Terjemahan Refarat TRANSFUSI DARAH (Ito)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

TRANSFUSI

Golongan Darah
Membran sel darah merah manusia diperkirakan mengandung minimal 300
determinan antigenik berbeda. Minimal 20 sistem antigen grup darah berbeda diketahui;
ekspresi pada masing-masing antigen dibawah control genetic dari lokus kromosom yang
berbeda. Untungnya, hanya sistem ABO dan Rh yang penting diketahui dalam keperluan
transfusi darah. Individu jarang memproduksi antibodi (alloantibodi) untuk alel yang tidak
mereka miliki dari masing-masing sistem. Antibodi bertanggung-jawab terhadap reaksi yang
serius pada transfusi. Antibodi dapat terbentuk secara alami atau dengan respon
sensitisasi dari transfusi sebelumnya atau saat kehamilan.
Sistem ABO
Secara sederhana, lokus kromosom untuk sistem ini menghasilkan dua alel: A dan B.
Masing-masing mempresentasikan enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan
sel glikoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda. (Sebenarnya, terdapat banyak varian
dari A dan B). Hampir semua individu yang tidak memiliki A atau B alami, menghasilkan
antibodi terutama immunoglobulin M (IgM) untuk menyerang antigen (table 29-7) selama
tahun pertama kehidupan. Antigen H merupakan precursor structural dari sistem ABO namun
diproduksi oleh lokus kromosom yang berbeda. Adanya antigen H (genotype hh, juga disebut
fenotip Bombay) mencegah ekspresi gen A atau B; individu dengan kondisi yang jarang ini
akan memiliki antibody anti-A, anti-B, dan anti-H.
Tabel 29-7. Grup darah sistem ABO
Jenis Antibodi normal dalam serum Insidensi
1
A Anti-B 45%
B Anti-A 8%
AB - 4%
O Anti- A, Anti-B 43%
*Angka rata-rata pada orang di Eropa

Sistem Rh
Sistem Rh dikodekan oleh 2 gen yang berlokasi di kromosom I. Terdapat 46 Rh yang
berhubungan dengan antigen, namun pada banyak aturan klinis, terdapat 5 antigen yang
prinsip (D,C,c,E, dan e) dan mereka berhubungan dengan antibodi untuk banyak hal yang
terkait sistem Rh. Secara sederhana, antigen yang biasa dan alel imunogenik, antigen D,
dipertimbangkan. Hampir 80-85% populasi kulit putih memiliki antigen D. Individu yang
tidak memiliki alel ini disebut Rh negative dan biasanya menghasilkan antibody sebagai
pertahanan terhadap antigen D hanya setelah adanya paparan dari transfuse sebelumnya (Rh
positif) atau kehamilan (ibu dengan Rh negative melahirkan anak dengan Rh positif).
Sistem lainnya
Sistem yang lainnya meliputi antigen Lewis, P,Ii,MNS, Kidd, Kell, Duffy, Lutheran, Xg, Sid,
Cartright, YK, dan Chido Rodgers. Untungnya, dengan beberapa pengecualian (Kell, Kidd,
Duffy, dan S), perlawanan alloantibodi dari sistem tersebut jarang menyebabkan reaksi
hemolitik yang serius.

TES KOMPATIBITAS
Tujuan dari tes kompatibilitas adalah untuk memprediksikan dan untuk mencegah reaksi
antigen-antibodi sebagai akibat dari transfusi sel darah merah. Donor dan resipien darah
ditentukan tipenya dan dicek untuk mengetahui adanya efek antibodi.
Tes ABO-Rh
Reaksi transfusi yang paling parah adalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO,
antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan antigen dari transfusi (benda
asing), mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravaskuler. Sel darah
merah pasien diuji dengan serum yang dikenal mempunyai antibodi anti-A dan anti-B untuk
menentukan jenis darah. Oleh karena prevalensi universal dari antibodi ABO alami,
konfirmasi jenis darah kemudian dibuat dengan menguji serum anti sel darah merah pasien
dengan antigen yamg dikenal.
Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibodi anti-D untuk menentukan Rh. Jika
hasilnya adalah Rh negatif, adanya antibody anti-D dapat diuji dengan mencampur serum
pasien dengan sel darah merah Rh (+). Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah
paparan pertama pada antigen Rh adalah 50-70%.
Uji Crossmatch
Suatu uji crossmatch untuk transfuse adalah dengan mencampur sel donor dengan serum
resipien.Crossmatch memiliki tiga fungsi: (1) mengkonfirmasi jenis ABO dan Rh (kurang
dari 5 menit), (2) mendeteksi antibody pada golongan darah yang lain, dan (3) mendeteksi
antibodi dengan titer rendah atau supaya tidak terjadi aglutinasi dengan mudah. Hal yang dua
terakhir membutuhkan waktu minimal 45 menit.
Deteksi Dini terhadap Antibodi
Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi adanya antibodi dalam serum yang biasanya
dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Tes ini (dikenal juga sebagai Coombs tes
indirek) memerlukan waktu 45 menit dan dengan mencampur serum pasien dengan sel darah
merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi spesifik, antibodi tersebut dilapisi oleh
membran sel darah merah, dan penambahan suatu antiglobulin akan menghasilkan aglutinasi
sel darah. Deteksi ini dilakukan secara rutin pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk
resipien potensial menurut hasil crossmatch.
Jenis dan Crossmatch dibandingkan dengan Jenis dan Deteksi Dini
Insidensi timbulnya suatu reaksi hemolitik yang serius setelah transfusi dari ABO dan
Rh yang kompatibel dengan hasil deteksi dini yang negative namun tanpa crossmatch adalah
sekitar 1 %. Crossmatching, bagaimanapun, menekankan pentingnya keamanan yang optimal
dan mendeteksi adanya antibodi lain yang muncul dalam deteksi dini. Crossmatch kini dilakukan
hanya untuk prosedur operasi elektif dengan kemungkinan transfuse darah. Oleh karena
waktunya sekitar 45 menit sebelum tindakan, jika dua jenis sebelumnya dan prosedur deteksi
telah terdokumentasi, beberapa tempat telah memulai crossmatching dengan computer.
Batas Maksimum Pemesanan Darah untuk Operasi
Kebanyakan rumah sakit menyusun daftar operasi yang akan dilakukan dan jumlah
maksimum unit yang dapat di-crossmatch preoperatif. Hal ini untuk mencegah crossmatching
darah yang berlebihan. Daftar tersebut pada umumnya didasarkan pada masing-masing
pengalaman institusi. Suatu crossmatch untuk transfusi dengan perbandingan 2.5 : 1 dianggap
bias diterima. Uji jenis dan deteksi dini dilakukam hanya jika insidensi transfusi untuk suatu
tindakan kuramg dari 10%. Jika transfusi diperlukan, maka crossmatch dilakukan. Hal khusus
diberikan untuk pasien anemia dan mereka yang memiliki gangguan pembekuan.

TRANSFUSI DALAM KEADAAN DARURAT
Ketika pasien dalam kondisi genting, kebutuhan transfusi dilakukan sebelum crossmatch,
deteksi dini, dan identifikasi darah dilakukan. Jika jenis darah pasien sudah diketahui, maka
dilakukan crossmatch kurang dari 5 menit, akan mengkonfirmasikan kompatibilitas ABO. Jika
jenis darah penerima belum diketahui dan transfusi harus dilakukan sebelum penentuan golongan
darah , golongan darah O Rh negatif (donor universal) dapat digunakan.
BANK DARAH
Deteksi dini pada darah dari pendonor dilakukan untuk menyingkirkan efek yang dapat
mempengaruhi kondisi medis yang kurang baik bagi penerima donor. Hematokrit ditentukan,
jika >3.7% untuk alogenik, atau 32% untuk autologus, darah dikumpulkan, diidentifikasi, dan
dilakukan penyaringan antibodi, serta dilakukan pengujian untuk hepatitis B, hepatitis C, sifilis,
human T cel leukemia virus (HTLV)-1 dan HTLV-2, serta HIV-1 dan HIV-2. Mayoritas pusat
penelitian sedang melakukan tes terhadap asam nukleat virus RNA untuk mendeteksi hepatitis B
dan C, serta HIV, dan sedang melakukan deteksi terhadap West Nile Virus. Ada tes yang sangat
sensitif dan perlu pembatasan yang sempit untuk virus yang positif terinkubasi dengan namun
hasil ujinya negatif.
Pertama, darah dikumpulkan kemudian ditambahkan larutan anti koagulan. Larutan yang
sering digunakan adalah CPDA-1, yang berisi sitrat sebagai antikoagulan (berikatan dengan
kalsium), fosfat sebagai larutan penyangga, dekstrosa sebagai sumber energy sel darah merah,
dan adenosin sebagai precursor sintesis ATP. Darah dengan CPDA-1 dapat disimpan selama 35
hari, setelah waktu tersebut maka kelangsungan hidup sel darah merah akan cepat berkurang.
Sebagai alternative, penggunaan AS-1 (Adsol) atau AS-3 (Nutrice) memperpanjang usia sel
darah merah hingga rata-rata 6 minggu.Semua unit yang telah dikumpulkan dipisahkan menjadi
bagian-bagian dari komponen , diberi nama, sel darah merah, platelet, dan plasma.
Ketika disentrifuge, I unit Whole blood utuh menghasilkan sekitar 250 mL packed
red blood cel ( hematocrit 70%); mengikuti penambahan larutan saline, volume suatu unit
packed red cell Bering mencapai 350 mL. Sel darah merah secara normal disimpan pada 1-
6C. Sel darah merah dapat dibekukan dalam larutan glycerol hypertonis sampai 10
tahun. Teknik yang belakangan pada umumnya disediakan untuk penyimpanan darah dengan
phenotypes jarang. Supernatant disentrifuge untuk menghasilkan platelets dan plasma. 1
Unit platelets yang diperoleh biasanya berisi 50-70 mL plasma dan dapat disimpan pada 20-
24C untuk 5 hari. Sisa plasma supernatant diproses dan dibekukan untuk menghasilkan Fresh
frozen plasma; pembekuan cepat mencegah inaktifasi faktor pembekuan (V dan VIII).
Pencairan yang lambat dari Fresh frozen plasma menghasilkan suatu gelatin presipitat (cryo-
precipitate) yang berisi faktor VIII dan fibrinogen dengan konsentrasi tinggi. Ketika
dipisahkan, cryoprecipitate ini dapat dibekukan kembali untuk disimpan. Satu unit darah
menghasilkan sekitar 200 mL plasma, yang mana dapat dibekukan untuk disimpan; sekali ketika,
harus ditransfusi dalam 24 jam. Platelets boleti sebagai alternatif untuk mencapai
plateletpheresis, yang ekuivalen dengan enam unit reguler dari pasien.
TRANSFUSI INTRAOPERATIF
Packed Red Blood Cells
Transfuse darah sebaiknya diberikan packed red cell, dan dapat mengoptimalkan
penggunaan dan pemanfaatan bank darah. Packed Red Blood Cell ideal untuk pasien
yang memerlukan sel darah merah tetapi tidak penggantian volume ( misainya, pasien
anemia dengan congestive heart failure). Pasien yang dioperasi memerlukan cairan
seperti halnya sel darah merah; kristaloid dapat dibekukan dengan infuse secara bersama-
sama dengan jalur intravena yang kedua untuk penggantian volume cairan.
Sebelum transfusi, masing-masing unit harus diperiksa secara Kati-hate dicek
dengan kartu dari bank darah dan identitas dari penerima donor darah. Tabling transfusi
berisi 170-J.m untuk menyaring gumpalan atau kotoran. Dengan ukuran sama dan saringan
berbeda digunakan untuk mengurangi leukocyte isi untuk mencegah febrile reaksi transfusi
febrile pada pasien yang sensitif. Darah untuk transfusi intraoperative harus dihangatkan
sampai 37C. terutama jika lebih dari 2-3 unit yang akan ditransfusi; jika tidak akan
menyebabkan hypothermia. Efek tambahan hypothermia dan secara khas 2,3-
diphosphoglycerate ( 2,3-DPG) konsentrasi rendah dalam darah yang disimpan dapat
menyebabkan suatu pergeseran kekiri ditandai hemoglobin-oxygen kurva-disosiasi (
lihat Bab 22) dan, menyebabkan hipoxia jaringan. Penghangat darah harus bisa
menjaga suhu darah > 30C bahkan pada aliran rata-rata sampai 150 ml/menit.
Fresh Frozen Plasma
Fresh Frozen Plasma (FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua factor
pembekuan. Transfusi FFP ditandai penanganan defisiensi faktor terisolasi, pembalikan
warfarin therapy, dan koreksi coagulopathy berhubungan dengan penyakit hati. Masing-
Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada
umumnya dosis awal 10-15 mL/kg. Tujuannya adalah untuk mencapai 30% dari konsentrasi
faktor pembekuan yang normal.
FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah masive.
Pasien dengan defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura thrombocyto-penic thrombotic
dapat diberikan FFP transfusi.
Masing-Masing unit FFP membawa resiko cepat menyebar yang sama sebagai unit
darah utuh. Sebagai tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap protein
plasma. ABOCOMPATIBLE biasanya diberi tetapi tidak wajib. Seperti butir-butir darah
merah, FFP biasanya dihangatkan 37C sebelum transfusi.'
Platelet
Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia atau
dysfunctional platelets dengan perdarahan. Profilaxis Transfusi trombosit dapat diberikan
pada pasien dengan hitung trombosit 10,000-20,000 olch karma resiko perdarahan spontan.
Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan
peningkatan perdarahan selama pembedahan. Pasien dengan thrombocytopenia yang
mengalami pembedahan atau prosedur invasive harus diberikan profilaxis transfusi
trombosit sebelum operasi, hitung trombosit harus meningkat diatas 100,000 x t09/L.
Persalinan pervaginam dan prosedur bedah minor dapat dilakukan pada pasien dengan
hitung trombosit yang agak rendah tapi fungsi trombosit normal dan hitung trombosit
>50,000 x 109/L.
Masing-Masing unit platelets mungkin diharapkan untuk meningkatkan 10,000-
20,000 x 1091E dari trombosit. Plateletpheresis unit berisi yang sejenisnya enam unit donor
tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat diharapkan pasien dengan suatu sejarah
platelet transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan pada pembedahan bahkan
ketika trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperative dengan memeriksa massa
perdarahan. . Transfusi platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi trombosit
dan meningkatkan perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi
adalah diinginkan tetapi tidak perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari
yang mengikuti transfusi. ABO kompatible dapat meningkatkan platelet survival. Rh
sensitisasi dapat terjadi di Rh-Negative donor dalam kaftan dengan adanya beberapa butir-
butir darah merah di (dalam) Rh-Positive platelet Unit. Lebih dari itu, anti-A atau anti-B
zat darah penyerang kuman di (dalam) yang 70 mL plasma pada setiap platelet unit
dapat menyebabkan suatu reaksi hemolytic melawan terhadap butir-butir darah merah
penerima ketika sejumlah besar ABO-incompatible platelet unit diberi. Administrasi Rh
immuno-globulin ke Rh-Negative Individu dapat melindungi dari Rh sensitisasi yang
mengikuti Rh-Positive platelet Transfusi. Pasien yang kembang;kan zat darah penyerang
kuman melawan terhadap HLA antigens lymphocytes di (dalam) platelet berkonsentrasi)
atau platelet spesifik antigens memerlukan HLA-COMPATIBLE atau single-donor unit.
Penggunaan plateletpheresis transfusi boleh ber/kurang kemungkinan sensitisasi.
Transfusi Granulosit
Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien
neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit
mempunyai mass hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari -hari
transfusi 1010 granulocytes pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit
menurunkan insiders timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial
berhubungan dengan pare-pare, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi
leukosit ( lihat di bawah), tetapi mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (
granulocyte colony-stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim ( granulocyte-
macrophage colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi
penggunaan transfusi granulosit.
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
1. KOMPLIKASI IMUN
Komplikasi imun setelah transfusi darah terutama berkaitan dengan sensitisasi donor ke set
darah merah, lekosit, trombosit atau protein plasma.
Reaksi Hemolytic
Reaksi Hemolytic pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah yang
ditransfusikan oleh antibody resipien. Lebih sedikit biasanya, hemolysis set darah merah
resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibody set darah merah.Trombosit konsentrat yang
inkompatible, FFP, clotting faktor, atau cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan anti-
A atau anti-B ( atau kedua-duanya) alloantibodies. Transfuse dalam jumlah besar dapat
menyebabkan hemolisis intravascular. Reaksi Hemolytic biasanya digolongkan akut
(intravascular) atau delaye (extravascular).
1. Reaksi Hemolytic Akut
Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan Inkompatibilitas ABO
dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi. Penyebab yang paling umum
adalah misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah, atau unit transfusi. Reaksi ini adalah
yang terberat. Resiko suatu reaksi hemolytic fatal terjadi I dalam 100,000 transfusi. Pada
pasien yang sadar, gejala meliputi rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada
pasien yang dianestesi, manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu
meningkat, tachycardia tak dapat dijelaskan , hypotensi, hemoglobinuria, dan
oozing yang difus dari lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation ,
shock,, dan penurunan fungsi ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu
reaksi seringkali tergantung pada berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah
diberikan. Gejala yang berat dapat terjadi setelah infuse 10 15 ml darah yang ABO
inkompatibel.
Manajemen reaksi hemolytic dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Jika dicurigai suatu reaksi hemolytic, transfusi harus dihentikan dengan segera.
b. Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
c. Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
d. Osmotic diuresis harus diaktipkan dengan mannitol dan cairan kedalam pembuluh
darah.
e. Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP
2. Reaksi hemolytic lambat (Delayed Hemolytic Reaction)
Suatu reaksi hemolytic lambat biasanya disebut hemolysis extravascular biasanya
ringan dan disebabkan oleh antibody non D antigen Sistem Rh atau ke asing alleles di
system lain seperti Kell, Duffy, atau Kidd antigens. Berikut suatu transfusi ABO
dan Rh Dcompatible,pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan membentuk antibody untuk
melawan antigen asing. Pada saat itu sejumlah antibody ini sudah terbentuk (beberapa
minggu sampai beberapa bulan), tranfusi set darah telah dibersihkan dari sirkulasi.
Lebih dari itu, titer antibody menurun dan mungkin tidak terdeteksi. Terpapar kembali
dengan antigen asing yang sama selama transfuse set darah, dapat mencetuskan respon
antibody melawan antigen asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen.
Reaksi hemolytic pada ripe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala
biasanya ringan, terdiri dari malaise, jaundice, dan demam. Hematocrit pasien tidak
meningkat setelah transfusi dan tidak adanya perdarahan. Serum bilirubin
unconjugated meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.
Diagnosa antibody - reaksi hemolytic lambat mungkin difasilitasi oleh
antiglobulin (Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibody di membrane set
darah. Test ini tidak bisa membedakan antara membrane antibody resipien pada set darah
merah dengan membrane antibody donor pada sel darah merah. Jadi, ini memerlukan
suatu pemeriksaan ulang yang lebih terperinci pretransfusi pada kedua spesimen : pasien
dan donor.
Penanganan reaksi hemolytic lambat adalah suportif. Frekwensi reaksi
transfusi hemolytic lambat diperkirakan kira-kira 1:12,000 transfusi. Kehamilan (
terpapar sel darah merah janin) dapat juga menyebabkan pembentukan alloantibodies
pada seldarah merah.
Reaksi Imun Nonhemolytic
Reaksi imun Nonhemolytic adalah dalam kaftan dengan sensitisasi dari resipien ke donor
lekosit, platelets, atau protein plasma.
Febrile Reaksi
Sensitisasi lekosit atau Platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi febrile. Reaksi ini
umumnya ( 1-3% tentang episode transfusi) dan ditandai oleh suatu peningkatan temperatur
tanpa adanya hemolysis. Pasien dengan suatu riwayat febrile berulang harus menerima
tranfusi lekosit saja. Transfusi saranmerahh dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge,
filtration, atau teknik freeze-thaw.
Reaksi Urtikaria
Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh erythema, penyakit gatal bintik merah dan
bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada umumnya ( I% tentang transfusi)
dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi pasien ke transfusi protein plasma. Reaksi
Urticaria dapat diatasi dengan obat antihistamine ( H., dan mungkin H2 Mockers) dan
steroids.
Reaksi Anaphylactic
Reaksi Anaphylactic jarang terjadi(kurang lebih 150,000 transfusi). Reaksi ini berat dan
terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi, secara khas pada IgA- Pasien dengan
Deficiensi anti-IgA yang menerima tranfusi darah yang berisi IgA. Prevalensi defisiensi IgA
diperkirakan 1:600-800 pada populasi yang umum. Reaksi ini diatasi dengan
pemberian epinephrine, cairan, corticosteroids, dan H1, dan H2.blockers. Pasien dengan
defisiensi IgAperlu menerima Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau
IgA-Free blood Unit .
Edema Pulmonary Noncardiogenic
Sindrom, acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury [TRALI])
merupakan komplikasi yang jarang terjadi(< 1:10,000). Ini berkaitan dengan
transfusi antileukocytic atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan, dan menyebabkan
sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.Tranfusi sel darah putih dapat
berinteraksi dengan leukoaglutinin. Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute
Respiratory distress syndrome (ARDS) ( lihat Bab 49), tetapi dapat sembuh dalam 12-
48 jam dengan therapy suportif.
Graft versus Host Disease
Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk sel darah
berisi lymfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter leukosit khusus sendiri
tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-host; iradiasi (1500-3000 cGy) sel
darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet secara efektif menginaktifasi lymfosit tanpa
mengubahefikasi dari transfusi.
Purpura Posttranfusi
Thrombocytopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan
berkembangnya alloantibody trombosit. Karna alasan yang tidak jelas, antibodi
menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun

1 minggu setelah
tranfusi. Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.
Imun Supresi
Transfusi leukosit-merupakan produk darah dapat sebagai immunosuppressi. Ini
adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah preoperatif
nampak untuk meningkatkan survival dari graft. Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi
dari pertumbuhan malignan mungkin lebih mirip pada pasien, yang menerima transfusi darah
selama pembedahan. Dare kejadian adian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukocyte
allogenic dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfuse darah dapat
meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan atau trauma.
2. KOMPLIKASI INFEKSI
Infeksi Virus
1. Hepatitis
Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya hepatitis
setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah dalam kaftan dengan
hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antara 1:63,000 dan 1:1,600,000; 75%
tentang kasus ini adalah anicteric, dan sedikitnya 50% berkembang;menjadi penyakit hati
kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang
menjadi cirrhosis.
2. Acquired Immunodeficiency Sindrom ( AIDS )
Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui transfusi darah.
Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi . Dengan adanya
FDA yang menguji asam nukleat memperkecil waktu kurang dari satu minggu dan
menurunkan resiko dari penularan HIV melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.
3. Infeksi Virus Lain
Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan penyakit
sistemik ringan atau asimptomatik.Yang kurang menguntungkan, pada beberapa
individu menjadi pembawa infeksi asimptomatik; tekosit dalam darah dari donor dapat
menularkan virus. Pasien immunosupresi dan Immunocompromise (misalnya, bayi
prematur dan penerima transplantasi organ) peka terhadap infeksi CMV berat setelah
tranfusi. Idealnya pasien- pasien menerima hanya CMV negative. Bagaimanapun, studi
terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari transfusi dari darah yang
leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang CMV negative. Oleh karena itu,
pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi secara klinis cocok diberikan pada pasien
seperti itu. Human T set virus lymphotropic I dan H (HTLV-1 dan HTLV-2) adalah
leukemia dan lymphoma virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui
transfusi darah; leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus telah
dilaporkan setelah transfusi factor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krises transient
aplastic pada pasient immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus nampaknya
mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.
Infeksi Parasit
Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria, toxoplasmosis, dan
Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.

Infeksi Bakteri
Kontaminasi bakteri dalam adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi.
Prevalensi kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai 1/7000
untuk pRBC. Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari 1/25,000 tromobosit
sampai 1/250,000 untuk pRBC. Angka-angka ini secara relatif besar dibandingkan ke resiko
HIV atau hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta. Baik bakteri gram-positive
(Staphylococus) dan bakteri gram-negative (Yersinia dan Citrobacter) jarang
mencemari transfusi darah dan menularkan penyakit. Untuk mencegah kemungkinan
kontaminasi dari bakteri, darah hares berikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Penyakit
bakteri yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor meliputi sifilis, brucellosis,
salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam rickettsia.
TRANSFUSI DARAH MASIF
Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu sampai dua kali
volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan 10-20 unit.
Koagulopati
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional
thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari factor koagulasi tidak biasa terjadi pada pasien
normal. Bluth Koagulasi dan hitting trombosit, jika tersedia, idealnya menjadi actia'11
transfusi trombosit dan FFP. Analisa Viscoelastic dari pembekuan darah (thromboelastography
dan Sonoclot Analisa) juga bermanfaat.
Keracunan Sitrat
Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat menjadi penting setelah
transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis hypocalcemia penting, kar na
menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U
tiap-tiap 5 menit. Sebab metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau
disfungsi hepar dan kemungkinan pada pasien hipothermi) memerlukan infuse calcium selama
transfusi massif ).
Hipotermia
Transfusi darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua produk darah cairan
intravena hangat ke temperatur badan normal. Arhitmia Ventricular dapat menjadi fibrilasi, sering
terjadi pada temperatur sekitar 30C. Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung.
Penggunaan alat infus cepat dengan pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah sungguh
mengurangi timbulnya insiden hypothermia yang terkait dengan transfusi.
Keseimbangan asam basa
Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan antikoagulan asam
sitrat dan akumulasi dari metabolic sel darah merah (carbondioxida dan asam laktat), berkenaan
dengan metabolisme acidosis metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang
terbanyak dari kelainan asam basa setelah tranfusi darah massif adalah alkalosis metabolic
postoperative. Ketika perfusi normal diperbaiki, acidosis metabolic berakhir dan alkalosis
metabolic progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam tranfusi dan cairan resusitasi diubah
menjadi bikarbonat oleh hepar.
Konsentrasi Kalium Serum
Konsentrasi kalium Extracellular dalam darah yang disimpan meningkat dengan waktu.
Jumlah kalium extracellular yang transfusi pada unit masing-msaing kurang dari 4 mEq perunit.
Hyperkalemia dapat berkembang dengan mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100
mL/min. Penanganan hyperkalemia dibahas Bab 28. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah
operasi, terutama sekali dihubungkan dengan alkalosis metabolisme ( lihat Bab 28 dan 30).
STRATEGI ALTERNATIF UNTUK PENANGANAN KEHILANGAN
DARAH SELAMA PEMBEDAHAN
Transfusi Autologous
Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu
kemungkinan tinggi untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri untuk digunakan
selama operasi. Darah ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu sebelum operasi. Pasien
diperbolehkan untuk mendonorkan satu kantong darah sepanjang hematokrit kurang lebih 34%
atau hemoglobin sekitar 11 g/dl. Kebutuhan pemakaian darah minimum 72 jam antara
mendonorkan darah dan membuat volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi besi
dan terapi eritropoetin rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit pada
umumnya dikumpulkan sebelum operasi. Beberapa studi menyatakan bahwa transfusi darah
autologous tidak mempunyai efek tambahan yang mempengaruhi survival pada pasien yang
mengalami operasi untuk kanker. Walaupun transfusi autologous mungkin mengurangi resiko
infeksi dan reaksi transfusi, mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko
meliputi reaksi immunologi yang berhubungan dengan kesalahan pekerjaan karyawan dalam
pengumpulan dan label, pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi
dapat terjadi dalam kaitan dengan allergen ( misainya, ethylen oksida), dapat masuk kedalam
darah dari tempat pengumpulan dan gudang/penyimpanan. Pengumpulan darah preoperative
autologous dilakukan dengan frekwensi berkurang.
Penyimpanan darah & pemberian cairan melalui infus berulang
Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vascular dan bedah tulang ( lihat Bab 21).
Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah pembekuan darah ( heparin)
ke dalam suatu reservoir. setelah jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang merah di
konsentratkan dan dicuci untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian di
transfusikan kembali ke dalam pasien.
Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai hematocrits 50-60%.
,
Untuk digunakan secara
efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah lebih besar dari 1000-1500 mL. Kontrainidikasi
meliputi pencemaran dari luka yang busuk dan tumor malignan, meskipun demikian
kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi set malignan via teknik tills tidak dibenarkan. Sistem
lebih modern dan sederhana memungkinkan rein-fusion darah tanpa centrifugae.
Normovolemic Hemodilusi
Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika konsentrasi sel darah
merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat dikurangi apabila darah dalam jumlah
besar ditumpahkan; lebih dari itu, cardiac output tetap normal sebab volume
intravascular terkontrol. Darah umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter
intravena yang besar dan digantikan dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap
normovolemic tetapi dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam
kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit; darah di transfusikan
kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika diperiukan.
Donor - Transfusi Langsung
Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang mengandung ABO
kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan hal ini dan umumnya
memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi untuk memproses darah dan
mengkonfirmasikan kompatibilitas. Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-
langsung dengan donor secara random tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.

Anda mungkin juga menyukai