Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah mengukur konsentrasi Ammonium
(NH
4
+
) yang terdapat dalam sampel air.
1.2 Metode Percobaan
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah metode spektrofotometri.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip yang digunakan padapercobaaniniadalah NH
4
+
dalam suasana basa dengan
pereaksi Nessler membentuk senyawa komplek yang bewarna kuning sampai
coklat.Intensitas warna yang terjadi diukur absorbannya pada panjang gelombang
420 nm.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling
Pada praktikum kali ini, praktikan mengambil sampel air sawah. Air sawah yang
diambil yaitu air sawah di Lambuang Bukik. Pengambilan sampel dilakukan pada
hari Rabu, 15 Oktober 2014 pada pukul 16.25 WIB. Titik koordinat tempat
pengambilan sampel adalah 0
o
55 14,50 LS dan 100
o
26 16,48 BT dengan
elevasi 135 m di atas permukaan laut. Pengambilan sampel air pada satu titik
dilakukan dengan cara mengambil air dari aliran pembuangan sawah
menggunakan ember, kemudian air dimasukkan ke dalam botol sampel dengan
cara membenamkan botol sampel tersebut ke dalam ember dan di isi air sampel.
Cuaca saat pengambilan sampel dalam keadaan gerimis. Kondisi air sawah tempat
pengambilan sampel sedikit keruh. Di sekitar sawah tidak terdapat pemukiman
penduduk.
2.2 Teori
2.2.1 Umum
Ammonium adalah senyawa kimia dengan rumus NH
4
+
. Senyawa ini biasanya
berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau Ammonium) walaupun
Ammonium memiliki sumbangan yang penting bagi keberadaan nutrisi di bumi.
Ammonium sendiri adalah senyawa kaustik (menimbulkan iritasi atau
rangsangan) dan dapat merusak kesehatan. MolekulAmmonium mempunyai
bentuk segitiga.Ammonium terdapat di atmosfer dalam kuantitatif yang kecil
akibat perebutan bahan organik. Ammonium juga dijumpai di dalam tanah, dan di
tempat berdekatan dengan gunung berapi. Oleh karena itu, Ammonium juga
terdapat di planet dan satelit lain (Mendez, 2010).
2.2.2 Sumber Ammonium
Ion Ammonium adalah produk limbah dari metabolisme pada hewan. Dalam
invertebrata ikan dan air, senyawa ini dikeluarkan langsung ke dalam air. Pada
mamalia, hiu, dan amfibi, ia diubah dalam siklus urea untuk urea karena urea
kurang beracun dan dapat disimpan lebih efisien. Ammonium merupakan sumber
penting dari nitrogen untuk banyak jenis tanaman, terutama yang tumbuh di tanah
hipoksia. Namun, juga beracun untuk jenis tanaman yang paling dan jarang
digunakan sebagai sumber nitrogen utama (Ahmad, 2004).
Ammonium adalah bahan kimia yang paling banyak dihasilkan. Sebelum Perang
Dunia Pertama, Ammonium diperoleh dengan menyulingkan sayur dan hewan
bernitrogen, atau pereputan garam-garam Ammonium dengan hidrooksida alkali.
Proses Haber (dikenali sebagi Haber-Bosch Process dalam Bahasa Inggris)
diciptakan oleh dua orang ahli sains Jerman, Fritz Haber dan Carl Bosch pada
1909. Pada Perang Dunia Pertama, tentera Jerman menggunakan cara ini untuk
menghasilkan Ammonium. Kemudian Ammonium digunakan untuk
menghasilkan asam nitrit, yang digunakan untuk menghasilkan bahan letupan.
Proses ini menggunakan sedikit bahan. Bahannya adalah hidrogen serta nitrogen
yang didapatkan di atmosfer dan gas asli. Jadi, suhu yang sesuai adalah suhu yang
membenarkan penghasilan Ammonium, dan pada masa yang sama menyokong
reaksi. Tekanan tinggi menghasilkan molekul Ammonium (Ahmad, 2004).
2.2.3 Dampak Ammonium
Ammonium merupakan gas bertekanan tinggi dan bersifat racun, akspisian,
korosif dan mudah terbakar. Gas tersebut harus disimpan dalam silinder
bertekanan dalam keadaan terlindung, bebas panas dan goncangan, terikat kuat
serta bebas dari kebocoran keran (Imamkhasani, 1991).
Ammonium mudah terbakar. Jika ditelan, Ammonium menyebabkan diare dan
pusing. Larutan padat Ammonium menyebabkan sakit mata dan kulit. Jika
keracunan Ammonium juga dapat merusak pernapasan. Menghirup senyawa ini
pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pembengkakan saluran pernapasan.
Terkena Ammonium pada konsentrasi 0,5% (v/v) selama 30 menit dapat
menyebabkan kebutaan (Hermanto, 2007).
Sifat toksin amoniak sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Pada nilai pH yang rendah
amoniak akan bersifat toksin jika terdapat dalam kadar yang tinggi, sedangkan
pada pH yang tinggi akan bersifat toksin walaupun dalam kadar yang sedikit. Hal
ini disebabkan karena amoniak berada dalam bentuk yang tidak terionisasi
(Imamkhasani, 1991).
Ammonium dapat digunakan untuk pembersih, pemutih dan mengurangi bau
busuk. Larutan pembersih yang dijual kepada konsumen menggunakan larutan
Ammonium hidroksida cair sebagai pembersih utama. Dalam penggunaannya
haruslah berhati-hati karena penggunaan untuk jangka waktu yang lama dapat
mengganggu pernapasan (Mendez, 2010).
Ammonium sangat sesuai digunakan sebagai bahan penyejuk udara, karena
Ammonium mudah menukar bentuk cair dalam tekanan. Oleh sebab itu,
Ammonium digunakan dalam hampir semua penyejuk udara sebelum penciptaan
penyejuk udara yang menggunakan freon. Freon tidak merangsangkan dan tidak
toksik, tetapi freon dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon. Saat ini,
penggunaan Ammonium sebagai bahan penyejuk udara meningkat lebih banyak
dibandingkan dengan freon (Mendez, 2010).
2.2.4 Pengolahan Ammonium
Pengolahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi tingginya kadar Ammonium
pada badan air adalah proses nitrifikasi yaitu proses penurunan atau penghilangan
zat amoniak (Hermanto, 2007).
Neptunia oleracea mampu toleran hidup dan berkembang dengan baik pada
limbah cair dengan kadar amoniak 80 ppm. Pertumbuhan Neptunia olercea
Lour.yang terbaik pada kadar amoniak 20 ppm yaitu pertambahan berat segar
sebesar 41,55 gram dan kecepatan pertumbuhan 1,39 gram perhari. Neptunia
oleracea berpotensi dikembangkan sebagai agen fitoremediasi limbah cair
amoniak dari industri pupuk (Hermanto, 2007)).
2.2.5 Metode Spektrofotometri
Metode yang digunakan pada Ammonium adalah menggunakan spektofotometri.
Warna dari sampel yang disaring merupakan penggambaran sensasi yang
direalisasikan saat melihat sampel. Warna (merah, hijau, kuning, dan lain-lain)
ditunjukkan dengan panjang gelombang dominan, tingkat kecerahan dengan
pencahayaan, dan saturasi/kejenuhan dengan kemurnian. Nilai-nilai terbaik
ditentukan oleh karakteristik transmisi cahaya dari sampel yang menggunakan
spektrofotometer (Greenberg, 1992).
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Cahaya
yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan
materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron
valensi (Hanief, 2011).
Komponen utama spektrofotometri adalah (Hanief, 2011):
1. Sumber Cahaya;
2. Pengatur Intensitas;
3. Monokromator;
4. Kuvet;
5. Detektor;
6. Penguat (amplifier).
Jenis-jenis spektrofotometri antara lain (Hanief, 2011):
1. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah
cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik
yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak
adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita,
entah itu putih, merah, biru, hijau, apapun, selama ia dapat dilihat oleh mata,
maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible).
2. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)
Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu
deuterium. Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop
hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah di laut dan daratan. Inti atom
deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya
memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron.
3. Spektrofotometri UV-VIS
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan
Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV
dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah
menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu
photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Kemudahan metode ini
adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak
berwarna.
4. Spektrofotometri Infra Red (IR)
Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri ini berdasar pada
penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya infra merah terbagi
menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh. Infra merah pada
spektrofotometri adalah infra merah jauh dan pertengahan yang mempunyai
panjang gelombang 2.5-1000m.
Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki prinsip kerja
yang sama yaitu adanya interaksi antara materi dengan cahaya yang memiliki
panjang gelombang tertentu. Perbedaannya terletak pada panjang gelombang yang
digunakan (Hanief, 2011).
Cara kerja dari spektrofotometri adalah (Hanief, 2011):
1. Sumber cahaya polikromatis masuk ke dalam monokromator (disini terjadi
penyebaran cahaya);
2. Dari monokromator kemudian keluar menuju ke sel sampel, pada sel sampel
ini terjadi proses penyerapan cahaya oleh zat yang ada dalam sel sampel
(dimana cahaya yang masuk lebih terang dibandingkan cahaya setelah keluar);
3. Selanjutnya cahaya ditangkap oleh detektor dan mengubahnya menjadi arus
listrik.










BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Labu ukur 100 ml;
2. Labu ukur 50 ml;
3. Labu ukur 20 ml;
4. Pipet takar 10 ml;
5. Bola hisap;
6. Pipet tetes;
7. Labu semprot;
8. Kuvet spektro;
9. Rak tabung reaksi;
10. Spektrofotometer.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Garam Seignette;
2. Pereaksi Nessler;
3. Larutan stock standar NH
4
+
1000 ppm;
4. Aquadest;
5. Sampel uji.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Larutan Standar
Cara kerja yang dilakukan untuk larutan standar yaitu:
1. Larutan standar NH
4
+
1000 ppm diencerkan menjadi 100 ppm;
2. Dibuat larutan standar NH
4
+
0,00; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 ppm, dengan cara
melakukan pengenceran dari larutan standar NH
4
+
100 ppm;
3. Diambil 25 ml dari masing-masing larutan standar tersebut di atas, kemudian
dikerjakan sama seperti sampel.
4. Kemudian dibuat kurva kalibrasi antara absorban vs konsentrasi dan slope
(ppm/unit absorban).
4.3.2 Sampel
Cara kerja yang dilakukan untuk sampel yaitu:
1. 25 ml contoh air yang jernih (kalau keruh harus disaring);
2. Ditambahkan 1-2 tetes pereaksi Garam Seignette;
3. Ditambahkan 0,5 ml pereaksi Nessler;
4. Dikocok dan dibiarkan selama 10 menit;
5. Warna kuning yang terjadi diukur intensitasnya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 420 nm.
3.4 Rumus
1. Rumus Pengenceran
M
1
.V
1
= M
2
.V
2
2. Rumus Regresi Linear Kurva
y = a + bx
a =


2
i
2
i
i i i
2
i i
x x n
y x x x y


b =


2
i
2
i
i i i i
x x n
y x y x n


Keterangan:
a = intersep
b = koefisien regresi/slop
y = nilai absorban
x = konsentrasi larutan (ppm)





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
4.1.1 Data Larutan Standar
Tabel 4.1 Larutan Standar
Konsentrasi (ppm) Absorban
0,0 0,000
1,0 0,020
2,0 0,046
3,0 0,085
4,0 0,097
5,0 0,126
4.1.2 Sampel
Tabel 4.2 Sampel
Konsentrasi (ppm) Absorban
X
1
0,122

4.2 Perhitungan
1. Pengenceran Larutan Standar
Diketahui : Konsentrasi larutan induk 1000 ppm (M
1
)
Ditanya : Volume larutan induk (V
1
) jika konsentrasi larutan standar (M
2
) 100
ppm kedalam labu 100 ml (V
2
) dan 0,5 ppm, 1,0 ppm, 1,5 ppm, 2,0
ppm, dan 2,5 ppm ke dalam labu 50 ml (V
2
)
Jawab : Rumus Pengenceran M
1
.V
1
= M
2
.V
2

a. Pengenceran 1000 ppm ke 100 ppm (M
2
= 100 ppm)
M
1
.V
1
= M
2
.V
2

1000 ppm.V
1
= 100 ppm.100 ml
V
1
= 10 ml




b. Pengenceran 100 ppm ke 1 ppm (M
2
= 1 ppm)
M
1
.V
1
= M
2
.V
2

100 ppm.V
1
= 1 ppm.50 ml
V
1
= 0,5 ml
c. Pengenceran 100 ppm ke 2 ppm (M
2
= 2 ppm)
M
1
.V
1
= M
2
.V
2

100 ppm.V
1
= 2 ppm.50 ml
V
1
= 1 ml
d. Pengenceran 100 ppm ke 3 ppm (M
2
= 3 ppm)
M
1
.V
1
= M
2
.V
2

100 ppm.V
1
= 3 ppm.50 ml
V
1
= 1,5 ml
e. Pengenceran 100 ppm ke 4 ppm (M
2
= 4 ppm)
M
1
.V
1
= M
2
.V
2

100 ppm.V
1
= 4 ppm.50 ml
V
1
= 2 ml
f. Pengenceran 100 ppm ke 5 ppm (M
2
= 5 ppm)
M
1
.V
1
= M
2
.V
2

100 ppm.V
1
= 5 ppm.50 ml
V
1
= 2,5 ml
Tabel 4.3 Absorban Larutan Standar
Konsentrasi
(ppm) (x
i
)
Absorban (y
i
) x
i
.y
i
x
i
2
0,0 0,000 0,000 0,00
1,0 0,020 0,020 1
2,0 0,046 0,092 4
3,0 0,085 0,255 9
4,0 0,097 0,388 16
5,0 0,126 0,630 25
= 15 = 0,374 = 1,385 = 55




Masukkan nilai x dan y ke dalam persamaan agar didapat nilai a dan b
a =


2
i
2
i
i i i
2
i i
x x n
y x x x y


a =
(0,374)(55)- (15)1,385
6 (55)- 225

a = - 0,00195
b =


2
i
2
i
i i i i
x x n
y x y x n


b =
6 () (15)0,374
6 (55)- 225

b = 0,026
Persamaan regresi linearnya:
y = a + bx
y = 0,026x 0,00195

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Absorban dengan Konsentrasi



b. Konsentrasi Sampel
Dari kurva kalibrasi yang telah dibuat, didapatkan persamaan y = 0,35x 0,055
Maka dapat dihitung konsentrasi sampel yaitu:
y = 0,026x 0,00195
0,122 = 0,026x 0,00195
-0,026x = -0,00195 0,122
-0,026x = -0,124
x = 4,77 ppm






0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0 1 2 3 4 5
a
b
s
o
r
b
a
n

konsentrasi (ppm)
Grafik Hubungan Konsentrasi
dengan Absorban












4.3 Pembahasan
Pada praktikum Ammonium kali ini, praktikan mengambil sampel air sawah di
Lambuang Bukik. Kondisi air sawah agak keruh dan sampel diambil dari aliran
pembuangan air sawah.
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah metode spektrofotometri,
yaitu praktikan menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang
420 nm untuk mengetahui nilai absorban pada sampel dan membandingkannya
dengan larutan standar NH
4
+
yang telah di lakukan pengenceran sebelumnya.
Pengenceran tersebut dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan standar NH
4
+
dari 0 sampai 5 ppm sehingga dari variasi konsentrasi tersebut ketika di
tambahkan pereaksi Nessler dapat terlihat bahwa sampel air berwarna kuning
yang berada pada kisaran konsentrasi 0 sampai 5 ppm. Semakin tinggi konsentrasi
larutan maka warna yang dihasilkan semakin tinggi sehingga kadar Ammonium
yang terdapat dalam larutan juga semakin tinggi.
Setelah melakukan praktikum dan perhitungannya maka diperoleh konsentrasi
Ammonium pada sampel yaitu 4,77 ppm. Jika dibandingkan dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kadar Ammonium yang
diperbolehkan adalah 0,5 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar Ammonium
yang berada pada sampel air berada diatas baku mutu yang telah di tetapkan.
Pengolahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi tingginya kadarAmmonium
pada badan air adalah proses nitrifikasi yaitu proses penurunan atau penghilangan
zat amoniak, kemudian hasil dari proses nitrifikasi ini masih menghasilkan zat
polutan nitrit dan nitrat, karena dalam proses ini terjadi perubahan zat amoniak
menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan bakteri. Selain itu dapat dilakukan
dengan pengolahandengan penukaran kation yang ada dalam bentuk hidrogen,
yang merupakan pemanfaatan asam sebagai regenerant, kemudian proses
Chlorination yang biasanya dilakukan penambahan Kalsium Hypo Chloride
disertai dengan aerasi, disamping terjadi pergeseran keseimbangan amonia
didalam air, juga terjadi proses desinfeksi, pengolahan bisa dilakukan juga dengan
caradenitirifikasi, ion exchange dan scrubber.














BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan di dapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kadar Ammoniumpada sampel yaitu 4,77 ppm;
2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air telah
ditetapkan bahwa kadar Ammonium yang diperbolehkan untuk air kelas II
adalah 0,02 ppm. Artinya sampel tersebut berada di atas baku mutu;
3. Pengolahan yang dapat dilakukan untuk mencegah tingginya Ammonium di
badan air adalah dengan proses nitrifikasi, denitrifikasi, ion exchanger, dan
scrubber.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan praktikum Ammonium ini
adalah:
1. Kepada pemerintah agar lebih memperhatikan penggunaan pestisida oleh
petani dan mengarahkan kepada petani untuk menggunakan pupuk organik
karena lebih aman dan tidak mengganggu kesehatan masyarakat;
2. Kepada masyarakat atau petani agar tidak memakai pestisida yang berlebihan
karena dapat merusak kesehatan dan mengolah terlebih dahulu air sawah
sebelum di alirkan ke saluran pembuangan air sawah;
3. Untuk praktikum selanjutnya agar lebih berhati-hati dan teliti saat melakukan
pengenceran sampel agar hasil yang didapatkan lebih akurat.





DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi offset
Greenberg, Arnold E dkk. 1992. Standard Methods for Examination of Water and
Wastewater. Washington,DC: Victor Graphics,Inc
Imamkhasani, S. 1991. Dasar-Dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan
Pengendalian Bahaya Besar. Jakarta: ILO
Hanief. F. M. 2008. Spektrofotometri. http://andalucygroup. com. Tanggal akses:
15 Oktober 2014
Hermanto,S.2007. Bagaimana Menolong Korban Keracunan Bahan Kimia.
http://Lib.ben.go.id/. Tanggal akses: 15 Oktober 2014
Mendez.2010. Ammonium. http://analisismendez.com. Tanggal akses 15 Oktober
2014

Anda mungkin juga menyukai