Pada awal mula penyakit ini berkembang di Indonesia, kelompok pengidap penyakit
ini adalah orang-orang yang memiliki perilaku berganti-ganti pasangan dalam
berhubungan seks. Kebanyakan penderita AIDS adalah mereka yang melakukan
perilaku seks tidak sehat, yang dalam hal ini melanggar norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Kemudian, AIDS juga banyak diderita oleh pemakai narkoba
yang menggunakan jarum suntik karena adanya kebiasaan menggunakan jarum
suntik secara bergantian. Kenyataan ini menimbulkan stigma pada masyarakat
yang menyebutkan bahwa HIV/AIDS muncul sebagai akibat penyimpangan perilaku
seks dari nilai, norma, dan agama, penyakit pergaulan bebas, atau penyakit kaum
perempuan nakal. Bahkan lebih parah lagi adanya stigma bahwa HIV/AIDS
merupakan kutukan Tuhan karena perbuatan-perbuatan menyimpang itu.
Adanya stigma dalam masyarakat ini menimbulkan masalah psikosial yang rumit
bagi penderita AIDS. Pengucilan penderita dan diskriminasi tidak jarang membuat
penderita AIDS tidak mendapatkan hak-hak asasinya. Begitu luasnya masalah sosial
yang berkaitan dengan stigma ini, karena diskriminasi terjadi di berbagai pelayanan
masyarakat bahkan tidak jarang dalam pelayanan kesehatan sendiri.
Beban psikososial yang dialami seorang penderita AIDS adakalanya lebih berat
daripada beban fisiknya. Beban yang diderita pasien AIDS baik karena gejala
penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat menimbulkan rasa
cemas, depresi, kurang percaya diri, putus asa, bahakn keinginan untuk bunuh diri.
Kalau sudah begini, upaya mengantisipasi perkembangan HIV/AIDS mengalami
kendala yang cukup berat dan tentunya menghambat upaya-upaya pencegahan
dan perawatan.
yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita. Adanya dukungan dari
berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat membantu
penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress,
depresi, kecemasan serta perasaan dikucilkan. (Susiloningsih)
Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita AIDS
sangatlah besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang sering
dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan. Tunjukkan
rasa menghargai dan menerima orang tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa
percaya diri klien.
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk
konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah,
konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling
sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas
mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV
serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif
maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang
akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil
tersebut positif atau negatif.
Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif
dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu
mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga
perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan
aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang
lain, bantuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak
yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada
keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar
mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi
penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan
perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan
seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya
kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas
hidupnya. Bagi seluruh penderita AIDS didorong untuk mendekatkan diri pada
Tuhan, jangan berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dan beri
penguatan bahwa mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain
dengan membantu upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.
Referensi:
2010, AIDS Jadi Epidemi di Indonesia diambil pada 20 Februari 2008 dari
http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/map105dua.html
Sarwono, Sarlito Wirawan. Aspek Psikososial AIDS diambil pada 10 Maret 2008 dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_AspekPsikososialAids.pdf/12_AspekPsikososi
alAids.html
Sudoyo, Aru W.(2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Susiloningsih, Agus. AIDS: Aspek Klinis, Permasalahan dan Harapan diambil pada
20 Februari 2008 dari http://fkuii.org/tiki-index.php?page=halaman2