Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTEK FITOKIMIA II

ISOLIS DAN IDENTIFIKASI


TERPENOID DARI KULIT
MAHKOTA DEWA
[Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]




Disusun oleh:

ALVIAN (1043050011)
MARTINA (1043050024)
YUS MARDIANA (10430500
WENNY BUDI YANTI (1043050037)



Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta
2014
I. TUJUAN : Mengisolasi 31 terpenoid dari kulit buah mahkota dewa

PENDAHULUAN
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl) merupakan tanaman obat yang sudah dikenal
dan saat ini semakin diminati masyarakat. Tanaman yang berasal dari Papua berkhasiat untuk
mengobati luka, diabetes, lever, flu, alergi, sesak nafas, desentri, penyakit kulit, diabetes, jantung,
ginjal, kanker, darah tinggi, asam urat, penambah stamina, ketergantungan narkoba, dan pemicu
kontraksi rahim. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl) termasuk dalam famili Thymelaece.
Tanaman ini bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun
sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman mahkota dewa masih belum diketahui. Menilik nama
botaninya (Phaleria papuana), banyak orang yang memperkirakan tanaman ini populasi aslinya dari
tanah papua Irian Jaya. Disana memang bisa ditemukan tanaman ini. Mahkota dewa tumbuh subur
ditanah yang gembur dan subur pada ketinggian 10-1200 mdpl.Tanaman mahkota dewa berupa perdu
menahun yang tumbuh tegak dengan tinggi 1-2,5 m. Batangnya bulat, permukaannya kasar, warnanya
cokelat, berkayu dan bergetah, percabangan simpodial. Daunnya tunggal, letaknya berhadapan,
bertangkai pendek, bentuknya lanset atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan
menyirip, permukaan licin, warnya hijau tua, panjang 7-10 cm, lebar 2-5 cm. Bunga keluar sepanjang
tahun, letaknya tersebar di batang atau ketiak daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih
dan harum. Buah mahkota dewa bentuknya bulat dengan diameter 3-5 cm. Permukaan buah licin, dan
beralur. Ketika muda, warna buah hijau dan setelah masak, warnanaya berubah menjadi merah.
Daging buah berwarna putih, berserat dan berair. Biji bulat, keras, berwarna cokelat. Berakar
tunggang dan berwarna kuning kecoklatan. Perbanyakan dengan cangkok dan bijinya.

I. Morfologi Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]

Tumbuhan mahkota dewa ini umumnya berupa pohon perdu. Tajuk pohon bercabang-cabang,
ketinggian pohonnya sekitar 1,5 2,5 m. Namun, jika dibiarkan bisa mencapai 5 m. Mahkota
dewa bisa sampai berumur puluhan tahun. Tingkat produktivitasnya mampu dipertahankan
sampai usia 10 hingga 20 tahun. Pohon mahkota dewa terdiri dari akar, batang, daun, bunga
dan buah. Akarnya berupa akar tunggang, panjang akar bisa mencapai 100 cm. Akar ini
belum terbukti bisa digunakan untuk pengobatan (Lisdawati, 2002).

1. Kulit dan daging buah
Saat masih muda, kulitnya berwarna hijau. Namun, saat sudah tua warnanya berubah menjadi
merah marun. Ketebalan kulit sekitar 0,1 1 mm. Daging buah berwarna putih. Ketebalan
daging bervariasi tergantung pada ukuran buah. Dalam pengobatan, kulit dan daging buah
tidak dipisahkan. Jika dimakan langsung akan menimbulkan bengkak di mulut, sariawan,
mabuk bahkan keracunan. Pemanfaatan kulit dan daging buah dianjurkan dengan cara
merebusnya terlebih dahulu.

2. Cangkang buah
Cangkang buah adalah batok pada biji. Jadi, cangkang ini bagian buah yang paling dekat
dengan biji. Cangkang buah berwarna putih, ketebalannya mencapai 2 mm. Rasa cangkang
buah juga sepet-sepet pahit, tetapi lebih pahit daripada kulit dan daging. Pemanfaatannya juga
dianjurkan dengan cara merebusnya. Cangkang ini lebih berkhasiat dibandingkan dengan
kulit dan daging buah.

3. Biji
Seperti bentuk buah, biji juga bulat, warnanya putih dan diameternya mencapai 2 cm. Biji ini
sangat beracun, jika tergigit akan menyebabkan lidah kaku, mati rasa dan meriang. Oleh
karena itu biji hanya digunakan untuk obat luar yaitu sebagai obat oles. Pemanfaatan biji
dilakukan dengan cara mengeringkan dan menyangrainya sampai gosong.

II. Klasifikasi Tanaman :
Tanaman mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] secara taksonomi
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-diviso : Angiospermae
Kelas : Dcotyledoneae
Ordo : Mytales
Famili : Thymelaeaceae
Genus : Phaleria
Species : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]

III. Manfaat dan Tujuan
Bagian tanaman mahkota dewa yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daun, daging, dan
kulit buahnya. Daun dan kulit buah bisa digunakan segar atau yang telah dikeringkan,
sedangkan daging buah digunakan setelah dikeringkan.
Dr. Regina Sumastuti, Farmakolog dari Fakultas Kedokteran UGM, menemukan kandungan
zat kimia dalam mahkota dewa antara lain zat anti histamin yang mampu mencegah alergi
seperti biduran, gatal-gatal, salesma dan sesak nafas. Di samping itu, mahkota dewa
mengandung zat oxytosin dan sintosinon yang merangsang kerja otot rahim yang
memudahkan proses melahirkan persalinan.
2)

Sementara itu menururt hasil penelitian Dra. Vivi Lisdawati Msi,Apt dari FMIPA Universitas
Indonesia, membuktikan bahwa kandungan senyawa kimia golongan alkaloid, terpenoid,
lignin (polifenol), flavanoid dan juga senyawa resin dalam mahkota dewa adalah golongan
senyawa kimia yang berkaitan dengan aktivitas anti kanker dan antioksidan. Namun
demikian, menurut Dra. Vivi Lisdawati Msi,Apt, berdasarkan hasil pengujian ekstrak
mahkota dewa memiliki toksisitas yang sangat tinggi sehingga pemanfaatannya sebagai obat
tradisional harus dengan takaran yang sangat berhati-hati.
4)

Dari beberapa pengujian tersebut diatas, telah dapat dibuktikan bahwa mahkota dewa
memiliki khasiat sebagai anti oksidan dan anti kanker. Oleh karena itu, dapat memperkuat
data-data empiris yang ada sehingga pemanfaatan mahkota dewa sebagai suatu obat alternatif
sitostatika dapat menjadi lebih optimal.
5)


Cara Pemakaian Simplisia :
1. Pemakaian Oral
Belah 3 buah Mahkota dewa segar, buang bijinya, lalu iris tipis-tipis dan jemur
sampai kering. Rebus simplisia ini dengan 1 liter air dengan api besar. Setelah
mendidih, kecilkan api dan rebus sampai airnya tersisa -nya. Setelah dingin, saring
dan minum airnya sehari 2 kali.
1)

Rebus kulit buah mahkota dewa yang sudah dikeringkan (15 g) dengan 2 gelas air
sampai mendidih selama 15 menit. Setelah dingin, saring dan minum airnya sekaligus.
Lakukan 2-3 kali sehari.
3)

2. Pemakaian topikal / luar
Cuci daun mahkota dewa segar secukupnya, lalu giling sampai halus. Tempelkan pada bagian
yang sakit, lalu balut. Ganti 2-3 kali dalam sehari.
3)


Kegunaan Mahkota dewa meliputi:
Menurut Harmanto (2001) buah mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin, flavonoid,
dan polifenol dan ekstrak daunnya dapat memberikan efek antihistamin (Siswono, 2001).
Daging buah mahkota dewa mempunyai efek hipoglikemik (dapat menurunkan kadar gula
dalam darah). Berdasarkan hasil penelitian dapat ditunjukkan bahwa daging buah mahkota
dewa menghasilkan efek antihipoglikemik dengan dosis 241,35 mg/kg berat badan (Primsa,
2002).


Menurut Sumastuti (2002) daun serta buah mahkota dewa mengandung saponin dan
flavonoid yang mempunyai efek antihistamin. Secara invitro dan metode Magnus yang
dimodifikasi pada berbagai ekstrak daun buah muda, buah tua mahkota dewa mampu
menurunkan kontraksi histamin murni pada ileum marmot terisolasi. Mahkota dewa juga
memberikan efek terhadap uterus, efek sitosik pada sel kanker rahim, efek hipoglikemik,
hepatoprotektor, antiinflamasi, histopatologik pada hati, ginjal, lambung, ovarium, uterus,
pankreas, serta antibakteri. Secara in vitro dan in vivo juga dapat memberikan efek
hipoglikemik sebagai inhibitor -Glucosidase, terutamaa pada ekstrak n-butanol buah muda
dan yang sudah masak, ekstrak etil asetat, dan metanol (Sugiwati, 2006). Ekstrak kloroform,
petroleum eter, etanol, dan air memberikan efek toksisitas akut pada Larva Artemia salina
Leach yang diduga kuat merupakan senyawa terpenoid, saponin, dan flavonoid
(Puspaningsih, 2003). Lisdawati (2002) juga telah melakukan pengujian terhadap kadar
toksisitas ekstrak daging buah dan kulit
biji dengan melihat tingkat kematian terhadap larva Artemia salina Leach setelah diinkubasi
selama 24 jam. Hasil menunjukan bahwa toksisitas yang sangat tinggi yang menyebabkan
kematian 50% larva udang (LC50) berkisar antara 0,161511,8351 g/mL. Ekstrak mahkota
dewa juga mampu menghambat pertumbuhan sel Leukimia L1210 sebesar 50 % setelah masa
inkubasi 48 jam (IC50) sangat rendah, yaitu <10 g/mL (4,997,71 b/mL). Secara klinis
fraksi air dan etil asetat daging buahnya mampu meningkatkan kelarutan kalsium pada batu
ginjal hingga 1,50 mg/mL (Damayanti, 2004). Ekstrak air juga memberikan efek angiogenik.
Hasil uji toksisitas terhadap hasil fraksinasi ekstrak kloroform biji mahkota dewa pada
Artemia salina Leach dapat ditunjukkan bahwa senyawa antikanker yang ditemukan
termasuk senyawa alkaloid, terpenoid, dan polifenol (Mursiti, 2002). Menurut Utami (2003),
pada ekstrak metanol biji mahkota dewa ditemukan senyawa flavonoid dari golongan
khalkon. Biji mahkota dewa juga mengandung 3 asam lemak yang terdiri dari asam palmitat,
asam oleat, dan asam linoleat (Astuti, 2006). Sedangkan Kulit buahnya mengandung
flavonoid dan ekstrak kloroformnya juga ditemukan senyawa alkaloid dan terpenoid.

IV. Komposisi dan Kandungan Kimia
Di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin,
flavonoid, dan ekstrak kloroformnya juga ditemukan senyawa terpenoid (Gotawa
dkk., 1999). Buah mahkota dewa dilaporkan mengandung anti-histamin
(Sumastuti, 2002).
Sedangkan daging buah dan cangkang biji mengandung zat-zat aktif seperti :
Alkaloid : berfungsi sebagai detoksifikasi yang dapat menetralisir
racun-racun di dalam tubuh.
Saponin :
1. Menjadi sumber anti-bakteri dan anti-virus
2. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
3. Meningkatkan vitalitas
4. Mengurangi kadar gula dalam darah
5. Mengurangi penggumpalan darah

Flavanoid :
o Melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya
penyumbatan pada pembuluh darah.
o Mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penimbunan lemak pada
dinding pembuluh.
o Mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner.
o Mengandung anti-inflamasi (anti-radang)

Steroid : Meningkatkan metabolisme hormonal tubuh
Polifenol : Berfungsi sebagai anti-histamin


V. Teori:
Secara umum, kandungan metabolit sekunder dalam bahan alam hayati
dikelompokkan berdasarkan sifat dan reaksi khas tertentu suatu metabolit sekunder dengan
pereaksi tertentu.
Atas dasar ini, kandungan metabolit sekunder dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Alkaloid
2. Triterpenoid/ steroid
3. Flavonoid
4. Fenolik
5. Saponin
6. Kumarin
7. Zat warna kuinon

1. Alkaloid
Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus fungsi amin.
Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang mengandung 1/
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid biasanya beracun, jadi banyak digunakan dalam bidang pengobatan.
Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk
kristal tapi hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar.
Alkaloid yang paling umum adalah asam amino, alkaloid merupakan suatu golongan
heterogen.
Pada umumnya, alkaloid tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan,
lumut dan tumbuhan rendah. Sebagai basa, alkaloid biasanya diekstrasi dari tumbuhan
dengan pelarut alkohol yang bersifat asam lemah (HCL/ H
2
SO
4
) kemudian
diendapkan dengan amonia pekat.
Suatu sampel yang mengandung alkaloid setelah drx akan berwarna merah.

2. Triterpenoid/Steroid
Kelompok senyawa turunan asam nevalonat.
Yang merupakan kerangka dasarnya adalah sistem cincin siklopentana. Dahulu
steroid terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormon kelamin, asam
empedu), tetapi sekarang banyak ditemukan dalam jaringan tumbuhan.
Steroid umumnya terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai glukosa sederhana.
Steroid tersebar luas dalam biji-bijian.
Golongan-golongan dari steroid ini :
- Saponin, merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun
- Glikosida jantung, contohnya Oleandrin, racun daun nerium
oleander.
3. Flavonoid
Kelompok senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6.
Fenil propaniod adalah senyawa fenol alam yang mempunyai cincin aromatik dengan
rantai samping terdiri atas 3 atom karbon.
Senyawa ini turunan asam amino protein aromatik, yaitu fenil propanoid, yang
merupakan fenil propanoid adalah Hidrogsikumarin, fenil propena dan lignan.
4. Fenolik
Kelompok senyawa aromatik dengan gugs fungsi hidroksil.
Fenol ini sangat peka terhadap oksidasi enzimdan hilang pada proses isolasi akibat
kerja enzim fenolase dalam tumbuh-tumbuhan.
Semua senyawa fenol merupakan senyawa aromatik sehingga semuanya
menunjukkan sarapan kuat didaerah spektrum UV.
5. Saponin
Kelompok senyawa dalam bentuk glikosida terpenoid/steroid.
Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstrasi tumbuhan/waktu memekatnya
ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin.
Bila dalam tumbuhan terdapat banyak saponin sukar untuk memekatkan ekstrak
alkohol air dengan baik, walaupun dengan penguap putar, karena itu uji saponin yang
sederhana adalah mengocok ekstrak alkohol air dari tumbuhan tersebut.
Saponin kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak atau karena rasanya
manis (gliserin) dari akar manis. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak
saponi yang mempunyai satuan gula sampai 5 komponen yang umumnya glukuronat.
6. Kumarin
Kelompok senyawa fenil propanoid dengan kerangka benzen dan piron C6-C3.
Kumarin biasanya terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dan digunakan sebagai obat-
obatan.
7. Zat warna Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor
pada benzo kuinon, yang terdiri atas 2 gugus karbonil dan berkonyugasi dengan
ikatan rangkap.
Warna pigmen kuinon beragam muali dari kuning pucat sampai hampir hitam, pigmen
ini sering terdapat dalam kulit, akar atau dalam jaringan lain (daun).

METODA EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi
disebut ekstrak.
Teknik yang digunakan dalam ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan
dengan dua cara :
a) Ekstraksi cara dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung,
Tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena
pemanasanan.
Jenis ekstraksi dingin adalah :
1. Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan
beberapa kali pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metoda ini
dengan cara merendam sample dengan sekali-sekali dilakukan pengocokan.
Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti
dengan pelarut baru. Ada juga maserasi kinetik yang merupakan metode
maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi yang ini agak jarang
dipakai.
2. Perkolasi merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu
ruangan. Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan bahan, maserasi antara,
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus
sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya satu sampai lima kali volume bahan.

b) Ekstraksi cara panas.
Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara
otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin. Metodanya
adalah:
1. Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih pelarut
tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya
pendingin balik (kondensor). Umumnya dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan
proses pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna, ini bahasa
buku lagi. Prosedurnya: masukkan sampel dalam wadah, pasangkan kondensor,
panaskan. Pelarut akan mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai
senyawa murni dan kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah,
mengekstraksi lagi dan begitu terus. Proses umumnya dilakukan selama satu jam.
2. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan
dengan adanya pendingin balik (kondensor). Disini sampel disimpan dalam alat
Soxhlet dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam wadah yang di panaskan,
yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut terdinginkan dalam kondensor dan
pelarut dingin inilah yang selanjutnya mengekstraksi sampel.
3. Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) yang dilakukan
pada suhu lebih tinggi dari suhu ruangan, secara umum dilakukan pada suhu 40
o
C
50
o
C.
4. Infusa merupakan proses ekstraksi dengan merebus sample (khusunya simplisia)
pada suhu 90
o
C
5. Dekok adalah infuse pada waktu yanglebih lama ( sekitar 30 menit) dan temperature
sampai titik didih air.

PELARUT

Pelarut yang umumnya digunakan adalah air dan pelarut organic. Pelarut organic
dibagi berdasarkan kepolaranya, antara lain n-Heksan (non-polar) , petroleum eter,
Kloroform, etil asetat (semi polar), methanol, etanol, butanol (polar). Masing masing
kelompok senyawa kimia memiliki kelarutan yang berbeda, pelarut polar melarutkan
senyawa yang polar dan pelarut non polar melarutkan senyawa yang non polar.


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Kromatografi adalah prosedur pemisahan zat terlarut melalui proses migrasi diferensial
dinamis yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara
berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat tersebut menunjukkan adanya
perbedaan mobilitas yang disebabkan adanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan,
tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion.
Proses kromatografi terdiri dari dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak
membawa zat terlarut melalui media hingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang terelusi
lebih awal atau akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melalui media pemisah oleh aliran suatu
pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai
penyerap seperti silika gel dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut
sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak.
Penetapan letak bercak yuang dihasilkan kromatografi kertas atau lapis tipis letaknya dapat
ditetapkan dengan:
1. Pengamatan visual
2. Pengamatan dengan cahaya UV
3. Disemprot/penampak noda yang sesuai
4. Pancacah Gelger Muller atau teknik autodiografi atau terdapat zat radioaktif.

PENAPISAN FITOKIMIA

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap senyawa kimia golongan alkaloid, flavonoid,
fenol, saponin, tannin dan sterol-triterpenoid, serta lemak dan glikosida.
No. Reaksi U ji Identifikasi Teori
Gambar Percobaan

1 Pemeriksaan Tannin:
Sari etil asetat tanbahkan 3 tetes FeCl
3

Biru kehijaun/hijau
tua
2
Pemeriksaan Gula Pereduksi:
Sari etil asetat tanbahkan 2 tetes Fehling A+B, panaskan di
penangas air.
Endapan merah bata


3 Pemeriksan Alkaloid:
Simplisia halus tambahkan CHCl3 tambahkan NH4OH
tambahkan HCl 2N/H2SO4 2N, kocok, ambil lapisn asam,
bagi menjadi 4 tabung:
Tabung:
1. Sebagai pembanding
2. + Mayer
3. + Dragendorof
4. + Bouchardad






Endapan putih
Endapan jingga
Endapan coklat
4 Pemeriksaan Emodol:
Sari etil asetat dipekatkan kemudian dinginkan, tambahkan
NH4OH 25%, kocok
Warna Merah


5 Pemeriksaan Flavonoid:
Sari etil asetat tambahkan HCl P tambahkan logam Mg
terbentuk warna merah, dinginkan. Tambahkan amil
alkohol dikocok:
- Warna merah, naik ke atas
- Warna merah tetap di bawah
Flavonoid
Tannin

6 Pemeriksaan Kumarin:
Ekstrak diuapkan sampai kering tambahkan air panas,
dinginkan. Bagi menjadi dua bagian tabung.
Tabung ke 1 sebagai pembanding
Ke 2. ditambahkan amonia 10 %
Lihat dibawah uv
Terdapat fluoresensi
kehijauan/kebiruan
7
Pemeriksaan Steroid dan Triterpenoid:
Sari etilasetat diuapkan sampai kering ditambahkan asam
asetat anhidrat dan CHCl3 tambahkan H2SO4 P melalui
dinding tabung reaksi.

Ekstrak dalam plat tetes tambahkan H2SO4 P tambahkan
asam asetat anhidrat.
Steroid: Cincin hijau/
biru
Terpen: Cincin
hijau/merah

Terpen: Ungu,
merah, coklat.
Steroid: Hijau, biru















VI. ALAT ALAT

- Erlenmeyer, penjepit tabung reaksi, kaca arloji
- Penangas air, cawan uap, pipet, corong.

VII. Bahan

- Simplisia kulit buah mahkota dewa yang telah dihaluskan
- Pelarut heksan, kloroform, methanol.
- Pereaksi mayer, dragendroff, bouchardad, HCl
(p)


VIII. Pembuatan serbuk/simplisia kulit buah mahkota dewa

Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] diambil kulit buahnya
kemudian cuci dengan air mengalir sampai bersih dari kotoran, kemudian dipotong
menjadi ukuran lebih kecil. Proses pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu
40
o
C 60
o
C, kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk menggunakan blender dan
diayak dengan pengayak nomor 22 atau pengayak nomor 60 sehingga didapat serbuk
agak kasar.

* Proses pengeringan dimaksudkan untuk mengurangi kadar air, menghentikan reaksi
enzimatis, dan mencegah tumbuhnya jamur atau cendawan sehingga dapat disimpan lebih
lama dan tidak mudah rusak sehingga komposisi kimianya tidak mengalami perubahan.
* Bahan kering yang diperoleh digiling dengan blender sehingga diperoleh serat halus kulit
buah mahkota dewa. Ukuran bahan yang akan diekstrak dapat mempengaruhi efisiensi
ekstraksi. Ukuran bahan yang terlalu besar mengakibatkan kontak antara komponen yang
akan dipisahkan lebih kecil. Jika ukuran bahan lebih kecil, maka pelarut lebih mudah
berinteraksi dengan komponen yang akan dipisahkan.

IX. CARA KERJA

1. Skrining fitokimia
2. Isolasi metoda soklet
a) Timbang sebanyak 30 gr simplisia kulit buah mahkota dewa yang sudah dalam bentuk
serbuk. Masukan kedalam alat sokhlet yang telat dilapisi kertas saring, lalu masukkan
pelarut heksana sebanyak 300 ml kedalam labu alas bulat 500 ml dan dipanaskan
sampai diperoleh pelarut heksan yang jernih.
b) Ampas mahkota dewa hasil ekstraksi heksan disokhlet lagi dengan pelarut etil asetat,
dengan cara yang sama.
c) Proses ekstraksi dilakukan sampai 8 kali dengan cara yang sama.
d) Pekatkan sari etil asetat mahkota dewa dengan rotary evaporatory sampai diperoleh
ekstrak kental.
e) Hitung rendamen.

3. Kromatografi lapis tipis, dengan berbagai eluen
4. Kromatografi kolom
Tujuan: Untuk mencari noda warna yang sama guna untuk pemurnian.



X. Pembahasan

Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksana dimaksudkan untuk
memisahkan senyawa-senyawa non polar yang terdapat dalam kulit buah mahkota
dewa. Pelarut ini termasuk pelarut non polar, sehingga dapat melarutkan senyawa-
senyawa non polar yang terdapat di dalam kulit mahkota dewa. Pelarut n-heksana
yang digunakan untuk memisahkan senyawa non polar sebanyak 300 mL. Ekstraksi
berlangsung terus-menerus sampai fraksi n-heksana menjadi tidak berwarna.
Ekstraksi berlangsung selama 5 jam atau 8 kali dengan cara yang sama. Agar
pemisahan lebih optimal, ekstrak didiamkan selama satu malam. Pemanasan
dihentikan ketika soxhlet mendekati penuh, sehingga pada saat didiamkan selama 1
malam residu dalam keadaan terendam n-heksana. Karena sifat pelarut n-heksana
adalah non polar bisa menarik senyawa non polar pada kulit mahkota dewa sehingga
komponen Terpenoid pada kulit mahkota dewa bisa diesktraksi secara sempurna.

a. Perhitungan rendamen
Nilai rendemen didaptkan dengan cara membagi bobot ekstrak kental dengan bobot
awal simplisia. Dari perhitungan rendamen ini dapat diketahui nilai kesetaraan tiap g
ekstrak kental simplisia. Nilai rendamen dihitung dengan cara:
Rendamen ekstrak (%) =


x 100%

b. Susut pengeringan ekstrak
Susut pengeringan ekstrak merupakan suatu metode pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang
dinyatakan sebagai nilai persen. Parameter ini untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Uji susut
pengeringan dilakukan dengan cara ditimbang seksama 2 g ekstrak dalam krus yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan 105C selama 30 menit dan telah
ditara. Ekstrak dalam krus diratakan dengan menggoyangkan krus hingga merupakan
lapisan yang rata kemudian dimasukan dalam oven, dibuka tutupnya, keringkan
beserta tutupnya pada suhu 105C selama satu jam. Krus harus segera ditutup jika
oven dibuka. Krus dimasukan eksikator selama 30 menit, biarkan dingin, kemudian
ditimbang. Pengeringan dilanjutkan pada 105C sampai bobot tetap (Depkes,
2000:13).
Uji KLT digunakan untuk mencari noda warna yang sama guna untuk pemurnian.
Fase diam yang digunakan adalah Silika Gel F 254. Tiap sampel dan pembanding
ditotolkan pada plat KLT sebanyak 10 totol. Pembanding digunakan untuk
memastikan bahwa senyawa sampel yang diuji mengandung senyawa atau gugus
dasar yang sama dengan pembanding jarak elusi. Prinsip pemisahan dengan
menggunakan metode KLT ini yaitu didasarkan pada distribusi senyawa yang akan
dipisahkan terhadap fase gerak dan fase diamnya. Distribusi ini bergantung pada
kepolaran dari masing-masing komponen dimana masing-masing komponen memiliki
polaritas yang berbeda-beda.




DAFTAR PUSTAKA


1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30132/4/Chapter%20II.pdf
2. http://digilib.unila.ac.id/102/8/BAB%202.pdf
3. EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria
papuana)
SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans SECARA In Vitro
Nur Permatasari, Sri Winarsih, Dyah Ayu Larasati
4. JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, April 2008, hal. 23-28 Vol. 6, No.
1 ISSN 1693-1831
Identifikasi senyawa kimia dalam buah Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa),
Thymelaceae,PARTOMUAN SIMANJUNTAK.Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI,
Jalan Raya Bogor Km 46 Cibinong 16911.Diterima 28 Januari 2008, Disetujui 1 April
2008
5. Dalimartha Setiawan, 2003, ATLAS Tumbuhan Obat Indonesia, jilid 3, Puspa swara,
hal 64.
6. Harmanto Ning,2004, Mahkota Dewa panglima Penakluk Kanker, Agromedia
Pustaka.
7. Anonim,2006, serial tanaman Obat Mahkota dewa, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Deputi bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen Direktorat Obat Asli Indonesia.
8. Winarto, W.P. 2003, Mahkota Dewa Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat,
penerbit Swadaya
9. Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jakarta: Direktorat. Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan.

Anda mungkin juga menyukai