Kondisi Geologi Regional di Indonesia dan Kaitannya
dengan Penyebaran Sumber Daya Mineral dan Energi
di Indonesia
Wahyu H Saragih 270110120143 Geologi D
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran 2014
Kondisi Geologi Regional Indonesia
Wilayah Indonesia memiliki perairan laut dalam yang dialasi kerak samudra dan laut dangkal tepian dari paparan benua. Paparan tepian kontinen memiliki kedalaman kurang dari 100 m, merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai cekungan busur dalam dan inti kraton yang relatif stabil. Sejumlah sungai besar bermuara ke perairan ini, dan merupakan bagian dari sistim aliran sungai purba. Kondisi demikian memberi sifat dari kawasan ini berpantai landai, bahkan di pantai timur Sumatra dan selatan Irian, ditandai oleh kawasan ber-rawa (wetland) limpahan banjir dengan rataan tebal bakau yang berfungsi pula sebagai pelindung pantai. Hal sama ada pada pesisir barat dan selatan Kalimantan, namun sedikit berbeda di pesisir utara Jawa yang umumnya merupakan bagian dari kompleks sistim endapan volkanik kaki gunung api, kecuali jalur Rembang-Tuban yang berupa perbukitan dengan pantai batu gamping. Pulau-pulau lebih kecil di jalur Sunda Kecil (Bali-Flores), terbentuk oleh untaian gunung api, memiliki pantai landai atau bertebing dari endapan volkanik di perairan laut dalam. Hal sama pada pulau-pulau di Laut Banda, laut dalam yang beralas sisa dari kerak samudra. Perairan hangat menunjang tumbuh luasnya terumbu karang di pulau-pulau tersebut, yang sama fungsinya dengan bakau, melindungi pantai dari hempasan gelombang. Benua Maritim Indonesia terletak pada dan terbentuk oleh pertemuan dari beberapa kerak dan lempeng benua yang bergerak saling mendekat, yaitu lempeng Australia, Pasifik dan Eurosia. Batas tumbukan antar lempeng menghasilkan evolusi geologi (Gambar 4-1), antara lain ditandai oleh penunjaman lempeng Indo-Australia di jalur Sumatra hingga Jawa-Bali (Moore et al., 1980) dengan kecepatan bervariasi (7-7,5 cm th-1(McCaffrey, 1991). Tunjaman menyudut terhadap poros dan dangkal di sisi Sumatra menghasilkan gugusan pulau busur luar (Nias, Menatawai, Enggano) dan sesar Semangko, sementara tunjaman tegak lurus dan lebih terjal berlangsung di selatan Jawa-Bali. Penunjaman kerak diikuti oleh penebalan magma yang menghasilkan kegiatan volkanisma dan gerak vertikal (pengangkatan & penurunan). Konvergensi lempeng dan kerak di busur Sunda timur (Flores-Sumba-Timor) berbeda, ditandai dengan kerapatan kegempaan lebih dangkal (McCaffrey et al., 1985) sebagai salah satu ciri konvergensi yang bersifat sebagai gerak tumbukan, yang menghasilkan keratan-keratan struktur tektonik sangat kompleks. Kerak tertunjaman dari batuan berkerapatan lebih kecil di bawah batuan berkerapatan lebih besar menghasilkan (isostasi) gerak vertikal lebih kuat berupa pengangkatan dengan kecepatan mencapai 1 mm/th di Alor dan 0,5 mm/th di Sumba. Konvergensi yang melibatkan gerak lempeng pasifik dan Australia menghasilkan sesar mendatar dan pengangkatan lemah di pesisir utara Papua, namun pengangkatan di pegunungan Jayawijaya mencapai 2 mm/th. Konvergensi di bagian ini menghasilkan pula bentuk jalur tunjaman yang berarah barat timur di Timor berbelok, setelah Tanimbar, menuju utara dan ke barat di perairan Ceram. Di segmen ini, pengangkatan akibat gerak tektonik menempatkan endapan gamping terumbu muncul menumpang diatas batuan volkanik dan batuan terobosan di perairan Maluku. Garis pantai adalah rata-rata batas antara air dan darat saat pasang dan surut. Wilayah pesisir adalah kawasan dimana proses laut dan darat masih saling berpengaruh. Dengan demikian, garis atau wilayah ini, dapat bergeser seiring perubahan paras muka laut. Pergeseran tersebut dapat terjadi oleh susutnya permukaan air laut atau gerak vertikal dari darat (proses tektonik, dan lain-lain). Sementara itu, perubahan paras muka laut disebabkan oleh berubahnya volume air atau berubahnya volume cekungan samudra. Pelelehan atau penumpukan (tudung) es di wilayah kutub (eustatik) adalah salah satu penyebab utama berubahnya volume air laut seiring perubahan cuaca global. Gejala pemekaran samudra atau penurunan cekungan adalah penyebab perubahan volume cekungan. Gejala estatik relatif berulang pada perioda lebih singkat dibanding kurun waktu geologi yang mengubah volume cekungan lautan (pemekaran samudra). Semua hal tersebut adalah gejala yang mengendalikan proses berubahnya posisi garis pantai. Dari padanya dapat diartikan bahwa jejak paras muka laut yang ditemukan pada kedalaman tertentu saat genang laut seperti saat ini, pada dasarnya ketika susut laut berlangsung, ia akan berada pada posisi lebih tinggi akibat oleh adanya mekanisme pelentingan lithosfer (isostatic rebound) oleh terbebasnya pembebanan air.Turunnya paras muka laut berakibat pada keringnya tepi paparan kontinen (Sahul dan Banda). Luas daerah yang mengalami perubahan tersebut mencakup kurang lebih 4.074.836 km2. Daratan baru tersebut diperkirakan segera ditutupi oleh tumbuhan hutan tropis dataran rendah dan rawa. Sejumlah perubahan gejala alamiah segera menyusul kemudian akibat perubahan tergenang dan keringnya paparan ini, antara lain menyangkut: - Evolusi wilayah pesisir membentuk karakter pantai - Perubahan neraca geo-hidrologi yang mencakup wilayah luas paparan Sunda dan Sahu - Neraca produksi primer total di kawasan kepulauan maritim (lautan dan daratan) - Energi total matahari yang terpantul atau terserap menjadi cadangan di darat atau lautan - Mekanisme putaran bahang antara lautan, atmosfer dan daratan - Mekanisme putaran arus udara dan kelembabannya akibat perubahan mekanisme putaran bahang. - Mekanisme dan produksi proses pelapukan batuan, pengangkutan sedimen dan penegndapan sedimen - Mekanisme putaran arus samudra (permukaan maupun laut dalam) - Produksi karbonat di paparan tepi kontinen - Migrasi flora, fauna dan manusia purba di kepulauan maritim - Dan lain-lain mekanisme proses alamiah berikut neracanya. Suatu hal perlu dipikirkan seberapa besar perubahan beban (kolom) air hingga setinggi 100- 150 m ini terhadap rheologi cekungan dan lebih jauh lagi; pengaruhnya kemudian pada mekanisme dinamika kulit bumi antara lain proses pelentingan atau yang tercermin kemudian pada pola struktur yang berkembang di kawasan pesisir. Puncak zaman es ditandai oleh susut laut yang mencapai 145 m dibawah muka laut sekarang, zaman ini berakhir pada 14.000 tahun lalu (BP), diikuti dengan mulai naiknya paras muka laut (Hantoro W.S, 1992). Walaupun belum ditemukan situs pemukiman purba, sejumlah titik diperkirakan sempat menjadi tempat tinggal sementara manusia purba Indonesia sebelum mulai menyeberang selat sempit menuju lokasi berikutnya (Hantoro W.S., 2001). Tempat inilah yang dapat dianggap sebagai awal pemukiman pantai di Indonesia. Seiring naiknya paras muka laut, yang mencapai puncaknya pada zaman Holosen 6.000 tahun (BP) pada 3 m lebih tinggi dari muka laut sekarang, lokasi-lokasi tersebut juga bergeser ke tempat yang lebih tinggi masuk ke dalam hilir sungai. Berkembangnya budaya manusia, pola berpindah, berburu dan meramu (hasil) hutan lambat laun berubah menjadi penetap, beternak dan berladang serta menyimpan dan bertukar hasil dengan kelompok lain. Kemampuan berlayar dan menguasai navigasi samudra sudah lebih baik, memungkinkan beberapa suku bangsa Indonesia mampu menyeberangi Samudra Hindia ke Afrika dengan memanfaatkan pengetahuan cuaca dan astronomi. Kepulauan Indonesia terbentuk oleh proses (endogen) rumit geologi dari gejala konvergensi lempeng (litosfer) menghasilkan bentang alam (fisiografi) yang sangat kompleks. Demikian halnya dengan pantai pulau-pulaunya, terbentuk seiring evolusi geologi dengan ciri masing- masing berdasar proses dan mandala geologinya, yang kemudian terlihat pada keragaman jenis batuan, struktur dan kelurusan, lereng pantai dan perairan bentuk muara sungai dan lain-lain bagian bentang pantai. Kondisi iklim/cuava (atmosfer) dan laut (biosfer) mengiringi evolusi tersebut memberi pengaruh (eksogen) pada proses pembentukan bentang alam. Kegiatan manusia (biosfer) mulai ikut berpengaruh pada proses evolusi mengubah bentang alam melalui upaya (anthropogenic) mengubah lingkungan untuk kepentingannya sejak zaman Anthroposen. Berdasar kenyataan demikian, klasifikasi wilayah pesisir dan pantai di Indonesia akan lebih sempurna bila didasarkan atas beberapa hal yang menyangkut proses pembentukan (genesa) dan perubahannya yang melibatkan unsur-unsur di atas. Berdasar klasifikasi ini, dapat lebih mudah mengenali sifat dan potensi hingga kerawanan yang dimilikinya, yang bermanfaat sebagai dasar dalam upaya pengelolaannya berdasar keseimbangan dan kelestarian, di masa yang akan datang. Suatu pengkelasan pantai berdasar genesa, morfologi serta kondisi perairannya diusulkan sebagai berikut, mengikuti kriteria-kriteria: A. Kendali Tektonik Proses tektonik akibat konvergensi gerak lempeng dan kerak adalah sebagai kendali utama proses yang menghasilkan geologi dan bentang alam pesisir dan pantai saat ini. 1) Penunjaman (Subduction) Gerak relatif kerak Samudra Hindia dan benua Australia ke utara menghasilkan penunjaman di bawah Sumatra, Jawa dan sebagian Sunda Kecil (NTB). Penunjamann dicirikan oleh palung dalam samudra, lereng depan curam, jalur busur luar dan jalur volkanik. Pesisir dan pantai jalur ini umumnya dibentuk oleh perbukitan terjal dengan tebing lereng depan curam tanpa tutupan tumbuhan. Pantai umumnya menerima langsung hempasan gelombang dan erosi, sementara teluk terbentuk dikontrol oleh struktur geologi yang rumit dan batas antar litologi. Pasir pantai terbentuk di dataran sempit hasil akumulasi sedimen sungai. Terumbu karang tumbuh di perairan yang terlindung di pantai pulau utama dan pulau-pulau kecil. Ciri morfologi pantai dan pesisir lainnya adalah: - Tebing curam perbukitan pantai - Erosi dan abrasi kuat pada tebing curam - Pantai datar berpasir relatif lurus dengan asupan sedimen dari sungai kadang membentuk bukit pasir (sand dune) dengan selingan rawa. - Pola aliran sungai hampir tegak lurus pantai dengan gradient tebing curam lambah sungai - Kegempaan kuat dan sering kejadiannya, adakalanya diikuti tsunami - Penenggelaman bergantian dengan pengangkatan pantai atau terumbu karang mengiringi proses penunjaman Curah hujan tinggi dan gejala geologi di kawasan ini memberikan bentang alam dengan tebing dan lereng curam. Contoh kota pantai di jalur ini adalah: Sibolga, Padang, Bnegkulu, Cilacap, dan lain-lain. 2) Tumbukan (collision) Gerak lempeng yang saling bertumbukan menghasilkan batuan yang tercampur aduk (chaotic) yang terkerat kuat oleh struktur geologi patahan dan rekahan. Proses tumbukan dapat diamati hasilnya di kawasan antara Flores hingga Wetar sebagai sisa jalur volkanik dengan ciri pantai kaki volkanik dengan tutupan batu gamping terangkat, Sumba sebagai busur luarnya dengan morfologi pantai teras terumbu terangkat, dan jalur Sabu-Rote dan Timor sebagai jalur tumbukan dengan ciri pantai curam serta singkapan batu gamping terangkat dengan terobosan lumpur endapan tua. Contoh kota di jalur ini adalah: Kupang, Waingapu, dan lain-lain. 3) Gerakan Lateral Jenis konvergensi yang menghasilkan batas pertemuan dari lempeng yang saling geser ini di Indonesia tidak begitu mudah dilihat gejalanya di daratan, kecuali di kepala burung Irian Jaya yang menghasilkan sesar geser Sorong dengan pegunungan terjal menghadap langsung ke laut membentuk pantai curam berbukit. Patahan dan rekahan menandai jalur ini menyebabkan batuan pantai bertebing curam bertambah rentan longsor dan terabrasi. Pantai di jalur ini umumnya sangat labil dan rawan bencana, mengingat kegempaan juga relatif tinggi (gempa dan tsunami di. P Biak). Contoh kota di mandala ini: Biak, Manokwari, Sorong. 4) Kraton Stabil Inti atau kraton di Indonesia ditandai oleh hampir absennya kegempaan, sebagaimana dicatat di Kalimantan (barat dan selatan) yang dianggap sebagai kraton dari busur kepulauan Indonesia saat ini. Stabilnya kawasan ini dari kerjaan gejala geologi menyebabkan gaya eksogen (cuaca, dan lain-lain) mengontrol lebih jauh dengan gejala denudasi atau pendataran (peneplain) dari bentang alam pegunungan tua menghasilkan wilayah pesisir sangat luas yang ditempati rawa dataran (lahan) basah (wet land) dari bentang alam hilir yang telah lanjut. Dataran basah ditutupi rawa atau hutan tropis basah. Estuari terbentuk lebar di bagian yang memiliki beda pasang tinggi, yang pasang naiknya dapat dirasakan di pedalaman jauh dari muara. Rataan tebal bakau menutup pantai, menahan gempuran gelombang dan menangkap sedimen dari muara yang menyebar, menghasilkan akresi pantai. Contoh kota di jalur ini adalah: Pontianak, Banjarmasin. 5) Pantai terangkat dan tenggelam Jenis pantai yang mengalami pengangkatan dan penuruan dapat ditemukan di berbagai pulau di kawasan yang saat ini berada pada jalur aktif tektonik yang menghasilkan gerak tegak, di jalur tumbukan atau penunjaman. Di darat, gejala ini terlihat di pantai yang bertutupan tumbuhan adalah tenggelamnya sebagian tumbuhan (Cassuarina sp, mangrove, dan lain-lain) atau bentuk khusus terumbu karang yang menandai gejala ini (out side stepping) dan gejala erosi pantai. Adanya pengangkatan dapat terlihat dari bentuk undak teras pantai dan adanya akresi pantai sementara munculnya terumbu karang membentuk daratan merupakan tanda di bagian perairan. Penurunan daratan dapat diakibatkan oleh adamya kompaksi endapan di pesisir, atau memang ada gejala kenaikan permukaan air laut. Contoh kota di pulau ini adalah: Waingapu (Sumba), Tuah Pejat (Mentawai). 6) Volkanik Jalur gunung api menempati suatu kelurusan, yang di pulau besar seperti Sumatra dan Jawa, hasil kegiatannya membentuk kerucut yang kakinya tidak mencapai pesisir (kecuali beberapa: Muria, Rajabasa, dan lain-lain), namun di Sunda Kecil, pulau volkanik relatif kecil dan memiliki gugusan gunung api yang muntahan kegiatannya mencapai pesisir dan masuk ke laut (Bali-Flores, Alor). Batuan padat dan keras hasil kegiatan volkanik membentuk tebing curam pantai pulau gunung api, diseling lereng landai kaki gunung berbatuan lepas dan pasir membentuk pantai sempit datar. Aliran lava atau lahar seringkali langsung masuk ke laut, membentuk lereng dasar laut dengan kemiringan dan jenis batuannya tergantung dari komposisi magmanya. Pantai sempit landai dengan sungai kecil disekitarnya memungkinkan bakau tumbuh, adakalanya bersisian atau menumpang di atas substrat pasiran dan terumbu karang. Kota-kota pantai di mintakat ini antara lain: Jepara, Denpasar, Larantuka, dan lain-lain.
B. Pantai dan pesisir berdasar fisiografi kepulauan 1) Pulau/daratan menghadap ke arah samudera lepas Pantai dan pesisir yang menghadap ke arah laut/samudera lepas ditandai oleh tebing perbukitan curam, pantai berbentang alam kasar, berbukit terjal menerima hempasan kuat gelombang. Pantai datar berpasir adakalanya menyelingi pesisir ini, terbentuk oleh endapan sedimen sungai. Jalur ini umumnya erat kaitannya dengan jalur tumbukan atau penunjaman. Gelombang besar merupakan bagian dari sistim gelombang samudra, namun tsunami adakalanya terjadi menyusul gempa kuat yang sering terjadi di jalur ini. Contoh kota di pesisir ini antara lain: Sibolga, Padang, Bengkulu, Cilacap, dst. 2) Pantai pesisir yang menghadap cekungan belakang (tepian paparan) Cekungan belakang dari jalur konvergensi tektonik ditandai oleh paparan landai luas dengan alur sungai (dendritic) panjang dan dataran tangkapan hujan luas, mengalir berkelok-kelok melalui rawa dan dataran limpahan banjir, ke pantai berawa dan ber tutupan tebal bakau membentuk muara delta luas dengan pulau pulau delta di depannya. Jenis pesisir ini dijumpai di perairan timur Sumatra utara Jawa dan selatan Irian. Contoh kota yang mewakili dan berada di mintakat ini adalah: Lhokseumawe, Palembang, Jakarta, Semarang, dan lain-lain 3) Pesisir menghadap tepian kontinen. Indonesia memiliki dua tepian kontinen, Sunda dan Sahul yang ke arah mana beberapa pulau menghadapnya dengan ciri pantai landai dan sangat stabil dari gejala geologi. Dua paparan tersebut menyisakan bentang alam dataran saat sempat kering ketika susut laut hingga 145 m dari muka laut sekarang. Bentang alam saat susut laut memiliki kemiripan dengan bentang pesisir sekarang, ditandai oleh daerah limpahan banjir, rataan terumbu karang dan bakau serta endapan pasir pantai. Beberapa sisa bentang alam tinggian masih terlihat berupa pulau pulau di perairan ini (Senayang-Lingga-Bangka-Natuna-Karimata dan lain-lain). Landai dan dangkalnya perairan seringkali menyebabkan kekeruhan akibat agitasi laut saat musim barat sulit hilang. Rataan tipis bakau menutup pesisir perairan. Sisa pematang pantai purba membentuk rataan tipis oleh endapan pasir kuarsa. Terumbu karang kurang pertumbuhannya di perairan ini yang umumnya ditandai oleh air keruh siltasi sedimen agitasi gelombang. Kota-kota yang mewakili antara lain: Tanjung Pinang, Pangkal Pinang, dan lain-lain. 4) Jalur pulau busur luar Jalur pulau non volkanik busur luar terbentuk hampir menerus di barat dari pulau Sumatra menghadap ke lepas Samudra Hindia. Di bagian timur busur Sunda, busur luar terbentuk kembali sebagai pulau Sumba dan Sabu. Pulau-pulau tersebut terbentuk dari terangkatnya sedimen laut oleh proses penunjaman dan tumbukan lepeng, dicirikan oleh lapisan batuan yang terlipat membentuk perbukitan dan terpotong patahan. Adakalanya batu gamping terumbu karang ikut terangkat keluar membentuk perbukitan di pantai bertebing curam. Teluk terbentuk oleh struktur geologi, umumnya padanya bermuara sungai membentuk endapan pasir disekelilingnya atau tutupan bakau. Dangkalan akibat terangkatnya batuan, ditumbuhi terumbu karang yang di atasnya seringkali kemudian tumbuh bakau. Sedimen lepas atau keras terkomkakan dari endapan karbonat di pantai terbentuk dari hasil rombakan terumbu karang. Pulau-pulau di barat Sumatra mengalami gerak pengangkatan mengiringi kegempaan yang adakalanya diikuti tsunami, namun ditengarai pula adanya penurunan. Di Sumba dan Sabu, pengangkatan lebih dominan dan menerus menghasilkan undak teras. Kota-kota yang mewakili, antara lain: Muara Siberut, Waingapu, Seba, Baa, dan lain-lain. 5) Pulau gunung api Pantai pulau ini dicirikan oleh endapan bahan volkanik yang dimuntahkan hingga ke perairan membentuk pesisir pantai landai di bagian mana sering ditumbuhi bakau dan terumbu karang di perairannya. Endapan lahar atau lava sering mencapai rataan bakau dan terumbu, namun dapat segera tumbuh pulih kembali setelah 5-6 tahun kemudian. Pulau-pulau ini membentuk jajaran dari Bali hingga Flores. Pantai curam terbentuk oleh terobosan batuan volkanik atau batuan tufa lelehan dan lahar konglomeratan yang tersemenkan. Lembah sungai dalam di hulu berakhir pada muara yang berpantai landai pada pesisir datar, namun sering berupa muara sempit. Contoh kota yang mewakili mintakat ini antara lain: Denpasar, Mataram, Bima, Banda, Maumere, dan lain-lain. 6) Pulau kecil di laut dalam Guyot dan kerucut gunung api aktif banyak ditemukan di perairan Laut Banda, membubung naik dari kedalaman membentuk pulau yang terisolasi. Pulau-pulau ini dicirikan oleh lereng perairan curam, namun lereng atas dekat permukaannya sering dikelilingi oleh terumbu karang yang menempel pada batuan volkanik. Terumbu karang adakalanya terangkat membentuk undak sempit batu gamping karang dengan takik ombak, sebagai bukti adanya pengangkatan. Pantai sempit landai adakalanya ditumbuhi bakau. Contoh kota yang mewakili pemukiman di pulau ini antara lain adalah Banda. 7) Pulau-pulau kecil di paparan tepian kontinen Pulau terbentuk oleh tinggian batuan yang resistan dari kerjaan cuaca di kawasan geologi yang stabil bagian dari paparan kontinen. Perubahan paras muka laut lebih mengontrol evolusi morfologi perairan ini membentuk alur perairan dangkal yang ditutupi endapan pantai dan sungai purba. Dangkalnya perairan menyebabkan kekeruhan tidak mudah hilang, menyebabkan kualitas terumbu karang kurang baik namun endapan pantai di perairan tenang mengalasi rataan tebal bakau. Pantai purba sempit terbentuk di pesisir yang menghadap ke periaran bebas yang bergelombang kuat yang membantu pembentukan endapan pasir kuarsa putih. Contoh kota yang menempati gugusan pulau ini adalah: Pangkal Pinang, Tanjung Pinang, dan lain-lain. 8) Pulau Delta Pulau-pulau delta terbentuk di bagian perairan landai di muara sungai yang mengalir jauh dari pedalaman mengangkut sedimen yang diendapkan dan membentuk pulau-pulau ini. Hampir seluruh pulau umumnya ditutupi bakau atau hutan tropis dataran basah pada kisaran supra tidal atau intertidal. Kota-kota di pesisir timur Sumatra dari Riau hingga Jambi menempati kawasan ini (Rumbai dan seterusnya).
C. Morfologi Kerjaan langsung dari proses geologi (endogen), laut dan cuaca (eksogen) menghasilkan bentang (morfologi) lanjut pantai dan pesisir. Kenampakannya di lapangan dapat dibedakan dalam beberapa kelompok, antara lain: 1) Pantai curam singkapan batuan Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap laut lepas dan merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curam singkapan batuan volkanik, terobosan, malihan atau sedimen. Jenis pantai ditemukan pantai barat Sumatra, Pulau Simeuleule hingga Enggano, Pantai Selatan Jawa, Nusa Dua-Bali, Pantai selatan Lombok - Flores, Sumba, Sabu, Rote, Timor, Solor - Wetar, Pantai timur Tanimbar, Pantai utara Ceram Irian Jaya. 2) Pantai landai atau datar Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau cekungan belakang. Absennya gejala geologi berupa pengangkatan dan perlipatan atau volkanisme, pembentukan pantai dikendalikan oleh proses eksogen cuaca dan hidrologi. Estuari lebar menandai muara dengan tutupan tebal bakau. Bagian pesisir dalam ditandai dataran rawa atau lahan basah. Sedimentasi kuat terjadi di perairan bila di hulu mengalami erosi. Progradasi pantai atau pembentukan delta sangat lazim. Kompaksi sedimen diiringi penurunan permukaan tanah, sementara air tanah tawar sulit ditemukan. 3) Pantai dengan bukit atau paparan pasir Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir. Kondisi kering dan berangin kuat dapat membentuk perbukitan pasir. Air tanah seringkali terkumpul dari air meteorik yang terjebak. Sementasi sedimen terbentuk bila terdapat cukup kelembaban dari air laut (spray) dan terik matahari. Jenis pantai ini berkembang baik di perairan yang menghadap samudra Hindia (Sumatra pantai barat, Jawa, dan seterusnya. Paparan pasir juga terbentuk di perairan yang menghadap cekungan dalam di pulau kecil atau gunung api sejauh cukup landai lereng pantai dan sedimen sungai serta agitasi gelombangnya. 4) Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki sejumlah muara sungai kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat membentuk garis lurus dan panjang pantai berpasir. Erosi terjadi bila terjadi ketidak seimbangan lereng dasar perairan dan asupan sedimen. 5) Pantai berbukit dan tebing terjal Bentang pantai ini ditemukan di berbagai mintakat berbeda, yaitu di jalur tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan tepi kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. Batuan keras yang terkerat patahan dan rekahan umun dijumpai di kawasan yang gejala tektoniknya kuat. Batuan terobosan atau bekuan tufa dapat membentuk tebing terjal di pantai pulau volkanik. Di kawasan dengan proses pengangkatan dan pelipatan, kecuraman lereng pantai atau bukit adakalanya tergantung arah lipatan dan kemiringan perlapisan dan kekerasan maupun kestabilan batuannya. Terjalnya tebing pantai dan kuatnya agitasi gelombang meniadakan peluang terumbu karang tumbuh, demikian halnya dengan bakau. Tutupan tumbuhan masih mampu tumbuh di lapukan batuan, terutama di kawasan dengan curah hujan memadai. 6) Pantai erosi Terjadinya erosi terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang mudah tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air. Gerak air dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis endapan atau agitasi gelombang yang menyebabkan abrasi pada batuan. Erosi tidak hanya berlangsung di permukaan, namun juga yang terjadi di permukaan sedimen dasar perairan. Erosi maksimum terjadi bila enersi dari agen erosi mencapai titik paling lemah materi tererosi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya gelombang atau arus pasang surut sudah mampu menjadi penyebab erosi. Erosi yang terjadi pada dasar perairan akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya enersi gelombang pada pantai. Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik terlemah dari apapun yang ditemukan dengan enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah dapat terjadi bila saat badai dengan gelombang kuat terjadi bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir pantai. Erosi diperparah bila sedimen sungai yang menjadi penyeimbang tidak cukup mengganti sedimen yang tererosi.Jenis pantai dengan ancaman seperti ini terdapat di pesisir barat Sumatra, selatan Jawa dan beberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang kuat.Pada tebing pantai batuan keras, abrasi terjadi pula namun memerlukan waktu lama untuk menghasilkan dampak yang terlihat. Takik pada batuan di ketinggian tertentu diakibatkan kerjaan abrasi ini, bila takik terlalu dalam dan beban tidak dapat tertahan lagi, bagian atas tebing runtuh. Pada beberapa kejadian, takik juga dipercepat dalamnya oleh kegiatan pelubangan biota. 7) Pantai akresi Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari jumlah yang kemudian dierosi oleh laut. Dengan demikian, akresi merupakan kebalikan dari proses erosi. Keseimbangan yang menyebabkan dua proses tersebut berlangsung bergantian adalah kondisi: berubahnya paras muka laut, perubahan enersi agen erosi, perubahan jumlah sedimen yang tersedia, dan lereng dari dasar perairan. Akresi pantai oleh sedimen halus sering diikuti tumbuhnya bakau yang berfungsi kemudian sebagai penguat endapan baru dari erosi atau longsor. Kecepatan akresi di beberapa pantai dikendalikan oleh intensifnya sedimentasi hasil erosi di hulu.
Persebaran Sumber Daya Mineral dan Energi di Indonesia
Pengertian Sumber Daya Mineral Sumber daya mineral (mineral resource) adalah endapan mineral yang diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. sumber daya mineral dengan keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang.
Macam-macam sumber daya mineral : 1. sumber daya mineral hipotetik (hypothetical mineral resource) adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan perkiraan pada tahap survei tinjau. 2. sumber daya mineral tereka ( inferred mineral resource) adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap prospeksi. 3. sumber daya mineral terunjuk (indicated mineral resource) adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap eksplorasi umum. 4. sumber daya mineral terukur (measured mineral resource) adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap eksplorasi rinci 5. sumber daya mineral pra kelayakan (prefeasibility mineral resource) adalah sumber daya mineral yang yang dinyatakan berpotensi ekonomis dari hasil studi pra kelayakan yang biasanya dilaksanakan di daerah eksplorasi rinci dan eksplorasi umum. 6. sumber daya mineral kelayakan (feasibility mineral resource) adalah sumber daya mineral yang yang dinyatakan berpotensi ekonomis dari hasil studi kelayakan atau suatu kegiatan penambangan yang biasanya sebelumnya dilakukan di ddaerah esplorasi rinci.
Persebaran Barang Tambang Indonesia Jenis sumber daya alam, beberapa daerah penghasilnya, manfaat, dan penggunaannya (Bachrawi Sanusi, 1984): 1. Minyak Bumi Terdapat di daerah Cepu, Blora dan Cilacap di Jawa Tengah, Sungai Gerong dan Plaju di Palembang, Dumai dan Sungai Pakning (Riau), Tanjung Pura, Langkat (Sumatera Utara), Tarakan, Balikpapan dan Kutai (Kalimantan Timur). Berbagai jenis hasil minyak bumi dimanfaatkan untuk bermacam-macam keperluan seperti: avtur untuk bahan bakar pesawat terbang, bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor, kerosin untuk bahan baku lampu minyak, solar untuk bahan bakar kendaraan diesel, LNG (Liquid Natural Gas) untuk bahan bakar kompor gas, oli ialah bahan untuk pelumas mesin, vaselin ialah salep untuk bahan obat, parafin untuk bahan pembuat lilin, aspal untuk bahan pembuat jalan 2. Batu Bara Banyak ditambang di Sawahlunto, Bukit Asam, dan Muara Enim (Sumatera Selatan), Muara Bungo (Jambi), Banjar (Kalimantan Selatan), Semenanjung Cenderawasih (Papua). Batu bara dimanfaatkan untuk bahan bakar industri dan rumah tangga. 3. Biji Besi Banyak terdapat di Gunung Tegak (Lampung), Pulau Sekubu (Kalimantan Selatan), Cilacap (Jawa Tengah). Dimanfaatkan sebagai bahan peralatan rumah tangga, pertanian dan lain-lain.
4. Tembaga Tembaga merupakan jenis logam yang berwarna kekuning-kuningan, lunak dan mudah ditempa. Penambangannya banyak terdapat di Cikotok (Jawa Barat), Tirtomoyo (Jawa Timur), Sangkarapi (Sulawesi Selatan), Kompara (Papua). 5. Bauksit Digunakan sebagai bahan dasar pembuatan alumunium. Penambangan yang terkenal terdapat di Pulau Bintan, Pulau Kayang dan Pulau Koyang (Kepulauan Riau), Singkawang (Jawa Barat). 6. Emas dan Perak Keduanya digunakan sebagai bahan perhiasan. Banyak ditambang di Cikotok (Jawa Barat), Meulaboh (NAD), Logas (Riau) dan Rejang Lebong (Bengkulu). 7. Marmer Kegunaannya sebagai bahan bangunan rumah atau gedung. Penambangan marmer banyak ditemukan di Jawa Timur, Yogyakarta, Lampung, Papua dan Sumatera Barat. 8. Belerang Digunakan untuk bahan korek api dan obat penyakit kulit. Banyak terdapat di daerah daerah vulkanik. Penambangan belerang yang terkenal adalah yang dilakukan di Kawah Ijen, Jawa Timur. 9. Yodium Untuk obat dan peramu garam dapur beryodium. 10. Nikel Sebagai bahan pelapis besi agar tidak mudah berkarat. 11. Gas Alam Digunakan sebagai bahan bakar kompor gas. Daerah daerah kaya akan gas alam yaitu di NAD, Riau, Kaltim dan Papua. 12. Mangan Dimanfaatkan dalam pembuatan pembuatan besi baja. 13. Grafit Bermanfaat dalam pembuatan pensil.
Persebaran Barang Tambang Indonesia yang Tidak Merata Dalam kenyataanya persebaran barang tambang di Indonesia tidak merata secara keseluruhan. Setiap daerah memiliki potensi masing-masing sesuai dengan kondisi alamnya. Tidak semua daerah memiliki sumber barang tambang yang sama. Keadaan ini disebabkan oleh dua faktor sebagai berikut: 1. Sejarah geologi masing-masing wilayah berbeda.
Masing-masing wilayah memiliki sejarah geologi yang berbeda, ini dapat ditunjukkan dengan kondisi alam disekitarnya. Yang paling mudah dijumpai ialah keadaan batuan dan kenampakan geomorfologi yang membentang di wilayah tersebut. Kenampakan seperti gunung berapi dan segala material yang pernah terhempas keluar akibat aliran lava. Selain itu adanya pegunungan lipatan akibat proses konvergensi maupun divergensi antar lempeng, kenampakan lainnya seperti bekas pengangkatan dasar laut hingga diatas permukaan air laut yang membentuk formasi karst. Dengan perbedaan tersebut maka mineral-mineral maupun energi yang terkandung di dalam perut bumi juga akan berbeda. 2. Belum adanya penelitian yang mendalam mengenai potensi-potensi tambang di suatu wilayah melalui penyelidikan geologi dan sumber daya mineral.
Penyelidikan geologi dan sumber daya mineral merupakan salah satu kegiatan dasar yang meliputi usaha inventarisasi, pemetaan dan eksplorasi bahan tambang. Kegiatan ini meliputi penyelidikan sumber daya mineral yang terdiri atas penyelidikan geofisika dan geokimia secara lebih terperinci, penyelidikan geologi tata lingkungan, penyelidikan gunung api, penyelidikan dan pemetaan geologi dengan skala yang lebih kecil serta penyelidikan geologi dan geofisika kelautan.
DAFTAR PUSTAKA Sumber internet http://muhammmadarifin.blogspot.com/2012/02/makalah-struktur-geologi-di- wilayah.html http://majalah1000guru.net/2013/10/persebaran-barang-tambang-indonesia/ http://www.slideshare.net/SresthaAnindyanari/persebaran-dan-pemanfaatan-sumber- daya-alam http://tulisandw.blogspot.com/2013/07/letak-indonesia-secara-umum.html http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/195901011989011- YAKUB_MALIK/KONDISI_FISIOGRAFI_DAN_GEOLOGI_REGIONAL_JAWA_B ARAT.pdf http://piba.tdmrc.org/book/export/html/65 Sumber buku Sudradjat, Adjat. 1999. Teknologi dan Manajemen Sumber daya Mineral. Bandung: Penerbit ITB.