Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar liur merupakan organ yang terbentuk dari sel-sel khusus yang dapat
mensekresi saliva. Kelenjar liur mempunyai peranan yang penting dalam proses
pencernaan maupun aktifitas anti mikroba dalam rongga mulut. Secara umum
kelenjar ini dibagi atas kelenjar liur mayor (kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis) dan kelenjar liur minor. Kelenjar liur
tersebar di mukosa rongga mulut dan orofaring. Kelenjar ini berjumlah 600-1000
kelenjar yang memproduksi sebagian kecil saja dari kelenjar liur.
1,2

Saliva adalah cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri dari
campuran sekresi dari kelenjar besar dan kelenjar kecil (mayor dan minor) yang ada
pada mukosa oral. Sekitar 1-1,5 L saliva diproduksi setiap hari. Kelenjar submandila
menghasilkan saliva paling banyak. Tetapi yang paling dirangsang untuk
memproduksi saliva adalah kelenjar parotis. Kelenjar parotis mensekresikan cairan
serosa, sedangkan kelenjar submandibula dan sublingual, 2/3 cairan mucus dan 1/3
cairan serous. Sekresi serous mengandung enzim amylase untuk proses pencernaan,
sedangkan sekresi mucus mengandung musin untuk tujuan lubrikasi.
2

Kelainan kelenjar liur adalah suatu keadaan abnormal dalam kelenjar saliva
yang dapat merujuk pada kondisi yang menyebabkan pembengkakan atau nyeri.
Penyakit yang banyak mengenai kelenjar liur disebabkan oleh penyakit sistemik,
infeksi, inflamasi, serta tumor. Pada umumnya kelainan patologi terjadi pada kelenjar
parotis dan submandibula. Hanya sedikit yang terjadi pada kelenjar sublingual dan
kelenjar-kelenjar minor.
1

Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur yang paling sering terlibat dalam
penyakit sistemik, contoh penyakit sistemik yang dapat mengenai kelenjar liur antara
lain sarkoidesis, penyakit limfoepitelial jinak, sindrom sjogren. Gangguan
peradangan ataupun pembengkakan parotitis akut yang paling sering adalah
2

gondongan (mumps) dan parotitis supuratif akut. Tumor ganas parotis pada anak
jarang ditemukan. Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma
mukoepidermoid, biasanya jenis derajat rendah. Massa dalam kelenjar liur dapat
menjadi ganas seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi tumor ganas yang
biasanya terjadi pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor
parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu setengah sampai dua pertiga dari seluruh
tumor kelenjar liur minor adalah ganas.
3
Untuk menegakkan diagnosa penyakit pada kelenjar liur, perlu dilakukan
anamnesa, pemeriksaan obyektif, serta pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
penegakan diagnosa. Selain itu, perlu diketahui tindakan apa yang paling sesuai untuk
penanganan penyakit pada glandula salivarius. Atas dasar pentingnya fungsi saliva
tersebut, apabila terjadi kelainan pada kelenjar liur, akan terjadi dampak yang dapat
mengurangi fungsi saliva sehingga menyebabkan berbagai masalah pada rongga
mulut.
4















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Liur
Kelenjar liur merupakan kelenjar eksokrin yang menghasilkan cairan saliva.
Produksi saliva dewasa berkisar 1-2,5 L/hari. Proses sekresi dari kelenjar saliva
dipengaruhi oleh kendali saraf otonom. Kelenjar ini terdiri atas lobus dan duktus
kelenjar. Selain itu, kelenjar ini terdiri atas kelenjar air liur (saliva) mayor dan minor.

2.1.1 Anatomi Kelenjar Liur
Kelenjar Liur (Saliva) Mayor
1. Kelenjar Parotis
1,2,3

Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva yang berpasangan, berjumlah dua.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar. Masing-masing beratnya
rata-rata 25 gram dan bentuknya irregular, berlobus, berwarna antara hijau dan
kuning (yellowish) terletak dibawah meatus akustikus eksternus diantara mandibula
dan muskulus sternokleidomastoideus. Tail parotis terletak di atas
m.sternokleidomastoideus dan meluas sampai ke prosesus mastoid. Kelenjar parotis
memiliki saluran untuk mengeluarkan sekresinya yang dinamakan duktus Stensen
yang akan bermuara di mulut dekat gigi molar 2; lokasi biasanya ditandai oleh papilla
kecil.
4


Gambar 1. Kelenjar Saliva Tampak Lateral

Kelenjar parotis bentuknya bervariasi, jika dilihat dari lateral 50% berbentuk
segitiga, 30% bagian atas dan bawahnya membulat. Biasanya kelenjar parotis
berbentuk seperti piramida terbalik dengan permukaan-permukaannya sebagai
berikut: permukaan superior yang kecil, superfisial, anteromedial, dan posteromedial.
Bentuk konkaf pada permukaan superior berhubungan dengan bagian tulang rawan
dari meatus akustikus eksternus pada bagian posterior dari sendi temporomandibular.
Disini saraf auricularis mempersarafi kelenjar parotis. Permukaan superfisialnya di
tutupi oleh kulit dan fascia superfisial yang mengandung cabang fasial dari saraf
aurikuler, nodus limfatikus parotis superfisial, dan batas bawah dari platisma.
Nervus kranialisVII yang berfungsi motorik untuk wajah, masuk ke kelenjar
parotis dan membaginya menjadi 2 zona surgical (lobus superfisialis dan profunda).
Nervus ini keluar dari dasar tengkorak melalui foramen stylomastoid. Trunkus
kemudian bercabang dua yakni cabang temporofasialis (atas, bercabang dua:
5

temporal dan zigomaticus) dan cervicofasialis (bawah, bercabang tiga: bukal,
marginal mandibular, dan cervical).
Nervus fasialis ini dalam kelenjar parotis bercabang menjadi 5, yaitu:
1. Cabang temporal ke otot frontalis
2. Cabang zigoma ke otot orbicularis oculi
3. Cabang bukal ke otot wajah dan bibir atas
4. Cabang mandibular ke otot bibir bawah dagu
5. Cabang cervical ke otot plastisma

Nervus auriculotemporal yang merupakan cabang dari n. trigeminus bagian
mandibularis, berjalan pararel dengan arteri dan vena temporalis superfisialis. Nervus
ini membawa serabut parasimpatik ke parotis jika cedera akan mengakibatkan
terjadinya sindrom Freys. Nervus auriculotemporalis ini juga berperan dalam
penyebaran tumor parotis ganas ke basis cranii dan intracranial melalui selubung
perineuralnya, terutama untuk jenis adenoid kistik karsinoma (cylindroma).
Vaskularisasi kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna dan cabang-
cabang di dekat kelenjar parotis. Darah vena mengalir ke vena jugularis eksterna
melalui vena yang keluar dari kelenjar parotis. Nodul kelenjar limfe ditemukan pada
kulit yang berada di atas kelenjar parotis (kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari
kelenjar parotis itu sendiri. Ada 10 kelenjar limfatik yang terdapat pada kelenjar
parotis, sebagian besar ditemukan pada bagian superfisial dari kelenjar diatas bidang
yang berhubungan dengan saraf fasialis. Kelenjar limfe yang berasal dari kelenjar
parotis mengalirkan isinya ke nodus limfatikus servikal atas.

6


Gambar 2. Kelenjar Parotis dan Nervus Facialis

2. Kelenjar Submandibula (submaksilaris)
1,2,3

Kelenjar ini terletak di bawah ramus mandibula horizontal dan dibungkus oleh
lapisan jaringan pemyambung yang tipis. Kelenjar ini seluruhnya terletak di dalam
trigonum digastrikus yang dibentuk oleh bagian abdomen dari otot digastrikus
anterior dan posterior. Nervus facialis cabang marginal berjalan superfisial dari
kelenjar ini dan sebelah dalam dari platisma. Duktus submandibula (duktus
Whartons) keluar dari permukaan medial kelenjar dan berjalan di antara m.milohioid
(lateral) dan hioglosus dan ke m.genioglosus. Duktus Wharton masuk ke rongga
7

mulut di lateral dari lingual frenulum. Nervus lingualis berada di sekitar duktus
Wharton, sementara n.hipoglosus (N.XII) parallel dengan duktus, berjalan inferior
dari duktus. Identifikasi n.hipoglosus, n.lingualis dan duktus Wharton harus
dilakukan (mutlak) sebelum reseksi kelenjar submandibula.

Gambar 3. Anatomi kelenjar submandibula

Arteri yang memperdarahi kelenjar submandibula adalah cabang
submental dari arteri fasialis (cabang dari arteri karotis eksterna). Drainasenya
melalui vena fasialis, yang melewati permukaan lateral kelenjar ini. Drainase
limfatik berjalan ke kelenjar getah bening servikal profunda (deep cervical)
dan jugular chain.

3. Kelenjar Sublingual
1,2,3

Kelenjar sublingual merupakan kelenjar liur mayor yang paling kecil.
Terletak di bawah mukosa dasar mulut antara mandibula dan m.genioglosus.
bagian inferiornya adalah m.mylohiod. Duktus Wharton dan n.lingualis
melewati (masuk) di antara kelenjar sublingualis dan m.genioglosus. Berbeda
8

dengan kelenjar parotis dan submandibula, kelenjar ini tidak memiliki kapsul.
Juga kelenjar ini tidak memiliki duktus yang dominan, drainasenya melalui
lebih kurang 10 duktus kecil-kecil (duktus Rivinus) dan bermuara ke lipatan
sublingual (sublingual fold) pada dasar mulut. Arteri yang menyuplai kelenjar
ini adalah cabang sublingual dari arteri lingualis dan cabang submental dari
arteri fasialis. Limfatik drainase menuju kelenjar getah bening submandibula.

Kelenjar Liur (Saliva) Minor
Terdapat sekitar 600-1000 kelenjar saliva minor yang tersebar luas di
mukosa mulut (kelenjar labialis, buccalis, palatines/weber,
retromolar/carmalat, lingualis yang terdiri dari kelenjar inferior apical/blandin
Nuhn, taste bud/Von Ebners, lubrikasi posterior). Sekresi yang dihasilkan
oleh kelenjar ini bersifat mucous (kecuali glandula Von Ebner).

2.1.2 Fisiologi Kelenjar Liur
Sekitar 1-1,5 L saliva diproduksi setiap hari. Kelenjar submandila
menghasilkan saliva paling banyak. Tetapi yang paling dirangsang untuk
memproduksi saliva adalah kelenjar parotis. Kelenjar parotis mensekresikan
cairan serosa, sedangkan kelenjar submandibula dan sublingual, 2/3 cairan
mukus dan 1/3 cairan serous. Sekresi serous mengandung enzim amylase
untuk proses pencernaan, sedangkan sekresi mukus mengandung musin untuk
tujuan lubrikasi.Selain itu, saliva berperan dalam menjaga kesehatan mulut
dan menciptakan keseimbangan ekologis (lubrikasi dan proteksi), buffer dan
oral clearance, menjaga integritas gigi, memiliki aktivitas antibakteri.
2

Respon air liur terhadap rangsangan tergantung pada reflex saraf yang
dibawa oleh sistem saraf parasimpatis. Saraf parasimpatis kelenjar parotis
9

mulai pada nucleus salivatorius inferior. Serabut-serabut sarafnya
meninggalkan otak melalui saraf glossofaringeal dan melalui telinga tengah,
melintas promontorium pada saraf Jacobsons (bagian dari saraf kranialis ke-
9, melintasi promontorium telinga tengah). Saraf parasimpatis kelenjar
submandibula berasal dari nucleus salivatorius superior.serat-seratnya
memasuki saraf intermedius dan mengikuti saraf fasialis memasuki bagian
vertical mastoid.
3
Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi air liur (saliva), yaitu:
mekanis, misalnya mengunyah makanan keras atau permen
karet.
Kimiawi, rangsangan seperti asam, manis, asin, pahit dan
pedas.
Neuronal.
Psikis, stress menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan.
Rangsangan rasa sakit, misalnya radang, gingivitis dan
pemakaian protesa dapat menstimulasi sekresi.

2.2 Penyakit- Kelenjar Liur
2.2.1 Penyakit Sistemik Kelenjar Liur
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur yang paling sering terlibat dalam
penyakit sistemik. Dibawah ini diterangkan contoh-contoh tentang penyakit sistemik
yang dapat mengenai kelenjar liur.
1. Benign lymphoepithelial lesion (Mikulicz's disease, Myoepithelial
sialadenitis)
5

Etiologi dari benign lymphoepithelial lesion tidak jelas. Mungkin
berhubungan dengan faktor autoimun, virus atu genetik yang merupakan
triger. Kondisi ini kebanyakan terjadi pada wanita usia pertengahan. Lesi
limfoepitelial benigna adalah proses peradangan dengan adanya infiltrasi
10

limfositik disekeliling duktus dan parenkim kelenjar liur. Dengan
meningkatnya infiltrasi limfositik menyebabkan atrofi asinar yang progresif
dan hilangnya asinar-asinar. Pada tingkat yang lebih progresif, epitel duktus
berproliferasi dan menyebabkan obstruksi duktus.
Pasien mengalami pembengkakan unilateral atau bilateral dari
glandula salivarius yang disebabkan karena infiltrasi benign lymphoid.
Turunnya aliran saliva menyebabkan pasien peka terhadap infeksi glandula
saliva.
Kondisi seperti ini biasanya mengenai kelenjar parotid darang
mengenai kelenjar submandibular. Apabila terdapat pada kelenjar
submandibular ia muncul sebagai massatidak nyeri. Kadang dapat juga
disertai dengan limfadenopati reaktif. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
histopatologis yaitu adanya gambaran atrofi asinar dan infiltrasi limfositik
difus dan kadang ada atau tidak ada pulau-pulau epimioepitelial. Penyakit
ini berhubungan dengan sindrom Sjgren.
Penyakit ini dapat menyebabkan progresi ke arah penyakit neoplastik
sepertikarsinoma limfoepitelial, limfoma sel B grade rendah pada
pseudolimfoma MALT dan limfoma non-Hodgkin. Kadang juga disertai
dengan sarkoma Kaposi pada pasien yang terinfeksi HIV.
Penanganan kasus ini adalah simptomatik kecuali pembesaran parotid
adalah cukup berat sehingga diharuskan untuk parotidektomi superfisial.
Eksisi submandibular total adala hterapi yang sangat adekuat untuk kista
limfoepitelial benigna yang jarang. Jarang terdapat transformasi maligna,
bagaimanapun observasi tetap harus dilakukan setelah eksisi totaldari kelenjar
tersebut.
2. Sjorgen Syndrome
6,7

Sindroma Sjogren's ( SS ) merupakan penyakit autoimun kronis
dengan simptom karakteristik kekeringan mata, infiltrasi limfositik dan
destruksi glandula eksokrin yang memproduksi air mata dan air liur. Penderita
11

akan menderita xeroftalmia atau xerostomia atau gangguan reumatoid
penyerta seperti reumatoid artritis. Adanya xerostomia dan xeropthalmia
disebut sebagai sindroma sicca. Etiologi SS tidak jelas dan tidak bisa diobati.
Glandula saliva dan lakrimal pertama terlibat , kemudian jaringan eksokrin
lainnya termasuk tiroid, paru-paru dan ginjal juga terlibat. Pasien dengan SS
juga menunjukkan gejala arthralgia, myalgia, neuropati dan rash.
SS terutama melibatkan wanita postmenopause (rasio wanita-pria
adalah 9:1) dan diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. Pada pasien
dengan SS sekunder terjadi disfungsi glandula saliva dan/atau lakrimal yang
disertai dengan penyakit jaringan ikat yang lain. SS primer merupakan
kelainan sistemik yang melibatkan kedua glandula baik glandula saliva
maupun lakrimal tanpa kondisi autoimun yang lain.
Pasien dengan SS menderita komplikasi oral sebagai akibat
menurunnya fungsi saliva. Pasien megeluh adanya kekeringan mulut.
Kekeringan ini akan menyebabkan kesulitan pengunyahan, penelanan, dan
berbicara tanpa tambahan cairan. Bibir pasien terlihat kering dan pecah-pecah
serta terjadi anguler cheilitis. Intra oral mukosa pucat, kering, kumpulan saliva
hanya sedikit, saliva tampak kental dan ropy (seperti tali ). Infeksi kandida
mucocutaneous sering terjadi, mukosa oral memerah jika ada infeksi sekunder
dari kandida. Penurunan aliran saliva menyebabkan kenaikan karies gigi
terutama karies servikal, dan erosi struktur email.
Untuk konfirmasi penurunan sekresi air mata dapat dilakukan tes
Schirmer's, Pasien SS 1/3 sampai 1/2 dapat mengalami pembesaran glandula
saliva yang kronis. Pembesaran biasanya bilateral, tidak sakit atau sedikit
sakit, dan dapat intermetent atau persistent. Mereka juga peka terhadap infeksi
glandula dan/atau obstruksi glandula dapat sebagai akut eksaserbasi dari
pembesaran glandula yang kronis.
Pemeriksaan laboratorium terhadap pasien dengan SS biasanya akan
mengalami peningkatan ESR (erythrocyt sedimentation rate) dan level
12

imunoglobulin, terutama IgG. RF (Rheumatoid Factor) positif pada 75%
kasus. ANA juga ada pada kebanyakan penderita. Dua macam nuclear
antibodies, anti-SS-A (anti-Ro) dan anti-SS-B (anti-La) sering dijumpai,
terutama pada pasien dengan SS primer. Kadang-kadang autoantibodies pada
duktus salivarius juga bisa dijumpai, terutama pada SS sekunder.
Gambaran mikroskopis dasar pada SS adalah infiltrasi lymphocytic
pada glandula saliva dengan destruksi pada bagian acinar. Pada glandula
mayor yang membesar pemeriksaan mikroskopis sering terlihat progresi ke
lesi lymphoepithelial, dengan karakteristik pulau epimyoepithelial dengan
tatar belakang stroma lymphoid. Infiltrasi lymphocytic pada glandula minor
juga dapat terjadi meskipun pulau epimyoepithelial jarang ditemui.

3. Tuberculosis extrapulmonal
8,9

Tuberculosis ( TB) adalah infeksi kronis karena bakteri
Mycobacterium Tuberculosis, yang menyebabkan formasi granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Biasanya menyerang paru-paru tetapi glandula saliva
dapat juga terlibat. Pasien dengan TB akan menunjukkan gejala xerostomia
dan/atau pembengkakan kelenjar ludah, dengan formasi granuloma atau kista
pada glandula. Diagnosis tergantung pada identifikasi dari mycobacterium.
Perawatan dengan obat-obatan standard kemoterapi anti-TB. Jika tak ada
respon maka diperlukan intervensi bedah.

4. Sarcoidosis
10,11

Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronis dimana T limfosit,
mononuclear phagocytes dan granuloma menybabkan destruksi jaringan yang
terlibat. Penyebab penyakit tidak jelas. Primer terjadi pada usia dekade ketiga
atau keempat. Lebih banyak pada wanita dibanding pria. Sindroma
Heerfordt's (uveoparotid fever) merupakan bentuk sarcoid yang dapat terjadi
dengan atau tanpa sistemik sarcoidosis. Sindrome berupa trias dari inflamasi
13

traktus uveal meta, pembesaran parotis dan facial palsy. Manifestasi sistemik
lain dari sarkoidosis seperti hiperkalsemiam pembesaran hati dan limpa,
pembesaran kelenjar getah bening servikal, dan pembesaran kelenjar getah
bening hilus yang tampak pada radiografi dada.
Sarcoidosis melibatkan glandula saliva dalam 1 dari 20 kasus.
Biasanya terjadi pembesaran glandula bilateral tanpa rasa sakit. Pembesaran
unilateral juga pernah dilaporkan. Penurunan fungsi biasanya terjadi pada
glandula yang bersangkutan. Pemeriksaan spesimen biopsi pada glandula
saliva minor dapat mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan laboratorium
kimia dari serum meliputi calciun level, autoimmun serologi dan konsentrasi
angiotensin I-coverting enzym dapat membantu diagnosis. Pengobatan yang
tersedia pada saat ini hanya penggunaan steroid sistemik.

2.2.2 Inflamasi dan Infeksi Kelenjar Liur
1. Sialadenitis
Sialadenitis, merupakan inflamasi pada kelenjar saliva, yang dapat disebabkan
oleh infeksi atau adanya obstruksi duktur akibat batu pada kelenjar saliva atau
keganasan.
12
penyebab lainnya adalah karena penyakit autoimun atau masalah medis
lainnya yang melibatkan terapi radiasi di daerah kelenjar saliva. Sialadenitis dapat
terjadi secara akut maupun menjadi kronis.
Gejala dapat berupa mulut kering, gangguan pengecapan (akibat adanya oral
discharge), dan nyeri pada wajah dan gigi saat istirahat atau saat mengunyah. Jika
terjadi akibat infeksi gejala demam pada sialadenitis dapat dijumpai. Tanda yang
dapat dijumpai dapat berupa eritema di daerah wajah di atas kelenjar atau di bagian
inferior dari leher atau rahang, bengkak pada wajah,lifadenopati, adanya batasan pada
membuka rahang, dan nyeri tekan di daerah kelenjar. Dalam kasus yang kronis, dapat
terbentuk fistula. Material yang purulen dapat keluar dari fistula.
13


14

2. Necrotizing sialometaplasia
Necotizing sialometaplasia merupakan kondisi inflamasi yang jinak tetapi
bukan hasil dari infeksi, kondisi ini sering disebabkan oleh lesi di palatum yang
erosive.
14
necrotizing sialometaplasia melibatkan destruksi kelenjar saliva minor, dan
terkadang di daerah retromolar, mukosa bukal, lidah dan mukosa bibir. Beberapa
laporan juga melaporkan necrotizing sialometaplasia dapat terjadi di kelenjar parotis
dan submandibular.
15

Lesi pada necrotizing sialometaplasia, dikaitkan dengan adanya nekrosis
vascular, dimulai dari pembengkakan submukosa yang cepat menjadi ulkus. Lesi
pada necrotizing sialometaplasia dapat mengalami penyembuhan dengan sendirinya,
dan dikatakan mengalami penundaan jika sembuh lebih dari lima minggu dan patut
dicurigai sebagai suatu kondisi keganasan.
16
Diagnosis banding untuk lesi yang tidak
sembuh dapat dipikirkan berupa limfoma, Wegener granulomatosis,sifilis, dan infeksi
jamur. Dapat dilakukan biopsi jika dicurigai ada keganasan.

3. Mumps
a) Pendahuluan
Mumps atau parotitis epidemika adalah self limiting disease yang
disebabkan oleh virus yang ditandai dengan pembengkakan satu atau lebih
kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Mumps dulunya merupakan salah
satu penyakit anak yang paling umum. Penyakit ini menyebar dengan mudah
melalui kontak dengan air liur dari orang yang terinfeksi ke orang yang belum
divaksinasi. Belakangan, hampir semua anak-anak divaksinasi terhadap
mumps dan penyakit ini jarang terjadi
12
b) Epidemiologi
Di usia dibawah 15 tahun, mumps sering didapatkan pada pasien yang
belum menerima imunisasi mumps. Insidens tersering adalah pada akhir
musim dingin atau musim semi.
13,14

15

c) Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus RNA yang dikenal sebagai
Rubulavirus yang merupakan golongan paramyxovirus. Virus ini memiliki
untai tunggal, sense negatif RNA yang dibungkus glycoprotein. Rubulavirus
dapat diisolasi dalam kultur virus dari air liur, urin dan cairan serebrospinal.
16

d) Patogenesis
Setelah virus masuk ke dalam sistem pernapasan, virus akan
bereplikasi secara lokal. Diseminasi viremic kemudian terjadi pada jaringan
target seperti kelenjar parotis. Sel nekrosis dan peradangan dengan infiltrasi
sel mononuklear adalah respon jaringan, Kelenjar ludah edema dan terjadi
deskuamasi sel epitel yang melapisi sel nekrotik.
16

e) Diagnosis
Gejala klinis
Gejala prodromal jarang terjadi namun dapat berupa demam, nyeri
otot, sakit kepala dan lemas. Tanda mumps biasanya berupa pembengkakan
pada salah satu atau kedua kelenjar ludah. Daerah yang bengkak terasa sakit,
terutama saat merasakan makanan atau minuman yang asam.
17

Diagnosis mumps biasanya berdasarkan pada gejala klinis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan enzyme immunoassay immunoglobulin IgG
dan IgM paling umum digunakan dalam menegakkan diagnosis. Kultur virus
Mumps dapat diambil dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin,otak, dan
jaringan terinfeksi lainnya.
17

f) Penatalaksanaan
Tatalaksana mumps berupa rawat jalan jika tidak ada komplikasi,
tindakan umum yang dilakukan berupa terapi suportif dan simptomatik.
Cairan intravena diberikan bila terdapat muntah-muntah. Dapat diberikan
kompres dingin atau analgetik untuk meredakan nyeri.
17,20


16

g) Prognosis
Pasien harus keluar dari sekolah sampai penyakit ini tidak lagi
menular, yaitu sekitar 9 hari setelah timbulnya nyeri. Umumnya prognosis
mumps baik.
16,17
h) Pencegahan
Pencegahan mumps dilakukan melalui imunisasi vaksin campuran
ketiga penyakit berikut, measles-mumps-rubella-varicella atau biasa disingkat
MMR. MMR merupakan vaksin virus hidup yang diberikan 2 kali, yaitu pada
umur 12-15 bulan untuk dosis pertama dan umur 4-6 tahun untuk dosis
kedua.
16


2.2.3. Tumor Jinak Kelenjar Liur
2.2.3.1 Pada Anak-Anak
Tumor kelenjar jinak yang paling sering pada anak-anak adalah hemangioma
kelenjar parotis. Kulit terletak di bawah massa mempunyai perubahan warna kebiru-
biruan, dan kemungkinan terdapat fluktuasi dalam ukuran dari massa bila anak
menangis. Tumor ini akan menunjukkan peningkatan ukuran yang sedikit demi
sedikit selama empat sampai enam bulan pertama kehidupan, tetapi mulai tampak
resolusinya pada usia dua tahun. Yang mirip dengan hemangioma adalah
limfangioma, yang juga timbul pada daerah kelenjar parotis. Adenoma pleomorfik
merupakan tumor ketiga terbanyak yang ditemui, dan paling sering tumor padat,
ditemukan pada anak-anak. Tumor jinak lain termasuk neurofibroma dan lipoma.
Tumor kelenjar liur pada anak-anak paling sering mengenai kelenjar parotis, sedang
daerah submandibula dan kelenjar liur minor jarang terjadi.
3

2.2.3.2 Pada Dewasa

a) Adenoma Pleomorfik
Tumor campur jinak ini menyebabkan 75 % kelenjar parotis, baik jinak
maupun ganas pada dewasa. Kelainan ini paling sering pada daerah parotis, dimana
tampak sebagai pembengkakan tanpa nyeri yang bertahan untuk waktu lama di
daerah depan telinga atau daerah kaudal kelenjar parotis. Tumor ini tidak
17

menimbulkan rasa nyeri atau kelemahan saraf fasialis. Pada daerah parotis, meskipun
diklasifikasikan sebagai tumor jinak, dalam ukurannya tumor dapat bertambah besar
dan menjadi destruktif setempat. Reseksi bedah total merupakan satu-satunya terapi.
Perawatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah cedera pada saraf fasialis dan saraf
dilindungi walaupun jika letaknya sudah berdekatan dengan tumor.
3,21

Tumor dapat berkembang pertama kali pada lobus profunda dan meluas ke
daerah retromandibula. Pada keadaan ini saraf fasialis dilindugi secara hati-hati dan
di retraksi dengan lembut sehingga tumor dapat diangkat dari lokasinya yang dalam
ke ruang parafaringeal. Kadang-kadang adenoma pleomorfik lobus profunda tampak
di dalam mulut. Hal ini dapat kita sadari dengan adanya deviasi palatum mole dan
arkus tonsilaris ke garis tengah oleh massa lateral dari daerah tonsil. Reseksi
sebaiknya dilakukan melalui leher daripada melalui dalam mulut. Ketika mengangkat
tumor parotis, seluruh lobus superficial, atau bagian kelenjar lateral dari saraf fasialis,
diangkat sekaligus untuk keperluan biopsy, dipotong dengan mempertahankan saraf
fasialis. Pemeriksaan patologis dari pemotongan beku tidak dapat memberikan asal
tumor yang sebenarnya dan operasi radikal mungkin dibutuhkan jika hasil
pemotongan permanen sudah diperoleh. Pelepasan adenoma pleomorfik pada lobus
superficial kelenjar parotis tidak dianjurkan karena kemungkinan kekambuhan yang
tinggi.
3,21


Gambar 3.2
Adenoma pleomorfik
23

Secara histologi, adenoma pleomorfik berasal dari bagian distal saluran liur,
termasuk saluran intercalated dan asini. Campuran dari epitel, mioepitel dan bagian
stroma diwakilkan dengan namanya: tumor campur jinak. Dari ketiga jenis diatas
18

dapat lebih mendominasi dibandingkan jenis lain namun ketiga jenis tersebut harus
ada untuk mengkonfirmasi diagnosis.
3,21

Pada saat operasi massa tumor tampak berkapsul, tetapi pemeriksaan
patologis menunjukkan perluasan keluar kapsul. Jika seluruh tumor dengan massa
kelenjar parotis yang normal mengelilingi tumor direseksi, insidens kekabuhannya
kurang dari 8 persen. Seadandainya adenoma pleomorfik kambuh, terdapat
kemungkinan cedera yang besar pada paling sedikit satu dari bagian saraf fasialis
ketika tumor direseksi ulang.
3,21

Meskipun tumor ini dianggap jinak, terdapat kasus kekambuhan yang berkali-
kali dengan pertumbuhan yang berlebihan di mana tumor meluas dan mengenai
daerah kanalis eksterna dan dapat meluas ke rongga mulut dan ruang parafaringeal.
Tumor yang kambuh dapat mengalami degenerasi maligna, tetapi insidens ini kurang
dari 6 persen. Terapi iradiasi terhadap tumor yang kambuh berulang kali dan tidak
dapat direseksi diberikan pengobatan paliatif.
3,21


Gambar 3.3
Adenoma Pleomorfik
24

Diagnosis banding untuk adenoma pleomorfik adalah neoplasma maligna:
karsinoma kistik adenoid, adenokarsinoma polimorfik derajat rendah, neoplasma
adnexa dalam, dan neoplasma mesenkimal. Komplikasi yang jarang dari adenoma
pleomorfik adalah perubahan ke arah ganas yaitu karsinoma ex-pelomorfik adenoma
(carcinoma ex-pleomorphic adenoma)atau nama lainnya tumor campur jinak yang
bermetastasis (benign metastazing mixed tumors).
25

Prognosis adenoma pleomorfik adalah sempurna, dengan angka kesembuhan
mencapai 96 %.
25

19

b) Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin)
Tumor jinak kelenjar liur lain yang relative sering. Tumor ini paling sering
terjadi pada pria usia 50-60 tahun dan ada hubunganya dengan faktor resiko merokok.
Tumor ini juga merupakan tumor yang paling sering terjadi bilateral. Tumor ini
dikenali berdasarkan histologinya dengan adanya struktur papil yang tersusun dari
lapisan ganda sel granular eusinofil atau onkosit, perubahan kistik, dan infiltrasi
limfostik yang matang.
25


Gambar 3.4
Gambaran histopatologi tumor warthin pada kelenjar parotis
26

Tumor ini berasal dari epitel duktus ektopik. CT-Scan dapat menunjukkan
suatu massa dengan batas jelas pada bagian postero-inferior dari lobus superficial
parotis. Jika pemeriksaanradiosialografi dilakukan maka dapat dilihat peningkatan
aktivitas yang berhubungan dengan adanya onkosit dan peningkatan isi dari
mitokondrianya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histology.
25

20


Gambar 3.5
Tumor Warthin
27

Terapi terdiri dari reseksi bedah dengan melindungi saraf fasialis. Tumor ini
berkapsul dan tidak mungkin kambuh.
.

Tumor jinak kelenjar liur lain yaitu:
3,25

1. Adenoma oksifil (sel asidofilik)
2. Adenoma sel serosa
3. Onkositoma
Terapi serupa pada adenoma pleomorfik.
Ruang parafaringeus merupakan daerah asal primer untuk tumor jinak. Paling
sering adalah tumor kelenjar liur yang timbul dari lobus profunda kelenjar parotis dan
21

meluas ke dalam ruang parafaringeal. Tumor yang berasal neurogenik seperti
schwanoma mungkin berasal pada daerah ini dari saraf vagus atau jaras simpatetik
servikalis. Tumor ini nampak sebagai massa lunak yang menekan dinding faring
lateral ke arah medial. Tumor ini sebaiknya dilakukan pendekatan melalui leher
daripada dalam mulut karena adanya pembuluh darah yang besar dan saraf kranialis
yang penting pada ruang ini. Arteriogram pendahuluan tidak hanya menunjukkan
efek tumor pada lokasi dari arteri karotis interna tapi juga berguna dalam mendeteksi
tumor kemodektoma atau tumor neurogenik dalam ruangan ini.
3

Tumor yang paling sering pada ruang parafaringeal adalah adenoma
pleomorfik. Kedua yang tersering adalah karsinoma adenokistik maligna. Kelompok
terbesar dari tumor-tumor lain adalah yang berasal dari neurogenik, seperti
schwanoma dan neuroma. Beberapa tumor dari ruangan parafaringeal sebaiknya
ditangani, melalui pendekatan trans-servikal eksternal. Tindakan ini akan
memberikan control yang lebih baik terhadap pembuluh darah utama pada daerah ini.
Juga mencegah metastasis tumor, yang dapat terjadi pada pendekatan melalui
transoral. Karena edema pasca operasi yang luas dapat terjadi, sering dibutuhkan
trakeostomi.
3

Tabel 3.1 Perbedaan Massa-Massa Pada Kelenjar Liur
22

Jinak Kemungkinan Keganasan
Meningkat
Ganas
1.Parotis
2.Usia Muda
3.Wanita
4.Fungsi saraf fasialis
utuh
5.Kistik
6.Durasinya lama (>2
tahun)
7.Asimptomatik
8.Tidak adenopati
1. Submandibula
2. Paresis
3. Keras
4. tumbuh cepat
5. Rasa tidak enak
1. Kelenjar liur minor
2. Lebih tua
3. Pria
4. Paralisis
5. Keras seperti batu
6. Onset cepat (<>
7. Nyeri
8. Adenopati servikal


22

2.2.4 Tumor Ganas Kelenjar Liur
3,28,29
1. Mucoepidermoid Carcinoma
Tumor paling sering pada anak adalah mucoepidermoid carcinoma, biasanya
derajatnya rendah. Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar liur
yang diakibatkan oleh radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara
dekade 30-40. Hampir 75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang
asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil lainnya dengan paralisis
nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar duktus
saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak
30-40 %. Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat
rendah,menengah, dan tinggi. Tumor derajat rendah menyerupai adenoma pleomorfik
(berbentuk oval,batas tegas, dan adanya cairan mukoid). Tumor derajat menengah
dan derajat tinggi ditandai dengan adanya proses infiltratif. Pasien-pasien usia muda
biasanya berderajat rendah. Pada keadaan tertentu,bahkan setelah dilakukan reseksi
adekuat, jika terdapat bukti penyakit metastasis, terapi radiasi pasca-operasi
disarankan. Perlu dipertimbangkan secara hati-hati untuk memberikan radiasi pada
anak untuk mendapatkan gambaran komplikasi potensial yang akan datang. Pada
keadaan tertentu seperti jika timbul invasive pada saraf atau pembuluh darah, atau
timbulnya penyakit metastasis perlu dilakukan radiasi. Gambaran sitologi untuk
mucoepidermoid carcinoma adalah hapusan biasanya dengan selularitas rendah, latar
belakang mucous dan debris kotor. Kelompok dan lembaran sel epitelial dan aliran
sel kecil di dalam mukus. Berbagai macam tipe sel : yang dominan adalah sel sedang,
beberapa sel yang mengeluarkan sekresi musin, kadang juga ditemukan sel epitelial
skuamosa. Nuklei yang sedikit lunak, nukleoli mencolok pada beberapa sel.

2. Adenocarcinoma
Merupakan keganasan parotis kedua paling sering pada anak-anak. Tumor ini
terdapat pada 4 % dari seluruh tumor parotis dan 20 % dari tumor saliva minor.
Sebagian besar pasien tanpa gejala (80%), 40 % dari tumor ditemukan terfiksasi pada
23

jaringan diatas atau dibawahnya, 30 % pasien berkembang metastasis ke nodus
servikal, 20 % menderita paralisis nervus fasialis, dan 15 % merasa sakit pada
wajahnya. Tumor ini berasal dari tubulus terminal dan intercalated atau strained sel
duktus. Jenis jenis yang lain adalah jenis keganasan yang tidak berdiferensiasi yang
secara keseluruhan mempunyai angka harapan hidup yang buruk. Kanker sel asini
dan adeno cystic carcinoma pada awalnya hampir mempunyai perjalanan penyakit
yang jinak, dengan harapan hidup yang lama, hanya menunjukkan kekambuhan
terakhir pada daerah yang pertama kali timbul atau distal dari daerah tersebut atau
metastasis paru. Terapi tetap reseksi adekuat, total, regional. Gambaran sitologi untuk
adenocarcinoma adalah ciri nukleus yang ganas, microglandular pattern, musin
intrasel dan/atau ekstrasel, tidak adanya ciri khusus untuk dijadikan entitas spesifik.

3. Malignant Mixed Tumor
Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, carcinosarcoma dan mixed
tumor metastasis. Carcinoma ex pleomorfik adenoma merupakan tipe yang paling
banyak. Carcinoma ex pleomorfik adenoma merupakan kanker yang berkembang dari
mixed tumor jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjadi pada kelenjar liur
mayor. Gambaran sitologinya adalah riwayat peningkatan ukuran tumor dalam waktu
lama, populasi rangkap sel epitelial ganas dan sel jinak dan komponen stromal
adenoma pleomorfik.

4. Acinic Cell Carcinoma
Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak
wanita dibanding pria. Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat
metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus. Tanda patologik khas adalah adanya
amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar dan sel duktus
intercalated. Gambaran sitologi untuk acinic cell carcinoma adalah materi sel dalam
jumlah banyak dengan latar belakang yang jernih. Sel-sel biasanya ditemukan dalam
dalam kelompok, stroma fibrovaskular yang tidak terlihat jelas dalam jumlah sedikit.
24

Pengelompokan mikroasinar, sitoplasma seperti onkosit yang kadang terlihat padat,
tervakuolasi halus, rentan, dalam jumlah banyak. Nuklei ukuran sedang bulat,
anisokariosis ringan sampai sedang, kromatin lunak. Banyak dijumpai nuklei terbuka.

5. Squamous Cell Carcinoma
Umumnya terjadi pada pria usia tua dan ditandai dengan pertumbuhan cepat.
Insiden metastasis ke nodus limfatikus sebanyak 47 %. Tumor ini biasanya terdapat
pada kelenjar parotis. Tumor ini dipikirkan berasal dari sel duktus ekskretorius.

6. Salivary Duct Carcinoma
Tumor ini jarang, menyerupai kanker duktus mammae. Duktus Stensen lebih
sering terkena dibandingkan dengan duktus Wharton. Tumor ini memiliki
kecenderungan untuk terjadi berulang pada tempat yang sama (35%) dan dapat
berkembang ke metastasis jauh (62%), dengan hanya 23 % pasien yang dapat hidup
selama 3 tahun. Gambaran sitologinya adalah sel epitelial ganas tunggal dan
berkelompok. Sitoplasma berlimpah, skuamoid, kadang seperti onkosit. Tidak ada
komponen stromal khusus. Memiliki latar belakang nekrotik. Tumor tingkat bawah
dengan pola cribriform dan ditemukan sel seragam.

7. Myoepithelial Carcinoma
Tumor ini jarang dan unik karena terdapat diferensiasi mioepitel dengan
struktur immunohisto-kimia dan struktur ultra yang unik. Diobati dengan radiasi
pasca operasi dan kemoterapi jika diindikasikan. Gambaran sitologi pada
myoepithelial carcinoma adalah sel tunggal dan kelompok sel, beberapa mungkin
memiliki pilin stroma fibrosa dan pola trabekular (pseudopapiler). Mungkin dijumpai
butiran kecil stromal hialin. Populasi bifasik hanya ditemukan di beberapa tumor. Sel
mioepitelial (jernih) memiliki sitoplasma pucat, rentan dan sering dianggap sebagai
nuklei terbuka. Kelompok kecil ketat sel epitelial duktal. Pembesaran dan variasi
nukleus ringan sampai sedang (sel mioepitelial)
25

8. Malignant Oncocytoma
Serupa dengan variasi benigna kecuali ditandai dengan adanya metastasis jauh,
metastasis ke nodus servikal, dan pembuluh darah, saraf, atau invasi ke limfatik

9. Malignant Lymphoepithelial Lession
Tumor ini jarang, ditandai dengan adanya area jinak dan ganas pada satu tumor.
Bagian maligna mewakili kanker anaplastik yang berasal dari duktal. Metastasis ke
nodus limfatikus telah berulang kali ditemukan

10. Malignant Lymphoma
Limfoma maligna primer dari kelenjar saliva jarang, pada umumnya di dapat
pada lelaki usia tua. Hal ini juga diamati pada sekitar 5-10% pasien dengan tumor
Warthin kelenjar parotis. Terapi optimal adalah biopsy dengan terapi radiasi pada
daerah itu. Prognosis lebih baik untuk limfoma kelenjar saliva daripada limfoma
nodus dengan penampilan histology yang mirip













26

BAB III
SIMPULAN
Kelainan kelenjar air liur adalah suatu keaddan abnormal dalam kelenjar air
liur yang dapat merujuk pada kondisi yang menyebabkan pembengkakan atau nyeri.
Pada kondisi normal air liur berfungsi membasahi makanan untuk membantu
mengunyah dan menelan. Air liur juga dapat membersihkan mulut dari bakteri.
Pada gangguan kelenjar air liur seringkali ditemukan gejala seperti
pembengkakan pada wajah, pembengkakan pada telinga, sakit di wajah, kesulitan
membuka mulut dan mulut kering.
Gangguan kelenjar air liur dapat dicegah sekaligus dirawat dengan
mengkonsumsi makanan atau cairan yang dapat merangsang produksi air liur seperti
makanan yang asam atau tetesan air lemon.














27

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyatni, Pasaribu ET. Bedah Onkologi: diagnostic dan terapi. Jakarta: Sagung
Seto, 2009. 121-148.
2. Ganong, W.F. 2010. Review of Medical Physiology,Ganongs. 23rd edition.
New York: The McGraw-Hill Companies.Inc
3. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Boies: buku ajar penyakit THT. Ed 6.
Jakarta: EGC, 1997. 305-319.
4. Kusumasari. Kelainan kelenjar Liur.
http://eprints.undip.ac.id/37637/1/Nila_Kusumasari_G2A008125_Lap.KTI.pdf
5. Lee S, Tsirbas A, McCann J, Goldberg R (2006). "Mikulicz's disease: a new
perspective and literature review.". Eur J Ophthalmol 16 (2): 199203.
6. Franceschini F, Cavazzana I. Anti-Ro/SSA and La/SSB antibodies.
Autoimmunity 2005;38:55-63,
7. Kurien BT, Asfa S, Li C, Dorri Y, Jonsson R, Scofield RH. Induction of oral
tolerance in experimental Sjgren's syndrome autoimmunity. Scand J Immunol.
2005 May;61(5):418-25)
8. Kumar S, Dev A. Primary tuberculosis of bilateral submandibular salivary
Glands. Indian J Otolaryngol. 1990;42:689.
9. Ataman M, Szeri B, Ozelik T, Gedikoglu G. Tuberculosis of the parotid
salivary gland. Auris Nasus Larynx. 1992;19:2713.)
10. Nunes H, Bouvry D, Soler P, Valeyre D (2007). "Sarcoidosis". Orphanet J
Rare Dis 2: 46. doi:10.1186/1750-1172-2-46,
11. Fischer, T. et al (January 2002). "Diagnosis of Heerfordt's syndrome by state-
of-the-art ultrasound in combination with parotid biopsy: a case report.".
European Radiology 12 (1): 1347. doi:10.1007/s003300100879)
12. Mumps. Elsevier. 2007.
13. Mumps. Immunisation handbook; 2011. p. 225-9.
28

14. Zitelli BJ, Davis HW. Atlas of pediatric physical diagnosis. 5
th
ed. Philadelphia:
Mosby; 2007. p. 463-4.
15. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy and physiology. 7
th
ed: Pearson
Education; 2007.
16. Defendi GL. Mumps. Medscape; 2012.
17. Mumps, Maldonado Y. In: Nelson textbook of pediatrics. p. 227
18. Vanderhoff BT, Varghese J. Salivary gland tumours. In: Dambro MR, editor.
Griffith's 5 minute clinical consult. Philadelphia: Lippincott; 2006. p. 1006-
19. Templer JW. Parotitis. In: Meyers AD, editor.: Medscape; 2011.
20. Wu FY. Mumps. In: Dambro MR, editor. Griffith's 5 minute clinical consult.
Philadelphia: Lippincott; 2006. p. 730-1.
21. Robert L. Souhami. Oxford Textbook of Oncology (2 volume set) 2nd edition.
England: Oxford Press, 2002
22. C.J.H. van de Velde. Onkologie. Leiden: Stafleu, 1973
23. Robbins and Cotran : Pathologic Basic Of disease hal. 793
24. Color Atlas of ENT Diagnosis 4th edition, revised and expanded
25. Anil K. lalwani. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head &
Neck Surgery. USA:Mc Graw Hill,2004
26. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/cb/Warthin_tumor_%282
%29.jpg
27. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/c3/Warthin%27s_tumor.jp
g
28. Adams, L.A., Angulo, P., Lindor, K.D. 2005. Nonalcoholic fatty liver disease.
CMAJ ; 7: 899-905.
29. Lee, D.R., Nieman, C.D. 2003. Anthropometry. Dalam Lee, D.R., Nieman,
C.D., penyunting, Nutrisional Assessment. New York: Mc Graw Hill.pp. 182-
183.

Anda mungkin juga menyukai