + mengandung glukosa)
Perdarahan dr telinga
Tingkat kesadaran (GCS)
Pem.neurologis menyeluruh (reflek pupil)


Pemeriksaan penunjang
Radiografi kranium ada tdknya fraktur.
CT scan kranial jk tjd penurunan tingkat
kesadaran/fraktur kranium yg disertai
kebingunan, kejang, tanda neurogis fokal.
Angiografi
Lumbal pungsi untuk menentukan ada
tidaknya darah pada LCS harus dilakukan
sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
EEG
Indikasi CT scan Cedera kepala ringan
CT scan diperlukan pada cedera otak ringan (antara lain: adanya riwayat pingsan,
amnesia, disorientasi dengan GCS 13-15 dan pada keadaan berikut
Faktor risiko tinggi perlu tindakan bedah
saraf:
Nilai GCS <15 pada 2 jam setelah cedera
Dicurigai ada fraktur depres atau terbuka
Adanya tanda-tanda fraktur dasar tulang
tengkorak (mis : perdarahan di MT, mata
racoon, rinorrhea dan otorhea, battle
sign)
Muntah (>2 kali episode)
Usia >65 tahun
Faktor risiko sedang perlu tindakan bedah
saraf :
Amnesia sebelum cedera (>30 menit)
Mekanisme cedera berbahaya (mis :
pejalan kaki tertabrak kendaraan
bermotor, penumpang terlember dari
kendaraannya, jatuh dari ketinggian >3
kaki atau 5 anak tangga
Tata laksana
Ps hrs dirawat jk tdpt:
Penurunan tingkat kesadaran
Fraktur kranium
Tanda neurologis fokal
Cedera kepala ringan observasi neurologis
& membersihkan/menjahit luka/laserasi kulit
kepala.
Cedera kepala berat rujuk spesialis bedah
saraf.
Urutan Tindakan Menurut Prioritas
1. Resusitasi Jantung Paru ABC
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan radiologi
4. Pemeriksaan laboratorium
5. TIK meninggi
6. Keseimbangan cairan elektrolit
7. Nutrisi
8. Neurorestorasi/ rehabilitasi
Terapi medikamentosa untuk cedera
otak
Tujuan utama : mencegah kerusakan sekunder otak yang telah mengalami
cedera

Cairan intravena
Sesuai kebutuhan untuk resusitasi dan mempertahankan normovolemia
Larutan ringer laktat atau garam fisiologis
Kadar Na serum perlu dimonitor

Hiperventilasi
Menurunkan PCO2 vasokonstriksi PD otak
PaCO2 dipertahankan pada 35 mmHg atau lebih

Antikonvulsan
Epilepsi pascatrauma yang terjadi pada 5% pasien dengan cedera kepala
Fenitoin, fosfofenitoin profilaksis
Kejang berkepanjangan diazepam atau lorazepam
TIK meninggi
Tjd akibat edema serebri/ hematoma intrakranial.
Bila ada fasilitas sebaiknya pasang monitor TIK.
Di atas 20 mmHg sudah harus diturunkan dgn
cara:
Hiperventilasi
Terapi diuretik
Diuretik osmotik (Manitol 20%)
Dosis: 0,5-1 g/ kgBB diberikan dlm 30 menit. u/ mencegah
rebound diberikan ulangan manitol stlh 6 jam dgn dosis
0,25-0,5 g/ kgBB dlm waktu 30 menit.
Monitor: osmolalitas tdk melebihi 310 mOsm.
Loop diuretik (Furosemid)
Pemberiannya bersama Manitol, karena mempunyai
efek sinergis & memperpanjang efek osmotik serum
Manitol. Dosis: 40 mg/ hari IV.
Posisi tidur
Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dgn
kepala & dada pd satu bidang.
Keseimbangan cairan elektrolit
Pd saat awal (hari 1-2), pemasukan cairan
dikurangi u/ mencegah bertambahnya edema
serebri dgn jumlah cairan 1500-2000 ml/ hari.
Yg dipakai NaCl 0,9% atau Ringer Laktat.
Stlh hari 3-4 dpt dimulai makanan peroral
melalui pipa nasogastrik.
Nutrisi
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan
bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3
hari), tidak terlalu banyak cairan. Dekstrosa
5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam
kedua dan dekstrosa 5% 8 jam ketiga. Pada
hari selanjutnya bila kesadaran rendah,
makanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500-3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung nilai urea N.
Medikamentosa Lainnya
Antibiotik profilaksis fraktur basis kranii.
Antikonvulsan kejang
Pemberian analgetika

* KI obat2an narkotik & sedatif
KOMPLIKASI
Gejala sisa cedera kepala berat
Ketidakmampuan fisik (disfasia, hemiparesis, palsi saraf
kranial)
Ketidakmampuan mental (g3 kognitis, perubahan
kepribadian)
Kebocoran cairan serebrospinal
Epilepsi pascatrauma terutama pd pasien yg kejang awal,
anemsia pascatrauma (>24jam), fraktur depresi kranium,
hematoma intrakranial.
Profilaksis: diberikan fenitoin (dilantin) dgn dosis 3-4 x 100
mg/ hari selama 7 hari.
Sindrom pascakonkusi
Nyeri kepala
Vertigo
Depresi
G3 konsentrasi
Hematoma subdural kronik

Infeksi
Risiko tinggi infeksi: fraktur tulang terbuka,
luka luar, fraktur basis cranii.
Profilaksis: ampisilin 3 x1 gram/ hari IV slm 10
hari. Bila curiga meningitis: ampisilin 4 x 3
gram IV + kloramfenikol 4 x 1 gram IV selama
10 hari.

Demam antipiretik.
Gangguan GIT
Kelainan Hematologis: anemia, trombositopenia,
hipohiperagregasi trombosit DIC.
Gelisah
Sesak nafas akut
Aspirasi
Tromboemboli, emboli lemak
Edema pulmonum

Tipe trauma kepala

Trauma kepala terbuka

Trauma kepala tertutup (Komusio serebri/Gegar
otak, Kontusio serebri /Memar otak, Perdarahan
sub dural, Perdarahan Intraserebral )
TATALAKSANA AWAL TRAUMA KAPITIS
ABC assessment :
Airway : buka jalan nafas, bersihkan, hati2 trauma cervical
Breathing : pola / ritme nafas, oksigenisasi adekuat
Circulation : evaluasi TD, N, cirkulasi (tu central) hrs adekuat
Evaluasi perdarahan extracranial : akut abdomen
(ruptur hepar, lien, ginjal), perdarahan thorax,
fraktur, hematuria
Hati2 sumber infeksi (luka terbuka kotor, ps HIV)
Evaluasi dilakukan periodik, k/p alat monitor tanda
vital.
Evaluasi tingkat kesadaran periodik (kualitatif, GCS)
TEKANAN INTRAKRANIAL MENINGKAT
Keluhan :
Sakit kepala, tambah kuat pd pagi hari atau setelah
batuk/mengedan
Mual / muntah, muntah proyektil
Perubahan / penurunan kesadaran (progresif)
Perubahan fungsi luhur : gangguan memori, orientasi,
perilaku sosial
PF : - TD
- Nadi
Cek :
Analisa gas darah : biasa : alkalosis respiratorik
Elektrolit
Glukosa darah
Fungsi ginjal
Fungsi jantung, paru
Pencitraan : schedel, CT scan kepala
TATALAKSANA TIK MENINGKAT
Tirah baring, kepala & bahu lebih tinggi + 15-30%,
leher jangan tertekuk
Hindarkan batuk/mengedan kuat
Bila tak ada indikasi kuat, tunda pemasangan NGT,
ETT
Pd dugaan fraktur basis (frontal) dilarang
memasang NGT. (alternatif : orogastric tube)
Pemantauan GCS berkala, output, input
Hiperventilasi : perlu ventilator / ICU
Obat anti udem cerebri :
Manitol 20%, cek : fungsi ginjal, elektrolit,
osmolaritas darah.
Furosemid IV, cek : fungsi ginjal, elektrolit
Hindarkan pemakaian cairan hipoosmolar
dan dextrose murni
Operasi dekompresi
TRAUMA TERBUKA
Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak
dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak.
Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan
pada meatus akustikus interna, foramen jugularis
dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak
battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).
Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala
hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar
tengkorak.
Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi
oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar.
Tanda-tanda klinik yang dapat membantu
mendiagnosa adalah :
Battle sign ( warna biru/ekhimosis di belakang telinga di
atas os mastoid )
Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa
trauma langsung )
Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
laceratio cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut
disertai dengan robekan piamater. Laceratio
biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan
subaraknoid traumatika, subdural akut dan
intercerebral.
Laceratio dapat dibedakan atas:
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala
yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen
fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
Laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas
jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

Komplikasi
Komplikasi pada trauma kepala terbuka
adalah infeksi, meningitis dan perdarahan /
serosanguinis.
TRAUMA TERTUTUP
KOMUSIO/ KONKUSIO
(Gegar otak)


Cedera kepala ringan.
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara, < 10 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam kontrol 24 jam pertama, observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk
berdiri pulang.
Setelah pulang kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Terjadi akibat beban guncangan semata khususnya
akselerasi angulasi dan rotasi dan bukan karena
fenomena kontak.
Kebanyakan sembuh dalam beberapa detik atau menit.
Biasanya ada retrograde dan anterograde amnesia
CT atau MRI kelihatan normal, tidak ada perubahan
struktural.
Hanya 5% pasien terdapat perdarahan intrakranial
pada CT scan.
Beratnya concussion dilihat dari durasi hilang
kesadaran dan amnesia.


Post concussion syndrome
Menurut DSM-IV, kriteria untuk PCS meliputi:
a. Riwayat trauma kepala yang menyebabkan adanya konkusi
serebral yang signifikan.
b. Gangguan kognitif dan atau memori
c. Terdapat 3 dari 8 gejala (fatique, gangguan tidur, nyeri
kepala, dizziness, iritabel, gangguan afektif, perubahan
kepribadian, apatis) yang muncul setelah trauma dan
menetap selama 3 bulan.
d. Gejala-gejala muncul pada saat trauma atau memburuk
setelah trauma.
e. Mengganggu fungsi sosial
f. Dieksklusi adanya demensia pasca trauma atau kelainan lain
yang menerangkan gejala yang muncul.
KONTUSIO
(Memar Otak)
perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak
akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini
bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf
atau otak yang akan menimbulkan edema
jaringan otak di daerah sekitarnya
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difusi
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama
- Kelainan neurologik positif, reflek patologik
positif, lumpuh, konvulsi.
- TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata

Biasanya tidak ada intervensi bedah dibutuhkan
untuk memar otak.


Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi
dibedakan atas koup kontusio dimana lesi
terjadi pada sisi benturan, dan tempat
benturan. Pada kepala yang relatif diam
biasanya terjadi lesi koup, sedang bila kepala
dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi
kontra koup.
HEMATOMA EPIDURAL
Hematoma Epidural
Perdarahan yang terjadi di antara tabula interna-
duramater
Hematoma massif akibat pecahnya
a.meningea media atau sinus venosus

Tanda diagnostik klinis:
Lucid interval (+)
Kesadaran makin menurun
Late hemipareseontralateral lesi
Pupil anisokor
Babinsky (+) kontralateral lesi
Fraktur di temporal
Hematoma Epidural di Fossa Posterior
Gejala dan Tanda Klinis:
Lucid interval tidak jelas
Fraktur kranii oksipital
Kehilangan kecadaran cepat
Gangguan serebellum, batang otak dan
pernapasan
Pupil isokor
Diagnostik:
CT scan otak gambaran hiperdens di tulang
tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal
dan tampak bikonveks.

Patofisiologi
Cedera disebabkan o/ laserasi arteri,
meningea media, vena meningea media,atau
sinus dura, dgn/ tanpa disertai fraktur
tengkorak.
Epidural hematoma kompresi, pergeseran,
peningkatan TIK.
Komplikasi Klinis
Komplikasi primer mekanisme direk
Menyebabkan cedera aksonal
Hilangnya kesadaran awal/depresi status mental
Komplikasi sekunder
Hematoma yg luas kemunduran neurologik
Tata laksana
Evaluasi bedah saraf emergensi & evaluasi
hematoma
Intervensi GCS lbh rendah 8 (intubasi
sekuens cepat)
Stabilisasi sal.napas, sirkulasi
Pembatasan komplikasi sekunder
Epidural hematom
HEMATOMA SUBDURAL
Perdarahan terjadi di antara
duramater-arakhnoid akibat
robeknya bridging vein
Gejala klinis
Tjd 30% krn cedera kepala berat.
Perubahan kesadaran (hampir semua kasus).
Nyeri kepala, muntah, letargi.
Hemiparesis.
Interval lusid sblm gejala neurogik tampak.
Jenis:
Akut : interval lucid 0-5 hari
Subakut : interval lucid 5 hari minggu
Kronik : interval lucid >3 bulan
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan
dengan cedera otak besar dan cedera batang
otak.
Tanda-tanda akan gejala klinis berupa
sakit kepala,
perasaan kantuk, dan kebingungan,
Respon yang lambat, dan gelisah.
Keadaan kritis terlihat dengan adanya
perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
Perdarahan subdural subakut, biasanya
berkembang 7-10 hari setelah cedera dan
dihubungkan dengan kontusio serebri yang
agak berat. Tekanan serebral yang terus-
menerus menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran yang dalam.
Perdarahan subdural kronik, terjadi karena
luka ringan. Mulanya perdarahan kecil
memasuki ruang subdural. Beberapa minggu
kemudian menumpuk di sekitar membran
vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala
mungkin tidak terjadi dalam beberapa
mingggu atau bulan. Keadaan ini pada proses
yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil
dan motorik.
Patofisiologi
Robeknya vena penghubung antara korteks
serebri & drainase sinus vena peningkatan
TIK.
Penyempitan ventrikel akibat volume bekuan.
Udem yg disebabkan cedera otak.
Diagnosis
Anamnesis difokuskan pd mekanisme
cedera & keadaan neurologik sblm & stlh
cedera.
Temuan radiografi dr CT scan kepala tanpa
kontras kumpulan darah bbtk bulan sabit
antara otak & dura.
Hilangnya sulkus & penyempitan ventrikel.
Pergeseran garis tengah akibat volume bekuan
yg besar.
Komplikasi
Peningkatan TIK
Udema otak
Perdarahan rekuren
Kejang
Tata laksana
Intervensi bedah saraf dini (4 jam)
Intervensi GCS lbh rendah 8 (intubasi
sekuens cepat).
Subdural hematoma
HEMATOMA SUBARAKHNOID
Perdarahan Subarachnoid
Gejala dan tanda klinis:
kaku kuduk
nyeri kepala
bisa terdapat gangguan
kesadaran
Diagnosis:
CT Scan Adanya
perdarahan di ruang
subaraknoid
Subarachnoid Hemorrhage

Wanita
Pendarahan spontan biasanya diakibatkan dari
pecahnya secara tiba-tiba aneurysm di dalam arteri
cerebral.
Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala kerusakan
pada bagian spesifik pada otak, seperti berikut di
bawah ini :
Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian
tubuh (paling sering terjadi).
Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
(aphasia).

Tanda dan Gejala
Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti
biasanya dan berat (kadangkala disebut sakit
kepala thunderclap).
Nyeri muka atau mata.
Penglihatan ganda.
Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

Diagnosa
Merasa sakit kepala hebat secara mendadak
dan mencapai puncak dalam hitungan detik
CT scan
LP
Cerebral angiography lokasi aneurism
Magnetic resonance angiography
CT angiography
Penatalaksanaan
Analgesik opioid sakit kepala
Pelembut tinja konstipasi
Nimodipine mencegah vasospasm dan
stroke ischemic
Memasang shunt mengeringkan cairan
cerebrospinal, menghilangkan tekanan dan
mencegah hydrocephalus


Komplikasi
Hydrocephalus
Vasospasm
Pecahan kedua
Prognosis
35% meninggal aneurism
5 % meninggal dalam beberapa minggu
pendarahan dari pecahan kedua
Orang yang bertahan untuk 6 bulan tetapi
yang tidak melakukan operasi untuk aneurysm
memiliki 3% kemungkinan mengalami
pecahan lainnya setiap tahun.

Gambaran perbedaan perdarahan
Intraserebral dan Subarachnoid
HEMATOMA INTRASEREBRAL
Hematoma Intraserebral
Adalah perdarahan parenkhim otak,
disebabkan karena pecahnya arteri
intraserebral mono atau multiple.

http://www.emsmagazine.com/article/photos/1242402277713_46-3.jpg
Diffuse axonal injury
Arah dan gerakan kepala berperan penting dlm
menentukan jmlh dan distribusi peristiwa kerusakan
aksonal.
Kepala lebih rentan thd kerusakan pada gerakan lateral dan
sagital.
Penyebabnya adalah beban guncangan bukan krn benturan.
Koma traumatik lebih dr 6 jam.
Jika durasinya 6-24 jam ringan.
>24 jam sedang atau berat.
Ps bisa sadar dlm bbrp hr, bln atau thn.
Mereka yang sembuh mungkin akan memiliki g3 kognitif
dan motorik sperti ataxia.
Buta kortikal
Buta kortikal
Gangguan penglihatan yang sementara atau
menetap dikarenakan adanya gangguan jaras
visual posterior dan atau kerusakan di lobus
oksipital di otak.

adanya disfungsi bilateral dari korteks visual di
oksipital (V1)
Etilogi
oklusi kedua arteri serebral posterior dengan
infark oksipital medial yang bilateral
perdarahan serebral, tumor, infark pada vena,
cardiopulmonary arrest , emboli udara dan
lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi

iskemik, cerebral atau coronaryarteriography,
obat-obatan (siklosporin), trauma kapitis, kejang,
migraine, myelografi buta kortikal sementara


Tanda dan gejala
Kehilangan ketajaman
visual
Respon pupil masih ada
Presepsi visual hampir
tidak ada
Optokinetik nistagmus
tidak ditemui
Tidak adanya atrofi atau
edema papil
(funduskopi normal)

Parsial :
Motion blindness
Achromatopsia
Agnosia
Visuopatial diorientation

Klasifikasi
buta kortikal total dan buta kortikal parsial.
Pada buta kortikal parsial proses visual masih
lebih bagus dari buta kortikal total.
Lapangan pandang dan ketajaman penglihatan
bisa saja normal tapi terjadi gangguan pada
korteks asosiasi berakibat ketidakmampuan
melihat objek secara normal
Patofisiologi
terjadi lesi di korteks, refleks pupil terhadap
cahaya masih ada karena refleks pupil diatur oleh
hubungan nervus optikus ke kolikulus superior
untuk diteruskan ke kompleks inti pre tektal
tanpa menyinggahi bagian korteks.
tidak terwujud sensasi visual dan penglihatan.
Pada tes opto-kinetik-nystagmus, tidak akan
dijumpai karena dimana fase lambatnya di
kontrol oleh daerah perieto-oksipital dan fase
cepatnya di kontrol oleh lobus frontal ipsilateral
Kortikal blindness
Bisa terjadi perlahan atau mendadak
Perlahan contohnya : Stroke unilateral pada
lobus occipital pengurangan persepsi visual
secara kontralateral buta kortikal dalam 3-4
tahun
Berhubungan dengan umur yang lebih tua,
riwayat keluarga mengenai penyakit vaskular,
penyakit jantung, merokok, diabetes melitus,
perluasan infark sampai ke area sylvian dan tanpa
adanya kemajuan penglihatan setelah stroke
yangsesisi
Kortikal blindness
Jika terjadi secara mendadak oklusi arteri
serebral posterior buta kortikal dengan
denial of blindness (sindroma Anton) dimana
penglihatan, dan persepsi cahaya tetapi
refleks cahaya normal, tetapi seringkali masih
tersisa sedikit sekali penglihatanterutama
untuk obyek yang dikenalnya


Kortikal blindness
Bila areal 18 dan 19 (psychic visual area) juga rusak,
maka timbul
agnosia visual (tidak mampu mengenal/memberi nama
pada obyek yang dilihat tetapi masih dapat mengenalnya
dengan perabaan, penciuman atau didengarkan suaranya)
prosopagnosia
halusinasi visual yang berbentuk
polinopsia (masih melihat bayangan/wajah setelah
objeknya menghilang),
allthesia (bayangan visual ditransposisikan dari lapang
pandang satusisi ke sisi lain)
central dazzle (intoleransi terhadap cahaya tanpa rasa
nyeri)
Diagnosis
anamnesa : penurunan ketajaman visual bisa secara tiba-tiba
maupun perlahan.Penurunan ketajaman visual terjadi pada ke dua
mata.

Dari pemeriksaan funduskopi, tidak ditemukan kelainan.

Pada pemeriksaan refleks pupil, masih dijumpai seperti orang
normal.

Optokinetik nistagmus tidak dijumpai lagi.

Pada gambaranCT-Scan atau MRI baru dijumpai kelainan atau lesi
pada korteks oksipital.
Diagnosis banding
adanya lesi di jaras visual bagian lebih awal, visual
agnosia, histeria (Duke).
Jika refleks pupil tidak ada yang disertai
penurunan ketajaman penglihatan, maka lesi
berada di jaras awal dari retina sampai ke daerah
tuber sinerium(tangkai hipofise).
Pada histeria,dijumpai pura-pura buta yang
bertujuan menarik perhatian
perbedaan paling utama adalah tidak adanya lesi
pada korteks yang nampak dari hasil CT Scan atau
MRI.
Prognosis
prognosis baik : pada pasien dibawah 40
tahun, tanpa riwayat hipertensi atau diabetes
melitus dan tanpa adanya hubungan dengan
gangguan memori, bahasa, dan kognitif.

prognosis buruk : pada buta kortikal akibat
stroke dan bila adanya abnormalitas
biooksipital pada pemeriksaanCT-Scan
Seizures
Emergencies???
Seizures become emergencies when :
an individual is either in danger of harming
themselves
seizure continues for a long period of time
immediate medical attention is necessary
Definiton
Status epilepticus
Adam's principles of neurology, 9th edition
Reccurent generalized convulsions at a frequency that
precludes regaining of consciousness in the interval
between seizures (grand mal status)

Foundation of Americas Working Group on Status
Epilepticus
Continuous seizure activity lasting >=30 min /
intermittent seizure activity lasting >=30 min which
consciousness is not regained
Roos, Karen L. Neurology Emergency
Early / impending status epilepticus
continuous or intermittent seizures lasting more
than 5 min, without full recovery of consciousness
between seizures

Refractory status epilepticus
Seizures lasting > 2 hour / seizures recurring at a
rate of two or more episodes per hour without
recovery to baseline between seizures, despite
treatment with conventional antiepileptic drugs





Roos, Karen L. Neurology Emergency
Epidemiology
Roos, Karen L. Neurology Emergency
3 million cases in the worldwide
USA 150.000 cases
50.000 60.000 refractory cases
Highest incidence
Young children < 1 yo
Elderly > 85 yo
Males : females = 1,5-2 : 1



Classification
Roos, Karen L. Neurology Emergency
Etiologies
All fundamentals causes of seizures
Vary between age groups
Adult viral paraneoplastic encephalitis, old
traumatic injury, epilepsy with idiopathic mental
retardation
Stroke & brain tumor (infrequent)





Adam's principles of neurology, 9th edition
Roos, Karen L. Neurology emergency
Pathophysiology
Isolated seizure status epilepticus
marked changes in ionic channels, adenosine
formation/release, electrical synchronization, failure
of GABA-mediated inhibition
Failure of terminating mechanisms
blockade of N-methyl- d -aspartate (NMDA) channels by
magnesium
activation of K + conductances
repolarization of neurons and neuropeptide Y
change in GABAA receptors
expression of proconvulsive neuropeptides (substance
P, neurokinin B)



Roos, Karen L. Neurology Emergency
Time dependent pharmacoresistance
alteration in the functional properties of GABA receptors
present in the hippocampal dentate granule cells
potency of benzodiazepines decrease by 20 times within 30 min of
self-sustaining status epilepticus
Translocation of calmodulin from the membrane to the cytosol
phenytoin resistance

Seizure-induced neuronal injury & death
Neuron-specific enolase, a marker of neuronal death >> in the
serum of patients after status epilepticus
excessive neuronal firing through excitotoxic mechanisms

Roos, Karen L. Neurology Emergency
Clinical presentation
Roos, Karen L. Neurology emergency
Other clinical signs
Rising temperature
Acidosis
Hypotension
Renal failure because of myoglobinuria
life threatening events

Prolonged convulsive status (>30 min)
epileptic encephalopathy



Adam's principles of neurology, 9th edition
Complications
Roos, Karen L. Neurology Emergency
Treatment
Treatment

Adam's principles of neurology, 9th edition
Roos, Karen L. Neurology Emergency
Roos, Karen L. Neurology Emergency
Roos, Karen L. Neurology Emergency
Tumor
Primer
Sekunder
Faktor Resiko
Faktor genetik dan keluarga
- Berasal dari kelainan struktur /
fungsi pada 1 gen / >.
- Gen yg berperan; onkogen dan
tumor supresor gen (TSG).
Faktor kerentanan genetik
- Kerentanan terhadap interaksi
dengan lingkungan toksik dan
mutagenik
Infeksi virus
- Retrovirus, papovavirus, dan
adenovirus
- Baru terbatas penelitian pada
binatang
Riwayat kanker sebelumnya
- Penderita Ca colorectal dan Ca
mammae resiko meningioma
Riwayat alergi
- Terdapat hubungan antara asma
dan glioma
Kejang
- Penderita meningioma dpt
mengalami kejang bahkan 10
tahun sblm diagnosis
meningiomannya ditegakkan.
Paparan terhadap obat-obatan
- Obat untuk nyeri, sakit kepala ,
dan gangguan tidur

Konsumsi vitamin, alkohol,
dan tembakau
- Antioksidan yg terkandung
dlm vitamin mekan resiko
kanker.
- Kalsium dpt mekan resiko
glioma pd perempuan dan
meningioma pada laki &
perempuan.
- Penggunaan alkohol pd
wanita hamil menunjukkan
hub. Dgn timbulnya tumor
otak
- Rokok merupakan sumber
bahan utama karsinogenik
ternyata tdk mempunyai
korelasi dgn timbulnya tumor
otak.

Paparan terhadap bahan
kimia
- Formaldehid, vinil klorida,
organokloride, dan akil urea
Radiasi ionisasi
- Resiko terjadinya tumor otak
akan me sgt kuat pada
penderita yg mendapat terapi
radiasi
Jenis & Manifestasi Klinis
Herniasi struktur garis
tengah (subfalcine
herniation)
Herniasi tentorium lateral (
uncal herniation) tjd
herniasi lobus temporal
mell hiatus tentorium.
Kompresi formasio
retikularis g3 tingkat
kesadaran.
Palsi N.III dilatasi pupil
ipsilateral terfiksasi (tdk
respons cahaya).
Refleks plantar patologis.

136
Jenis & Manifestasi Klinis
Herniasi tentorium sentral
(o.k pembengkakan serebri
difus/ herniasi lateral yg
diabaikan); mell hiatus
tentorium.
Tjd penurunan kesadaran;
pupil awalnya kecil,
terfiksasi lalu berdilatasi.
G3 lirikan mata ke atas
akibat tekanan otak tengah
superior.
Tjd diabetes insipidus akibat
tarikan tangkai hipofisis &
hipotalamus.
137
Jenis & Manifestasi Klinis
Herniasi tonsil; mell
foramen magnum
(bawah) & hiatus
tentorium (atas).
Kaku kuduk & kadang
posisi kepala terangkat
(terutama pd anak).
Tjd g3 kesadaran, bs gagal
napas.
Tanda vital terpengaruh
hipertensi, bradikardi.

138
Pemeriksaan
Tes Meningitis
Bakterial
Meningitis Virus Meningitis TBC
Tekanan LP Meningkat Biasanya normal Bervariasi
Warna Keruh Jernih Xanthochromia
Jumlah sel > 1000/ml < 100/ml Bervariasi
Jenis sel Predominan PMN Predominan MN Predominan MN
Protein Sedikit meningkat Normal/meningkat Meningkat
Glukosa Normal/menurun Biasanya normal Rendah
Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal
1. Astrocytoma Pilositik
Anak-anak & dewasa muda >>
10 % melibatkan serebral, 85 % cerebelum
Tumbuh lambat dan sering berkista
Lokasi tersering : nervus optikus, hipotalamus, ganglia
basalis, hemisfer cerebri, cerebelum, dan batang otak
Gambaran PA : sel-sel bipolar dgn serat Rosenthal &
sel-sel multipolar dgn mikrokista & granular bodies.
Gambaran CT scan : lesi isodens / hipodens
Gambaran MRI : berbatas tegas dgn sedikit edema.
Menyengat kontras. Sering terlihat adanya kista &
kalsifikasi pada tumor yg berlokasi cerebelum.
2. Astrocytoma Difus
Tumbuh lambat & menginfiltrasi struktur otak di sekitarnya.
Pada org dewasa muda
Cenderung menjadi ganas ke arah astocytoma anaplastik &
glioblastoma
Lokasi tersering : cerebelum
Gambaran PA : fibrilasi yg berdiferensiasi baik atau
gemistositik neoplastik astrosit.
Terdapat varian histologik, astrocytoma fibrilari, dan
astrocytoma gemistositik
Gambaran MRI : berbatas kurang tegas dan kurang
menyengat kontras
3. Astrocytoma Anaplastik
>> usia 35 - 55 tahun
Laki-laki : perempuan = 1,2 : 1
Kelompok usia < 25 tahun 67 % lokasi pada fossa
posterior, usia > 25 tahun 90 % lokasi di supratentorial.
Gambaran PA : nukleus polimorfik, hiperseluler dgn
gambaran mitotik dan proliferasi endotel
Gambaran CT scan : massa dgn densitas rendah atau
campuran, efek massa disertai penyengatan kontras yg
bervariasi dan edema di sekitarnya.
MRI merupakan pemeriksaan yg lbh baik dan sensitif,
dgn gambaran intensitas yg heterogen dan massa
berbatas tdk tegas.
Astrocytoma Anaplastik (AA)
Gejala klinis; kejang merupakan gejala awal
pada 50 % kasus, sakit kepala 70 %,
hemiparesis 59 %, gangguan penglihatan 58
%, papil edema 47 %, gangguan saraf kranialis
46 %, hemianopia 32 %, hemianestesia 32 %,
muntah 29 %, dan disfasia 24 %.
Gejala klinis tergantung lokasi
4. GLIBASTOMA MULTIFORME
Astrositoma jenis yang paling ganas
Sekitar 50% glioma adalah GBM
>> usia 45-65 tahun
Laki-laki : perempuan = 1,5 : 1
Gambaran PA: sesuai dengan astrositoma anaplastik,
yang membedakan terdapatnya nekrosis
Timbulnya nekrosis menunjukan prognosis yang buruk
Gambaran MRI : sesuai dgn gambaran
astrositoma anaplastik, ttp pd GBM lbh byk
dijumpai perdarahan, deposit hemosiderin
serta nekrosis sentral pd jalur white matter
melewati garis tengah butterfly
appeareance
Variasi GBM : gliosarkoma, GBM multifokal &
gliomatosis cerebri
Gejala Klinis
32% kasus didahului dgn kejang, mrpkan
gejala awal pd 20% pasien
Kejang & divisit fokal neurologis mrpkn gejala
yg dominan
Gejala dan tanda klinis tergantung lokasi
TATALAKSANA
Dgn terapi multimodalitas median survival dpt
mencapai 82minggu, drpd tanpa terapi
multimodalitas
Terlama 23bulan dgn terapi booster interstitial
brachytherapy setelah reseksi dan radioterapi
5. Meningioma
Berasal dari sel meningen
Tumor ke 2 terbanyak diantara tumor primer
intrakranial
Klasifikasi WHO
- meningioma grade I (benigna), 90% kasus
- meningioma grade II (atipikal), 5-7% kasus
- meningioma grade III (anaplastik), 3-5% kasus
Usia 40-70 tahun
Perempuan lebih rentan drpd laki-laki
90% lesi pada daerah supratentorial
8-10% infratentorial, terbanyak pada daerah
CPA
1-2% ditempat lain (intraventrikel, sinus
paranasal)
Berhub dgn faktor genetik, terapi radiasi dan hormon seks sbg
faktor resiko.
Gambaran PA : - Atipik ditemukan proses mitosis/
peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus
sitoplasma yg tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like
growth.
- Anaplastik ada peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear
pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma
dan infiltrasi serebral.
- Pemeriksaan imunohistokimia dpt membantu diagnosis, 80%
menunjukan epithelial membrane antigen +
Gejala klinis
Gejala klinis disebabkan krn mekanisme ;
Iritasi pd korteks di bawahnya
Penekanan pd jar. Otak dan saraf kranialis di
bwhnya
Invasi jar. Lunak sekitarnya & hiperostosis
Cedera vaskuler pd otak
Penyebab (virus)
Infeksi yang menyebar
melalui sistem saraf
Masuk melalui kulit, sel nafas, sel cerna
Infeksi yang menyebar
melalui darah
Peradangan SSP
Peningkatan TIK
Perubahan
perfusi
jaringan
Gangguan
pertukaran
gas
Disfungsi
hipotalamus
Nyeri kepala
Gangguan transmisi
impuls
Hipermetabolik
Mual, muntah
Kelemahan neurologis
Kejang
Gangguan cairan dan elektrolit
Gangguan
perfusi
jaringan
cerebral
Imobilisasi
suhu tubuh
Perubahan nutrisi
PATOFISIOLOGI
Pemeriksaan Neuroimaging
Meningioma
Gambaran CT scan : isoden atau hiperdens,
hiperostosis atau erosi tulang
Gambaran MRI : iso atau hipointense pd T1
sdgkan pd T2 iso atau hiperintense, kontras
enhacement dan kadang dural tail +
Dpt jg dilakukan pem. MRS, DSA
Pem. Angiografi endovaskuler ptg utk melihat
vaskularisasi tumor & ggg pd struktur vaskuler
vital.
TATALAKSANA
Reseksi total mrpkn tujuan utama terapi
Bila letak tumor sulit, reseksi total tdk dpt
dilakukan, sehingga srg memnimbulkan gejala
sisa
Embolisasi endovaskular sebaiknya dilakukan
sblm operasi utk mengurangi resiko
perdarahan.
INFEKSI OTAK
Bacterial Meningitis
Dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen atau kematian
Jika curiga seseorang menderita meningitis
bakteri lakukan punksi lumbal utk
memeriksa organisme penyebabnya.
Etiologi
Neisseria meningitidis
Streptococcus pneumonia
Haemophillus Influenza type B
Listeria monocytogenes
Staphylococcus aureus,dll
Gejala & tanda
Sakit kepala
Demam
Kaku kuduk
Stadium lanjut :
Confusion
Iritabilitas
Kesulitan konsentrasi
Stupor / coma
Patogenesis
Kolonisasi bakteri di nasofaring menyebar
melalui darah CSS / meningens/parenkim
Trombus vena juga mendukung penyebaran
infeksi
Trauma di dura pada kasus fraktur basillar
tengkorak
Terapi Antibiotik Empiris
Usia Pasien Organisme
penyebab
Antibiotik Aternatif
Neonatus Streptococcus
group B, Listeria, E.
coli
Ampicillin +
generasi 3
Cephalosporin
Chloramphenicol +
gentamicin
3 bln 18 thn N. meningitidis, S.
pneumoniae, H.
influenzae
Cephalosporin gen.
3, vancomycin (jika
resisten)
Meropenem
18 50 tahun S. pneumoniae, N.
meningitidis, H.
influenzae
Cephalosporin gen
3
Meropenem
> 50 tahun S. pneumoniae,
Bacil gram negatif,
Listeria
monocytogenes
Ampicillin +
cephlosprin
generasi 3
Ampicilin +
floroquinolon
Pencegahan
Vaksinasi utk H. influenzae & N.
meningitidis.
Terapi untuk ibu hamil yg terinfeksi sebelum
partus utk mencegah meningitis neonatus
oleh streptococcus group B.
ENSEFALOPATI METABOLIK
Ensefalopati metabolik
a. Penyebab metabolik ensefalopati akut
1. Hipoksia, misalnya akibat henti jantung, hipotensi
berat.
2. Hipoglikemia
3. Gagal organ pernapasan, ginjal atau hepar
4. Gangguan ion:
Hiponatremia dan hipernatremia
Hipokalemia
Gangguan metabolisme kalsium atau magnesium (lebih
sering menyebabkan ensefalopati kronik)
5. Defisiensi vitamin
6. Gangguan endokrin
7. Toksin, misalnya karbon monoksida, timbal, alkohol.
Defisiensi vitamin

Vitamin Defisit neurologis
B1 (tiamin) Sindrom Wernicke-Korsakoff
(oftalmoplegia, ataksia, konfusi dan
koma)
B3 (niasin) Ensefalopati akut dn kronik
Sindrom serebelar
Mielopati
B6 (piridoksin) Polineuropati
B12 (kobalamin) Demensia
Atrofi optik
Polineuropati
Degenerasi kombinasi subakut medula
spinalis (kerusakan pada traktus
kortikospinal dan kolumna posterior)
D (kalsiferol) Miopati
E (tokoferol) Degenerasi spinoserebelar
Penyakit endokrin
Gangguan Sindrom Neurologis
Akromegali Ensefalopati kronik
Defek lapang pandang
Sindrom terowongan karpal
Apnea obstruktif saat tidur
Miopati
Hipopituitarisme Ensefalopati akut atau kronik
Tirotoksikosis
Miksedema Ensefalopati akut atau kronik
Sindrom serebelar
Hipotermia
Neuropati, miopati
Sindrom Cushing Psikosis, depresi
Miopati
Penyakit Addison Ensefalopati akut
Ensefalopati metabolik
Hiperparatiroidisme dan
hipoparatiroidisme
Ensefalopati, kejang
Miopati
Hipertensi intrakranial benigna
Tetani-dengan hipokalsemia
Diabetes melitus
Insulinoma Ensefalopati akut atau kronik
Feokromositoma Nyeri kepala paroksimal (dengan
hipertensi)
Perdarahan intrakranial (jarang)
Patofisiologi Terjadinya Ensefalopati
metabolik
1. Hipoksia
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 0
2
/100 gr
otak/menit atau Cerebral Metabolic Rate for Oxygen
(CMR 0
2
).
CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak
berubah.
Hanya pada kejang-kejang CMR 0
2
meningkat
Gangguan fungsi otak CMR 0
2
menurun.
Pada keaadaan :
CMR 0
2
< 2.5 cc/100 gram otak/menit gangguan mental
CMR 0
2
< 2 cc 02/100 gram otak/menit koma


2. Hipoglikemia
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa.
Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mg
glukosa/menit.
Hipoglikemi menyebabkan
Gangguan pada serebrum dan kemudian progresif ke
batang otak yang letaknya lebih kaudal.
Depresi selektif pada SSP yang dimulai pada formasio
retikularis dan menjalar ke bagian-bagian lain.
Sehingga menyebabkan penurunan atau
gangguan kesadaran.

3. Gangguan sirkulasi darah
Bila aliran darah ke otak berkurang, 0
2
dan
glukosa darah juga akan berkurang.

4. Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin
yang berasal dari penyakit metabolik dalam
tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari
luar/akibat infeksi.


Ensefalopati metabolik - DM
Diabetes Mellitus
Menyebabkan komplikasi neuropati perifer yang dapat mempunyai
beberapa bentuk berikut :
Polineuropati distal simetris :hilangnya rangsang sensorik dan
dalam keadaan yang lebih berat menyebabkan artropati yang tidak
nyeri.
Neuropati otonom
Atrofi dan kelemahan akut otot ekstremitas bawah proksimal yang
asimetris dan nyeri (pada pria usia paruh baya dan usia lanjut)
amiotrofi diabetik
Neuropati akibat jepitan (saraf menjadi sensitif terhadap tekanan)
Sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome) menyebabkan
saraf menjadi sensitif terhadap tekanan)
Palsi saraf kranial (terutama mempengaruhi pergerakan mata)
Neuropati lain termasuk neuropati dengan rasa nyeri yang saat
pasien memulai terapi insulin (berhubungan dengan regenerasi
aksonal)
Ensefalopati metabolik
c. Gejala
Secara umum :
1. Status mental :
Depresi
Kebingungan
Gangguan kesadaran
2. Pupil :
Berukuran normal dan reaktif terhadap cahaya
3. Pergerakan mata Normal
4. Pernapasan Depressed
5. Pergerakan ekstremitas
Penurunan secara simetris
Hipotonicity

Ensefalopati metabolik
Secara struktural :
Korteks serebral amnesia dan defisit kognitif
lainnya yang dapat berfluktuasi dan kelainan
perilaku.
Ganglia basal diskinesia atau sindrom
rigiditas-akinetik.
Serebelum disartria dan ataksia
Hipoksia
1. Ensefalopati Hipoksia
a. Penyebab
Gangguan oksigenasi otak terjadi karena :
Penurunan tekanan arterial oksigen penyakit paru.
Penurunan Hb anemia atau kehilangan darah
Penurunan aliran darah ke otak (hipoksia iskemik) akibat
penurunan cardiac output.
Gangguan pengikatan oksigen di otak karena biochemical
block (jarang) keracunan sianida.

b. Mekanisme
Kadar PO2 arteri serebral <35 mmHg (4,5 kPa) metabolisme
anaerobik tidak efisien tidak ada aliran fenomenon
dinding pembuluh darah membengkak alirah darah
terhambat disfungsi neurologik.

c. Manifestasi Klinik
1. Gangguan visual
2. Inkoordinasi
3. Amnesia
4. Unconscious
5. Nyeri pada fleksi dan ekstensi sampai kematian

d. Prognosis
1. Ataksia
2. Myoclonus Parkinsonism
3. Korsakoffs psychosis
4. Dementia
5. Koma persisten

Hiperkapnea
2. Ensefalopati Hiperkapnea
a. Definisi :
Merupakan suatu keadaan akibat peningkatan kadar karbon dioksida dalam
darah.

b.Manifestasi klinis:
1. Pusing
2. Kebingungan
3. Disorientasi
4. Pergerakan involunter
5. Papilloedema
6. Menekan refleks anggota badan
7. Ekstensi plantar.

c. Diagnosis
PCO2 >50 mmHg (6 kPa) dengan penurunan P02 pada pemeriksaan darah.
Gejala pusing, kebingungan dan papilloedema dapat juga menunjukkan
tumor intrakranial, jika hiperkapnea tidak terbukti maka perlu
dipertimbangkan pemeriksaan CT-Scan otak.

Hipoglikemia
3. Ensefalopati Hipoglikemia
a. Definisi
Merupakan suatu keadaan akibat penurunan glukosa di otak yang mungkin
disebabkan :
Overdosis pengobatan DM
Insulin secreting tumour Insulinoma
Penyakit hepatik penurunan kadar glikogen.

b. Mekanisme
Degenerasi neuronal Nekrosis fokal pada korteks serebral ,grey matter dan
serebelum.

c. Manifestasi klinis
Ringan : berkeringat, pallor, pusing, palpitasi, trembling dan rasa lapar.
Sedang : Kebingungan, perasaan tidak tenang dan mengantuk.
Berat : Hemiparesis, spasme otot, myoclonus, koma dan kematian.

d. Prognosis
Ataksia
Parkinsonism
Dementia
Hemiplegia

Hiperglikemia
4. Ensefalopati Hiperglikemia
Dapat menyebabkan :
1. Diabetic ketoacidotic coma
Akumulasi aseton dan badan keton dalam
darah asidosis hiperventilasi
penurunkan kadar PCO
2
dan HCO
3.
Hiperglikemia juga menyebabkan diuresis
osmotik dehidrasi.
Gejala neurologis adalah bingung, progresi
menjadi koma dan kematian.
Koma Diabetikum Non-Ketotik
2. Diabetic hyperosmolar non-ketotic coma
Terjadi karena efek hiperosmolar dari
hiperglikemia berat reduksi komponen
intraselular
Gejala neurologis adalah pergerakan
involunter, kejang dan hemiparesis.
Trombosis vaskular jarang ditemukan.
Diabetes Mellitus
Ensefalopati Hepatik
5. Ensefalopati Hepatik
a. Definisi
Merupakan gejala dan tanda neurologik yang disebabkan gangguan hepatik yaitu :
Gagal hepar akut
Gagal hepar kronik dengan infeksi atau perdarahan gastrointestinal
Gagal hepar kronik dengan degenerasi hepatocerebra

b. Manifestasi klinis
Asterixis (gemetar pada tangan)
Myoclonus
Hemiparesis
Disartria (gangguan dalam berbicara)
Ataksia
Hiperrefleksia
Ophtalmoplegia
Nistagmus

c. Mekanisme
Gliosis pada korteks serebral,ganglia basal, serebelum dan batang otak Neuronal
loss.


Ensefalopati Uremia
6. Ensefalopati Uremia
a. Manifestasi klinis :
Asterixis (gemetar pada tangan)
Myoclonus
Hemiparesis
Disartria (gangguan dalam berbicara)
Ataksia
Hiperrefleksia
Ophtalmoplegia
Nistagmus
Kejang.

b. Mekanisme :
Uremia menunjukkan patologi non-spesifik pada sistem saraf.
Dapat terjadi pada gagal ginjal kronik
Dapat terjadi peningkatan kadar aluminium dementia, kelainan perilaku,
kejang dan mioklonus.



Hiponatremia
6. Hiponatremia (kadar natrium darah yang rendah)
adalah konsentrasi natrium yang lebih kecil dari 136
mEq/L darah.
Etiologi:
intoksikasi air (keracunan air) dan sindrom sekresi Anti
Diuretik Hormon yang tidak tepat (inapropriate
antidiuretic hormone secretion syndrome)
penggunaan obat terlarang MDMA (3,4-
methylenedioxymethamphetamine) atau yang lebih
populer dengan ekstasi, yang akan menyebabkan hidrasi
berlebihan
pasien-pasien psikiatrik dengan keluhan polidipsia

Pemeriksaan Penunjang Umum
1. Serum urea dan elektrolit
2. Fungsi hati (albumin, globulin, bilirubin, alkalin fosfat
dan enzim) dan gula darah.
3. Gas darah (pH, P02, PCO2)
4. Serum amoniak
5. Electroencephalography slow wave activity (theta
atau delta) berguna untuk diagnosis kelainan difus:
ensefalopati hepatic menunjukkan triphasic slow
wave configuration.
6. CT scan jika semua pemeriksaan normal atau
diperkirakan terdapat kelainan struktural otak.

Penatalaksanaan Umum
f. Penatalaksanaan
Bertujuan mempertahankan homeostasis otak agar fungsi dan kehidupan
neuron dapat terjamin.
Terapi umum :
1. Resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi :
a. Memperbaiki jalan napas berupa :
Pembersihan jalan napas, sniffing position, artificial airway, endotracheal
inlubation, tracheotomy.
b. Pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah bebas
berupa :
Pernapasan mulut ke mulut/hidung.
Pernapasan dengan balon ke masker.
Pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis.
c. Peredarah darah
Bila peredaran darah terhenti, diberikan bantuan sirkulasi berupa :
Kompresi jantung dari luar dengan tangan
Kompresi jantung dari luar dengan alat


d. Obat-obatan
Dalam keadaan darurat dianjurkan pemberian obat secara intravena
seperti: epinefrin dan deksametason.

e.Elektrokardiogram
Dilakukan untuk membuat diagnosis apakah terhentinya peredaran
darah karena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps kardiovaskuler.

f. Resusitasi otak
Bertujuan untuk melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut.

g. Intensive care

2. Anti konvulsan bila kejang


Daftar pustaka
Ropper AH, Samuel MH, editors. Adams & victors principles of neurology. 9
th
ed. New york : mcgraw hill, 2009
Emergency neurology
ATLS
ANLS
Aldrich, Michael S., Alessi, Anthony G., Beck, Roy W. dan Sid Gilman. Cortical blindness:Etiology, Diagnosis, and
Prognosis. Annals of Neurology 21(2): 149-158. Available
at:http://deepblue.lib.umich.edu/handle/2027.42/50318[Accessed 27 Maret 2010]Fazel, Farhad dan Ali
Abdalvand. Transien Cortical Blindness: A Ust Know Complication of Coronary Angiography: A Case Report. ARYA
Atherosclerosis Journal. 2009. 49-50Available at:
http://crc.mui.ac.ir/arya/arya/sounds/1691/1691_0.pdf
[Accessed 27 Maret 2010]Cummings, Jeffrey L. dan Michael R. Trimble. Neuropsychiatry and Behavioral
NeurologySecond Edition. American Psychiatry Publishing. 2002. 110. Available at:
http://books.google.co.id/books?id=oJy8MlIicxEC&pg=PA110&dq=cortical+blindness&cd=1#v=onepage&q=cortica
l%20blindness&f=false
[Accessed 27 Maret 2010]Devinsky, Orrin dan Mark Desposito. Neurology of Cognitive and Behavioral Disorder.
133.Available at:
http://books.google.co.id/books?id=eCXgtVIsUYkC&pg=PA133&dq=cortical+blindness&lr=&cd=14#v=onepage&q=
ortical blindness&f=false [ Accessed 4 April 2010] Elder, Stewart Duke.
Text-book of Ophthalmology: The neurology of vision, motor and optical anomalies
. 3642Japardi, Iskandar. Kelainan Neurooptalmologi Pada Pasien Stroke. FK USU. Available
at:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi16.pdf [Accessed 4 April2010]Lam, Byron L.
Cortical Blindness
. 2009. Available at:http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp[ Accessed 8 april 2010]

Anda mungkin juga menyukai