Anda di halaman 1dari 11

1.

Nilai

A. Pengertian
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Beberapa
pendapat tentang nilai dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Menurut Bambang Daroeso, Nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan
terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
2. Menurut Parsi Darmo Diharjo, Nilai adalah kualitas atau keadaan yang
bermanfaat bagi manusia baik lahir maupun batin.
Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut :
* Menyenangkan. * Menguntungkan.
* Berguna. * Memuaskan.
* Menarik. * Keyakinan.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia.

B. Ciri-ciri
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang
bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang
bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi
kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran
itu.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan
suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan
dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai
keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang
mencerminkan nilai keadilan.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung
nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang
diyakininya.Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang
terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.

C. Macam-macam
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu :


a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
Contoh : Jika seorang siswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara
logika. Apabila ia keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa
mengatakan siswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral
sehingga bukan pada tempatnya kita mengatakan demikian.

b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
Contoh : apabila kita melihat suatu pemandangan, menonton sebuah pentas
pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika bersifat subjektif pada diri
yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang dengan melihat sebuah lukisan
yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain mungkin tidak suka dengan
lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa luikisan itu
indah.

c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan
baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak
semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari.

Notonegoro dalam Kaelan (2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai.
Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut :

a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia atau kebutuhan ragawi manusia.

b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian meliputi :
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur
perasaan(emotion) manusia.
3. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak
(karsa,Will) manusia.
4. Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
2.Moral
Moral berasal dari bahasa Latin "mos"(jamak: mores) yang berarti kebiasaan, adat.
Kata "mos" (mores) dalam bahasa Latin sama artinya dengan etos dalam bahasa Yunani.
Di dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan dengan arti susila. Adapun
pengertian moral yang paling umum adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide
yang diterima umum, yaitu berkaitan dengan makna yang baik dan wajar. Dengan kata
lain, pengertian moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran-ukuran
tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Kata moral selalu mengacu pada baik dan buruknya perbuatan manusia sebagai manusia.
Pendapat Para Ahli :
Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak yang
sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang
mengatur tingkah laku.
Pengertian Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara, kebiasaan,
dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu
budaya.
Pengertian Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang
berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan
baik buruknya tingkah laku.
Dari tiga pengertian moral di atas, dapat disimpulkan bahwa Moral adalah suatu
keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial,
yang mendasari tindakan atau pemikiran. Jadi, moral sangat berhubungan dengan benar
salah, baik buruk, keyakinan, diri sendiri, dan lingkungan sosial.

Dalam hubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Nilai
moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal baik-buruk.
3. Hukum
Hukum merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum. Norma hukum adalah
peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum perlu ada untuk mengatur
kepentingan manusia dalam masyarakat agar memperoleh kehidupan yang tertib. Norma
hukum tertuang dalam perundang-undangan. Norma hukum dibutuhkan karena dua hal:

1. Karena bentuk sanksi dari norma agama, kesusilaan dan kesopanan belum
cukup memuaskan dan efektif untuk melindungi keteraturan dan ketertiban
masyarakat.
2. Masih banyak perilaku lain yang belum di atur dalam norma agama,
kesusilaan dan kesopanan, misalnya perilaku dijalan raya.

Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaanan & kesopanan. Isi ketiga norma
tersebut bisa diangkat sebagai norma hukum.

Fungsi hukum yaitu :

1. Sebagai alat pengukur tertib hubungan masyarakat.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial.
3. Sebagai penggerak pembangunan.
4. Fungsi kritis hukum.

Hukum bertujuan untuk menjamu kepastian hukum dalam masyarakat, memberikan
faedah bagi warga negara dan menciptakan keadilan dan ketertiban bagi warga negara.
Norma terbagi atas empat, yaitu :
1. Norma Agama. Sanksi yang diberikan tidak secara langsung, tapi hukuman dari Sang
pencipta pada hari akhir nanti.
2. Norma Kesusilaan. Sanksinya berupa tekanan batin sang pelaku.
3. Norma Kesopanan. Sanksinya yaitu dapat dikucilkan oleh masyarakat.
4. Norma Hukum. Hukuman berupa kurungan.
5. Hakikat Nilai dan Moral dalam kehidupan manusia
Nilai dan moral sebagai materi pendidikan
Ada beberapa bidang filsafat yang berhubungan dengan cara manusia mencari
hakikat sesuatu, salah satu diantarnya adalah aksiologi, bidang ini disebut filsaat
nilai, yang memiliki dua kajian utama yaitu estetika dan etika.
Begitu kompleksnya persoalan aksiologi (nilai), maka pembahasan makalah ini
difokuskan hanya pada kawasan etika. Namun term etika pun memiliki makna yang
bervariasi, Bertens (2001, hlm. 6) menyebutkan ada tiga jenis makna etika:
Pertama, : Etika bias dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Kedua : Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini
adalah kode etik.
Ketiga, : Etika mempunyai arti lagi ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Etika
disini artinya sama dengan filsaat moral.

Dalam bidang pendidikan, ketiga pengertian diatas menjadi bahasannya, oleh
karena itu bukan hanya nilai moral individual yang dikaji, tetapi juga membahas
kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam memahami apa yang
diyakininya tanpa menggunakan aturan main yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat. Demikian pula untuk mempertimbangkan dan mengembangkan
keyakinan diri dan aturan masyarakatnya dibutuhkan pemahaman dan perenungan
yang mendalam tentang mana yang sejatinya dikatakan baik, mana yang benar-
benar dikatakan buruk. Kawasan inilah yang disebut filsafat moral.

Nilai moral antar padangan objektif dan subjektif manusia
Bidang etika yang mengatur kehidupan manusia dalam kehidupn sehari-hari,
maupun bidang estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan, bahkan
nilai masuk ketika manusia memahami agama dan keyakinan beragama.
Pertama : Akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia
memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya, bahkan memandang
nilai telah ada sebelum adanya manusia, sebagai penilai.
Kedua : Memandang nilai itu subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada
subjek yang menilainya. Jadi nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir
tanpa hadirnya penilai.
Nilai itu objektif atau subjektifnya bias dilihat dari dua kategori:
1. Apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena objek itu memiliki nilai?
2. Apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan niali pada objek, atau
kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai
mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita? (Frondizi, 2001,
hlm. 19-24)
Dua pertanyaan ini dapat lebih dipertegas dengan pertanyaan :
1. Apakah kecenderungan, selera, kehendak akan menentukan nilai suatu objek?
2. Apakah suatu objek tadi diperhatikan, diinginkan karena memang memiliki
nilai? ( Lasyo, 1990: hlm. 2)

Nilai di antar kualitas primer dan kualitas sekunder
Menurut Frondizi (2001, hlm. 7-10) Kualitas dibagi dua:
1. Kualitas primer, yaitu kualitas dasar yang tanpa itu objek tidak dapat menjadi
ada, seperti panjang dan beratnya batu sudah ada sebelum batu itu dipahat
(menjadi patung misalnya)
2. kualitas Sekunder, yaitu kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindra seperti
warna, rasa, baud an sebagainya.

4. PROBLEMATIKA PEMBINAAN NILAI DAN MORAL

A. Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral
Persoalan merosotnya intensitas interaksi dalam keluarga, serta terputusnya
komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan anak, mengakibatkan merosotnya
fungsi keluarga dalam pembinaan nilai moral anak. Keluarga bisa jadi tidak lagi menjadi
tempat untuk memperjelas nilai yang harus dipegang bahkan sebaliknya menambah
kebingungan nilai bagi si anak.
B. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya,
pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika isu dan kebiasaan teman itu positif
juga, sebaliknya akan berpengaruh negatif jika sikap dan tabiat yang ditampikan memang
buruk, jadi diperlukan pula pendampingan orang tua dalam tindakan anak-anaknya,
terutama bagi para orang tua yang memiliki anak yang masih di bawah umur.
C. Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan
dengan anak-anak adalah memberi tahu sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang
harus mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus
dilakukan, seberapa sering harus melakukan, dan juga kapan harus mengakhirinya. Itulah
sebabnya seorang figur otoritas (bisa juga seorang public figure) sangat berpengaruh
dalam perkembangan nilai moral.
D. Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Setiap orang berharap pentingnya memerhatikan perkembangan nilai anak-anak. Oleh
karena itu dalam media komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu
pandangan hidup yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Namun
ketika anak dipenuhi oleh kebingungan nilai, maka institusi pendidikan perlu
mengupayakan jalan keluar bagi peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai.
E. Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih
berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan
bila melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui
bahwa ada pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang berbeda.
F. Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Munculnya berbagai informasi, apalagi bila informasi itu sama kuatnya maka akan
mempengaruhi disonansi kognitif yang sama, misalnya saja pengaruh tuntutan teman
sebaya dengan tuntutan aturan keluarga dan aturan agama akan menjadi konflik internal
pada individu yang akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu tersebut.

5. MANUSIA DAN HUKUM, SERTA HUBUNGAN HUKUM DENGAN MORAL

A. Manusia dan Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia,
masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan
antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat
menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang
melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law)
dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu
hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: Ubi societas ibi jus (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan
yang bersifat sebagai semen perekat atas berbagai komponen pembentuk dari
masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai semen perekat tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur
tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social
order) yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan mempertahankan tatanan
sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang
terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).
B. Hubungan Hukum dengan Moral
Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas.
Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan perundang-
undangan yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan
moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan
antara hukum dengan moral.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum
tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum
dan moral sangat jelas.


Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian
dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan
akibatnya lebih banyak diganggu oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri
sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena
hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian
luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang
moralitas hanya hati yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum
itu harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagai hukum. Dengan cara demokratis atau
dengan cara lainmasyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat
mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak
sebaliknya.

Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan uhkum alam
sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati,
batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan
bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan
moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119

6. Problematika,Nilai,Moral,dan Hukum Dalam Masyarakat dan Negara.
Hukum sebagai norma harus didasarkan pada nilai moral.Apa artinya Undang-Undang jika
tidak disertai moralitas.Norma moral adalah norma yang paling dasar.Norma moral
menentukan bagaimana kita menilai seseorang.SUATU Hukum yang bertentangan dengan
norma moral kehilangan kekuatannya,demikian kata thomas Aquinas.
Secara ideal,seharusnya manusia taat pada norma moral dan norma hukum yang tumbuh
dan tercipta dalam hidup sebagi upaya mewujudkan kehidupan yang damai,aman,dan
sejahtera.Namun dalam kenyataannya terjadi berbagai pelanggaran,baik terhadap norma
moral maupun norma hukum.Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran
etik,sedangkan pelanggaran terhadap norma hukum merupakan suatu pelanggaran hukum.
1. Pelanggaran Etik
Kebutuhan akan norma etik di oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian
norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi.Kode etik profesi berisi ketentuan-
ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota profesi.Kode etik
profesi dibutuhkan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi,dan disisi lain
melindungi ,masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan
keahlian.Meskipun telah memiliki kode etik,masih terjadi pelanggaran terhadap
profesi.Contohnya: Dokter melanggar kode etik kedokteran.
Pelanggaran terhadap kode etik tidak diberikan sanksi lahiriah ataupun yang bersifat
memaksa..Pelanggaran etik biasanya mendapat sanksi etik berupa rasa
menyesal,bersalah,dan malu.Bila seorang profesi melanggar kode etik profesinya ia akan
mendapatkan sanksi etik dari lembaga profesi,seperti teguran,dicabut
keanggotaannya,atau tidak diperbolehkan lgi menjalani profesi tersebut.



2. Pelanggaran Hukum
Poblema hukum yang yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum
masyarakat.Akibatnya banyak tarjadi pelanggaran hukum.Bahkan,pada hal-hal kecil yang
sesungguhnya tidak perlu terjadi.Misalnya,secara sengaja tidak membawa SIM dengan
sengaja dengan alasan hanya untuk sementara waktu.
Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap perundang-undangan
negara.Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat
lahiriah dan memaksa masyarakat secara resmi (Negara) berhak memberi sanksi bagi
warga negara yang melanggar hukum.
Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum pertama
kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah. Kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah,
dapat berefek pada pengambilan jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan masing-
masing. masyarakat yang tidak mengerti akan hukum, berpotensi besar dalam melakukan
pelanggaran terhadap hukum. dalam hukum, dikenal dengan adanya fiksi hukum artinya
semua dianggap mengerti akan hukum. Seseorang tidak dapat melepaskan diri dari
kesalahan akan perbuatannya dengan alasan bahwa ia tidak mengerti hukum atau suatu
peraturan perundang-undangan. Jadi dalam hal ini sudah sewajarnya bagi setiap individu
untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi aparatur hukum atau elemen lain yang concern
pada supremasi hukum sudah seharusnya memberikan kesadaran hukum bagi setiap
individu.

Kedua adalah ketaatan terhada hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya
egoisme dari individu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan bangga ia
menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Misalnya pelanggaran terhadap lalu lintas.
Oleh pelakunya menganggap itu hal-hal yang biasa-biasa saja, bahkan dengan bersikap
bangga diri ia menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan yang telah
dilakukannya. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga menjadi
suatu kebudayaan yang sebenarnya salah.

ketiga adalah perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hukum baik dengan sengaja
ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam penegakan hukum. Misalnya aparat
kepolisian yang dalam menagani suatu kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam
kenyataannya juga langsung memvonis seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat
dengan perilaku aparat yang dengan ringan tangan terhadap tersangka yang melakukan
tindak pidana. Perilaku-perilaku semacam ini justru bukan mendidik seseorang untuk
menghormati akan hukum. Ia menghormati hukum hanya karena takut akan polisi.

Keempat adalah faktor aparatur hukum. Seseorang yang melakukan tindak pidana, namun
ia selalu bisa lolos dari jeratan pemidanaan, akan berpotensi bagi orang yang lain untuk
melakukan hal yang sama. Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang lepas
dari jeratan hukum berpotensi untuk oleh orang lain melakukan hal yang sama. Adanya
mafia peradilan, telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan hukum di negeri
kita. Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung tinggi supremasi
hukum, justru melakukan pelanggaran hukum. Sebagai akibatnya masyarakat pesimis
terhadap penegakan hukum.
Contoh pelanggaran hukum : Kecurangan saat pemilu,kasus Bank Century,dan lain-lain.
Baru-baru ini kita juga di kagetkan lagi dengan berita ; Sebanyak 341 narapidana
perkara korupsi mendapat remisi, Sebelas koruptor langsung menghirup udara bebas,
ironisnya lagi salah satu dari penerima Remisi tersebut adalah besan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, Aulia Pohan. Bukankah setiap orang sama kedudukannya di hadapan
hukum (equality before the law). Seharusnya kita memandang Hukum adalah sebagai
bagian dari cara kita hidup, bukan sebagai cara mempertahankan kekuasaan semata.
Tapi,lihatlah sebaliknya sungguh Miris memang Kisah nenek Minah, yang hanya dengan
mengambil beberapa buah kakao, seorang nenek tua harus dihukum atas perbuatan yang
sudah dia sesali. Kalau kita membandingkan kisah si nenek dengan kisah para koruptor
kelas kakap yang kasus hukumnya diputus bebas. Banyak sekali Diskriminasi hukum
menimpa kaum miskin.
Seharusnya para penegak hukum mampu menegakkan hukum seadil-adilnya,tidak ada lagi
diskrimanan terhadap si miskin sehingga terciptalah keadilan.
Permasalahan hukum di dindonesia dapat diminimalisasi melalui proses pendidikan yang
diberikan kepada masyarakat,diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin
meningkat sehingga mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam
usaha memecahkan masalah hukum dan tidak melakukan pelanggaran hukum.

Anda mungkin juga menyukai