Anda di halaman 1dari 8

MINGGU, 18 DESEMBER 2011

KARAKTERISTIK INSTRUMEN ASESMEN DAN POLA KINERJA SISWA PADA KEGIATAN


PRAKTIKUM KIMIA
Ari Basuki*
*SMA Negeri 2 Tajungpinang, Kepulauan Riau
Betha29124@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan bagaimana karakteristik instrumen asesmen yang
dikembangkan, pola kinerja, dan hubungan antara kemampuan kognitif, kinerja dengan kemampuan
mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan siswa pada kegiatan praktikum kimia. Tujuan penelitian adalah
menyusun instrumen asesmen kegiatan praktikum kimia yang diketahui karakteristiknya. Selanjutnya instrumen
digunakan untuk mengungkapkan pola kinerja dan kemampuan kognitif, kinerja dan mengkomunikasikan hasil
praktikum siwa secara lisan beserta korelasinya. Subjek penelitian adalah sepuluh siswa pada tahap ujicoba dan
limabelas orang siswa pada tahap implementasi. Analisis secara kuantitatif dengan menghitung rata-rata dan
korelasi, menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1) Instrumen yang dikembangkan memiliki validitas dan
reliabilitas tinggi (r = 0,90 0,96); 2). Siswa kelompok kinerja tinggi cenderung memiliki kemampuan kognitif
dan mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan yang tinggi; 3) Kemampuan siswa dalam aspek kognitif,
kinerja dan mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan termasuk kelompok sedang; 4) Terdapat hubungan
yang positif antara kinerja dengan kemampuan kognitif (r = 0,67) dan antara kinerja dengan kemampuan
mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan (r = 0,65).
Kata kunci: asesmen, pola kinerja, praktikum kimia.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Asesmen dapat digunakan untuk mengetahui sejauhmana proses pembelajaran telah mencapai tujuan yang
direncanakan. Informasi tentang penguasaan materi pelajaran yang dicapai siswa bermanfaat sebagai pedoman
tindak lanjut perbaikan proses pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung dan kelanjutan proses
pembelajaran (Atkin et al, 2003: 50). Berberapa hasil penelitian telah mengungkapkan bahwa melalui asesmen,
kinerja siswa diketahui dan dapat menghasilkan suatu pola kinerja, selanjutnya kinerja siswa dapat
dimaknai. Menurut Fischer dan Bidell, guru dapat mempelajari pola kinerja serta dinamikanya untuk mengetahui
pemahaman siswa dan bukan hanya sekedar mengulang fakta yang dapat diingat. Pola-pola kinerja juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi langkah pembelajaran yang tepat dalam hal mengembangkan keterlibatan guru
untuk meningkatkan proses pembelajaran seperti dinyatakan Messick (dalam Ron Stevens et al., 2001: 3).

Kurikulum berbasis kompetensi untuk mata pelajaran kimia, memberikan kebebasan luas bagi guru dalam
mengelola proses pembelajaran, khususnya yang terjadi di kelas. Guru leluasa menentukan silabus dan memilih
strategi pembelajaran serta sistem penilaiannya (Depdiknas, 2003b: 6). Tuntutan pada guru dan keleluasaan yang
dimiliki dalam penyelenggaraan proses pembelajaran serta penilaian yang digunakan dalam berbagai aspek,
diharapkan dapat memacu kreativitasnya. Guru diharapkan kreatif dalam mengembangkan kompetensi peserta didik
serta menilainya dengan tepat. Guru seharusnya dapat menilai kemampuan aspek kognitif maupun psikomotor serta
mengkomunikasikan hasil dari kegiatan praktikum siswa dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan. Oleh
sebab itu sangat dibutuhkan adanya cara penilaian yang dapat mengukur aspek tersebut secara menyeluruh dan
bersamaan saat kegiatan praktikum berlangsung.

Meskipun guru diberikan keleluasaan dalam memilih dan menentukan cara atau metode yang tepat digunakan
dalam pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaiannya, ternyata selalu terdapat kendala di lapangan. Tujuan
pembelajaran berupa pengusaaan materi maupun kinerja bereksperimen sulit dicapai dan menjadi masalah utama.
Permasalahan dimaksud berkaitan dengan; keterampilan menangani bahan kimia secara aman, keterampilan
melakukan prosedur standar di laboratorium, kompetensi dalam merencanakan dan menyusun serta melaksanakan
praktikum, keterampilan mengoperasikan peralatan laboratorium secara tepat, dan kemampuan interpretasi data
yang diperoleh dari hasil pengamatan serta pengukuran (Brattan et al, 1999: 59). Permasalahan lain yaitu adanya
keterkaitan antara tuntutan pemahaman materi dengan penguasaan keterampilan bereksperimen yang dinyatakan
oleh Rustaman (2002: 6), bahwa tuntutan pemahaman materi menyebabkan upaya penguasaan keterampilan
bereksperimen menjadi tidak baik serta siswa tidak berpikir teoritis ketika berkonsentrasi pada penggunaan alat-alat
secara teknis. Permasalahan-permasalahan tersebut hendaknya sebahagian hingga sepenuhnya saat ini telah dimulai
penanggulangannya.

B. Perumusan Masalah
Masalah utama penelitian adalah: Bagaimana karakteristik instrumen asesmen dan pola kinerja siswa pada
kegiatan praktikum Kimia?. Masalah diuraikan atas beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apa
karakteristik instrumen asesmen yang dapat digunakan pada kegiatan praktikum kimia? 2)Bagaimana pola kinerja
siswa pada kegiatan praktikum kimia? 3) Seberapa besar kinerja dalam kegiatan praktikum kimia dapat dikuasai
siswa? 4).Seberapa besar kemampuan kognitif dapat dicapai siswa pada kegiatan praktikum kimia? 5).Seberapa
besar kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan? 6) Adakah hubungan bermakna
antara kemampuan kognitif, kinerja dan kemampuan mengkomunikasikan secara lisan hasil praktikum kimia siswa?

C. Pembatasan Masalah
Permasalahan dibatasi dalam hal:
1. Praktikum dilaksanakan berdasarkan kurikulum SMA kelas XI pada materi pokok: termokimia, entalpi dan
perubahannya; penentuan entalpi reaksi; laju dan orde reaksi; faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi;
teori asam-basa Arhennius dan pH larutan asam-basa; serta reaksi netralisasi (Depdiknas, 2003c: 10).
Pemilihan materi pokok tersebut berdasarkan pertimbangan keterwakilan dari sebagian besar kinerja yang
telah terpenuhi untuk keseluruhan materi pelajaran kimia selama satu tahun di kelas XI.
2. Aspek kinerja dalam bentuk penguasaan keterampilan dasar bereksperimen yang terdiri dari subaspek:
memilih alat dan bahan, menggunakan alat dan bahan, melakukan pengamatan atau observasi, dan
pengumpulan atau pencatatan data.
3. Praktikum yang dilakukan berkategori praktikum tugas problematik dengan tujuan tertentu; metode, alat,
dan bahan ditentukan sebagian serta hasil yang terbuka.
4. Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil praktikum berupa kemampuan komunikasi secara
lisan.
5. Kemampuan kognitif adalah kemampuan siswa ditinjau dari satu dimensi struktur proses kognitif
mengingat, mengerti, menerapkan, hingga menganalisa.


ASESMEN KINERJA PADA KEGIATAN PRAKTIKUM KIMIA

A. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki peserta didik setelah melalui pengalaman
dari proses pembelajaran yang telah ditempuhnya. Sukmadinata (2004: 125) mengungkapkan bahwa hasil belajar
merupakan suatu konsep yang bersifat umum, di dalamnya tercakup apa yang disebut prestasi (achievement).
Prestasi merupakan suatu perilaku hasil belajar yang dihubungkan dengan suatu standar kesempurnaan (standard of
excellence). Sudjana (2000: 6) mengungkapkan bahwa, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh
dari kegiatan belajar.
Hasil belajar yang ingin dicapai hendaknya sesuai dengan tujuan belajar yang ada, menyangkut aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar aspek kognitif menurut Anderson dan Krathwhol (Krathwhol, 2002 :
8), dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dimensi proses kognitif
hasil belajar terdiri dari proses mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisa
(analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create). Dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan faktual
(factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural
knowledge), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).
Kegiatan praktikum dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan dasar bereksperimen (Rustaman,
2002: 3). Keterampilan dasar dimaksud berkaitan dengan keterampilan menangani bahan kimia secara aman.
Keterampilan melakukan prosedur standart di laboratorium, kompetensi dalam merencanakan dan menyusun serta
melaksanakan praktikum juga penting bagi siswa. Keterampilan mengoperasikan peralatan laboratorium yang
digunakan saat menggali data secara tepat juga penting dalam kegiatan praktikum di sekolah. Siswa semestinya
mampu meginterpretasi data yang diperoleh dari hasil pengamatan serta pengukuran untuk menarik kesimpulan.
Kemampuan tersebut merupakan tujuan utama kegiatan belajar menggunakan metode praktikum di laboratorium
(Brattan et al, 1999: 60).
Keterampilan lain yang tidak kalah penting untuk dibiasakan, dikuasai siswa sebagai salah satu kemampuan
ilmiah adalah komunikasi ilmiah. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan komunikasi
ilmiah yang telah di kembangkan terdiri dari tiga kriteria utama yaitu ekspresi fisik, ekspresi vokal dan ekspresi
verbal (Airasian, 1991: 272).

B. Asesmen Kinerja
Asesmen merupakan cara penilaian hasil belajar yang dapat digunakan guru untuk mendukung pencapaian
tujuan proses pembelajaran di sekolah. Asesmen dilakukan dengan tahapan-tahapan proses yang dapat dimanfaatkan
sebagai tindak lanjut kegiatan belajar mengajar melalui informasi penguasaan materi pelajaran oleh siswa. Asesmen
(assessment) didefinisikan oleh Airasian (1991: 3), sebagai: The process of collecting, interpreting, and
synthesizing information to aid in decision .
Salah satu jenis asesmen dikenal dengan asesmen kinerja. Asesmen kinerja (performance assessment)
sebagaimana Airasian (1991: 252) menyatakan, asesmen kinerja merupakan suatu asessmen yang digunakan oleh
guru untuk mengamati dan membuat suatu keputusan tentang kemampuan yang dimiliki siswa dalam hal
beraktivitas atau menghasilkan suatu produk.
Asesmen kinerja terdiri dari dua bagian penting yaitu tugas (task) dan kriteria penilaian (rubric). Untuk dapat
membuat instrumen asesmen yang baik, tugas dan kriteria asesmen terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan.
Langkah-langkah penyusunan tugas yang baik menurut Donna Szpyrka dan Ellyn B. Smith (Zainul, 2001: 13)
adalah: 1) mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki setelah mengerjakan
tugas; 2) merancang tugas-tugas untuk asesmen kinerja yang memungkinkan dapat menunjukkan kemampuan
berfikir dan kinerja siswa; 3) menetapkan kriteria keberhasilan yang akan dijadikan tolak ukur untuk menyatakan
bahwa seseorang siswa telah mencapai tingkat penguasaan pengetahuan atau kinerja yang diharapkan. Asesmen
kinerja menggunakan kriteria kinerja (performance criteria) dalam menilai kinerja yang telah ditunjukkan siswa.
Sebagaimana menuru Airasian (1991: 268) bahwa kriteria kinerja merupakan uraian spesifik tentang sifat siswa
pembentuk kinerja melalui aktivitas yang nyata terjadi.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode riset dan pengembangan. Pada tahap awal dilakukan
penyusunan instrumen, selanjutnya dilakukan ujicoba untuk validasi instrumen. Setelah instrumen digunakan pada
kegiatan praktikum dan diperoleh data, kemudian dilakukan analisis kuantitatif berupa rata-rata dan korelasi
terhadap data kemampuan kognitif, kinerja dan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum siswa secara lisan.
Hasil asesmen kinerja digunakan untuk menentukan pola kinerja siswa.



B. Subjek Penelitian
Penentuan sampel dilakukan dengan cara acak. Sepuluh orang siswa digunakan untuk ujicoba hingga
diperoleh instrumen yang valid dan reliabel. Subjek penelitian yang digunakan saat implementasi instrumen yang
hasil validasi adalah 15 orang siswa pada tahun pembelajaran 2004/2005 yaitu 10% dari 150 siswa yang
ada (Arikunto S, 1990: 101).

C. Instrumen Penelitian
Instrumen asesmen yang digunakan terdiri dari:
1. Lembar Kerja Siswa.
Lembar Kerja Siswa terdiri dari lembar tugas berisi uraian tugas yang menuntut siswa untuk beraktivitas
dalam kegiatan praktikum dan lembar kerja. Aspek kinerja terdiri dari subaspek yang dikelompokkan dalam kategori
menyiapkan atau memilih alat dan bahan (MAB), menggunakan alat dan bahan (MGB), mengobservasi (MOB) dan
mencatat atau pengorganisasian data (MCD). Topik praktikum yang diminta untuk dilakukan oleh siswa adalah
dengan judul tugas: 1)Jenis reaksi berdasarkan arah aliran kalor; 2) Penentuan perubahan entalpi; 3) Penentuan orde,
konstanta dan laju reaksi; 4) Faktor yang mempengaruhi laju reaksi; 5) Reaksi asam-basa.
2. Lembar observasi
Lembar observasi terdiri dari kriteria kinerja dan kemampuan komunikasi hasil secara lisan dalam bentuk
daftar cek. Setiap kriteria yang dapat dilakukan siswa diberi skor 1 (satu) dan kriteria yang tidak dikuasai siswa
diberi skor 0 (nol).Topik tugas 1 terdiri dari 38 kriteria. Topik tugas 2 terdiri dari 34 kriteria. Topik tugas 3 terdiri
dari 31 kriteria. Topik tugas 4 terdiri dari 32 kriteria dan topik tugas 5 terdiri dari 55 kriteria.

D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data uji coba instrumen dan data hasil penelitian. Pengumpulan data uji
coba instrumen dilakukan dengan menggunakan lembar kerja siswa yang berisi uraian tugas dan lembar kerja. Data
kinerja saat melakukan kegiatan praktikum dan kemampuan mengkomunikasikan hasilnya secara lisan diperoleh
melalui observasi langsung dengan menggunakan lembar ceklis berisi kriteria kemampuan siswa.

E. Teknik Analisis Data
Validitas isi instrumen asesmen dilakukan dengan meminta saran dan pertimbangan ahli. Validitas konstruk
ditentukan berdasarkan korelasi biseri titik (r
bis
). Butir tes yang baik memiliki r
bis
> 0.30 (Nunally dalam
Surapranata, 2005: 64). Reliabilitas ditentukan dengan persamaan Kuder-Richardson (KR-20), dengan harga
korelasi r
11
sebesar 0,7 hingga 0,8 cukup tinggi/baik untuk penelitian menurut Nunally dan Kaplan (Surapranata,
2005: 114).
Data hasil penelitian dari kegiatan praktikum 15 orang siswa digunakan untuk menentukan jumlah serta
persentase siswa yang dapat menguasai berbagai subaspek kinerja. Kecenderungan perubahan persentase ditinjau
berdasarkan persentase penguasaan kinerja oleh siswa dalam berbagai topik tugas secara berturut-turut. Pola kinerja
siswa digambarkan berdasarkan komposisi persentase siswa dengan kelompok kinerja rendah (0% - 33,3%) , sedang
(33,4% - 66,6%) dan tinggi (66,7% - 100%) pada kemampuan kognitif yang semakin meningkat dalam berbagai
topik tugas.
Uji normalitas data menggunakan uji Lilliefors, a = 0,05 (Sudjana, 2002: 467). Analisis korelasi dengan
koefisien korelasi Pearson ( Minium et al, 1993: 157; Ruseffendi, 1998: 158; Sudjana, 2002: 369). Korelasi dihitung
antara variabel (aspek) yang terlibat yaitu kemampuan kognitif (X
1
), kinerja (X
2
) dan kemampuan
mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan (X
3
). Korelasi parsial dihitung antara variabel X
1
dengan variabel
X
2
tanpa adanya pengaruh X
3,
variabel X
2
dengan X
3
tanpa adanya pengaruh X
1
serta korelasi parsial X
1
dengan
X
3
tanpa adanya pengaruh X
2
. Pengujian hipotesis korelasi dengan uji-t pada a=0,01; dk=n2. dan korelasi
parsial a=0,01; dk=n2m, dilakukan untuk menentukan keberartian korelasi. (Ruseffendi, 1998: 185; Sudjana,
2002: 385).

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS DATA

1. KARAKTERISTIK INSTRUMEN

Ujicoba instrumen terhadap sepuluh siswa menghasilkan lembar observasi yang valid dan reliabel. Rincian
lembar observasi dengan topik tugas yang berkaitan serta aspek, subaspek, kriteria terangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sistem penskoran lembar observasi praktikum pada aspek kognitif, kinerja beserta subaspek dan
komunikasi lisan hasil validasi.
Tugas Kognitif
Kinerja
Komunikasi
Lisan
Total
.r
KR-
20
MAB MGB MOB MCD S
1 10 4 3 3 8 18 10 38 0,956
2 5 7 9 2 1 19 10 34 0,921
3 11 3 4 1 4 12 8 31 0,957
4 4 6 10 1 2 19 9 32 0,927
5 7 10 19 3 7 39 9 55 0,960
Total 37 30 35 10 22 107 46 190

Tabel 1 memperlihatkan total kriteria seluruh tugas sebanyak 190. Aspek kognitif memiliki kriteria sebanyak 37.
Aspek kinerja memiliki total kriteria sebanyak 107. Aspek komunikasi lisan memiliki sebanyak 46 kriteria.
Reliabilitas instrumen dalam berbagai topik tugas berada pada kisaran angka 0,90 hingga 0,96 dengan validitas yang
baik.


2. HASIL PRAKTIKUM SISWA
Rata-rata persentase skor kemampuan praktikum dalam setiap tugas dihitung berdasarkan data mentah skor
penguasaan kriteria dan dihasilkan berbagai nilai rata-rata seperti Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata persentase skor kemampuan siwa dalam praktikum
Aspek
Kemampuan
Skor
Rata-rata persentase skor siswa
Rata-rata
Tertinggi Terrendah
Tugas 1 Tugas 2 Tugas 3 Tugas 4 Tugas 5
Kognitif
33 8
44,7 58,7 66,7 58,3 59 57,5
Kinerja
101 34
60,7 70,5 75 39,6 71,8 63,5
Komunikasi lisan
38 12
55,3 64 54,2 51,1 54,1 55,7

Kemampuan siswa dalam melaksanakan praktikum seperti ditunjukkan pada Gambar 1, mencakup kemampuan
kognitif, kinerja dan kemampuan menkomunikasikan hasil praktikum secara lisan. Gambar 1 memperlihatkan
bahwa rata-rata persentase skor untuk ketiga aspek yang dicapai siswa, terrendah pada praktikum tugas 4 dengan
topik penentuan orde, konstanta dan laju reaksi. Kemampuan tertinggi diperoleh siswa pada praktikum tugas 3
dengan topik faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara relatif, praktikum
tugas 4 sulit bagi siswa dan sebaliknya praktikum tugas 3 mudah bagi siswa.
Grafik kemampuan siswa dalam berbagai tugas praktikum menunjukkan bahwa kemampuan praktikum siswa
dari tugas 1 hingga tugas 3 memiliki kecenderungan semakin tingginya. Hal tersebut juga menunjukkan sifat khas
masing-masing topik tugas. Gambar 1, juga memperlihatkan bahwa dengan menaik atau menurunnya kemampuan
siswa dalam satu aspek diikuti oleh semakin tinggi atau rendahnya kemampuan aspek lainnya secara bersamaan.

Gambar 1. Grafik kemampuan kognitif, kinerja dan komunikasi lisan siswa dalam berbagai tugas kegiatan
praktikum.

3. POLA KINERJA SISWA
Gambar 2 memperlihatkan penaikan atau penurunan persentase siswa yang menguasai subaspek kinerja
dalam kelompok penguasaan rendah, sedang, maupun tinggi yang bervariasi dalam berbagai tugas praktikum.


Gambar 2. Grafik pola kinerja siswa dalam bentuk persen kemampuan kelompok rendah, sedang dan tinggi
dalam berbagai subaspek kinerja untuk kemampuan kognitif siswa hasil praktikum yang semakin meningkat.
Pola kinerja seperti pada Gambar 2, secara umum menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam empat
subaspek kinerja pada kelompok tinggi semakin menaik persentasenya seiring dengan semakin menurunnya
persentase siswa dalam kelompok rendah dari praktikum tugas 1 hingga tugas 5.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Instrumen dan Pola Kinerja
Instrumen asesmen terdiri dari 64 kriteria kinerja yang tersebar secara bervariasi dan khas untuk lima topik
tugas dan empat subaspek kinerja. Kriteria kinerja terbagi dalam 25 kriteria yang tidak khas atau terdapat pada dua
hingga empat topik tugas dan sebanyak 39 kriteria khas yang hanya terdapat pada satu topik tugas. Variasi kriteria
kinerja yang dapat mengungkapkan kinerja siswa dan menuntut siswa untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
kriteria dimaksud, dapat memacu siswa untuk lebih termotivasi. Variasi kriteria juga dapat menghindarkan rasa
bosan saat melakukan praktikum sehingga menjadi suatu pengalaman bagi siswa, melalui aktivitas secara langsung
hands-on di laboratorium (Lumsden, 1999: 79). Instrumen dengan variasi kriteria kinerja dapat diterapkan melalui
strategi asesmen yang bervariasi dengan pengembangan prosedur sederhana hingga menyeluruh dan rinci sehingga
kegiatan praktikum menjadi pengalaman yang sangat bermanfaat, menyenangkan dan menguntungkan bagi
siswa (Hunter et al., 2003: 74). Instrumen asesmen dengan berbagai kriteria kinerja dapat memenuhi sifat mudah
dirangkai dan digunakan. Menurut ketentuan dari hasil survey Bennet (2004: 57), instrumen asesmen hendaknya
bukan sekedar pertanyaan bersifat algoritma sehingga sulit untuk menunjukkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah. Instrumen asesmen yang telah digunakan dapat digunakan untuk melengkapi cara-cara
asesmen yang pernah dilakukan dalam kegiatan laboratorium kimia yang hanya dengan tes pilihan ganda berbentuk
kuisioner, diberikan secara acak pada siswa saat melaksanakan kegiatan praktikum dengan bantuan program
komputer (Masson, 2001: 9-15).
Pola kinerja siswa dalam kegiatan praktikum Kimia merupakan informasi hasil pembelajaran yang penting
berkaitan dengan upaya yang dilakukan guru. Informasi tentang kinerja apa yang dapat dipelajari siswa serta
bagaimana asesmen dapat dilakukan dengan mudah. Hal tersebut sesuai dengan beberapa pedoman asesmen
berdasarkan catatan penting yang merupakan hasil survey terhadap kemampuan siswa dalam penyelesaian masalah
(Bennet, 2004: 57).
Pola kinerja yang dapat dikuasai siswa pada berbagai kriteria kinerja untuk berberapa kegiatan tugas
berurutan menunjukkan bahwa, terjadi kenaikan persentase meskipun terdapat beberapa keadaan yang terjadi
sebaliknya. Pola penguasaan kinerja siswa yang berlawanan untuk beberapa kriteria tersebut menunjukkan bahwa:
tidak dapat dijamin siswa dapat menguasai kinerja tertentu dengan lebih baik jika kinerja tersebut dituntut untuk
dikuasai pada berbagai kegiatan praktikum secara berurutan. Hal lain, dinyatakan Tsaparlis dan Zoller (2003: 55)
bahwa pola kinerja siswa pada kemampuan kognitif tingkat rendah (LOCS) yang tinggi tidak menjamin tingginya
penguasaan kemampuan kognitif tingkat tinggi (HOCS).
Pola kinerja siswa yang semakin meningkat untuk penguasaan kriteria kinerja yang dituntut pada beberapa
kegiatan praktikum menunjukkan bahwa siswa menggunakan pengertian yang sebelumnya diketahui. Pengetahuan
berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah. Pemahaman ini merupakan sumber pengetahuan
yang dimiliki dari lingkungan sekolah. Pola pemahaman yang meningkat dapat terjadi, menurut teori pengertian
pola Template-Matching Theory, karena adanya pengertian siswa tentang suatu objek yang sama atau mirip dari
yang sebelumnya diketahui (Matlin, 1994: 28). Pola kinerja siswa juga tidak mengesampingkan adanya pengertian
sebelumnya tentang hal serupa di lingkungan keluarga atau masyarakat. Pengertian ini merupakan jenis pengertian
pola jenis lain yaitu melalui model prototipe. Siswa telah memiliki suatu model-model prototipe Prototipe Models
pola ideal dalam ingatan yang tidak harus sama dengan yang sebenarnya (Matlin, 1994: 29). Melalui bentuk atau
pola abstrak tersebut, siswa dapat menggunakannya untuk lebih mengerti objek yang sebenarnya. Penerapan
assessmen pada pembelajaran yang berorientasi pada sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat (STES) telah
diketahui dapat meningkatkan kemampuan kognitif tingkat tinggi siswa (Lubezky et al, 2004: 183), sehingga
penerapan asesmen yang telah dirancang ini pada metode atau pendekatan pembelajaran tertentu semestinya dapat
dilakukan.
Persentase siswa kelompok tinggi yang semakin naik dan kelompok rendah yang semakin turun seiring
dengan semakin tingginya persentase kemampuan kognitif siswa. Siswa dengan persentase penguasaan kinerja pada
kelompok sedang tidak menunjukkan pola kecenderungan tertentu dari kegiatan praktikum tugas 1 hingga tugas 5.
Pola grafik menunjukkan bahwa terjadi penguatan maupun pengembangan kemampuan kinerja seiring dengan
kemampuan kognitif yang semakin baik. Hilangnya pengetahuan ataupun kemampuan kinerja siswa dapat dihindari,
jika pembelajaran dilanjutkan ketingkat lebih tinggi seperti pada tugas 1 hingga tugas 2, sebagaimana terjadi pada
pembelajaran Kimia organik hasil penelitian Taagepera dan Noori (2000: 1228). Pola tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan metode evaluasi bentuk asesmen kinerja yang bersifat memberi kebebasan pilihan pokok bahasan dan
mempersyaratkan keterampilan yang penting dalam pengembangan ilmu berupa penggunaan alat, observasi,
merencanakan atau melaksanakan percobaan dan keterampilan lainnya dapat dilakukan (Rustaman, 2002: 13). Oleh
sebab itu dalam pelaksanaan pembelajaran kimia di sekolah, sedapat mungkin berbagai materi pokok diberikan pada
siswa melalui pembelajaran praktikum di laboratorium dalam satu satuan masa pembelajaran. Praktikum yang
dilakukan siswa, seiring dengan upaya peningkatan kemampuan kognitifnya. Kemampuan kognitif siswa yang
semakin tinggi dapat diikuti dengan tingginya kinerja siswa, serta berbagai aspek keterampilan bereksperimen dapat
dikuasai secara menyeluruh. Kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran kimia tentu sangat berperan
dalam upaya dimaksud. Guru juga harus waspada dan mengambil peran penting dalam mengkomunikasikan
pengetahuan kimia kepada siswa melalui kegiatan laboratorium karena mungkin saja siswa memiliki anggapan yang
berbeda tentang pentingnya kegiatan belajar di laboratorium ( Phelps, 2003: 831).
Kegiatan menggunakan alat atau bahan memiliki persentase siswa kelompok kinerja tinggi cukup besar,
meskipun persentase rata-rata kemampuan kognitif tidak tinggi atau berkategori sedang yaitu 44,7%. Hal yang mirip
dengan pola kinerja tugas 1, secara lebih jelas terjadi pada tugas 2 dan 5 dengan rata-rata persentase penguasaan
kognitif yang juga sedang yaitu berturut-turut sebesar 58,7% dan 59%. Keadaan yang merupakaan kebalikan dari
pola umum kinerja di atas sebelumnya sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa adanya tuntutan
pemahaman materi yang menyebabkan upaya penguasaan keterampilan bereksperimen menjadi tidak baik atau
sebaliknya. Siswa tidak berpikir teoritis ketika berkonsentrasi pada penggunaan alat-alat secara teknis (Rustaman,
2002: 6). Siswa dituntut menguasai keterampilan menggunakan alat atau bahan serta mengobservasi data sehingga
kemampuan kognitifnya tidak maksimal.
Pola kinerja siswa pada praktikum tugas 4 sesuai dengan praktikum tugas 1, 2 dan 5 tetapi dengan arah yang
sebaliknya. Praktikum tugas 4 memperlihatkan semakin kecil persentase kelompok siswa berkinerja rendah disertai
dengan semakin besar persentase kelompok siswa yang berkinerja tinggi. Keadaan tersebut terjadi dalam hal
memilih alat atau bahan, menggunakan alat atau bahan, dan mengobservasi data hingga mencatat data. Subaspek
kinerja memilih alat atau bahan hingga mencatat data secara berurutan terjadi penurunan persentase kelompok
berkinerja rendah seiring naiknya kelompok tinggi meskipun persentase rata-rata kemampuan kognitif tidak tinggi
atau berkategori sedang yaitu 58,3%.
Praktikum tugas 4 merupakan topik praktikum yang paling sulit bagi siswa diantara lima topik tugas
praktikum yang ada. Siswa belum banyak mengenal alat atau bahan yang digunakan, kemampuan menggunakan alat
atau bahan yang dimiliki siswa rendah hingga mengobservasinya gejala yang terjadi saat praktikum.
Pola kinerja siswa pada kegiatan praktikum tugas 1 hingga tugas 5 semakin meningkat dengan meningkatnya
kemampuan kognitif, maupun mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan. Siswa dengan kemampuan kognitif
semakin rendah akan mengalami kesulitan melaksanakan praktikum seperti telah diungkapkan oleh Brattan et
al (1999: 59) bahwa, penguasaan kemampuan kognitif khususnya pengetahuan konsep sains ataupun pemahaman
latar belakang teori yang minim akan menyulitkan siswa dalam bereksperimen.
Asesmen kegiatan praktikum mengupayakan pencapaian kemampuan kognitif dan juga dapat digunakan
untuk mengetahui kemampuan, serja mengembangkan kinerja siswa. Asesmen yang dilakukan pada pembelajaran di
kelas tersebut dapat mengungkapkan beberapa hal diantaranya seperti yang telah diketahui yaitu penguasaan
pengetahuan, kemampuan penyelesaian masalah, mengembangkan kemampuan kinerja menurut Stiggins (Atkins,
2003: 36).

2. Penguasaan Kognitif, Kinerja dan Komunikasi Lisan
Pencapaian keamampuan kognitif, kinerja dan komunikasi lisan siswa bersifat saling terkait dan mendukung.
Keterkaitan dimaksud karena kinerja dan berkomunikasi yang didominasi kegiatan motorik mendukung kegiatan
proses belajar yaitu kemampuan kognitif. Jerome Hartigan (dalam Jeannette dan Dryden, 2000: 239), mengatakan
pembelajaran motorik secara fisik membentuk dasar-dasar untuk segala proses belajar termasuk membaca, menulis,
aritmetika, dan musik. Tanpa pembelajaran motorik, otak tidak akan berkembang dan pola gerakan tertentu dapat
mengkaitkan seluruh bagian otak.
Instrumen asesmen yang dikembangkan dan digunakan dalam kegiatan praktikum cukup efektif. Menurut
suatu hasil penelitian tentang efektivitas kegiatan praktikum di laboratorium bahwa praktikum dikatakan efektif
menurut respon siswa jika kegiatan praktikum mengandung 52% aspek kombinasi pengetahuan atau komunikasi dan
aspek afektif. Muatan pengetahuan atau komunikasi yang dinginkan siswa sebesar 32%, sedangkan muatan aspek
afektif hanya 16% (Herrington & Nakleh, 2003: 1202).
Pencapaian kemampuan siswa dalam kegiatan praktikum dalam kelompok sedang memungkinkan untuk
lebih ditingkatkan hingga mencapai kemampuan tinggi melalui integrasi dalam proses pembelajaran. Proses
pembelajaran yang terintegrasi dengan kegiatan praktikum beserta assemen yang tepat, seperti telah diketahui dapat
membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah (Hunter et al, 2003: 72).

3. Korelasi dan korelasi parsial kemampuan kognitif, kinerja dengan komunikasil lisan
Jenis korelasi yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara tiga aspek diputuskan berdasarkan uji
Lilliefors(L
0
), pada a=0,05; n=15, L
tabel
=0,220. Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan diperoleh kenormalan
data sebagaimana Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji normalitas skor siswa

Aspek
(variabel)
L
0
Simpanganbaku (S)
Rata-
rata
Normalitas distribusi
data
X
1
0,1095 6,2 21 Normal
X
2
0,0835 18 73 Normal
X
3
0,1156 8,6 26 Normal

Hasil perhitungan normalitas data, menunjukkan bahwa skor yang diperoleh dalam ketiga aspek berdistribusi
normal.
Koefisien korelasi antara kemampuan kognitif dengan kinerja sebesar 0,93 dapat diartikan sebagai korelasi
tinggi. Korelasi antara kinerja dengan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum sebesar 0,92 juga
digolongkan berkorelasi tinggi. Korelasi antara kemampuan kognitif dengan kemampuan mengkomunikasikan hasil
praktikum secara lisan juga tinggi yaitu sebesar 0,87.
Korelasi parsial antara kemampuan kognitif dengan kinerja dan kinerja dengan kemampuan
mengkomunikasikan hasil praktikum, berturut-turut sebesar 0,67 dan 0,65 termasuk korelasi sedang. Kemampuan
kognitif dengan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum memiliki korelasi rendah secara parsial yaitu
sebesar 0,06 (Tabel 4). Korelasi parsial kemampuan kognitif dengan kemampuan mengkomunikasikan hasil
praktikum secara lisan yang rendah menunjukkan bahwa besarnya korelasi hingga 0,87 disebabkan oleh sebagian
besar adanya pengaruh kinerja siswa. Korelasi parsial antara kemampuan kognitif dengan kemampuan
mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan yang dimiliki siswa tidak signifikan, artinya tidak ada korelasi
sama sekali atau sama dengan nol.



Tabel 4. Korelasi, korelasi parsial antar skor kognitif, kinerja dan kemampuan komunikasi lisan siswa dengan uji
keberartian korelasi.

Korelasi
Koefisien
korelasi
t
hitung

(a = 0,01;
t
tabel
=2,65;
dk=13)
Koefisien
korelasi parsial
t
hitung

(a = 0,01;
t
tabel
=2,68; dk=12)
r
12
0,93 9,1
*
0,67 3,1
*

r
23
0,92 8,8
*
0,65 2,9
*

r
13
0,87 6,4
*
0,06 0,2
**

*)
Signifikan;
**)
Tidak signifikan.

Korelasi antara kemampuan kognitif, kinerja dan mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan seperti
pada Tabel 4, secara jelas menunjukkan bahwa peningkatan kinerja siswa dalam kegiatan praktikum di laboratorium
secara nyata harus didukung penguasaan kognitif materi pelajaran. Pernyataan bahwa teori membutuhkan penerapan
ke dalam hal praktis pada saat guru memotivasi siswa dengan berbagai teori dan metoda yang diketahui dapat
digunakan sebagai analogi dalam hal ini (Lumsden, 1999: 26). Penguasaan kinerja oleh siswa berakibat langsung
pada kemampuannya dalam mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan. Kemampuan yang dicapai
memungkinkan untuk mengembangkan sikap komunikasi ilmiah yang baik. Kemampuan tersebut dapat diasses
dengan menggunakan instrumen asesmen hasil pengembangan dan menurut Tamir (dalam Wittrock, 1986: 882)
merupakan salah satu aspek yang dapat dikembangkan dalam kegiatan praktikum.
Korelasi yang tinggi antara antara variabel penelitian dapat terjadi akibat dari beberapa faktor motivasi siswa
yang semakin baik saat mengikuti kegiatan praktikum tugas 1 hingga tugas 5. Hasil observasi langsung merupakan
umpan balik bagi siswa dan guru, sehingga lebih memacu motivasi kegiatan praktikum, dan pada akhirnya berbagai
aspek kognitif lebih dikuasai (Lumsden, 1999: 80). Instrumen asesmen berupa lembar kerja, terutama lembar
observasi kinerja siswa dapat menjembatani hubungan antara disain pembelajaran dengan prinsip-prinsip
pembelajaran sain serta tanggapan langsung dari guru terhadap ide dan pemikiran siswa (Donovan & Bransford,
2005: 415).
Faktor kedua yaitu adanya pengaruh jenis praktikum yang digunakan berupa praktikum problematik, bukan
sekedar praktikum jenis ekspositori. Praktikum problematik mengakibatkan siswa lebih tertarik karena penuh
tantangan. Jawaban pertanyaan-pertanyaan pada lembar kerja tentang pengetahuan tertentu yang dituntut untuk
diperoleh siswa benar jika siswa melakukan kegiatan praktikum dengan benar. Jenis praktikum problematik juga
lebih menarik, fleksibel dan merangsang penguasaan pengetahuan dibanding praktikum jenis ekpositori (McGarvey,
2004: 65).

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
A. Kesimpula
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1). Instrumen
yang dikembangkan memiliki validitas dan reliabilitas tinggi (r = 0,90 hingga 096), mengasses kemampuan
kognitif, kinerja dan mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan dalam kegiatan praktikum kimia; 2). Siswa
kelompok kinerja tinggi cenderung memiliki kemampuan kognitif dan mengkomunikasikan hasil praktikum secara
lisan yang tinggi pada empat kategori kinerja; 3). Kemampuan kognitif, kinerja, dan kemampuan
mengkomunikasikan haasil praktikum secara lisan yang dicapai siswa dalam kegiatan praktikum kimia termasuk
dalam kategori sedang; 4). Terdapat hubungan yang positif, antara kinerja dengan kemampuan kognitif dengan r =
0,67 dan antara kinerja dengan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan dengan r = 0,65.

B. Keterbatasan
Keterbatasan hasil penelitian adalah: 1). Instrumen asesmen yang dikembangkan dan digunakan pada
penelitian berupa uraian tugas yang berisi lembar kerja siswa dan lembar observasi dalam bentuk daftar cek tanpa
lembar observasi jenis lain yaitu daftar cek berskala; 2). Korelasi yang ditentukan antara kemampuan kognitif,
kinerja, dan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum secara lisan tanpa memandang saling pengaruh,
sehingga pula analisis regresi tidak dilakukan; 3). Lingkup penelitian dilakukan di suatu Sekolah Menengah Atas
dengan sampel acak sebanyak 15 siswa dengan 5 hingga 10 siswa untuk setiap rombongan kegiatan praktikum.
Kesimpulan yang diperoleh terbatas pada lingkup wilayah tersebut serta perlu penelitian lebih lanjut sehingga
diperoleh instrumen asesmen yang dapat mencakup jumlah siswa lebih besar dalam setiap kegiatan praktikum; 4).
Aspek yang diupayakan untuk diungkap yaitu kemampuan kognitif, kinerja dan mengkomunikasikan hasil
praktikum secara lisan tanpa meninjau segi afektif siswa.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa saran antara lain: 1). Pembelajaran Kimia melalui kegiatan
praktikum hendaknya dilakukan tanpa mengabaikan penekanan kemampuan kognitif siswa melalui pembelajaran di
kelas atau di saat melakukan praktikum serta diiringi kemampuan guru yang baik dalam memberikan materi
pelajaran; 2). Keterlibatan siswa secara langsung dalam melakukan praktikum hendaknya diupayakan sesering
mungkin agar kemampuan siswa dalam berkomunikasi ilmiah secara lisan semakin baik; 3). Penyelenggaraan proses
pembelajaran hendaknya selalu melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan praktikum di laboratorium
dengan penerapan penilaian bentuk asesmen yang menuntun, mengembangkan kemampuan siswa secara lebih
menyeluruh dalam berbagai aspek kemampuan; 4). Kegiatan praktikum di laboratorium dengan penerapan asesmen
yang terintegrasi dengan proses pembelajaran dan berkesinambungan, penting untuk dilakukan, agar pencapaian
kemampuan kognitif, kinerja maupun kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum lebih baik.








DAFTAR PUSTAKA

Airasian W.P. (1991). Classroom Assessment. New York: McGraw-Hill.Inc.
Arikunto, S. (1990). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Atkin, M.J., Black, P., Coffey, J. (2003). Classroom Assessment and the National Science Education Standards. [on
line]. National Academy Press. Tersediahttp://books.nap.edu/catalog/9847.html. [3 Maret 2004].
Bennett, W.S. (2004). Assessment in chemistry and the role examinations. [online]The Royal Society
Chemistry. Vol 8.p.52-57. Tersedia: http://www.RSC.org. [5 Oktober 2005]
Brandstorm, A. (2005). Differentiated Task in Mathematics Textbooks: An Analysis of the levels of
difficulty. Lulea: Lulea university of technology.
Brattan, D., Mason, D., Rest, J.A. (1999). Changing the Nature of Physical Chemistry Practical Work. University
Chemistry Education. Tersedia:http://.www.unchemed.edu . Vol (3) (2). p.59-63. [5 Oktober 2004]
Depdiknas. (2003a). Kurikulum 2004. Standart Kompetensi Mata Pelajaran Kimia.Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2003b). Kurikulum 2004. Pengembangan Sistem Penilaian. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2003c). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Yogyakarta: Media Wacana.
Donovan, M.S., Bransford, D.J. (2005). How Students Learn: Science in the Classroom. [on
line]. National Academy Press. Tersedia:http://books.nap.edu/catalog/11102.html. [ 10 Desember 2005].
Dryden G. & Jeannette V.(2000). Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution)alih bahasa Word Translating
Service. Bandung: Kaifa.
Herman, L. J., Aschbacher, R. P., Winters, L. (1992). A Practical Guide to Alternative Assessment. California:
ASCD.
Herrington, G. D. & Nakleh, B. M, (2003). What Defines Effective Chemistry Laboratory Instruction? Teaching
Assistant and Student Perspectives. [online]Journal. Chemical Education. Vol (80) (10), p.1197-1205.
Tersedia:http://www.JChemEd.chem.wisc.edu. [11 Oktober 2005]
Hunter C., Mccsoh R., Wilkins H. (2003). Integrating Learning and Assessment in Laboratory Work. [on-
line] Journal Chemistry Education Research and Practice. Vol.4(1).p.67-75.Tersedia: http://www.uoip.uo.gr. [10
Oktober 2005]
Krathwohl R. D. (2002). A revision of Blooms: an overview Benjamin S. Bloom, University of
Chicago. Chicago: University of Chicago.
Lubezky A., Dori J. Yehudit., Zoller U. (2004). HOCS-Promoting Assessment of Students Performance on
Environment-related Undergraduate Chemistry. [on-line] Journal Chemistry Education Research and Practice. Vol.
5(2). p.175-184. Tersedia: http://www.uoip.uo.gr. [10 Oktober 2004]
Lumsden L. (1999). Student Motivation. Cultivating a Love of Learning. OregonUniversity: ERIC Clearinghouse on
Educational Management.
Masson R. M. (2001). Experience with a Random Questionnaire Generator in the chemistry laboratory and for other
continuous assessment. The Royal Society Chemistry. Vol. 5. p. 9-15. Tersedia: http://www.uoip.uo.gr. [10 Oktober
2004]
Matlin, W. M. (1994). Cognition. Philadelphia: Harcourt Brace Publisher.
McGarvey, J. D. (2004). Experimenting with undergraduate practicals. The Royal Society Chemistry. Vol.8. p.58-
65. Tersedia: http://www.uoip.uo.gr. [10 Oktober 2004]
McKelvy M. G. (2004) Preparing for the Chemistry Laboratory. [online] University Chemistry Education. Vol. 4
(2).p 46-49. Tersedia:http://.www.unchemed.edu. [6 Oktober 2005].
Minium, W. E., King, M. B., Bear, G. (1993). Statistical Reasoning in Psychology and Education. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Phelps, J. A. (2003). The Power of Practice: What Students Learn from How We Teach..The Royal Society
Chemistry. Vol (80) (7), p. 829-832. Tersedia: http://www.RSC.org. [10 Oktober 2004]
Ruseffendi. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Andira.
Rustaman, N. Y. (2002). Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Bandung: UPI.
Stevens Ron., Casillas A., Vendlinski T. (2001). Artificial Neural Network-based Performance Assessments Using
Simulations. California: UCLA IMMEX.
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, N. (2000). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sukmadinata N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya.
Surapranata, S.(2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes: Implementasi Kurikulum
2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Taagepera, M. & Noori, S. (2000). Mapping Students Thinking Patterns in Learning Organic Chemistry by the Use
of Knowledge Space Theory. [online] Journal Chemistry Education. Vol (77) (9), p.1224-1229.
Tersedia:http://www.JChemEd.chem.wisc.edu. [5 Oktober 2005].
Tsaparlis G. & Zoller U. (2003). Evaluation of higher vs lower-order cognitive skill-type examination in chemistry:
implications for university in-class assessment and examinations. [online] The Royal Society Chemistry. Vol 7. p.50-
57. Tersedia: http://www. RSC.org. [6 Nopember 2004]
Wittrock, C. M. (1986). Handbook of Research on Teaching. New York: Simon & Schuster and Prentice Hall
International.
Zainul A. (2001). Alternative Assessment. Jakarta: PAU Dirjen Dikti Depdiknas

Anda mungkin juga menyukai