Anda di halaman 1dari 30

PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

Oleh:
Kelompok 15




FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2014

Anggota kelompok 15 :
1. Anugerah Barita Firman 4111131008
2. Rahmad Dui Wahyudi 4111131009
3. Nevi Mulya Agus S D 4111131021
4. Haniyah 4111131028
5. Hijri Ressa 4111131084
6. Devita Nur Amelia 4111131047
7. Intan Kusma Dewi 4111131060
8. Muhammad Azhar Zaeni 4111131076
9. Muhammad Fakhri N F 4111131085
10. Putri Prihadian Gustianti 4111131110
11. Nidya Aryanda 4111131170













KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Karena berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan tepat waktu. Dalam makalah ini kami
membahas PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA.
Penyelesaian laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Dan disusun dengan tujuan untuk membantu memperdalam ilmu pengetahuan
tentang Pemeriksaan Laboratorium Sederhana.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penyusun mengharapkan saran dan kritik membangun agar penyusunan makalah
tentang Pemeriksaan Laboratorium Sederhana yang akan datang menjadi lebih baik
dan memberikan manfaat bagi semua pihak.

Cimahi, Juni 2014

Penyusun









DAFTAR ISI
JUDUL......................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
PEMBAHASAN.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
















PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan laboratorium sederhana ada 3 pemeriksaan lengkap yaitu
pemeriksaan hematologi, urine, dan feses.
HEMATOLOGI
A. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pemeriksaan hematologi adalah:
1. Lanset darah
Lanset darah disposable (sekali buang) diperlukan untuk mendapatkan darah
kapiler. Lanset yang baik adalah sekali berujung tajam dan melebar.
2. Jarum, semprit dan botol
Jarum dan semprit disposable digunakan untuk memperoleh darah vena dan
arteri. Jarum hendaknya cukup besar, berujung runcing, tajam dan lurus. Lebih
baik lagi jika digunakan jarum dan tabung hampa udara steril (venoject) yang
membuat darah terhisap ke dalam tabung dan benar-benar tak tercemar. Botol
kecil steril digunakan untuk menampung darah setelah diambil ke dalam semprit.
3. Hemositometer
Hemositometer digunakan untuk menghitung eritrosit, lekosit dan trombosit. Alat
ini terdiri atas kamar hitung, kaca penutup dan pipet.
a. Kamar hitung
Kamar hitung yang banyak digunakan adalah improved Neubauer. Gambar
detail dari kamar hitung dapat Anda lihat pada gambar.
b. Kaca penutup
Kaca penutup dibuat benar-benar datar, agak lebih tebal dari kaca obyek.
c. Pipet
Pipet yang digunakan adalah pipet Thoma untuk mengencerkan eritrosit,
terdiri atas pipa kapiler yang bergaris bagi dan membesar pada salah satu
ujung membentuk bola. Di dalam bola terdapat sebutir kaca merah. Pipet
Thoma untuk mengencerkan lekosit sama dengan pipet eritrosit, namun di
dalam bola terdapat sebutir kaca putih.
4. Hemoglobinometer (hemometer)
Hemoglobinometer digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin secara
sederhana. Hemometer Sahli masih digunakan di laboratorium-laboratorium kecil
atau di lembaga-lembaga pelayanan kesehatan dasar misalnya puskesmas.
Sehingga, meskipun cara ini tak dianjurkan karena akurasinya yang rendah
namun masih perlu dipelajari. Alat ini terdiri atas HCl, tabung reaksi dan
pengaduk, pipet hemogobin serta warna pembanding.
5. Kaca obyek dan kaca penutup
Kaca obyek berukuran 1 x 3 inci. Sebaiknya pinggir kaca obyek benar-benar rata
sehingga baik untuk membuat sediaan apus. Kaca penutup harus tipis supaya
dapat digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis.

B. Dalam pemeriksaan hematologi umumnya digunakan darah kapiler dan
darah vena.
1. Darah kapiler
Darah kapiler diambil dari ujung jari atau anak daun telinga untuk orang dewasa
dan dari tumit atau ibu jari kaki untuk bayi. Tak boleh mengambil sampel darah
dari bagian tubuh dengan gangguan sirkulasi, misalnya sianosis atau iskemia.
Cara mengambil sampel darah kapiler adalah:
a. Lakukan desinfeksi dengan alkohol 70% dan biarkan sampai mengering.
b. Pegang bagian yang dipilih supaya tak bergerak ]
c. Tekan sedikit untuk mengurangi nyeri
d. Tusuk dengan cepat dan cukup dalam menggunakan lanset. Untuk jari, tusuk
secara tegak lurus dengan garis-garis sidik jari, jangan sejajar. Untuk daun
telinga, tusuk pinggirnya, jangan sisinya. Jangan dipijat-pijat, karena darah
akan bercampur dengan cairan jaringan sehingga menjadi lebih encer, yang
berdampak terhadap akurasi hasil pemeriksaan.
e. Buanglah tetes darah pertama dengan kapas kering.

2. Darah vena
Pada orang dewasa vena yang sering diambil darahnya adalah vena dalam fossa
kubiti. Untuk bayi, darah vena dapat diambil dari vena jugularis atau sinus
sagitalis superior. Cara mengambil darah vena adalah:
a. Lakukan desinfeksi dengan alkohol 70% dan biarkan sampai mengering.
b. Pasang torniket, sarankan mengepal dan membuka tangan berkali-kali supaya
vena terlihat jelas
c. Tegangkan kulit di atas vena dengan tangan non dominan supaya vena tak
bergerak
d. Tusuk kulit dengan jarum sampai masuk vena
e. Longgarkan torniket secara perlahan, lalu hisap darah sesuai dengan
kebutuhan
f. Buanglah tetes darah pertama dengan kapas kering.
g. Pasang kapas alkohol di atas jarum lalu cabut jarum dengan cepat
h. Tekan daerah tusukan dengan kapas sampai beberapa menit (boleh dilakukan
oleh pasien)
i. Cabut jarum dari semprit lalu alirkan darah ke botol secara perlahan melalui
dinding botol supaya tidak terjadi lisis sel-sel darah

C. Hitung Jenis Leukosit
Leukosit, eritrosit dan trombosit dihitung setelah diencerkan. Pada laboratorium
besar, penghitungan dilakukan secara elektronik dan pengenceran otomatis sehingga
memberikan hasil yang sangat akurat. Selanjutnya cara ini tak dibahas. Selain itu,
masih ada cara manual yang tetap diperlukan hingga saat ini yaitu menggunakan
pipet dan kamar hitung.
Untuk menghitung lekosit, darah diencerkan dalam pipa lekosit lalu dimasukkan
ke dalam kamar hitung. Pengencer yang digunakan adalah larutan Turk. Langkah-
langkah pemeriksaan yang diterapkan adalah:
1. Hisap darah kapiler, darah EDTA atau darah oksalat sampai tanda 0,5
2. Hapus kelebihan darah di ujung pipet
3. Masukkan ujung pipet ke dalam larutan Turk dengan sudut 45
0
, tahan agar tetap
di tanda 0,5. Isap larutan Turk hingga mencapai tanda 11. Jangan sampai ada
gelembung udara
4. Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap
5. Kocok selama 15-30 detik
6. Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horisontal di atas meja
7. Kocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari pipet
8. Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat sentuhkan ujung pipet
ke kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30
0
.
Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas
9. Biarkan 2-3 menit supaya lekosit mengendap
10. Gunakan lensa obyektif mikroskop dengan pembesaran 10 kali, fokus
dirahkan ke garis-garis bagi.
11. Hitunglah lekosit di empat bidang besar dari kiri atas ke kanan, ke bawah
lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang
dihitung adalah pada garis kiri dan atas.
12. Jumlah lekosit per L darah adalah: jumlah sel X 50



D. Hitung Jenis Eritrosit
Untuk menghitung eritrosit, darah diencerkan dalam pipa eritrosit lalu dimasukkan
ke dalam kamar hitung. Pengencer yang digunakan adalah larutan Hayem. Langkah-
langkah pemeriksaan yang diterapkan adalah:
1. Hisap darah kapiler, darah EDTA atau darah oksalat sampai tanda 0,5
2. Hapus kelebihan darah di ujung pipet
3. Masukkan ujung pipet ke dalam larutan Hayem dengan sudut 45
0
, tahan agar
tetap di tanda 0,5. Isap larutan Hayem hingga mencapai tanda 101. Jangan sampai
ada gelembung udara
4. Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap
5. Kocok selama 15-30 detik
6. Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horisontal di atas meja
7. Kocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari pipet
8. Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat sentuhkan ujung pipet
ke kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30o.
Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas
9. Biarkan 2-3 menit supaya eritrosit mengendap
10. Gunakan lensa obyektif mikroskop dengan pembesaran 40 kali, fokus
dirahkan ke garis-garis bagi dalam bidang besar yang tengah.
11. Hitunglah eritrosit di 5 bidang sedang yang masing-masing tersusun atas
16 bidang kecil, dari kiri atas ke kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri
dan seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan
atas.
12. Jumlah lekosit per L darah adalah: jumlah sel X 10000

E. Penghitungan Trombosit
Ada 2 cara penghitungan trombosit yaitu cara langsung dan cara tak langsung.
Cara tak langsung tidak dibahas dalam kuliah ini. Untuk menghitung trombosit secara
langsung, darah diencerkan dalam pipet eritrosit lalu dimasukkan ke dalam kamar
hitung. Pengencer yang digunakan adalah larutan Rees Ecker. Langkah-langkah
pemeriksaan yang diterapkan adalah:
1. Hisap cairan Rees Ecker sampai tanda 1 dan buang lagi cairan tersebut
2. Hisap darah sampai tanda 0,5 dan cairan Rees Ecker sampai tanda 101 lalu kocok
selama 3 menit
3. Lanjutkan langkah-langkah seperti penghitungan eritrosit
4. Biarkan kamar hitung selama 10 menit dalam posisi horisontal supaya trombosit
mengandap
5. Hitunglah trombosit dalam seluruh bidang besar tengah dengan lensa obyektif
besar
6. Jumlah trombosit per L darah adalah: jumlah trombosit x 2000.

F. Sediaan Apusan Darah
Sediaan hapusan darah penting untuk pemeriksaan keadaan trombosit, keadaan
eritrosit dan keadaan lekosit. Cara membuat sediaan hapusan darah dapat
menggunakan kaca obyek dan menggunakan kaca penutup. Dalam kuliah ini hanya
kita bahas cara yang pertama saja yaitu:
1. Sentuhlah setetes kecil darah (diameter maksimal 2 mm) kira-kira 2 cm dari tepi
kaca obyek. Darah yang dipakai adalah darah kapiler, darah heparin atau darah
EDTA.
2. Letakkan kaca obyek dengan darah di sebelah kanan
3. Dengan tangan kanan, letakkan kaca obyek lain di kiri tetes darah, lalu gerakkan
ke kanan sampai menyentuh darah
4. Tunggu darah menyebar sampai cm dari sudut kaca penggeser
5. Geser kaca ke kiri dengan sudut 30-45o, jangan menekan ke bawah
6. Biarkan sediaan mengering di udara
7. Tulis nama klien dan tanggal pada bagian sediaan yang tebal

G. Laju endap darah (LED)
Laju endap darah adalah kecepatan pengendapan eritrosit, oleh karena itu untuk
mengukurnya diperlukan darah dengan anti koagulan. Ada 2 cara pemeriksaan LED
yaitu cara Wintrobe dan cara Westergren. Pada kuliah ini hanya diberikan contoh
cara Wintrobe, dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Ambil darah EDTA atau darah oksalat
2. Dengan menggunakan pipa Wintrobe, masukkan darah ke dalam tabung
Wintrobe hingga tanda 0 mm. Cegah terjadinya gelembung udara.
3. Biarkan tabung Wintrobe dalam posis tegak lurus selama 60 menit
4. Bacalah tinggi lapisan plasma dalam milimeter dan catat sebagai LED.
Nilai LED normal adalah pria: < 10 mm/jam dan wanita: < 15 mm/jam

H. Hematokrit
Hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah. Ada 2 cara
pemeriksaan hematokrit yaitu cara Wintrobe dan cara mikrometode. Pada kuliah ini
hanya dibahas cara Wintrobe, dengan langkah langkah pemeriksaan sebagai berikut:
1. Ambil kapiler atau darah EDTA, darah heparin atau darah oksalat lalu masukkan
ke dalam tabung Wintrobe hingga tanda 100 di atas.
2. Masukkan tabung ke dalam sentrifuge yang cukup besar lalu pusingkan selama
30 menit dengan kecepatan 3000 rpm
3. Bacalah hasilnya dengan memperhatikan:
a. Plasma di atas (kuning) dibandingkan dengan kaliumbikromat dan
intensitasnya disebut satuan. Satu satuan adalah 1:10000
b. Ketebalan lapisan putih (lekosit dan trombosit)
c. Volume sel-sel darah merah.
Nilai hematokrit normal adalah pria: 40-48% dan wanita: 37-43%

I. Masa perdarahan (bleeding time)
Masa perdarahan digunakan untuk menilai faktor-faktor ekstravaskuler dari
hemostasis (pembekuan darah). Ada 2 cara pemeriksaan yang lazim digunakan yaitu
ccara Ivy dan cara Duke. Langkah-langkah pemeriksaan masa perdarahan adalah:
1. Bersihkan bagian voler lengan bawah (cara Ivy) atau anak daun telinga
(cara Duke) dengan alkohol 70% dan tunggu sampai kering.
2. Khusus untuk cara Ivy pasang manset sfigmomanometer pompa sampai
batas tekanan 40 mmHg lalu pertahankan tekanan tersebut
3. Cara Ivy: tegangkan kulit dan tusuk dengan lanset sedalam 3 mm di
lokasi 3 jari dibawah lipat siku
Cara Duke: tusuk pinggir anak daun telinga dengan lanset sedalam 2 mm
4. Ketika darah mulai keluar, hidupkan stopwatch
5. Isap tetesan darah dengan kertas saring tiap 30 detik, cegah menekan
kulit saat menghisap darah
6. Ketika darah tak terhisap hentikan stopwatch dan catatlah waktunya
Masa perdarahan normal adalah 1-6 menit. Jika melampaui 10 menit
perdarahan belum berhenti, hentikan percobaan. Batalkan percobaan jika hasil
percobaan kurang dari 1 menit, karena terjadi akibat kurang dalamnya tusukan.

J. Masa pembekuan (clotting time)
Masa pembekuan digunakan untuk menilai faktor-faktor pembekuan darah,
khususnya faktor pembentuk tromboplastin dan faktor trombosit, serta kadar
fibrinogen. Ada 2 cara pemeriksaan yang lazim digunakan yaitu modifikasi cara Lee
dan White serta cara Duke. Langkah-langkah untuk pemeriksaan dengan modifikasi
cara Lee dan White adalah:

1. Sediakan dalam rak 4 tabung berdiameter 7-8 mm
2. Ambil 5 cc darah vena, saat darah masuk semprit jalankan stopwatch.
3. Masukkan 1 cc darah ke dalam setiap tabung
4. Tiap 30 detik, angkat tabung pertama dan miringkan untuk melihat bekuan.
Cegah tabung lain agar tak bergoyang
5. Setelah darah di tabung pertama membeku, periksa tabung kedua tiap 30 detik.
Catatlah waktunya
6. Lakukan langkah berikutnya untuk tabung ketiga dan keempat
7. Masa pembekuan adalah masa pembekuan rata-rata dari tabung kedua, ketiga dan
keempat

K. Pemeriksaan golongan darah
Ada berbagai macam penggolongan darah, namun yang akan kita praktikkan
pada kesempatan ini adalah penetapan sistem golongan darah ABO.
Tanpa melihat subgroup ada 4 macam golongan darah, yaitu:
1. A: eritrosit mengandung aglutinogen A dan serum aglutinin anti B
2. B: eritrosit mengandung aglutinogen B dan serum aglutinin anti A
3. O: eritrosit tak mengandung aglutinogen dan serum mengandung aglutinin anti A
dan anti B
4. AB: eritrosit mengandung aglutinogen A dan B, sedangkan serum tidak
mengandung aglutinin
Penetapan golongan darah menentukan jenis aglutinogen dalam sel. Selain itu
dikenal pula penetapan agglutinin dalam serum. Cara terbaik adalah dengan
menggunakan kedua penetapan yaitu aglutinogen dan aglutinin.

1. Taruh di bagian kiri object glass 1 tetes serum anti A dan di bagian kanan 1 tetes
serum anti B
2. Tambahkan 1 tetes kecil darah pada serum, kemudian campurlah dengan ujung lidi
3. Goyangkan object glass dengan gerakan melingkar
4. Perhatikan aglutinasi dengan mata telanjang, lalu benarkan dengan menggunakan
mikroskop.

Catatan:
Warna serum anti A: hijau/biru
Warna serum anti B: kuning
Darah yang diperiksa boleh darah kapiler segar atau darah vena yang telah
membeku terlebih dahulu yang kemudian sel-selnya dilepaskan memakai ujung
lidi.
Jumlah darah yang dicampur dengan serum sebaiknya mencapai nilai hematokrit
2%.
Anti serum kuat memberikan hasil tegas dalam waktu kurang dari 1 menit,
sebaiknya hasil diperiksa setelah 2 menit dan selanjutnya disusul pemeriksaan
ulang setelah lewat 20 menit. Tindakan terakhir mengamankan adanya subgroup
lemah dalam golongan A.
Jaga jangan sampai bahan pemeriksaan mengering pada object glass.
Untuk menghindari kesalahan, sebaiknya gunakan juga serum anti A,B (serum
golongan O). Ini berguna untuk mendapatkan subgroup A yang lemah,yang tidak
bereaksi dengan serum Anti A.

Referensi:
Nugroho Heru S. W. Laboratorium klinik 1: Pemeriksaan hematologi.
Bahan Kuliah Biokimia bagi Mahasiswa D III Kebidanan, 2011; vol 1: 154-73


URINE

A. Pemilihan sampel urin
Hasil urinalisa (pemeriksaan urin) terhadap kumpulan urin sepanjang 24 jam
pada seseorang akan memberikan hasil yang hampir sama dengan urin sepanjang 24 jam
berikutnya. Namun meskipun pada hari yang sama, hasil pemeriksaan pada saat-saat
tertentu akan memberikan hasil yang berbeda. Sebagai contoh, urin pagi berbeda dengan
urin siang atau malam. Berbagai jenis sampel urin antara lain urin sewaktu, urin pagi, urin
postprandial, urin 24 jam serta urin 3 gelas dan urin 2 gelas pada pria
1. Urin sewaktu
Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada suatu waktu yang tak ditentukan secara
khusus. Urin ini dapat digunakan untuk berbagai macam pemeriksaan. Urin ini cukup
baik untuk pemeriksaan rutin yang mengikuti pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus.
2. Urin pagi
Urin pagi adalah urin yang dikeluarkan paling pagi setelah bangun tidur. Urin pagi lebih
pekat daripada urin siang sehingga cocok untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein
dll. Bagi kalangan kebidanan, urin pagi baik untuk pemeriksaan kehamilan berdasarkan
adanya hormon human chorionic gonadotrophin (HCG) di dalam urin.
3. Urin postprandial
Urin postprandial adalah urin yang pertama kali dilepaskan 1,5-3 jam setelah makan. Urin
ini berguna untuk pemeriksaan glukosuria (adanya glukosa di dalam urin)
4. Urin 24 jam
Urin 24 jam adalah urin yang dikumpulkan selama 24 jam, dengan cara:
a. Siapkan botol besar bersih bertutup (minimal 1,5 L) umumnya dilengkapi
pengawet.
b. Jam 7 pagi urin dibuang.
c. Urin selanjutnya (termasuk jam 7 esok hari) ditampung dan dicampur.
Urin 24 jam diperlukan untuk pemeriksaan kuantitatif
Ada juga urin yang tak tak penuh 24 jam, misalnya urin siang 12 jam (jam 7 pagi sampai
dengan jam 7 malam) , urin malam 12 jam (jam 7 malam sampai dengan jam 7 pagi), urin
2 jam dll.
5. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas
Urin 3 gelas adalah urin yang ditampung sejumlah 3 gelas, dengan cara:
a. Beberapa jam sebelumnya penderita dilarang berkemih
b. Siapkan 3 gelas (sebaiknya gelas sedimen)
c. Penderita berkemih langsung ke dalam gelas tanpa henti
Gelas I diisi 20-30 ml pertama (berisi sel-sel uretra pars anterior dan prostatika)
Gelas II diisi volume berikutnya (berisi unsur-unsur dari kandung kemih)
Gelas III diisi volume terakhir (berisi unsur-unsur khusus dari uretra pars prostatika dan
getah prostat)
Urin 2 gelas diperoleh dengan cara sama dengan urin 3 gelas, dengan 2 gelas saja, gelas
pertama diisi 50-75 ml.
Urin ini digunakan untuk menentukan letak radang atau lesi yang menghasilkan darah
atau nanah pada urin seorang pria.

B. Pemeriksaan urin rutin
Pemeriksaan urin rutin meliputi: jumlah urin, makroskopis (warna dan
kejernihan), berat jenis, protein, glukosa serta pemeriksaan sedimen.
1. Jumlah urin
Jumlah urin dapat diukur dengan urin 24 jam, urin 12 jam, timed specimen pada
pemeriksaan tertentu serta urin sewaktu. Jumlah urin berkaitan dengan faal ginjal,
keseimbangan cairan tubuh serta penafsiran hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi
kuantitatif urin.
2. Warna urin
Warna urin diuji pada tebal lapisan 7-10 cm dengan cahaya tembus. Ada beberapa
macam hasil yaitu: tak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning
bercampur merah, merah bercampur kuning, merah, coklat, kuning bercampur hijau,
putih susu dll. Perubahan warna urin disebabkan oleh: obat-obatan, darah,
mikroorganisme, zat warna normal maupun abnormal, pus, protein dll. Beberapa
contoh penyebab perubahan warna urin antara lain:
3. Kejernihan urin
Kejernihan dapat diperiksa dengan cara yang sama dengan pemeriksaan warna urin.
Ada beberapa macam hasil yaitu: jernih (normal), agak keruh, keruh dan sangat
keruh. Kekeruhan urin disebabkan oleh bakteri, sedimen, lemak, dll.
4. Berat jenis urin
Berat jenis urin diukur dengan bantuan alat urinometer. Jika volume urin kecil, maka
dapat digunakan refraktometer. Berat jenis urin normal adalah 1016-1022. Berat jenis
berhubungan dengan diuresis. Semakin besar diuresis, makin rendah berat jenisnya.
Berat jenis berkaitan dengan pekatnya urin (faal pemekat ginjal). Glukosuria akan
meningkatkan berat jenis urin.
5. Bau urin
Bau urin dari semula (bukan bau akibat dibiarkan tanpa pengawet) memiliki makna.
Bau normal disebabkan oleh asam-asam organik yang mudah menguap. Bau
abnormal dapat disebabkan oleh
a. Makanan mengandung atsiri (jengkol, petai, durian dll.)
b. Obat-obatan (mentol, terpentin dll.)
c. Amoniak (perombakan ureum menjadi amoniak oleh bakteri)
d. Ketonuria (bau aseton)
e. Bau busuk (perombakan protein)
6. Derajat keasaman urin
Pemeriksaan ini penting pada kasus gangguan keimbangan asam-basa. Penyebab
berubahnya keasaman urin antara lain mikroorganisme. pH dapat ditentukan dengan
kertas lakmus, kertas nitrazin, reagent strip serta campuran indikator (lebih cepat dan
tepat).
7. Protein
Protein urine ditandai dengan adanya kekeruhan. Proteinuria ditentukan dengan
berbagai cara yaitu: asam sulfosalisilat, pemanasan dengan asam asetat, carik celup
(hanya sensitif terhadap albumin).
Penetapan jumlah protein ditentukan dengan urin 24 jam atau 12 jam, dengan cara
Esbach.
Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan adanya protein dengan cara
pemanasan dengan asam asetat:
a. Masukkan urin jernih ke dalam tabung reaksi sampai 2/3 penuh
b. Pegang ujung bawah tabung, panasi lapisan atas urin sampai mendidih selama
30 detik
c. Bandingkan kekeruhan lapisan atas dengan lapisan bawah urin. Jika keruh
mungkin disebabkan oleh protein
d. Tetesi urin dengan asam asetat 6% (3-5 tetes). Jika tetap keruh maka tes protein
positif. Jika kekeruhan hilang, penyebab kekeruhan pertama adalah kalsium
fosfat atau kalsium karbonat
e. Panasi sekali lagi sampai mendidih, lalu tentukan hasilnya:
- Tak ada kekeruhan : -
- Ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir : + (protein 0,01-0,05%)
- Kekeruhan mudah terlihat dengan butir-butir : ++ (protein 0,05-0,2%)
- Kekeruhan jelas dan berkeping-keping : +++ (protein 0,2-0,5%)
- Sangat keruh, berkeping besar atau bergumpal: ++++(> 0,5%)
8. Glukosa
Glukosuria ditentukan dengan reaksi reduksi menggunakan reagen Benedict (terbaik),
Fehling dan Nylander. Cara lainnya adalah menggunakan carik celup.
Langkah-langkah pemeriksaan reduksi dengan menggunakan reagen Benedict
adalah:
a. Masukkan 5 cc Reagen Benedict ke dalam tabung reaksi
b. Masukkan 5-8 tetes urin ke dalam tabung
c. Masukkan tabung ke dalam air mendidih selama 5 menit
d. Angkat tabung, kocok, lalu baca hasilnya sebagai berikut:
- - : biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak keruh
- + : hijau kekuningan dan keruh (0,5-1% glukosa)
- ++ : kuning keruh (1-1,5% glukosa)
- +++ : jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)
- ++++ : merah keruh (> 3,5% glukosa)
9. Benda keton
Benda-benda keton (aseton, aseto asetat dan beta hidroksi butirat) di dalam urin
diperiksa dengan menggunakan urin segar karena aseton mudah menguap. Cara
pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara Rothera, cara Gerhardt atau menggunakan
carik celup. Cara pemeriksaan menurut Gerhardt melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Masukkan 5 cc urin ke dalam tabung reaksi, lalu tetesi dengan feriklorida 10%
sambil dikocok
b. Jika terbentuknya presipitat putih ferifosfat berhenti, saringlah cairan tersebut
c. Berikan beberapa tetes feriklorida lagi, perhatikan warna merah coklat (benda
keton +)
10. Bilirubin
Dalam kondisi patologis terdapat bilirubin di dalam urin. Jika urin dibiarkan
sebagaian kecil bilirubin teroksidasi menjadi biliverdin. Tes untuk bilirubin
menggunakan cara percobaan busa, Harrison serta dengan carik celup. Cara Harrison
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Masukkan 5 cc urin yang telah dikocok ke dalam tabung reaksi
b. Tambahkan 5 cc Barium klorida 10%, lalu campur dan saringlah
c. Ketas saring yang berisi presipitat diangkat dari corong, dibuka lipatannya dan
ditaruh mendatar di atas corong. Biarkan sampai agak kering.
d. Teteskan 2-3 tetes reagen Fouchet ke atas presipitat di atas kertas saring
e. Warna hijau menandakan adanya bilirubin
11. Urobilinogen
Urobliinogen bereaksi dengan reagen Ehrlich membentuk zat warna merah.Adanya
urobilinogen diketahui dengan percobaan Wallace dan Diamond atau dengan
menggunakan carik celup.


12. Urobilin
Urin segar praktis tak mengandung urobilin. Urobilin baru muncul kemudian setelah
urobilinogen mengalami oksidasi. Cara yang dipakai adalah menggunakan
Schlesinger.
13. Sedimen urin
Sampel urin untuk pemeriksaan sedimen sebaiknya urin segar. Cara pemeriksaan
sedimen antara lain:
a. Makroskopis (perhatikan dengan mata telanjang tentang adanya sedimen.
b. Mikroskopis, dengan langkah-langkah:
1) Kocoklah supaya sedimen bercampur
2) Masukkan 7-8 cc ke dalam tabung sentrifuge dan pusingkan selama 5 menit
pada 1500-2000 rpm.
3) Tuang cairan atas keluar dari tabung dengan gerakan cepat dan luwes,
kemudian tegakkan kembali tabung hingga cairan di dinding kembali ke
dasar tabung. Volume sedimen dan cairan menjadi kira-kira cc.
4) Kocok tabung untuk mensuspensikan sedimen
5) Dengan menggunakan pipet Pasteur, taruh 2 tetes sedimen tersebut terpisah
ke atas kaca obyek dan tutuplah masing-masing tetes dengan kaca penutup.
6) Turunkan kondensor mikroskop atau kecilkan diafragmanya, kemudian
periksalah sedimen itu dengan lensa obyektif kecil (10X)
7) Periksa sedimen itu dengan lensa obyektif besar (40X)
8) Bacalah hasil pemeriksaan
Macam-macam sedimen urin:
a. Unsur organik
1) Sel epitel
2) Lekosit
3) Eritrosit
4) Silinder
5) Oval fat bodies
6) Benang lendir
7) Silinder
8) Spermatozoa
9) Potongan jaringan
10) Parasit
11) Bakteri-bakteri
b. Unsur anorganik
1) Bahan amorf
2) Kristal normal
3) Kristal abnormal
4) Kristal obat
5) Bahan lemak
Referensi :
Nugroho Heru S. W. Laboratorium klinik 2: Pemeriksaan urin. Bahan Kuliah
Biokimia bagi Mahasiswa D III Kebidanan, 2011; vol 1: 174-85

FESES
a. Warna
Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua
dengan terbentuknya urobilin lebih banyak.
Selain urobilin warna tinja
dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran
pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning juga dapat disebabkan
karena susu,jagung, lemak dan obat santonin.
Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang
mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh
biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam
saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut
disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim
pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan
mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah
pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik.
Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang
segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat.
Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal
saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain.
Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia
hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang
mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.
b. Bau
Pemeriksaan Bau Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal
pada tinja.
Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang
tidak dicerna dan dirombak oleh kuman.
Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Tinja yang
berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna
seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam. Konsumsi
makanan dengan rempah-rempah dapat mengakibatkan rempah-rempah
yang tercerna menambah bau tinja.
c. Konsistensi
Pemeriksaan Konsistensi Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak
dan bebentuk.
Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan
sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi.
Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan
bercampur gas. Konsistensi tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit
hisprung. feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan alabsorpsi
usus
d. Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada
dinding usus.
Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin
terletak pada usus besar.
Lendir bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada
usus halus.
Lendir saja tanpa tinja terjadi pada ada disentri, intususepsi dan ileokolitis.
Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan spastik
kolitis, mucous colitis pada anxietas.
Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada keganasan serta
peradangan rektal anal.
Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan adanya
ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif, intestinal tbc.
Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya vilous
adenoma colon.
e. Darah dan Nanah
darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah itu
mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja.
Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur
dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada
tukak lambung atau varices dalam oesophagus.
Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di
bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada
hemoroid atau karsinoma rektum. Semakin proksimal sumber perdarahan
semakin hitam warnanya.
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap
darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui
adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik
atau mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalu abnormal. Pada
keadaan normal tubuh kehilangan darah 0,5 2 ml / hari. Pada keadaan
abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2
ml/ hari
Pemeriksaan Nanah Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal
ini terdapat pada pada penyakit Kronik ulseratif Kolon , Fistula colon
sigmoid, Lokal abses
Pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah dalam jumlah yang
banyak.
f. Parasit
Pemeriksaan Parasit Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan
spesies cacing lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.
g. Sisa Makanan
Hampir selalu dapat ditemukan sisa makana yang tidak tercerna, bukan
keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya yang
dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang abnormal.
Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan
sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat elastic
dan zat-zat lainnya.
Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan Lugol
maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-
butir biru atau merah. Penambahan larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV
dalam alkohol 70% menjadikan lemak netral terlihat sebagai tetes-tetes
merah atau jingga.
h. Bilirubin, Urobilin dan Urobilinogen
Urobilin Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan
berkurang pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes
menjadi negatif, tinja dengan warna kelabu disebut akholik
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang
lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin,karena dapat
menjelaskan dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang
diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti
anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal,karena
bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian
oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin. Reaksi mungkin menjadi
positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi perubahan bilirubin
menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan
antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang
menyelenggarakan perubahan tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin
dapat digunakan metode pemeriksaan Fouchet
i. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing,
leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi.
Protozoa Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair
baru didapatkan bentuk trofozoit.
Telur cacing Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris
trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.
Leukosit Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam
seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan
didapatkan peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan
pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran
pencenaan.
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya
eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
Epitel Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu
yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari
bagian proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah
sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan
dinding usus bagian distal.
Kristal Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal
mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak.
Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan
bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah
banyak makan lemak. Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat
Leyden Tinja, Butir-butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat
Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan
amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan
kristal hematoidin.
Makrofag Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam
sitoplasmanya sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit
.Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak bergerak.
Sel ragi Khusus Blastocystis hominis jarang didapat.
Untuk membedakan antara Candida dalam keadaan normal dengan
Kandidiasis adalah pada kandidiasis, selain gejala kandidiasis, dari hasil
pemeriksaan dapat ditemukan bentuk pseudohifa yang merupakan bentuk
invasif dari Candida pada sediaan tinja. Timbulnya kandidiasis juga dapat
dipermudah dengan adanya faktor risiko seperti diabetes melitus, AIDS,
pengobatan antikanker, dan penggunaan antibiotika jangka panjang.
Referensi:
Fischbach FT.Stool Examination, In A of Laboratory and Diagnostic
Test, Ed V, Lippincott Philadelphia, New York, 1998; 254-276
Herry J.B. et al. Examination of feces, in Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods, Nine Ed, WB Saunder Co,
Philadelphia, 1996 ; 537-541
Pemeriksaan Kimia
a. Pemeriksaan Darah Samar pada Feses
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah
samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan
kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik.
Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada keadaan normal tubuh
kehilangan darah 0,5 2 ml / hari. Pada keadaan abnormal dengan tes darah
samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/ hari
Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac tes,
orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan aktivitas
peroksidase / oksiperoksidase dari eritrosit (Hb).
a) Metode benzidine basa
1. Membuat emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10 ml dan
panasilah hingga mendidih.
2. Menyaring emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai menjadi dingin
kembali.
3. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk pisau.
4. Menambahkan 3 ml asam acetat glacial, kocoklah sampai benzidine itu
5. Membubuhi 2 ml filtrate emulsi tinja, campur.
6. Memberi 1 ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.
7. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit ( jangan lebih lama ).

b) Metode Benzidine Dihidrochlorida
Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai pengganti benzidine
basa dengan maksud supaya tes menjadi kurang peka dan mengurangi hasil positif
palsu, maka caranya sama seperti diterangkan di atas.

c) Cara Guajac
Prosedur Kerja :
1) Membuat emulsi tinja sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi dan tambahkan 1 ml
asam acetat glacial, campur.
2) Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2 ml
alkohol 95 %, campur.
3) Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi emulsi tinja sehingga
kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
4) Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua lapisan itu.
Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.
Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain adalah
preparat Fe, chlorofil, extract daging, senyawa merkuri, Vitamin C dosis tinggi
dan anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-) palsu, sedangkan leukosit,
formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat dapat menyebabkan positif (+)
palsu.

b. Pemeriksaan Urobilin pada Feses
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang
pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja
dengan warna kelabu disebut akholik.
Prosedur kerja :
1. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campurlah dengan larutan
mercurichlorida 10 % dengan volume sama dengan volume tinja.
2. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya
3. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap dan biarkan
selama 6-24 jam
4. Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah


c. Pemeriksaan Urobilinogen pada Feses
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih
baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin, karena dapat menjelaskan dengan
angka mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga
bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.
Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu
jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi
urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin.
d. Pemeriksaan Bilirubin pada Feses
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal,karena
bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara
akan teroksidasi menjadi urobilin.
Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi
perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang
dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang
menyelenggarakan perubahan tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat
digunakan metode pemeriksaan Fouchet.






DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai