Anda di halaman 1dari 13

PRINSIP-PRINSIP DASAR BEDAH ONKOLOGI

1. Pendahuluan

Bedah onkologi adalah cabang ilmu kedokteran dalam hal ini ilmu bedah
yang mempelajari penyakit akibat tumor. Dalam arti luas tumor berarti setiap
benjolan abnormal pada tubuh tanpa melihat penyebabnya, misalnya benjolan pada
dahi karena terbentur benda keras atau pembengkakan akibat infeksi. Tumor dalam
arti sempit disebut juga neoplasma, yakni pertumbuhan sel atau jaringan baru di luar
kendali tubuh.
[1]
Onkologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oncos yang berarti massa
atau tumor, dan logos yang berarti ilmu. Neoplasma berasal dari kata bahasa Yunani,
yaitu neos yang berarti baru dan plasein yaitu jaringan bentukan yang abnormal.
[2]


Prinsip-prinsip bedah onkologi meliputi epidemiologi tumor, biologi tumor
yang terdiri dari karsinogenesis, genetik, etiologi kanker atau karsinogen, diagnosis
dan stadium kanker, dan terapi kanker.
[3]
Kanker merupakan ancaman serius
kesehatan masyarakat kita karena insiden dan angka kematiannya terus merayap naik.
Di awal dasawarsa 1950-an, penyebab kematian utama di Negara kita adalah
penyakit infeksi, TB, dan penyakit neonatal. Kanker hanya menduduki posisi ke-9
atau ke-10 sebagai penyebab kematian. Hasil survei dasawarsa 70an menunjukkan
angka kematian akibat kanker telah menduduki posisi ke-3. Hasil survei dasawarsa
80-an menunjukkan angka kematian kanker di perkotaan sudah mencapai
128,03/100.000 penduduk, menduduki 21,88% dari seluruh kematian, atau posisi
teratas diantara berbagai penyebab kematian. Sedangkan angka kematian kanker di
pedesaan adalah 112,36/100.000 penduudk, atau 17,47% dari seluruh kematian,
menduduki posisi kedua diantara berbagai penyebab kematian.
[4]









Terapi Tumor Solid

1.1 Prinsip Penatalaksanaan Tumor Solid

1. Menegakkan diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
[12]


Lokasi tumor primer, sedapat mungkin disesuaikan dengan kriteria ICD 10
(International Code of the Diseases) dari WHO.

Diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium dan
pemeriksaan radiologi seperti X-ray, CT-scan, USG dan MRI. Diagnosis
klinis sedapat mungkin disertai dengan pemeriksaan histopatologis atau
sitologis.

2. Menentukan stadium tumor

Penentuan stadium tumor secara klinis (clinical staging = cTNM) sangat
penting dalam merencanakan terapi dan penentuan prognosis. Stadium klinis ini
berdasarkan pada hasil pemeriksaan sesuai diagnosis klinis, TNM. Hasil ini dapat
berubah setelah operasi dan stadium ini disebut patological staging (pTNM).

3. Penentuan status penampilan (Performace status)

Penentuan status penampilan sangat penting di dalam perencanaan
pengobatan.
4. Perencanaan pengobatan ( terapi )

Setelah diagnosis, staging dan status penampilan penderita ditentukan maka
dapatlah direncanakan modalitas terapi yang sesuai untuk penderita. Disini perlu
pendekatan multidisiplin. Terapi operasi terutama dilakukan pada tumor yang masih
lokal atau lokoregional, sedang tumor yang sudah bermetastasis, pembedahan hanya
bersifat paliatif (tidak kuratif lagi). Terapi operasi dapat didahului oleh terapi radiasi
atau sesudah operasi diikuti terapi radiasi atau pemberian kemoterapi. Terapi ini
disebut adjuvant terapi.
5. Pelaksanaan (implementasi) terapi

Dilakukan sesuai rencana yang telah ditetapkan dan perlu dilakukan kerja
sama yang baik dari anggota tim kanker
6. Evaluasi


Dilakukan setelah pelaksanaan terapi dan ditinjau apakah stadium klinis
sesuai dengan stadium patologi sesudah operasi. Bila berbeda mungkin
dipertimbangkan pemberian terapi adjuvant atau terapi tambahan.

1.2 Penatalaksanaan Tumor Solid

1) Rencana Terapi

Rencana terapi dalam bedah onkologi berdasarkan:
[12]

- Diagnosis

- Staging

- Status Penampilan

Jenis Terapi ditentukan berdasarkan :

Jenis Histopatologis

- Carcinoma

- Sarcoma

Stadium Kanker

- Stadium Dini

- Stadium Lanjut

Operabel atau Inoperabel
Terapi Kuratif atau
Paliatif


2) Jenis-Jenis Terapi
[2,4]

a) Terapi Utama :

- Operatif yaitu untuk tumor lokal atau locoregional yang masih operable.
Jenis-jenis pembedahan tumor:

Pembedahan Defenitif

Pembedahan Preventif atau Profilaksis

Debulking

Metastasektomi

Pembedahan Kedaruratan Onkologis

Pembedahan Paliatif


Pembedahan Rekonstruksi dan Rehabilitasi
Penggunaan Klinis berbagai Teknik Operasi
Operasi Diagnostik

Untuk keperluan diagnostik, pembedahan dapat dilakukan dengan
menggunakan: Aspirasi jarum halus (fine-needle aspiration)
Aspirasi jaringan dengan jarum halus untuk pemeriksaan sitologi adalah cara
sederhana dan aman, luas digunakan untuk diagnosis tumor mammae dan tumor
permukaan yang lain. Kekurangan metode ini adalah terdapatnya hasil negative semu
atau positif semu.
Biopsi jarum (needle biopsy)

Biasanya memakai jarum khusus seperti True-Cut, Core-Cut, dan sebagainya.
Pada sumbu jarum terdapat kait terbalik, setelah sumbu masuk ke dalam jaringan
barulah sarung jarum dimasukkan, lalu sumbu dan sarung dikeluarkan secara
bersamaan, sehingga diperoleh satu pita kecil jaringan untuk pemeriksaan patologi,
maka disebut juga biopsi potong.
Biopsi Insisional

Untuk tumor permukaan yang agak besar, tumor tulang, sering dilakukan
biopsy insisional, tumor visera yang butuh operasi yang rumit atau sulit dideteksi
juga sering dilakukan biopsy insisional.
Biopsi Eksisional

Cara ini paling sering digunakan untuk tumor kecil. Operasi harus
mengangkat sejumlah jaringan normal sekitar tumor untuk mengurangi penyebaran
tumor iatrogenik.
[2,4]

Operasi Kuratif

Tujuan dari operasi ini adalah mengangkat tumor secara tuntas dengan tujuan
kuratif. Setiap tumor yang terlokalisir di lokasi primer dan kelenjar limfe regional
dekatnya, atau tumor walaupun sudah menginvasi organ sekitarnya tapi masih dapat
diangkat en blok bersama lesi primernya harus dilakukan operasi kuratif. Tuntutan
standar minimal untuk operasi kuratif adalah tepi potongan secara visual dan
patologik tidak tampak tumor.
[4]


Operasi Paliatif

Operasi paliatif meliputi eksisi tumor paliatif dan reseksi simtomatik. Reseksi tumor
paliatif adalah reseksi yang tidak tuntas (secara visual tidak bersih atau secara
patologi tampak sisa tumor) namun tidak dapat dilakukan operasi radikal terhadap
lesi primer ataupun metastasisnya. Reseksi simtomatik sama sekali tidak mereseksi
lesi tetapi hanya melakukan operasi untuk membebaskan gejala terkait tumor. Tujuan
operasi paliatif adalah untuk dipadukan dengan radioterapi, kemoterapi, dan terapi
kombinasi lainnya atau hanya untuk mengurangi gejala meningkatkan kualitas hidup,
misalnya mengurangi nyeri, perdarahan, mengatasi sesak napas. Operasi paliatif yang
sering digunakan adalah:
[4,10]


Eksisi seluruh atau sebagian organ

Pada tumor-tumor yang berukuran besar kadang kala dilakukan operasi
mengurangi volume (operasi debulking) yang merupakan reseksi paliatif, pasca
operasi dilakukan metode terapi lain untuk mengedalika sel kanker residif di medan
operasi.
Anastmose drainase

Tindakan yang sering dilakukan adalah esofagomiotomi untuk mengatasi
obstruksi esophagus, gastrojejunostomi untuk mengatasi obstruksi pylorus,
jejjunokolostomi untuk mengatasi obstruksi kolon.
Fistulisasi

Tindakan yang sering dilakukan adalah fistulisasi gaster, jejunum, kolon,
vesika fellea, vesika urinaria, trakea. Operasi fistulisasi membawa efek psikologis
yang besar bagi pasien, membuat kehidupan tidak nyaman, harus sedapat mungkin
dihindari. Operasi ini sering dilakukan untuk kasus gawat, terutama pada pasien
dengan kondisi umum kurang baik.
Ligasi vaskuler

Bila tumor mengalami hemoragi massif yang sulit dihentikan, sering perlu
meligasi arteri pemasok lokasi lesi untuk tujuan hemostasis. Operasi ini umumnya
dilakukan untuk kasus gawat.
- Kemoterapi

Kemoterapi adalah segala jenis obat (aspirin, penicilin, dll) yang digunakan
untuk mengobati penyakit. Kemoterapi Kanker adalah penggunaan zat kimia untuk
membunuh sel kanker dengan mengganggu proses pembelahan sel kanker dengan
cara merusak DNA atau produk proteinnya. Kemoterapi hampir selalu digunakan
sebagai terapi sistemik kecuali pada Isolated Limb Perfusion.
[12]


Syarat pemberian kemoterapi
[12]

1. Obat harus aktif pada pemberian : tunggal atau kombinasi

2. Mempunyai cara kerja yang berbeda pada fase yang berbeda

3. Tidak mempunyai efek samping / toksisitas yang sama

4. Dosis yang dipakai sedapat mungkin dengan dosis
terapeutik. Pemilihan regimen kemoterapi tergantung pada :
[12]


1. Jenis kanker ( diagnosis histopatologis )

2. Stadium kanker

3. Umur penderita

4. Ada tidaknya penyakit komorbiditas ( penyerta ) yang serius

5. Jenis khemoterapi yang pernah diberikan sebelumnya

Menurut asal obat, struktur kimia dan mekanisme kerjanya, obat kemoterapi

dapat dibagi menjadi 7 golongan, yaitu:
[4]

1. Alkilator

Obat alkilator memiliki gugus alkilator yang aktif, dalam kondisi fisiologis
dapat membentuk gugus elektrofilik dari ion positif karbon, untuk menyerang lokus
kaya elektron dari makromolekul biologis. Efek sitotoksik zat alkilator terutama
melalui pembentukan ikatan silang secara langsung dengan N7 radikal basa guanine
atau N3 adenin dari molekul DNA atau pembentukan ikatan sialang antara molekul
DNA dan protein, hingga struktur sel rusak dan sel mati.

Contoh golongan alkilator yaitu, siklofosfamid, tiotepa (TSPA) dari golongan
etilenimina, mileran dari golongan alkil sulfonat, dan golongan nitrosourea seperti
karmustin (BCNU), antitumor golongan logam seperti cisplatin (PPD), karboplatin,
oksiliplatin, dakarbazin (DTIC), dan temozelamid.
2. Antimetabolit

Obat golongan ini terutama mengganggu metabolism asam nukleat dengan
mempengaruhi sintesis DNA, RNA, dan makromolekul protein. Contoh golongan ini
yaitu metotreksat (MTX), hidroksiurea (HU), sitarabin (Ara-C).
3. Golongan antibiotik

Obat-obat seperti aktinomisin D (Act-D), daunorubism, adriamisin (ADR),
epirubisin, pirarubism (THP), idarubisin, mitoksantron, bekerja dengan cara masuk
ke pasangan basa di dekat rantai ganda DNA, menimbulkan terpisahnya kedua rantai
DNA, mengganggu transkripsi DNA dan produksi mRNA.

4. Inhibitor protein mikrotubuli

Alkaloid dari tumbuhan jenis Vinca, seperti vinblastin (VLB), vinkristin
(VCR), vindesin (VDS), maupun navelbin terutama berikatan dengan protein
mikrotubuli inti sel tumor, menghambat sintesis dan polimerisasi mikrotubul,
sehingga mitosis berhenti pada fase metaphase, dan replikasi sel terganggu.
5. Inhibitor topoisomerase

Alkaloid dari Camptotheca acuminate, irinotekan dan topotekan terutama
berefek menghambat topoisomerase I, menghambat pertautan kembali rantai ganda
setelah saling berpisah waktu replikasi DNA, sehingga rantai ganda DNA terputus.

6. Golongan hormon

Hormon seperti estrogen, progesterone dan testosterone berikatan dengan
reseptro yang sesuai intrasel memacu pertumbuhan tumor tertentu yang bergantung
pada hormon seperti karsinoma mammae, karsnioma prostat. Penyekat reseptor
termasuk antiestrogen seperti tamoksifen, taromifen dan anti androgen seperti
flutamid masing-maisng dapat berikatan secara kompetitif dengan reseptor yang
sesuai dalam sel tumor.
7. Golongan target molekuler

Belakangan ini telah dikembangkan obat yang tertuju target molekul yang
menjadi kunci dalam proses timbul dan berkembangnya kanker. Obat jenis ini
memiliki efek spesifik, tidak menimbulkan depresi sum-sum tulang dan reaksi
gastrointestinal menonjol. Contoh obat ini misalnya gleevac (Imatinib) dengan target

BCR/ABL untuk terapi leukemia, transtuzumab (Herceptin) untuk terapi karsinoma
mamma yang overekspresikan HER2.
Tujuan Pemberian Kemoterapi
[12]

- Kuratif

- Kontrol :

* Menghambat pertumbuhan sel kanker

* Menghambat penyebaran

* Meningkatkan kualitas hidup

- Paliatif :

* Mengurangi gejala dan keluhan

* Memperbaiki kwalitas hidup

* Mengatasi komplikasi yang terjadi




- Radioterapi

Karaketristik radioterapi adalah:
[4]

1. Suatu cara terapi lokal, tumor peka radiasi dapat disembuhkan.

2. Radioterapi regular memiliki efek toksik yang membatasi dosisnya.

3. Indikasi luas, efektivitas jelas, luas digunakan dalam terapi
kombinasi. Indikas radioterapi
[4]

1. Radioterapi kuratif, digunakan untuk menghilangkan lesi primer tumor dan
metastasisnya, diberikan dosis kuratif yang sesuai kepada tumor dan area
target yang berbeda. Tumor yang secara klinis dapat disembuhkan mislanya
kanker kulit, kanker nasofaring, kanker laring.
2. Radioterapi paliatif, digunakan terhadap kasus stadium lanjut bertujuan
menghambat pertumbuhan tumor, mengurangi penderitaan, memperpanjang
usia, meningkatkan kualitas hidup. Misalnya untuk hemostasis, analgesia,
mengurangi desakan tumor, memacu perbaikan bahkan penyembuhan ulkus.

Kontraindikasi radioterapi
[4]

1. Tumor stadium lanjut yang menimbulkan anemia berat.

2. Infiltrasi tumor telah menimbulkan komplikasi berat, misalnya fistula kanker
esophagus, kanker telinga tengah menembus atap timpani, kanker paru
disertai efusi pleura massif.
3. Profil darah tepi terlalu rendah (missal leukosit < 3x10
9
/L, Hb < 6 g/L,
trombosit < 80x10
9
/L.
4. Pasien dengan tuberculosis paru berat, penyakit jantung, ginjal atau lainnya
yang membuat pasien dapat setiap waktu mengalami krisis, dan radioterapi
kemungkinan dapat memperparah hingga membawa kematian.

5. Jaringan organ yang pernah mendapat radioterapi kuratif dan sudah
menampakkan rudipaksa radiasi umumnya tidak boleh mendapatkan
radioterapi.
- Terapi Hormonal

Terapi dengan hormone diberikan untuk tumor yang menyebar luas dan
bersifat hormonal dependent.
b) TerapiTambahan
[12]

- Adjuvan Operatif

- Adjuvan Khemoterapi -
Adjuvan Radioterapi
- Adjuvan Hormonalterapi


c) Terapi Tambahan lain
[12]

1. Fraktur :Reposisi fiksasi immobilisasi

2. Obstruksi :

a. Usus reseksi usus atau bypass

b. Trachea tracheostomi

c. Urethra dauer catheter atau cystostomi

3. Perdarahan :

a. Transfusi

b. Tampon

c. Ligasi arteri

4. Infeksi : Antibiotika
5. Nyeri :
a. Analgetika

b. Narkotika

c. Hyponase

d. Akupuntur

e. Manipulasi saraf


d) Terapi bantuan
[12]

1. Nutrisi, untuk memperbaiki fisik penderita

2. Transfusi untuk koreksi anemia

3. Fisioterapi memperbaiki fisik penderita

4. Psikoterapi menguatkan mental penderita

DAFTAR PUSTAKA




1. Sjamsuhidajat, dan Wim de Jong. Neoplasia dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.p.176-203.
2. Sampepajung, Daniel. Kuliah Onkologi Umum. Makassar: Subdivisi
Bedah Tumor Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. 2009.
3. Riansuwan, Woramin. Principal of Surgical Oncology. Principal of
Surgical Oncology. India: Division of General Surgery Departemeny of
Surgery Faculty of Medicine Siririraj Hospital.2010.
4. Desen, Wan. Introduksi Bedah Tumor dalam Buku Ajar Onkologi Klinis
Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.p.130-
139.
5. Wrightson, Wiliiam R. Chapter 8 Surgical Oncology dalam Current
Concepts in General Surgery: A Resident Review. USA: Landes
Bioscience. 2006; p.64-66.
6. Scnwartz, Seymour, et al. Chapter 9 Oncology dalam Principle of
Surgery. USA: McGraw-Hill Professional. 1997;p.76-81.
7. Cassidy, Jim, et al. Epidemiology, Aetiology, Diagnosis, dan Treatment of
Cancer dalam Oxford Handbook of Oncology. New York: Oxford
University Press. 2002.p.2-181.
8. Dosen Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Siklus Sel dan Meiosis. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. 2011;1-10.

9. Liptak, Julius M. The Principles of Surgical Oncology. Australia:
Departement of Companion Animal Medicine and Surgery The University
of Queensland. 1997;1-10.

10. Bernstam, Funda Meric dan Raphael E. Pollock. Oncology dalam
Schwartzs Manual of Surgery Eighth Edition. USA: McGraw-HILL.
2006.p.183-202.
11. World Health Organization (WHO). Neoplasm dalam International

Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10
th

Revision. Geneva: WHO. 2011;101-123.

12. Sampepajung, Daniel. Kuliah Dasar-Dasar Terapi Bedah Onkologi.
Makassar: Subdivisi Bedah Tumor Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2009.

Anda mungkin juga menyukai