Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang
menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi
darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya
peninggian bilirubin indirek atau direk.
Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah
dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak
jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu dipikirkan berbagai pemeriksaan
lanjutan. Ikterus merupakan suatu sindroma yang dikarakteristikkan oleh adanya
hiperbilirubinemia dan deposit pigmen empedu pada jaringan termasuk kulit dan membran
mukosa. Secara garis besar ikterus dapat digolongan menjadi ikterus fisiologis maupun
patologis. Ikterus patologis sering didapatkan pada dewasa, dan terbagi menjadi beberapa tipe,
yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan ikterus post hepatika
(obstruksi). Terdapat dua bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra
hepatal. Ikterus obstruksi intra hepatal dimana terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli
atau kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan ikterus obstruksi ekstra
hepatal terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang menyebabkan
tanda-tanda stasis empedu.










2

BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang
menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi
darah.
1,2,3

Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya akibat metabolisme
sel darah merah. Penumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning
dalam plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh
banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan menumpuk kalau produksinya dari
heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens
dapat terjadi akibat pelepasan prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau
akibat proses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi
metabolit ini.
1,2,3

Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar
bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L) atau sekitar 2 kali batas atas kisaran
normal. Dan jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin
sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%. Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk :
0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.0 mg/dL.
4

Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin,
sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan
hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk
hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap yang terjadi akibat ekresi bilirububin lewat
ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid. Pada ikterus yang mencolok kulit dapat berwarna
kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin yang beredar menjadi biliverdin.
11

3


Gambar 1. Sklera ikterik

PATOFISIOLOGI
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3
fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih relevan. Walaupun diperlukan
penjelasan akan adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin. pembagian yang
baru menambahkan 2 fase lagi sehingga tahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase
pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus
disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.
3

Fase Prahepatik
3,7

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat
meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah).
A. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4mg per kg berat
badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang
matang oleh sel sel retikuloendotelial, sedangkan sisanya (early labeled bilirubin) 20-30%
berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati.
Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan
pembentukan bilirubin. Sebagian dari protein hem dipecah menjadi besi dan produk diantara
biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase,
mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel system
retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolysis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labeled
bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun
secara klinis kurang penting.
B. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran
4

glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan
seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada
tempat ikatan dengan albumin.
Fase Intrahepatik
3,7

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu
proses pembuangan bilirubin
C. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan
cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Pengambilan oleh hati secara rinci
dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
D. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida /bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam
air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti
albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan
menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini
terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk
bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi
oleh enzim microsomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air.
Fase Pascahepatik
3,7

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu
empedu atau tumor.
E. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan
lainnya. Anion organic lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini.
Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan
mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian
diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai
mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi
tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap
khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi
bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak
terkonjugasi dapat melewati barrier darah-otak atau masuk ke dalam plasnta. Dalam sel
5

hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim
glukoroniltransferase dan larut dalam empedu cair.

Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme
ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi
bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).
3






Metabolisme Bilirubin
Usus
Reabsorbsi
Bakteri Usus
Glucoronyl Transferase
Hemoglobin (RES)
Heme Globin
Bilirubin Unconjugated
Bilirubin Conjugated
Urobilinogen
Hepar
Stercobilin
Urobilin Urin
Ginjal
Fase Prehepatik:
- Pembentukan bilirubin (Bil Indirek)
- Transport plasma
Fase intrahepatik:
- Liver uptake:
Scr aktif ( peran protein pengikat
(ligandin/protein Y dan non uptake
albumin)
- Konjugasi:
Bil. Terkonjungasi dng asam
glukoronik diglukuronida (Bil.
direk) Dikatalise oleh enzime
mikrosomal glukoronik transferase
(Bil.larut air)
Fase pascahepatik
- Ekskresi (Bil. Direk) flora usus
bakteri (medekonjugasu &
mereduksi) Sterkobilinogen (feces
kecoklatan) Empedu / ginjal
(urobilinogen).
6

PENYAKIT GANGGUAN METABOLISME BILIRUBIN

Tabel klasifikasi jaundice
11


A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek

Hemolisis.Walaupun hati yang normal dapat memetabolisme kelebihan bilirubin, namun


peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolysis dapat melampaui
kemampuannya.Pada keadaan hemolysis yang berat konsentrasi bilirubin jarang lebih
dari 3 5 mg/dL (>51-86 umol/L) kecuali kalau terdapat kerusakan hati juga.Namun
demikian kombinasi hemolysis yang sedang dan penyakit hati yang ringan dapat
mengakibatkan keadaan icterus yang lebih berat; dalam hal ini hiperbilirubinemia
bercampur, karena ekskresi empedu kanalikular terganggu.
4,5

Sindrom Gilbert. Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek (tak


terkonjugasi), yang menjadi penting secara klinis, karena keadaan ini sering
disalahartikan sebagai penyakit hepatitis kronis.Penyakit ini menetap, sepanjang hidup
dan mengenai sejumlah 3-5 % penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa
muda dengan keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja.Beberapa anggota keluarga
7

sering terkena tetapi bentuk genetika yang pasti belum dapat dipastikan. Patogenesisnya
belum dapat dipastikan adanya gangguan (defek) yang kompleks dalam pengambilan
bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dL (34-86 umol/L) yang cenderung
naik dengan berpuasa dan keadaan stress lainnya. Keaktifan enzim glukoroniltransferase
rendah; karenanya mungkin ada hubungan dengan Sindrom Crigller-Najjar tipe II.Banyak
pasien juga mempunyai masa hidup sel darah merah yang berkurang, namun demikian
tidak cukup untuk menjelaskan keadaan hiperbilirubinemia.
4,5
Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal
hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang
dominan.Hemolysis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau
retikulosis.Histologi hati normal, namun biopsy hati tidak diperlukan untuk
diagnosis.Pasien harus diyakinkan bahwa tidak ada penyakit hati.
4,5

Sindrom Crigler-Najjar. Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh
karena adanya keadaan kekurangan glukoronil-transferase, terdapat dalam 2 bentuk.
Pasien dengan autosom resesif tipe 1 (lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia
yang berat dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Pasien dengan penyakit autosom
resesif tipe 2 (sebagian=parsial) mempunyai hiperbilirubinemia yang kurang berat (<20
mg/dL, <342 umol/L) dan biasanya bisa hidup sampai masa dewasa tanpa kekurangan
neurologic. Fenobarbital, yang dapat merangsang kekurangan glukoronil transferase,
dapat mengurangi kuning.
4,5

B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk
3,6

Hiperbilirubinemia Konjugasi Non-kolestasis
Sindrom Dubin-Johnson. Penyakit autosom resesif ditandai dengan ikterus yang ringan
dan tanpa keluhan.Kerusakan dasar terjadinya gangguan eksresi berbagai anion organic
seperti juga bilirubin, namun ekskresi garam empedu tidak terganggu.Berbeda dengan
sindrom gilbert, hiperbilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin konjugasi dan empedu
terdapat dalam urin.
Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin, namun gambaran
histologi normal.Penyebab deposisi pigmen belum diketahui.Nilai aminotransferase dan
8

fosfatase alkali normal. Oleh karena sebab yang belum diketahui gangguan yang khas
eksresi korpopofirin urin dengan rasio reversal isomer I;III menyertai keadaan ini.
4,5

Sindrom rotor.Penyakit jarang ini menyerupai sindrom dubin-johnson, tetapi hati tidak
mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolic lain yang nyata ditemukan.
4,5


Hiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis
Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi bilirubin
kedalam empedu.Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan
ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan
masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia.
4,5

Kolestasis intrahepatic
Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian ikterus obstruktif sebab obstruksi
yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada.Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat
mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus), sampai ampula Vater.Untuk kepentingan
klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatic atau ekstrahepatik sangat penting.
Penyebab paling sering kolestasis intrahepatic adalah :Hepatitis, alkohol, leptospirosis,
kolestatis obat (CPZ), zat yang meracuni hati fosfor, kloroform, obat anestesi dan
penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah : Sirosis hati bilier
primer,kolestasis pada trimester terakhir kehamilan, sindroma Dubin Johnson dan Rotor,
karsinoma metastatic dan penyakit lain yang jarang.
4,5

Virus hepatitis, alcohol dan keracunan obat (drug-induced hepatitis) dan kelainan
autoimun merupakan penyebab tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu transport
bilirubin konjugasi dan menyebabkan kterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited
dan dimanifestasikan dengan adanya icterus yang timbul secara akut.Hepatitis B dan C
akut sering tidak menimbulkan icterus pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik
dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi
sirosis hati.Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga
kadang-kadang diagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.
4

Alcohol bisa mempengaruhi pengambilan empedau dan sekresinya dan
mengakibatkan kolestasis.Pemakaian alcohol secara terus menerus bisa menimbulkan
perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan bebagai tingkat icterus.Perlemakan
9

hati merupakan penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa
icterus, tetapi kadang-kadang bisa menjurus ke sirosis.Hepatitis karena alcohol biasanya
memberi gejala icterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih
berat.jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan adanya peningkatan transaminase yang
tinggi.
4

Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya sering
mengenai kelompok muda terutama perempuan.Data terakhir menyebutkan juga
kelompok yang lebih tua bisa dikenai.Dua penyakit autoimun yang berpengaruh terhadap
system bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan
kolangitis sklerosing.Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati bersifat progresif dan
terutama mengenai perempuan paruh baya.Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan
gatal yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang
timbul kemudian.
4

Kolangitis sklerosing primer (Primary sclerosing cholangitis/ PSG) merupakan
penyakit kolestasis lain, lebih seing dijumpai pada laki-laki dan sekitar 70% menderita
penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke kolangio-karsinoma.Banyak obat yang
mempunyai efek dalam kejadian icterus kolestatik, seperti asetaminofen, penisilin, obat
kontrasepsi oral, klorpromazin dan steroid estrogenic.
4

Kolestasis ekstrahepatik.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah: batu duktus koledokus dan kanker pankreas.
Penyebab lainnya yang relative lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada
duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pancreas
dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mecerminkan kegagalan sekresi
empedu.Mekanismenya sangat kompleks.
4

Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang
terpenting bilirubin, garam empedu dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi.Retensi bilirubin sering
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk
10

ke dalam urin.Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai
saluran cerna usus halus.Peningkata garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan
sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum
jelas sehingga pathogenesis gatal masih belum dapat diketahui dengan pasti.
4

Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K, gangguan
ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada
keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary biliary cirrhosis) gangguan
penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat
menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid
mengakibatkan hyperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang
berkurang dalam darah turut berperan; konsentrasi trigliserida tidak berpengaruh. Lemak
beredar dalam darah sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang
disebut lipoprotein X.
4


MANIFESTASI KLINIS KOLESTASIS INTRAHEPATIK DAN EKSTRAHEPATIK
Tidak jarang kolestasis ekstrahepatik sukar dibedakan dengan kolestasis intrahepatic,
padaal membedakan keduanya sangat penting dan urgen.Gejala awal terjadinya perubahan warna
urin yang menjadi lebih kuning, gelap, tinja pucat, dan gatal (pruritus) yang menyeluruh adalah
tanda klinis adanya kolestasis.Kolestasis kronik bisa menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman,
ekskoriasi karena pruritus, perdarahan diathesis, sakit tulang dan endapan lemak kulit
(xantelasma atau xantoma).Gambaran seperti diatas tidak tergantung penyebabnya.Keluhan sakit
perut, gejala sistemik seperti anoreksia, muntah, demam mencerminkan penyebab penyakit
dasarnya daripada kolestasis dan karenanya dapat memberi petunjuk etiologinya.
4


DIAGNOSIS
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan jasmani sangat penting, karena kesalahan
diagnosis terutama dikarenakan penilaian klinis yang kurang atau penilaian gangguan
laboratorium yang berlebihan.Kolestasis ekstrahepatk dapat diduga dengan adanya keluhan sakit
bilier atau kandung empedu yang teraba.Jika sumbatan karena keganasan pancreas (bagian
kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut (painless
jaundice).Kadang-kadang jika bilirubin telah mencapai konsentrasi yang lebih tinggi sering
11

warna kuning mencapai sclera mata memberi kesan berbeda dimana icterus lebh memberi kesan
kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice)
pada kolestasis intrahepatic.
4


TES LABORATORIUM
Mempunyai keterbatasan diagnosis.Kelainan laboratorium yang khas adalah peninggian
nilai fosfatase alkali, yang terutama diakibatkan peningkatan sintesis daripada gangguan ekkresi,
namun tetap belum bisa menjelaskan penyebabnya.Nilai bilirubin juga mencerminkan beratnya
tetapi bukan penyebab kolestasisnya, juga fraksionasi tidak menolong membedakan keadaaan
intrahepatic dari ekstrahepatik.
4

Nilai aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya, namun seringkali
meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan tinggi sangat mungkin karena proses kolestasis
ekstrahepatik, terutama pada sumbatan akut yang diakibatkan oleh adanya batu di duktus
koledokus.
4

Peningkatan amylase serum menunjukkan sumbatan ekstrahepatik, perbaikan waktu
protrombin setelah pemberian vitamin K mengarah kepada adanya bendungan ekstrahepatik,
namun hepatoselular juga dapat berespons.Ditemukannya antibodi terhadap antimitokondria
mendukung keras kemungkinan sirosis bilier primer.
4

Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui penggabungan
dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta beberapa prosedur
diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan terdapat fase prodromal
seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan hepatitis. Ikterus yang disertai rasa
gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit xanthomatous atau suatu sirosis biliary
primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu anemia hemolitik.
7


PENDEKATAN KLINIS
Warna kekuningan pada kulit atau telapak tangan (pseudoikterus) dapat terjadi karena
memakan terlalu banyak makanan yang mengandung beta-carotin (seperti squash, melon,
papaya, dan wortel) berbeda dengan icterus yang sesungguhnya, keadaan diatas (karotenemi)
tidak mengakibatkan warna kuning di sclera atau peningkatan bilirubin.
4
12

Icterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolism bilirubin.Icterus
dapat disebabkan karena berbagai sebab mulai dari yang bersifat jinak sampai kepada keadaan
yang bisa membahayakan jiwa. Tahap awal ketika akan mengadakan penilaian klinis seorang
pasien dengan icterus adalah tergantung kepada apakah hiperbilirubinemia bersifat terkonjugasi
atau tak terkonjugasi.
4

Tes paling sederhana adalah melihat apakah terdapat bilirubin dalam urin atau tidak, dan
kemudian dipastikan oleh pemeriksan bilirubin dalam darah.Pemeriksaan jasmani awal harus
memusatkan terhadap keluhan utama dan perjalanan penyakitnya, kemudian dilihat adanya
tanda-tanda penyakit akut atau kronik.Jika icterus ringan tanpa warna air seni yang gelap harus
dipikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirek yang mungkin disebabkan oleh
penyakit sindrom gilbert dan bukan karena penyakit hepatobilier.Keadaan icterus yang lebih
berat dengan disertai warna air seni yang gelap menandakan penyakit hati atau bilier.
Pembagian diagnosis banding ke dalam penyebab pre hepatic, intrahepatic atau
ekstrahepatik walaupun mempunyai kekurangan namun masih dapat membuat penatalaksanaan
menjadi lebih mudah misalnya penyebab icterus yang tergolong pre hepatic termasuk hemolysis
dan penyerapan hematom akan menyebabkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi (indirek).
Kelainan intrahepatic dapat berakibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi maupun
konjugasi.Peningkatan bilirubin konjugasi (direk) bisa diakibatkan hepatitis infeksiosa, alcohol,
reaksi obat dan kelainan autoimun. Kelainan post hepatic dapat pula meningkatkan bilirubin
konjugasi. Pembentukan batu merupakan keadaan yang paling sering yang bersifat jinak dalam
kelompok kelainan posthepatik yang menyebabkan kuning.
4,5

Diagnosis banding akan mengikutsertakan juga berbagai keadaaan lain seperti infeksi di
saluran empedu, pankreatitis dan keganasan. Jika terdapat penyakit hepatobilier, apakah
kondisinya akut atau kronik.Apakah penyakit penyebab kuning ini adalah hepatitis virus,
alcohol, atau karena obat.Jika mengarah kepada kolestasis apakah intra atau ektrahepatik.Apakah
dibutuhkan tindakan operasi.Apakah ada komplikasi anamnesis.Riwayat penyakit yang rinci
sangat dibutuhkan, sebab kesalahan diagnosis dapat terjadi akibat keputusan klinis yang kurang
tepat dan terlalu percaya data laboratorium.
4,5

Jika terdapat tanda-tanda adanya hipertensi portal, asites, perubahan kulit seyogyanya
mengarah ke penyakit kronis daripada proses akut. Seringkali pasien melihat gejala warna gelap
air seni lebih dahulu dibandingkan warna kuning kulit, karenanya warna gelap urin lebih bisa
13

dipakai sebagai ukuran awal mulainya penyakit.Jika terdapat keluhan mual dan muntah yang
mendahului terjadinya warna kuning padakulit, keadaan tersebut lebih menandakan ke arah
hepatitis akut atau sumbatan duktus koledokus.Oleh karena batu.Jika ada sakit perut atau
menggigil lebih cenderung ke sumbatan duktus koledokus.Adanya anoreksia dan malaise yang
timbul perlahan dan tidak begitu nyata lebih menjurus kepada hepatitis kronis.
4,5

Penyakit sistemik patut dicurigai, misalnya, jika terdapat peninggian tekanan vena
jugularis yang menjurus ke adanya dekompensasi kordis atau pericarditis konstriktif pada pasien
dengan hepatomegaly dan asites.Status gizi yang kurang dan menjurus kepada keadaan kakeksia
dengan hati yang membesar dank eras dan irregular sering disebabkan oleh keganasan daripada
sirosis.
4

Limfadenopati yang difus mengarah kepada adanya mononucleosis infeksiosa pada kasus
icterus yang akut dan leukemia pada penyakit kronis.Adanya hepatosplenomegali tanpa adanya
penyakit hati kronik dapat disebabkan oleh penyakit infiltrative (seperti limfoma, amyloidosis)
walaupun biasanya icterus bersifat minimal atau bahkan tidak ada.Dalam keadaan ini perlu
dipikiran skistosomiasis dan malaria yang sering memberikan gambaran seperti itu jika terjadi di
daerah endemic.
4

Jika icterus berjalan sangat progresif perlu dipikirkan segera bahwa kolestasis lebih
bersifat kearah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).
4


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
9

Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut
ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
10

Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan
beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat
obat-obatan (drug induced).
10

14

Umumnya biopsy aman pada kasus dengan kolestasis, namun berbahaya pada
keadaaan obstruksi ekstrahepatik yang berkepanjangan, karenanya harus disingkirkan
dahulu dengan pemeriksaan pencitraan sebelum dilakukan biopsi.
Kecuali pasien dalam keadaan kolangitis kolestasis supurativa, bukan keadaan
emergensi. Diagnosis sebaiknya ditegakkan melalui penilaian klinis, dengan bantuan alat
penunjang khusus jika ada. Jka diagnosis tidak pasti, ultrasonografi atau CT akan sangat
membantu. Obstruksi mekanis dapat ditegakkan jika ditemukan tanda pelebaran saluran
bilier terutama pada pasien dengan kolestasis yang progresif.Pemeriksaan lebih lanjut
dengan kolangiografi langsung (ERCP, PTC, MRCP) dapat dipertimbangkan.Jika pada
pemeriksaan ultrasonografi tidak ditemukan pelebaran saluran empedu, sangat mungkin
lebih cenderung kearah intra hepatic dan biopsy sangat dianjurkan.
7,8
Jika alat penunjang tersebut di atas tidak terdapat, maka laparoskopi diagnosis
harus dipertimbangkan, jika pertimbangan klinis lebih menjurus ke sumbatan
ekstrahepatik dan kolestasis memburuk progresif.
4

Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans


Transhepatic Colangiography).

ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk
mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus
pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat bermanfaat dalam
membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus ikterus bedah
yang inoperabel.ERCP memberikan kemungkinan untuk melihat secara langsung saluran
bilier dan sangat bermanfaat untuk menetapkan sebab sumbatan ekstrahepatik.
4,8,9
Indikasi ERCP diagnostik pada ikterus bedah meliputi:
2

a. Kolestasis ekstra hepatik
b. Keluhan pasca operasi bilier
c. Keluhan pasca kolesistektomi
d. Kolangitis akut
e. Pankreatitis bilier akut.
Di samping itu kelainan di daerah papila Vateri (tumor, impacted stone) yang juga sering
merupakan penyebab ikterus bedah dapat terlihat jelas dengan teknik endoskopi ini.
2


15

PENEMUAN LABORATORIUM
Hiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan fosfatase alkali yang normal
menunjukkan kemungkinan proses hemolysis atau penyakit sindrom gilbert. Ini dipastikan
dengan fraksionasi bilirubin tidak bisa membantu untuk membedakan icterus hepatoselular dari
keadaan ikerus kolestasis.Peninggian aminotransferase >500 U lebih mengarah kepada hepatitis
atau keadaan hipoksia akut.Peninggian fosfatase alkali yang tidak proporsional mengarah kepada
kolestatik atau kelainan infiltrative.Pada keadaan yang disebut belakangan bilirubin biasanya
normal atau hanya naik sedikit saja. Bilirubin diatas 25 sampai 30 mg/dl seringkali disebabkan
adanya hemolysis atau disfungsi ginjal yang menyertai pada keadaan penyakit hepatobilier
berat.
4
Konsentrasi albumin yang rendah dan globulin yang tinggi menunjukkan adanya penyakit
kronis. Peningkatan waktu protrombin yang membaik setelah pemberian vitamin K (5 10 mg
IM selama 2-3 hari) lebih mengarah kepada keadaan kolestatik daripada proses hepatoselular.
Namun hal ini tidak bisa terlalu dipastikan karena pada pasien dengan penyakit hepatoselular
pun pemberian vitamin K bisa juga memberikan perbaikan.
4

PEMERIKSAAN PENCITRAAN
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga untuk mendiagnosis penyakit infiltrative dan
kolestatik.Pemeriksaan sonografi perut, CT dan MRI sering bisa menemukan metastatic dan
penyakit fokal pada hati dan telah menggantikan pemeriksaan nuklir scan untuk maksud
tersebut.Namun demikian pemeriksaan ini kurang bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit
hepatoselular (seperti sirosis) sebab penemuannya bersifat tidak spesifik.
7
Pemeriksaan biopsy hati perkutan mempunyai arti yang sangat penting, namun jarang
dibutuhkan pada pasien icterus.Pemeriksaan laparoskopi memungkinkan untuk memeriksa
langsung hati dan kandung empedu dan bermanfaat untuk pasien tertentu.Laparotomy diagnostic
jarang diperlukan pada pasien dengan kolestatik atau hepatosplenomegali yang belum bisa
diterangkan penyebabnya.
8,9

Berikut adalah beberapa temuan klinis dan laboratorium yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis ikterus:
Tabel tes diagnostik
16

Tes fungsi
Ikterus pre-
hepatik
Ikterus hepatik
Ikterus post-
hepatik
Bilirubin total
Normal /
Meningkat
Meningkat
Konjugasi bilirubin
Meningkat
Normal Meningkat
Bilirubin tak terkonjugasi
Normal /
Meningkat
Normal
Urobilinogen
Normal /
Meningkat
Menurun / Negatif
Warna Urine Normal Gelap
Warna feses Normal Pucat
Alkaline fosfatase
Normal
Meningkat
Alanin transferase dan
Aspartat
Meningkat
Bilirubin terkonjugasi dalam
Urin
Didapatkan Tidak didapatkan



17



Gambar 4. Alogaritma diagnosis ikterus Obstruksi
4


PENGOBATAN
18

Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya
adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan menghilang sejalan
dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal
(pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah
mencukupi.
9

Pruritus pada keadaan irreversible (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsive
terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam
empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya
membaik setelah pemberian fitonandion (Vitamin K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.
4
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel,
namun pencegahan penyakit tulang metabolic mengecewakan.Suplemen vitamin A dapat
mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorrheayang berat dapat dikurangi
dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain triglyceride.
4

Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan
pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk
striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang
non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati
(transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP). Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang
mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik
adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara
papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan
obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan. Papilotomi endoskopik
dengan pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus
kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu
pengeluaran batu di saluran empedu.
3,4







19

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C dan John E hall.1997 Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati
Setiawan (Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC, h. 1108-1109
2. Husadha, Yast,1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Fisiologi dan Pemeriksaan
Biokimiawi Hati. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;.. Halaman 225-226
3. Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam : Principles of Surgery
fifth edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGraw-Hill, 1989. 1091-
1099
4. Sulaiman, Ali, 2007, Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W Sudoyo et
al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Penerbitan IPD FKUI,. h.
420-423
5. Pratt S, Kaplan MM. Jaundice. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E,
Hauser SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine Vol.1.16th ed. USA,
Mc GrawHill, 2005.p.240
6. Lindseth Glenda N,2006,Ikterus dan Metabolisme Bilirubin. Dalam : Hartanto Huriawati
et al. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit volume 1 Edisi 6. Jakarta:EGC.
h.481-485
7. Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov.
8. Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) diagnostik dan
terapeutik pada Obstruksi Biller. Http://www.kalbe.co.id.
9. Medline Plus. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP).
Http://www.nlm.nih.gov.
10. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series, 2006.
11. Liver, Biliary Tract, & Pancreas Disorders. Current Medical Diagnosis Treatment 2014. h
662-665.

Anda mungkin juga menyukai