Anda di halaman 1dari 25

ANEMIA DI DAERAH

ENDEMIK MALARIA
OLEH :
Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt,M.Kes
PROGRAM STUDI ILMU GII
!AKULTAS KESEHATAN MAS"ARAKAT
UNI#ERSITAS HASANUDDIN
$%&&
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL..............................................................................
SURAT KETERANGAN.......................................................................
........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................
........................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
.. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar at!genesis en"akit Malaria..............................
B. at!#si!l!gi Ane$ia %a&a en"akit Malaria .................
B1. Hilangn"a Sel Dara' Mera' "ang Terin(eksi............
B). Ke'ilangan Sel &ara' Mera' "ang Ti&ak Terin(eksi.
B.* enekanan Er"t'r!%!ieti+ &an D"ser"t'r!%!iesis... 11
C. E%i&e$i!l!gi &an B,kti Inter-ensi Mengenai .at Besi &an
Ane$ia.......................................................................... 1/
BAB III PENUTUP
A. Kesi$%,lan .................................................................. )0
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Morbiditas dan mortalitas penyakit malaria utamanya
disebabkan oleh infeksi plasmodium falciparum, walaupun p. vivax, p.
ovale, and p. malariae juga berkontribusi terhadap infeksi pada manusia.
otal beban dari penyakit ini diperkirakan hingga !"! juta episode setiap
tahun dan malaria berkontribusi "#$ dari semua kematian anak di sub%
&aharan Afrika, yang sebanding dengan #''.''' kematian setiap
tahunnya ()owe, *'''+ &now, *''!,.
&tudi mengenai anemia malaria sedikit terlambat menarik
perhatian para akademisi dan professional. Anemia malaria berat sangat
pantas dijadikan sebagai masalah kesehatan masyarakat utama karena
banyaknya jumlah orang yang mengalaminya, dan nampaknya jumlah ini
menjadi semakin meningkat seiring terjadinya resistensi obat antimalaria.
-erhatian terhadap hal ini juga telah didukung oleh data dari penelitian
terbaru mengenai vaksin, yang menyatakan bahwa kera yang diimunisasi
dengan antigen tahap eritrosit, dan yang telah mendapatkan perlindungan
dari infeksi akut, dapat menderita anemia berat selama fase infeksi sub%
akut atau kronis (.gan, *''*+ /ones, *''*,. 0agipula, terjadi peningkatan
kesadaran mengenai sulitnya pengobatan yang memuaskan melalui
transfuse darah di luar pusat%pusat ahli pada kebanyakan daerah endemic
sebagai akibat dari terbatasnya suplai darah yang cepat dan aman
()owe, *'''+ 1leming, "223,.
Anemia malaria berat lebih sering ditemukan pada daerah
dengan penyebaran malaria yang tinggi dan sebagian besar ditemukan
pada anak%anak dan wanita hamil (4reenwood, "223,. -revalensi anemia
yang didefinisikan sebagai kadar hematokrit (5ct, lebih tinggi dari ',66,
pada daerah endemic malaria di Afrika, bervariasi antara 6"$ dan 2"$
pada anak%anak dan antara 7'$ dan #'$ pada wanita hamil (Menende8,
*'''+ &chellenberg, *''6,.
Cukup sulit untuk menentukan jumlah kasus anemia berat yang
disebabkan oleh malaria sebagaimana defenisi 95: mengenai anemia
malaria berat (kadar haemoglobin ;5b< = !' g>0 ;! g>d0< atau 5ematokrit
;5ct< = ',"!, dalam keadaan adanya parasitemia ? "'.''' per mikroliter
;@0,, dan sebuah lapisan darah yang normocytic, dapat mengeluarkan
proporsi pertimbangan dari anak anemia berat yang memiliki apusan
darah negative untuk parasit malaria tetapi merespon terhadap
pengobatan antimalaria (Menende8, "223+ 9arrel, "22',. Aemungkinan
akan sulit untuk menghubungkan anemia dengan sebuah penyebab
tunggal karena penyebab anemia malaria di daerah endemic biasanya
kompleks dan defisiensi hematinin, sifat genetic, dan infeksi berulang
kesemuanya itu berkontribusi terhadap anemia ()oberts et.al, *''!,.
Bamun demikian, sebuah randomi8ed placebo%controlled trial profilaksis
malaria dan suplementasi besi pada bayi, pada sebuah daerah endemic,
telah memperihatkan bahwa infeksi malaria merupakan faktor etiologi
utama yang mendasari terjadinya anemia (&chellenberg et.al, *''",.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar patogenesis penyakit malaria
-atologi malaria terkait dengan fase infeksi darah (4ambar ",
(:cana%Morgner et.al, *''6,. Cnfeksi plasmodium 1alciparum memiliki laju
multiplikasi yang lebih tinggi yang juga secara konal mengekspresikan
varian antigen pada permukaan eritrosit yang terinfeksi (pf%.M-%",. -f%
.M-%" berikatan dengan ligan pada permukaan sel%sel endotel dan
memediasi keberadaan eritrosit yang terinfeksi dalam vena postcapillary.
Aedua karakteristik ini memungkinkan parasit -. falciparum untuk
menghindar dari sistem imun host, yang menyebabkan terjadinya
parasitemia yang tinggi dengan infeksi berulang yang berkontribusi
terhadap keadaaan kronis dari penyakit ini (5vild, *''!,. -ada malaria -.
vivax dan -. ovale, parasitemia yang tinggi jarang terjadi karena invasi
terhadap eritrosit terbatas pada retikulosit. Akan tetapi, -. vivax kadang%
kadang dapat menyebabkan penyakit yang berat termasuk anemia
melalui hemolisis berat (jitra, *''!+ )odriDue8%Morales, *''7+ Bosten,
"222,.
Gambar 1. &iklus hidup parasit malaria (0amikanra, *''3,
&pektrum gejala klinis dan tingkat keparahan -. falciparum
cukup luas. -ada daerah endemic, banyak infeksi pada anak%anak dan
orang dewasa yang semi%imun dan imun muncul karena penyakit febrile
yang tidak sempurna. -ada sebagian besar penyakit berat, individu non%
imun dapat memiliki sejumlah sindrom termasuk anemia, koma, distress
pernapasan, dan hipoglikemia, serta memiliki frekuensi bakterimia yang
tinggi (Marah, "22!+ Berkley, *''!,. Banyak anak yang menderita anemia
ringan, sedang, dan bahkan berat tanpa sindrom penyakit berat yang lain.
Akan tetapi, anemia berat dapat diikuti oleh sindrom penyakit berat yang
lain (Marah, "222,. &ebagai contoh, anak yang menderita anemia dapat
juga memunculkan gejala malaise, kelelahan, dyspnoea, atau distress
pernapasan karena metabolic acidosis supervenes (Arishna, "22E+
.nglish,"223,. Fistribusi umur pada sindrom penyakit berat ini cukup
menarik, tapi sangat sedikit dipahami. Anak yang lahir di daerah endemic
malaria cukup besar terlindungi dari malaria berat pada 7 bulan pertama
kehidupan melalui transfer pasif immunoglobulin ibu dan haemoglobin
semasa janin. -enampakan penyakit berubah dari anemia berat pada
anak usia " sampai 6 tahun di daerah transmisi tinggi menjadi malaria
cerebral pada orang yang lebih tua di daerah transmisi rendah (&now,
"223,. &eiring penurunan intensitas transmisi, malaria berat lebih sering
ditemukan pada kelompok usia yang lebih tua.
Anemia pada malaria -. falciparum memiliki ciri normocytic dan
normochromic, dengan secara khusus tidak adanya retikulosit, walaupun
microcytosis dan hypocromia dapat muncul disebabkan karena sifat
talasemia alpha dan beta dengan frekuensi sangat tinggi dan>atau
defisiensi besi pada daerah endemic malaria (Bewton, "223+ Geats, "222+
Abdalla, *''E+ )oberts, *''!, perbedaan yang jelas pada patofisiologi
anemia dalam berbagai kondisi klinis, usia dan area geografis hanya
sedikit dipahami dan tentunya memerlukan lebih banyak penelitian lagi.
Bentuk anemia yang kurang umum pada malaria aalah Hblackwater feverI
yang ditandai dengan secara tibab%tiba munculnya kemoglobin pada urin
yang terkait dengan penggunaan kina yang tidak beraturan (&tephens,
"263,.
:leh karena itu, keadaan klinis anemia berat cukup bervariasi
dan komplksJ infeksi akut kemungkinan menyebabkan anemia dan>atau
malaria cerebral, distress pernapasan, dan hipoglikemia+ dan infeksi
kronis, infeksi berulang dapat menyebabkan anemia berat. Fi samping itu,
kemungkinan ada pula background 5b normal atau rendah. Fengan
demikian, pemahaman mengenai proses patofisiologi utamanya telah
dikaitkan dengan konteks klinis yang berbeda%beda (0amikanra, *''3,.
B. Patoisiologi Anemia pa!a Penyakit Malaria
-enyebab yang mendasari anemia malaria berat pada manusia
dapat mencakup satu atau lebih dari beberapa mekanisme berikutJ (",
penghilangan dan > atau penghancuran sel darah merah yang terinfeksi,
(*, penghilangan &el darah merah yang tidak terinfeksi, (6, penekanan
erythropoietic dan dyserythropoiesis. &etiap dari mekanisme ini telah
terlibat dalam anemia malaria pada manusia.
B.1. Hilangnya sel !ara" mera" yang terineksi
&elama infeksi terjadi, ada kehilangan yang jelas dari eritrosit
yang terinfeksi untuk pematangan parasit serta pada saat pengenalan
makrofag. /alur fagositik untuk manusia dan tikus dapat dilihat pada
tabel " (Casals%-ascual et.al *''7,.
#abel 1. Aenampakan patologis -. 1alciparum dan anemia malaria
pada manusia dan tikus (0amikanra, *''3,
Cukup jelas bahwa mekanisme yang sama juga ada untuk
hilangnya eritrosit yang terinfeksi pada manusia dan tikus. Akan tetapi,
hilangnya eritrosit terinfeksi pada manusia dengan parasitemia kurang
dari "$ nampaknya tidak memberikan dampak yang signifikan pada
derajat anemia. :leh karena itu, penghilangan ini, dapat membuktikan
lebih terkaitnya untuk onset anemia pada individu yang menderita
infeski akut, khususnya anak%anak dimana parasitemia biasanya lebih
besar dari "'$ (0amikanra, *''3,.
B.$. %e"ilangan sel !ara" mera" yang ti!ak terineksi
&elama infeksi malaria pada manusia, banyak sel darah
merah yang tidak terinfeksi hancur di limpa dan sangat mungkin di
hati, dan kerusakan sel%sel darah merah ini telah diidentifikasi sebagai
penyumbang utama anemia pada malaria (-rice )B, et.al+ *''",.
Model matematika dan observasi klinis menunjukkan bahwa sel darah
merah yang tidak terinfeksi "' kali lebih banyak akan dihapus dari
sirkulasi untuk setiap eritrosit yang terinfeksi (/akeman, "222,.
9alaupun hanya sedikit pengukuran langsung sel darah merah yang
bertahan yang telah dilakukan untuk infeksi pada manusia,
pengurangan sebagian usia eritrosit normal dan meningkatkanya
penghilangan eritrosit karena panas telah dilakukan pada pasien
malaria, dan konsisten dengan observasi ini (0ooareesuwan, "2#3,.
Aegiatan dan jumlah makrofag juga meningkat selama infeksi
malaria pada manusia, dan karena itu dapat menyebabkan
peningkatan penghilangan sel yang tidak terinfeksi (/enkins, et.al+
*''7,. -eningkatan penghlangan eritrosit yang tidak terinfeksi ini tidak
hanya disebabkan aktivasi makrofag limpa tetapi juga untuk
perubahan ekstrinsik dan intrinsik pada sel darah merah yang
meningkatkan keberadaannya dan fagositosis. -ertama, sel darah
merah yang tidak terinfeksi mengalami penurunan deformabilitas yang
menyebabkan peningkatan penghilangan sel darah merah dalam
limpa. Mekanisme yang bertanggung jawab atas hilangnya
deformabilitas ini belum sepenuhnya dipahami. -eningkatan oksidasi
dalam membrane eritrosit terinfeksi telah terbukti pada anak%anak
dengan malaria falciparum - berat, dan inflamasi yang sedang
berlangsung yang terkait dengan malaria akut (proinflamasi cytokines,,
atau efek langsung produk parasit telah terbukti menyebabkan
hilangnya pembentukan sel darah merah (Mohan, "22!+ Fondorp,
*''6+ :modeo,*''!,. Menariknya, penurunan deformabilitas sel darah
merah yang parah juga merupakan prediktor yang kuat untuk kematian
diukur pada awal masuk rumah sakit, baik pada orang dewasa
maupun anak%anak dengan malaria berat (Fondorp, et.al+ *''*,.
Aedua, pengendapan immunoglobulin dan komplemen pada sel darah
merah yang tidak terinfeksi dapat meningkatkan serapan dengan
mediasi reseptor oleh makrofag (abel ", (0amikanra, *''3,.
-roduk parasit yang mungkin menjadi bagian dari
imunoglobulin%antigen kompleks diendapkan pada sel darah merah
yang tidak terinfeksi termasuk protein permukaan cincin - falciparum
* ()&-%*,. -rotein ini, yang dieksprsesikan secara singkat setelah
invasi mero8oit sel darah merah, memediasi adhesi i)BCs ke sel
endotel (Fouki /B, et.al+ *''6,. )&-%* juga disimpan pada sel darah
merah yang tidak terinfeksi dan opsonisasi dari bantalan )&-% *% sel
darah merah yang tidak terinfeksi ini menyediakan mekanisme untuk
menghilangkan sel darah merah yang tidak terinfeksi. Memang
tingginya tingkat antibodi yang memfasilitasi fagositosis yang
dimediasi pelengkap dari sel yang mengekspresikan )&-%*
ditemukan dalam serum kekebalan tubuh dari orang dewasa dan
anak%anak dengan anemia berat (0aye8, et.al+ *''!,. Antigen ini juga
ada pada permukaan erythroblasts dalam sumsum tulang dari pasien
yang terinfeksi - falciparum, menunjukkan bahwa penghilangan atau
kerusakan beredar atau mengembangkan sel erythroid melalui )&-%
* dan anti%)&-%* dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan
anemia malaria berat.
B.&. Penekanan eryt"ropoieti' !an !yseryt"ropoiesis
.ritropoiesis normal terganggu selama infeksi malaria.
-engamatan yang paling awal mengenai eritropoiesis yang berkurang
pada manusia yang menderita malaria akut dibuat lebih dari 7' tahun
yang lalu di mana reticulocytopenia diamati dalam infeksi malaria -
vivax dan - falciparum yang diikuti oleh retikulositosis setelah
penghilangan parasit (Kryonis, "262,. Aemudian, ditunjukkan bahwa
jumlah reticulocyte yang rendah pada pasien dengan malaria di
hailand diikuti dengan penekanan eritropoiesis (Casals%-ascual L
)oberts, *''7,.
Bagian sumsum tulang yang diambil dari anak%anak 4ambia
dengan anemia akut mengungkapkan bahwa meskipun peningkatan
cellularity tidak berbeda secara signifikan untuk jumlah total
erythroblasts yang diamati ketika dibandingkan dengan pasien yang
tidak terinfeksi, hal ini memberikan bukti untuk respon erythroid yang
ditekan. Anak%anak yang mengalami anemia kronis (parasitemia =
"$, memiliki kadar erythroid hyperplasia dan dyserythropoiesis yang
lebih tinggi (Abdalla &5, "22',. Fyserythropoiesis atau secara
morfologi dan > atau secara fungsional produksi sel darah merah
abnormal ditunjukkan oleh vacuolasi sitoplasma, stippling,
fragmentasi, jembatan intercytoplasmic, fragmentasi inti, dan
multinuclearitas. 5al ini bertepatan dengan berkurangnya
retikulositosis yang mengindikasikan gangguan fungsional produksi
sel darah merah dari sumsum tulang (Abdalla &5, "22', (4ambar *,.
Falam penelitian yang lebih kecil dari 7 anak dengan penyakit kronis,
sebuah peningkatan proporsi erythroblasts polikromatik diamati di
fase 4* pembelahan (9ickramasinghe, "2#*,. -engobatan pasien
dengan obat antimalaria meningkatkan jumlah retikulosit, yang
menunjukkan bahwa -. falciparum sebagai penyebab
dyserythropoiesis dan eritropoiesis tidak efektif.
Gambar $. -engaruh langsung dan tidak langsung parasit pada
perkembangan anemia malaria
&ebuah produk sampingan parasit dari pencernaan
hemoglobin, hemo8oin, mungkin memiliki peran dalam terjadinya
gangguan erythroid melalui pengaruh pada fungsi monosit manusia.
5emo8oin mengurangi aktivitas oksidatif yang berlebihan pada
manusia, mencegah up%regulasi penanda aktivasi, (&chwar8er, "22#,
dan juga merangsang sekresi endoperoxides yang aktif secara
biologis dari monosit, seperti "! (&,%hydroxyeicosatetraenoic (5..,
dan E%hidroksi%nonenal (E%5B., melalui oksidasi lipid membran,
(&chwar8er, *''6, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan erythroid.
(4iribaldi, *''E, Fisfungsi Makrofag juga bisa mengganggu fungsi
pulau erythroblastic dimana makrofag mendukung diferensiasi
terminal erythroblasts di sumsum tulang. 5emo8oin dan B1M%juga
memiliki efek aditif pada eritropoiesis in vitro, dan dalam studi klinis
makrofag yang mengandung hemo8oin dan hemo8oin plasma
dikaitkan dengan anemia dan penekanan retikulosit. (Casals%-ascual,
*''7, &elain itu, bagian sumsum tulang dari anak%anak yang
meninggal karena malaria berat menunjukkan hubungan yang
signifikan antara jumlah hemo8oin (terletak di prekursor erythroid dan
makrofag, dan proporsi sel erythroid yang abnormal. emuan ini
konsisten dengan efek penghambatan langsung hemo8oin pada
eritropoiesis dan karena itu memerlukan penyelidikan lebih lanjut
(0amikanra, *''3,
Penekanan 'ytokine !alam eryt"ropoiesis
&elama fase akut infeksi ada respon inflamasi yang kuat, yang
menghasilkan peningkatan B1M dan C1BN (Gap, "22E,. B1M
menghambat semua tahapan eritropoiesis (Fufour, *''6,, dan C1BN
bekerja dengan B1M untuk menghambat pertumbuhan dan
diferensiasi erythroid dengan up%regulasi ekspresi )AC0, 9.AA,
dan CF2!0 dalam perkembangan erythroblasts (1elli, *''!,.
&edangkan penyakit berat pada anak dikaitkan dengan peningkatan
kadar sitokin pro inflamasi dan anti%inflamasi, tingkat keparahan
anemia nampaknya tergantung pada tingkat B1M yang relatif
terhadap regulatornya, anti%inflamasi sitokin C0%"' yang potensial.
Beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa rasio yang rendah
dari plasma C0%"'> B1M terkait dengan anemia malaria berat pada
anak%anak (:thoro, "222,. &elanjutnya, sejumlah polimorfisme dalam
B1M%promotor manusia menunjukkan hubungan yang lebih besar
dengan anemia dibandingkan dengan malaria serebral (Mc4uire,
"222,. :leh karena itu dikemukakan bahwa pada manusia C0%"'
dapat melindungi terhadap penekanan sumsum tulang dan aktivitas
erythrophagocytic yang diinduksi oleh B1M dan>atau mengurangi
rangsangan proinflamasi lainnya.
Banyak sitokin pro inflamasi lain seperti, C0%"* C0%"#, dan
migrasi faktor penghambat (MC1, juga telah terlibat dalam patogenesis
anemia pada malaria. -ada manusia, sekresi C0%"* dan C0%"# dari
makrofag menginduksi produksi C1B dari pembunuh alami (BA,, sel B,
dan sel (Malaguamera, *''*,, sementara MC1 diproduksi melalui sel
dan makrofag yang diaktifkan dan menghambat aktivitas anti%
inflamasi glukokortikoid (Clark L Cowden, *''6,.
C0%"* berada dalam tingkat yang lebih tinggi pada keadaan
non%lethal, dibandingkan dengan keadaan lethal, sitokin ini dapat
menjadi stimulator eritropoiesis (Mohan, "22#,. &ebaliknya, dengan
peningkatan kadar yang ditemukan selama infeksi, MC1 telah terlihat
menekan hematopoiesis (Martiney, *''',.
he 5ubungan C0%"* dengan malaria falciparum berat masih
kurang jelas. Beberapa studi mengamati kenaikan moderat C0%"* dan
C0%"# pada pasien dengan anemia berat (Awandare, *''7,, yang lain
melaporkan penurunan C0%"* pada pasien dengan malaria berat (5b
=3! g > 0 ;3,! g > d0<, dibandingkan dengan kontrol tidak sempurna
(5b? "'' g > 0 ;"' g > d0<,, atau tidak ada peningkatan yang signifikan
pada pasien dengan penyakit berat dibandingkan dengan malaria
tanpa komplikasi (0yke, *''E,. Falam * contoh terakhir di atas, anti%
inflamasi sitokin seperti 41 atau C0%"' juga berkurang pada pasien
dengan penyakit parah. &ebaliknya, pasien dengan penyakit akut dan
peningkatan kadar C0%"* telah menandai peningkatan C0%"'
(Malaguamera, *''*,. Aarena sebagian besar pasien dengan anemia
dalam studi terakhir memiliki rata%rata kadar 5b 2' g > 0 (2 g > d0,
adalah mungkin bahwa, peningkatan C0%"* berhubungan dengan
penurunan tingkat keparahan anemia malaria berat.
-engamatan ini menunjukkan kompleksitas respon sitokin, dan
juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara sitokin proinflamasi
dan antiinflamasi, yang dapat menjadi pelindung atau merugikan host.
Memahami peran sitokin akan membutuhkan lebih banyak data dari
studi yang kuat untuk memungkinkan penggunaan analisis multivariat
yang lebih canggih yang memungkinkan untuk interaksi yang rumit
antara masing%masing faktor.
&ebuah produk parasit yang ditemukan dalam plasma selama
terjadi infeksi yang mungkin terlibat dalam efek sitokin proinflamasi
pada anemia malaria berat adalah jangkar glycophosphatidylinositol
(4-C, dari protein mero8oit, M&-%", M&-%*, dan M&-%E (Miller, "226,.
4-Cs cenderung untuk memberikan kontribusi untuk anemia malaria
karena dapat menginduksi pelepasan B1M%dari makrofag manusia
(&chofield, "226,, yang dapat berkontribusi terhadap patologi dari
anemia malaria berat. 0ebih khusus, baru%baru ini telah diperlihatkan
bahwa respon proinflamasi dari monosit manusia adalah melalui
interaksi dengan 4-Cs 0)*, dan untuk 0)E yang lebih rendah
(Arishnegowda, *''!,.
&ebuah produk yang telah dibahas sebelumnya, hemo8oin,
juga dapat lebih erat terkait dengan respon imun bawaan, dan dengan
demikian terkait pula dengan pelepasan proinflamasi sitokin. -ada
manusia, pigmen sintetik menginduksi ekspresi B1M, yang telah
dikaitkan dengan kemampuan hemo8oin untuk menginduksi
metaloproteinase MM-%2 (-rato, *''!,.
Eryt"ropoietin.
-enurunan 5b dan penurunan berikutnya dalam tekanan
oksigen harus merangsang peningkatan kadar eritropoietin (.po,
pada pasien dengan anemia malaria yang berat. Bukti klinis untuk
peningkatan kadar .po yang tepat pada malaria agak kontradiktif.
&tudi pada orang dewasa dari hailand dan &udan telah menunjukkan
bahwa konsentrasi .po, meskipun dinaikkan, kurang tepat untuk
derajat anemia (el 5assan, "223,. Bamun, beberapa penelitian
malaria pada anak%anak Afrika yang menderita anemia malaria telah
menunjukkan peningkatan konsentrasi .po dengan tepat (Kerhoef,
*''*,. Bahkan, tingkat .po pada anemia malaria lebih dari 6 kali lipat
lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak anemia tanpa malaria. (3*,
Ada kemungkinan bahwa sintesis .po yang tidak efektif atau tidak
memadai berkontribusi terhadap anemia malaria di beberapa tempat,
kemungkinan berhubungan dengan usia, asal etnis, atau presentasi
pasien. Akan tetapi, pada anak%anak Afrika dengan malaria, sintesis
.po memang meningkat lebih dari yang diharapkan dan itu lebih
mungkin bahwa berkurangnya respon terhadap .po, bukan tingkat
.po rendah yang tidak tepat, merupakan kontribusi yang lebih
signifikan untuk patologi.
Deisiensi Hematinin.
Meskipun kekurangan makanan tersebar luas di daerah
endemik malaria, pengaruh kadar folat dan 8at besi yang kurang tidak
dianggap sebagai kontributor utama dyserythropoiesis selama
terjadinya anemia berat pada malaria (Abdalla, "22',. Bamun
disregulasi metabolisme besi dapat berkontribusi pada keparahan
penyakit pada anak%anak yang mengalami anemia malaria berat.
5epcidin hormon peptida telah terlibat dalam mediasi anemia penyakit
kronis atau inflamasi dengan mengurangi cadangan besi untuk
eritropoiesis (Bemeth, *''6,.
(. Epi!emiologi !an b)kti inter*ensi mengenai +at besi !an malaria
&etelah percobaan Pemba, pertanyaan utama yang dihadapi
peneliti adalahJ OOApa mekanisme potensial dimana status besi dapat
mempengaruhi invasi atau pertumbuhan parasit dan tentu saja gejala
klinis infeksiOOP &ebagian besar diskusi pertanyaan ini berkisar pada tahap
darah parasit dengan hampir tidak ada yang diketahui tentang faktor yang
mungkin berdampak pada tahapan hati, dan ini akan menjadi target
penting untuk penelitian masa depan. &aat ini ada E saran yang dikutip
sebagai sarana dimana status besi dapat mempengaruhi kerentanan
terhadap malaria (Andrew, *''#,.
Gang pertama adalah hanya melalui perubahan dalam
ketersediaan besi untuk pertumbuhan parasit dan replikasi. -ada tahap
erythrocyticnya, parasit malaria menyajikan beberapa paradoks
sehubungan dengan akuisisi besi. 5eme besi, meskipun tersedia dalam
jumlah yang banyak, tampaknya tidak dimanfaatkan oleh plasmodium dan
harus didetoksifikasi melalui pembentukan kompleks hemo8oin, yang
berisi *,* mol>0 besi. ampaknya parasit tergantung pada tempat yang
sangat kecil dari besi labil dalam sitoplasma dan karenanya mungkin
sensitif terhadap pengaruh eksternal (nutrisi, pada konsentrasi besi dalam
kompartemen ini (&choll, *''!,.
Aemungkinan kedua adalah bahwa suplementasi besi dapat
meningkatkan kerentanan dengan menstimulasi eritropoiesis karena ada
bukti bahwa parasit memiliki preferensi untuk retikulosit. Bamun, ini hanya
berlaku pada -. vivax dan tidak akan menjelaskan efek pada -. falciparum
yang kadang%kadang keliru.
Aemungkinan ketiga adalah bahwa seng protoporfirin (sebuah
produk dari kekurangan 8at besi eritropoiesis, dapat menghambat
pembentukan hemo8oin dan karenanya menghasilkan lingkungan
beracun dengan cara yang analog dengan tindakan obat antimalaria (Cyer,
*''6,. Aemungkinan terakhir akan melalui pengaruh besi terhadap
imunitas host.
Anehnya, ada beberapa studi yang memeriksa apakah individu
iron%deficient>anemia lebih rentan terhadap malaria (4ambar. 6,. Fua
penelitian menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap malaria pada
individu dengan feritin serum yang tinggi (&now, "22"+ Byakeriga, *''E,.
-enelitian lain menunjukkan peningkatan (:ppenheimer, "2#7, dan
penurunan (&hipton, *''E, kerentanan terkait dengan tingkat hemoglobin
yang lebih tinggi. -erancu dalam studi tersebut dengan mudah dapat
muncul dari proporsi yang berbeda dari hemaglobinopathies, yang
mungkin berhubungan dengan hemoglobin dan perlindungan dari malaria.
Gambar &. Beberapa penelitian mengenai status besi dan
kerentanan terhadap malaria
Bukti dari percobaan suplementasi besi lebih kuat (4ambar E,
dan telah ditinjau secara rinci di tempat lain (&hankar, *'''+
:ppenheimer, *''"+ -rentice, *''3,. Fari "! studi terakhir yang ditinjau
(-rentice, *''3,, 7 tidak menunjukkan efek dari suplemen 8at besi pada
risiko malaria+ dari 7 hasil ini, 6 termasuk proporsi besar subyek anemia
(3E%2E$,, dan hanya " anak disertakan dengan 5b !' g>0 . -enelitian lain
yang dikelompokkan berdasarkan tingkat dasar hemoglobin menemukan
bahwa manfaat terbesar terjadi pada sub kelompok yang paling anemia,
sebuah temuan yang sejalan dengan interpretasi &tolt8fus dari data
-emba (&tolt8fus, *''#,. iga penelitian menunjukkan peningkatan
serangan malaria klinis pada kelompok suplementasi besi, dan 7 studi
lebih lanjut menemukan peningkatan tidak signifikan dalam hasil malaria.
Gambar ,. Beberapa penelitian mengenai suplementasi besi dan infeksi
malaria
&alah satu perbedaan mencolok antara populasi penelitian dengan
peningkatan yang signifikan dalam hasil malaria dan yang dengan efek
tidak bermakna adalah akses ke perawatan kesehatan dan pengobatan
aktif kasus insiden malaria. Bahkan, semua kecuali " dari percobaan yang
ditemukan tidak berpengaruh pada hasil malaria disediakan
akses ke fasilitas perawatan kesehatan atau aktif tindak lanjut dan
pengobatan kasus kejadian malaria. 5al ini menunjukkan bahwa efek
merugikan potensi suplementasi besi dapat dibatasi oleh pengobatan
yang efektif bersamaan dari infeksi malaria. Bamun, Kerhoef dkk. (*''*,
dan Bwanyanwu dkk. ("227, telah menunjukkan efek kegagalan
pengobatan potensi menggabungkan sulfadoksin>pirimetamin (&-,
dengan 8at besi dalam pengobatan malaria, menunjukkan bahwa terapi
antimalaria harus mendahului suplemen.
BAB III
PENU#UP
-ada penyakit akut, ketidakseimbangan antara mediator proinflamatori dan
anti%inflamatori kemungkinan menjadi penyebab utama dyseritropoiesis.
&elama terjadi infeksi kronis, akan terjadi gangguan penghilangan produk%
produk parasit (misJ )&-*, 58, dan 4-C,, dan akumulasinya secara bersama%
sama atau sendiri berkontribusi terhadap terjadinya anemia malaria berat
yang kronis. -enelitian selanjutnya mengenai pengaruh jangka panjang
produk parasit pada pengaturan cytokine dan hematopoiesis dapat
berkontribusi dalam mekanisme yang terlibat dalam suppresi produksi sel
darah merah. -enelitian seperti ini jika disandingkan dengan investigasi in
vitro mengenai pengaruh produk parasit pada sel%sel hematopoietic akan
memungkinkan untuk menentukan tahap eritropoiesis yang terlibat dan akan
meningkatkan pemahaman kita mengenai etiologi anemia malaria berat.

Anda mungkin juga menyukai