PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Perkembangan janin merupakan keajaiban alam ciptaan Tuhan, dan kini menjadi
perhatian dunia kedokteran. Dengan teknologi pencitraan kita dapat melihat perkembangan fisik
dan fungsi organ janin. Dengan demikian riset mengungkapkan pengertian peranan janin pada
implantasi, pengenalan ibu terhadap kehamilan, aspek immunologi, fungsi endokrin, nutrisi dan
persalinan. Beberapa tahun terakhir ini, angka kematian dan kesakitan perinatal telah menurun
secara signifikan, akan tetapi kematian janin antenatal masih merupakan masalah. Kematian
janin tidak selalu pada kelompok kehamilan risiko tinggi, akan tetapi beberapa kematian tersebut
terjadi pada kehamilan dengan risiko rendah bahkan normal.
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan hal penting dalam pengawasan janin,
terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan pemantauan
janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data epidemiologis
menunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsi yang disebabkan oleh gangguan
intrapartum dapat dideteksi dengan pemantauan elektronik tersebut. Angkamorbiditas dan
mortalitas perinatal merupakan indicator kualitas pelayanan obstetric disuatu tempat atau negara.
Angka mortalitas peri natal Indonesia masih jauh diatas rata-rata Negara maju, yaitu 60 170
berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas perinatal
yang menonjol adalah masalah hipoksia intrauterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan
elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko
mengalami hipoksia dan kematian intrauterine atau mengalami kerusakan neurologik , sehingga
dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib neonatus.
Asuhan antenatal modern memerlukan tata laksana yang efisien, efektif, andal, dan
komprehensif. Pemantauan kesejahteraan janin sudah merupakan suatu kompetensi yang harus
dimiliki oleh tenaga medis dan paramedic yang melakukan asuhan antenatal dan asuhan
persalinan. Standarisasi pemantauan sudah merupakan suatu pra syarat yang harus dipenuhi agar
evaluasi keberhasilan atau kegagalan pemantauan kesejahteraan janin yang dikaitkan dengan
luaran perinatal dapat dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik,
diharapkan angka kematian ibu dan perinatal dapat diturunkan. Standarisasi memerlukan
kegiatan yang terstruktur dan berkesinambungan dengan evaluasi berkala melalui suatu pelatihan
pemantauan kesejahteraan janin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar pemantauan kesejahteraan janin?
2. Bagaimana tata cara pemantauan kesejahteraan janin?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar pemantauan kesejahteraan janin.
2. Untuk mengetahui tata cara pemantauan kesejahteraan janin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan
kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu cepat berkembang memberikan banyak
harapan akan semakin baiknya kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan
nifas. Kemajuan ini tidak mudah untuk diikuti oleh Negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia, selain mahalnya harga peralatan, juga terbatasnya sumber daya manusia yang handal
dalam pengoperasionalan alat canggih tersebut.
2.2 Tata cara Pemantauan Kesejahteraan Janin
Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan janin, dari
cara sederhana hingga yang canggih. Pembahasan ini memang dibuat sederhana agar mudah
dipahami.
Beberapa hal yang diperiksa selama pemantauan kesejahteraan janin (aktifitas fisik janin)
:
1. Gerakan Janin
- Vindla dan James (1995): aktivitas janin pasif tanpa rangsangan sudah dimulai sejak minggu ke-
7 dan menjadi lebih canggih dan terkoordinasi pada akhir kehamilan.
- De Vries dkk., (1985): mulai 8 minggu setelah haid terakhir, gerakan janin tidak pernah berhenti
dengan periode waktu lebih dari 13 menit.
- Soronkin, dkk., (1982) antara minggu ke-20 sampai 30, gerakan tubuh umum menjadi lebih
teratur & janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas.
- Pada trimester ketiga pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu, pada
saat ini, 80 % janin normal sudah dapat diketahui keadaan perilakunya.
- Nijhuis dkk. (1982) mempelajari pola frekuensi denyut jantung janin, gerakan tubuh umum,
dan gerakan mata serta menjelaskan 4 keadaan perilaku janin :
1F : keadaan diam (tidur tenang), dengan variasi frekuensi DJJ yg sempit.
2F : gerakan kasar tubuh janin yg sering, gerakan mata kontinu, dan variasi frekuensi DJJ yg
lebih lebar. Analog dengan REM pada neonatus
3F : gerakan mata kuntinu tanpa gerakan tubuh & tdk ada akselarasi denyut jantung
4F : gerakan kasar tubuh disertai gerakan mata kontinu dan akselarasi DJJ. Setara dengan terjaga
pada neonatus.
USG(Ultrasonography)
USG merupakan alat bantu diagnostic yang semakin penting didalam pelayanan
kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja suatu saat alat USG ini menjadi sepertis tetoskop bagi
dokter spesialis obstetric dan ginekologi. Salah satu fungsi penting dari alat ini adalah
menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin (deteksidinianomali). Pemeriksaan
panjang kepala-bokongjanin(CRL= crown-rumplength) yang dilakukan pada kehamilan trimester
pertama memiliki akurasi dengan kesalahan kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia
gestasi. Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter tunggal untuk penentuan
usia gestasi dengan kesalahan terkecil. Pengukuran diameter biparietal (DBP) atau panjang
femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu. Manfaat lain dari pemeriksaan USG adalah
penapisan anomaly congenital yang dilakukan rutin pada kehamilan 1014 minggu dan 1822
minggu. Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama system saraf pusat dan jantung akan
memberikan perubahan dalam pola gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai
kesalahan interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya cacat bawaan pada janin.
2. Observasi Gerak Janin
Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata cara yang diperkenalkan,
tetapi tidak ada satu pun yang lebih superior dibanding lainnya. Gerak janin ini dipantau sejak
kehamilan 28 minggu setelah system susunan saraf pusat dan autonom berfungsi dengan optimal.
Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya kematian
janin atau asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada dua cara
pemantauan, yaitu cara :
a. Cara Cardiff
Pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring kekiri atau duduk, dan menghitung
berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9 malam tidak
tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera kedokter/ bidan untuk penanganan lebih lanjut.
b. Cara Sadovsky
Pasien tidur miring kekiri, kemudian hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan
janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi, bila ternyata tetap
tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter/ bidan.
3. Pernafasan
Gambaran pada respirasi janin adalah gerakan dinding pada paradoks.
Selama inspirasi dinding dada justru kolaps dan abdomen menonjol (Jhonson dkk., 1988). Ada 2
jenis gerakan pernapasan:
1. Nafas tersengal-sengal (gasps atau sighs) yg terjdi dgn frekuensi 1-4/mnt
2. Letupan gerakan nafas irreguler (irreguler bursts of breathing) yg terjadi dgn laju sampai 240
siklus/mnt (Dawes, 1974)
4. Produksi Cairan Ketuban
Pemeriksaan cairan amnion pengkajian antepartum resiko kematian janin perfusi
uteroplasenta - aliran darah ginjal janin frekuensi berkemih oligohidramion.
5. Frekuensi Denyut jantung
DJJ dipengaruhi oleh faktor anatomis, biomedis, farmakologis, kemoreseptor dalam arteri
karotik & arkus aortik. Reaktifitas DJJ dipengaruhi oleh usia gestasi janin. Minggu ke-24 sampai
ke-28 kira-kira 50% dari uji nonstres akan nonreaktif, dan pada minggu ke-32 15% dari uji
nonstres tetap nonreaktif (Druzim dan Gabbe, 1996).
2.3 EFM (Electronic Fetal Monitoring)
EFM merupakan metode untuk memeriksa kondisi bayi dalam rahim dengan mencatat
setiap perubahan yang tidak biasa dalam denyut jantung nya. Menggunakan dua elektrode yang
dipasang pada fundus (untuk menilai aktifitas uterus) dan pada lokasi punctum maximum denyut
jantung janin pada perut ibu. Dapat menilai aktifitas jantung janin pada saat his / kontraksi
maupun pada saat di luar his / kontraksi. Menilai juga hubungan antara denyut jantung dan
tekanan intrauterin.
Tujuan EFM :
Denyut jantung janin mengalami penyesuaian konstan karena menanggapi lingkungan dan
rangsangan lainnya.
Monitor janin mencatat detak jantung bayi yang belum lahir dan grafik pada selembar kertas.
Pemantauan janin elektronik biasanya disarankan untuk kehamilan berisiko tinggi, saat bayi
berada dalam bahaya kesusahan.
Alasan khusus untuk EFM meliputi: bayi dalam posisi sungsang, persalinan premature.
Indikasi Pemeriksaan EFM :
Oligohidramnion Hipertensi
FHR abnormal
Malpresentasi dalam persalinan
DM, Kehamilan ganda
Persalinan bekas SC
Trauma abdomen
Ketuban pecah lama
Air ketuban kehijauan
Kehamilan resiko tinggi
Induksi persalinan.
Persalinan prematur
Interpretasi EFM
Pertimbangan interpretasi dipengaruhi
Intrapartum/antepartum
Fase persalinan (stage of labor)
Usia kehamilan
Presentasi janin Malpresentasi
Terapi induksi persalinan
Monitoring langsung atau tidak langsung
Janin normal : pada saat kontraksi : jika frekuensi denyut jantung tetap normal atau meningkat
dalam batas normal, berarti cadangan oksigen janin baik (tidak ada hipoksia).
Pada janin hipoksia : tidak ada akselerasi, pada saat kontraksi justru terjadi deselerasi /
perlambatan, setelah kontraksi kemudian mulai menghilang (tanda insufisiensi plasenta).
Interpretasi Dasar EFM
Baseline djj
Rerata djj (FHR) dalam keadaan stabil kecuali akselerasi dan deselerasi (110-160 dpm)
Takikardia
Bradikardia
Baseline Variability
Normal 5 bpm antar kontraksi
Ragu 5 bpm selama < 30 menit
Abnormal < 5 bpm selama 90 menit
Kriteria Hasil EFM
a. Hasil Normal
Detak jantung bayi yang belum lahir ini biasanya berkisar 120-160 denyut per menit (bpm)
Seorang bayi yang menerima cukup oksigen melalui plasenta akan bergerak di sekitarnya.
Strip monitor akan menunjukkan detak jantung bayi meningkat sebentar saat ia bergerak (seperti
denyut jantung orang dewasa meningkat ketika ia bergerak).
Strip monitor bayi dianggap reaktif ketika detak jantung bayi meningkat setidaknya 20 bpm di
atas denyut jantung dasar minimal 20 detik.
Hal ini harus terjadi setidaknya dua kali dalam periode 20 menit.
Pelacak denyut jantung reaktif (juga dikenal sebagai tes non-stres reaktif) dianggap sebagai tanda
baik bayi.
b. Hasil Tidak Normal
Jika denyut jantung bayi turun sangat rendah atau naik sangat tinggi, hal ini menandakan masalah
serius. Dalam kedua kasus ini jelas bahwa bayi dalam kesusahan dan harus disampaikan segera.
Namun, banyak bayi yang mengalami masalah tidak memberikan tanda-tanda yang jelas seperti
itu.
Selama kontraksi, aliran oksigen (dari ibu) melalui plasenta (untuk bayi) untuk sementara
dihentikan. Seolah-olah bayi harus menahan napas selama setiap kontraksi. Baik plasenta dan
bayi yang dirancang untuk menahan kondisi ini. Antara kontraksi, bayi harus menerima lebih
dari oksigen yang cukup untuk melakukannya dengan baik selama kontraksi.
Tanda pertama bahwa bayi tidak mendapatkan cukup oksigen antara kontraksi seringkali
penurunan detak jantung bayi setelah kontraksi (deselerasi akhir). Detak jantung bayi pulih ke
tingkat normal antara kontraksi, hanya untuk drop lagi setelah kontraksi berikutnya. Ini juga
merupakan tanda lebih halus dari marabahaya.
Bayi-bayi ini akan melakukannya dengan baik jika mereka disampaikan dalam waktu singkat.
Kadang-kadang, tanda-tanda berkembang jauh sebelum pengiriman diharapkan. Dalam kasus itu,
C-section mungkin diperlukan.
EFM Akselerasi
Akselerasi peningkatan sesaat FHR 15 dpm selama sekurangnya 15 detik
Arti klinis tidak ditemukannya akselerasi pada KTG normal masih belum jelas
Ditemukannya akselerasi pada KTG memiliki korelasi dengan outcome janin (bayi) yang baik
EFM Deselerasi
perlambatan sementara dibawah tingkat basal 15dpm selama 15 detik.
a. Deselerasi Dini:
Kompresi kepala pada jalan lahir
Penurunan DJJ dimulai saat kontraksi dan kembali ke basal setelah kontraksi berakhir
Perlu diperhatikan terutama bila ditemukan pada awal proses persalinan atau pemeriksaan
antenatal
Jika ada deselerasi dini : dalam batas normal, observasi. Kemungkinan akibat turunnya kepala,
atau refleks vasovagal
b. Deselerasi Lambat
Penurunan FHR tetap berlangsung meskipun kontraksi uterus telah kembali ke basal
Adanya deselerasi lambat yang berulang meningkatnya resiko asidosis arteri umbilikalis dengan
nilai Apgar <7 pada menit ke 5 dan meningkatkan resiko serebral palsy.
Jika ada deselerasi lambat : indikasi untuk terminasi segera.
Penyebab deselerasi lambat :
o Insufisiensi akut dan kronik pembuluh feto-plasenter
o Terjadi pada kontrasi uterus yang memanjang
o Dirangsang oleh hipoksemia
o Dihubungkan dengan asidosis metabolik dan respiratorik
o Biasanya ditemukan pada pasien hipertensi/preeklampsiaCommon pada pasien dengan PIH, DM,
IUGR atau lainnya, diabetes mellitus dari kekurangan plasenta.
c. Deselerasi variabel
Konfigurasi FHR tidak ritmik dan konsisten
Rule of 60 (decrease of 60 bpm,or rate of 60 bpm and longer than 60 sec)
Disebabkan oleh kompresi tali pusat atau plasenta
Sering ditemukan pada keadaan oligohidramnion atau ketuban pecah dini
Sering menimbulkan RDS/Sindroma distres pernafasan meskipun ringan
Potensial menimbulkan asidosis bila muncul berulang kali
Jika ada deselerasi variabel (seperti deselerasi dini tetapi ekstrim), hal ini merupakan tanda
keadaan patologis misalnya akibat kompresi pada tali pusat (oligohidramnion, lilitan tali pusat,
dan sebagainya). Juga indikasi untuk terminasi segera.
Batasan waktu untuk menilai deselerasi : tidak ada.
Seharusnya penilaian ideal sampai waktu 20 menit, tapi dalam praktek, kalau menunggu lebih
lama pada keadaan hipoksia atau gawat janin akan makin memperburuk prognosis.
Kalau grafik denyut datar terus : keadaan janin non-reaktif.
Uji dengan bel ("klakson"ngooook), normal frekuensi denyut jantung akan meningkat.
Masalah dan kenyataan penggunaan EFM
Pemantauan denyut jantung janin secara elektronik saat ini harus dilakukan pada kehamilan
resiko tinggi.
Masalah perbedaan interpretasi termasuk over confidence ditemukan tidak hanya antar dokter
pemeriksa tetapi pada seorang pemeriksa yang memeriksa hasil KTG yang sama 2 kali
Meningkatkan kejadian seksio sesarea (RR 1.41)
Meningkatkan persalinan bedah obstetrik pervaginam (RR 1.20)
Tidak mempengaruhi kejadian cerebral palsy
Menurunkan rerata kejang neonatorum (RR 0.51)
Tidak mempengaruhi nilai APGAR
2.4 Pemeriksaan Penunjang lainnya :
Antara lain Fetal salp stimulation,dan fetal acoustic stimulation. Pemeriksaan tersebut
merupakan tindakan invasif yang memerlukan peralatan canggih dan tenaga kesehatan yang
terampil karena memiliki resiko pada ibu dan janin. Bukti dari adanya kegawatan janin adalah
ditemukannya kadar pH darah janin yang rendah, dan hal ini berkaitan juga dengan rendahnya
nila APGAR. Pemeriksaan penunjang ini harus sangat selektif dalam pemilihannya, artinya harus
ada indikasi medis yang benar, dan dilakukan pada tempat yang benar pula.
BAB III
KESIMPULAN
Pemantauan kesejahteraan janin memegang peranan penting di dalam pengawasan
kehamilan dan persalinan. Pemantauan ini seharusnya sudah dilakukan sejak kehamilan trimester
pertama hingga trimemester ketiga dan saat persalinan. Metode sederhana seperti pemantauan
gerak janin dan mendengarkan DJJ dapat membantu mendeteksi abnormalitas secara dini asalkan
dilakukan dengan benar. Alat bantu diagnostik canggih bukan merupakan sesuatu yang harus
disediakan karena masih banyak hal penting lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas kesehatan ibu dan janin serta kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Pemeriksaan
KTG saja tidak cukup untuk menilai kesejahteraan janin. Penambahan pemeriksaan volume
cairan amnion merupakan prasyarat minimal yang harus ditambahkan pada pemeriksaan KTG.
Pemeriksaan profil biofisik telah terbukti meningkatkan ketepatan evaluasi kesejahteraan janin.
Mengingat dampak jangka panjang dari hipoksia intrauterin terhadap janin, maka hasil
pemeriksaan KTG beserta interpretasinya disarankan untuk disimpan selama 25 tahun. Pelatihan
pemantauan kesejahteraan janin yang terstandarisasi akan meningkatkan kualitas pelayanan
berbasis pendidikan dan penelitian.