Anda di halaman 1dari 10

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Santan merupakan bahan pangan yang digunakan oleh hampir semua rumah tangga dan
beberapa industri pangan. Kegunaan santan untuk berbagai kebutuhan dalam bidang
pangan makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia.
Namun tingginya kebutuhan terhadap santan ini tidak diimbangi dengan daya awet
santan akibat ketidakstabilan larutan santan. Santan adalah emulsi minyak dalam air
yang berwarna putih, yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang
telah diparut atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air (Hagenmeier, 1973).
Santan mudah mengalami kerusakan fisik berupa pemisahan emulsi menjadi dua fase,
yaitu fase kaya minyak (krim) dan kaya air (skim). Pemisahan emulsi tersebut
umumnya terjadi dalam waktu 5-10 jam sejak pembuatan santan (Tangsuphoom &
Coupland, 2005). Sifat ketidakstabilan sistem emulsi santan kelapa dapat dihubungkan
dengan kandungan lemaknya yang tinggi. Perbedaan antara densitas lemak
dibandingkan dengan porsi skim, serta oleh sifat immisibel kedua fase, akan
menyebabkan lemak naik ke permukaan (Tadros, 2009).

Di dalam santan terdapat emulsifier alami berupa protein yang terdiri atas globulin,
albumin, dan fosfolipid. Namun emulsifier alami tersebut tidak cukup kuat dan akan
berkurang seiring menurunnya kualitas protein (Enig, 2009). Seiring lamanya waktu
penyimpanan, protein dalam santan mengalami degradasi yang menyebabkan protein
tersebut lama kelamaan hilang dan akhirnya fase air dan lemak dapat memisah kembali.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menstabilkan emulsi
santan melalui proses emulsifikasi dalam pengolahan santan. Proses ini diharapkan
dapat memperbaiki penampilan santan yang pada akhirnya dapat pula meningkatkan
nilai ekonominya. Untuk dapat menstabilkan santan diperlukan emulsifier/stabilizer
yang dapat mengikat air dan lipida. Zat seperti ini disebut dengan hidrokoloid.
Hidrokoloid banyak sekali macamnya ada yang sintetis dan alami.

Gum arabic merupakan salah satu hidrokoloid alami yang akan bekerja sebagai
stabilizer dengan cara meningkatkan viskositas suatu emulsi sehingga sering disebut
sebagai pengental. Gum arabic dapat berperan sebagai stabilizer lipid dan air dengan
2

3



minyak dan protein yang penting, dan dapat diolah menjadi kopra, minyak dan santan
Komposisi daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah (Ketaren, 2005). Buah
kelapa muda berumur 6-8 bulan, kelapa setengah tua berumur 10-11 bulan dan kelapa
tua berumur 11-13 bulan (Nainggolan & Sitinjak, 1977).

Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih, yang diperoleh dengan
cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut atau dihancurkan dengan atau
tanpa penambahan air (Hagenmeier, 1973). Menurut SNI, santan merupakan produk
cair yang diperoleh dengan menyaring daging air kelapa dengan atau tanpa penambahan
bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01-3816-1995). Santan umumnya
dihasilkan dari kelapa tua atau kelapa setengah tua yang memiliki daging kelapa
(endosperm) yang tebal. Proses pembuatan santan dimulai dengan mengupas lapisan
tempurung kelapa yang berwarna coklat yang menutupi daging kelapa. Daging kelapa
kemudian dicuci, dikeringkan dan diparut dengan mesin (Seow & Gwee, 1997). Santan
mengandung lemak, air, karbohidrat, protein dan abu dimana air dan lemak merupakan
komponen utama. Komposisi dan kualitas santan bervariasi sesuai dengan jenis dan
umur kelapa serta metode yang digunakan dalam ekstraksi, misalnya, peralatan, jumlah
penambahan air, dan suhu (Tipvarakarnkoon, 2009). Sifat fisik dan komposisi kimia
dari santan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Fisik dan Komposisi Kimia Santan

Range
Sifat Fisik
Spesifik Gravitasi
Tegangan Permukaan
Viskositas
Indeks Bias
pH
1.0029-1.0080
97.76-125.43
1.61-2.02
1.3412-1.3446
5.95-6.30
Komposisi Kimia (%)
Moisture
Lemak
Protein
Abu
Total gula
73.47-76.84
18.83-21.09
2.14-2.97
0.63-0.96
0.82-1.62
Sumber : Gonzales (1990)

4



Santan hanya memiliki kandungan vitamin dan mineral yang sedikit. Mineral utama
yang ditemukan dalam santan adalah fosfor, kalsium dan kalium. Santan kaya
karbohidrat yang mudah dicerna, karbohidrat ini adalah gula (terutama sukrosa) dan
beberapa pati. Selain air, minyak kelapa dan protein adalah dua komponen utama dari
santan. Protein santan akan lebih tahan terhadap denaturasi karena panas apabila ada
penambahan gula, poliol dan garam (Seow & Gwee, 1997). Protein pada santan telah
terbukti sangat sensitif terhadap suhu. Protein santan mengalami denaturasi dan
menggumpal pada suhu pemanasan 80
o
C (Tipvarakarnkoon, 2009).

Pengawetan secara thermal sulit diterapkan pada santan, karena santan tidak dapat
disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap produk yang lain.
Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi jika dipanaskan diatas suhu 80
o
C, dan
aroma (flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang (Sukasih, 2004). Oleh
karena itu, pasteurisasi merupakan salah satu tahapan dalam proses produksi santan
yang kritis. Pasteurisasi adalah proses pemanasan untuk memperpanjang umur simpan
bahan pangan melalui pemanasan pada suhu di bawah 100
o
C yang bertujuan untuk
membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir serta menginaktivasi
enzim yang terdapat dalam bahan pangan itu sendiri dengan masih mempertimbangkan
mutunya (Tipvarakarnkoon, 2009). Suhu dan waktu yang optimal untuk pasteurisasi
santan adalah 75
o
C selama 31,2 menit (Sukasih, 2004).

Kerusakan yang terjadi pada santan dapat berupa pemisahan fase, koagulasi lemak, off
flavour, maupun oksidasi lemak. Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling
penting adalah disebabkan oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh
mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen dan garam mineral,
oksidasi oleh oksigen udara terjadi spontan jika bahan yang mengandung lemak
dibiarkan kontak dengan udara (Ketaren 2005).

1.2.2. Emulsi Santan

Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang
molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik.
(Tangsuphoom & Coupland, 2008). Emulsi ada dua macam yaitu emulsi air dalam
5



lemak atau emulsi water in oil (w/o) dan emulsi lemak dalam air atau emulsi oil in
water (o/w). Pada umumnya emulsi bersifat tidak stabil, yaitu dapat pecah atau lemak
dan air akan terpisah, tergantung dari keadaan lingkungannya. Termodinamika emulsi
yang tidak stabil (Gambar 2) diakibatkan karena kontak yang kurang baik antara
molekul minyak dan air, sehingga emulsi cenderung akan berubah seiring waktu dengan
berbagai mekanisme (creaming, flokulasi, dan coalescence) yang akhirnya mengarah
pada pemisahan (McClements, 2005). Proses untuk membuat emulsi dengan
mencampur dua cairan yang tidak dapat bercampur (immiscible) dikenal sebagai
emulsifikasi atau homogenisasi. Emulsifikasi biasanya dilakukan dengan penambahan
emulsifier, yaitu zat-zat yang dapat mempertahankan sistem emulsi. Sedangkan
emulsifikasi/homogenisasi mekanis juga dapat dilakukan dengan perangkat mekanik
yang disebut homogenizer.


Gambar 2. Skema Perubahan Fisik Droplet Emulsi Minyak Dalam Air (McClements, 2005).

Mekanisme fisik ketidakstabilan emulsi digambarkan oleh McClements (2005).
Creaming dan sedimentasi adalah kedua bentuk pemisahan akibat gravitasi. Creaming
(Gambar 3) menjelaskan gerakan droplet ke atas karena memiliki densitas yang lebih
rendah dari cairan disekitarnya, sedangkan sedimentasi menggambarkan gerakan
droplet ke bawah karena densitas yang lebih tinggi. Flokulasi dan koalesensi keduanya
adalah jenis agregasi droplet. Flokulasi terjadi ketika dua atau lebih droplet bergabung
membentuk suatu agregrat droplet yang mempertahankan bentuknya masing-masing.
Sedangkan koalesensi adalah proses dimana dua atau lebih droplet bergabung untuk
6



membentuk droplet tunggal yang lebih besar. Tahap inversi adalah proses dimana suatu
emulsi minyak dalam air diubah menjadi emulsi air dalam minyak atau sebaliknya
(McClements, 2005).

Gambar 3. Skema Struktur Emulsi, Creaming dan Droplet pada Lapisan Cream Layer
(Pichot, 2010).

Suspensi partikel yang mengalami flokulasi mempengaruhi perubahan sifat reologi
suatu emulsi. Hal ini cenderung menyebabkan shear thinning atau penurunan viskositas
yang pada saat shear rates rendah, tekanan hidrodinamika tidak cukup besar untuk
mengganggu ikatan yang menahan partikel untuk tetap bersama, sehingga viskositas
konstan. Ketika shear rate meningkat kekuatan hidrodinamika menjadi kuat untuk
merusak dan membuat penggumpalan (flokulasi) sehingga menurunkan viskositas
(Gambar 4) (McClements, 2005).


Gambar 4. Hubungan Shear Rate dengan Viskositas (McClements, 2005)
7



Santan merupakan emulsi alami minyak dalam air yang distabilkan oleh protein kelapa
(globulin dan albumin) dan fosfolipid (Tipvarakarnkoon, 2009). Emulsi santan secara
fisik tidak stabil dan mudah mengalami kerusakan berupa pemisahan emulsi menjadi
dua fase, yaitu fase kaya minyak (krim) dan kaya air (skim). Pemisahan emulsi tersebut
umumnya terjadi dalam waktu 5-10 jam sejak pembuatan santan (Tangsuphoom &
Coupland, 2005). Penyebab utama ketidakstabilan pada emulsi santan adalah karena
sedikitnya kandungan emulsifier didalam santan dan rendahnya aktivitas tegangan
permukaan santan (Tangsuphoom & Coupland, 2008).

Emulsi kelapa relatif tidak stabil juga dikarenakan ukuran droplet yang berbeda-beda
dan karena kemampuan emulsifikasi yang rendah. Konsentrasi droplet dalam emulsi
memainkan peran penting dalam menentukan penampakan (appearance), tekstur dan
stabilitas. Konsentrasi droplet emulsi biasanya dideskripsikan dari volume fase yang
terdispersi dibagi dengan total volume dari emulsi (McClements, 2005). Sebagian besar
emulsi memiliki ukuran droplet antara 0,1 dan 100 m , santan memiliki ukuran pertikel
lebih besar dari 1 m (Pichot, 2010).

Santan mengandung sedikit bahan pengemulsi alami sehingga perlu dilakukan
pengecilan ukuran partikel emulsi dengan homogenisasi (Tangsuphoom & Coupland,
2005). Setiap partikel dalam larutan akan memiliki karakteristik kohesif atau adesif.
Kemampuan untuk bersifat kohesif inilah yang akan menentukan kualitas homogenasi
dari sebuah larutan. Emulsi santan yang dihasilkan homogeniser tekanan tinggi
memiliki kestabilan yang sangat baik, bahkan stabil hingga penyimpanan selama 144
jam pada suhu ruang. Kondisi proses homogenisasi emulsi santan yang optimal
diperoleh pada kecepatan putaran 6.000 rpm selama 30 menit (Kailaku, 2012).

Pada umumnya proses emulsifikasi/homogenisasi secara mekanis dapat meningkatkan
stabilitas emulsi, namun kombinasi dengan bahan pengemulsi atau stabiliser akan
menghasilkan emulsi yang lebih baik. Sebelum proses homogenisasi gum arabic dan
sucrose ester ditambahkan terlebih dahulu. Penambahan surface-active stabilizer
sebelum homogenisasi akan meningkatkan efisiensi pada tahap homogenisasi dan
8



menghasilkan emulsi droplet berukuran sub-micron yang stabil (Tangsuphoom &
Coupland, 2005).

Tujuan utama penambahan emulsifier adalah mencegah terjadinya koalesen, yaitu
penggabungan irreversible dua atau lebih droplet menjadi unit yang lebih besar yang
mudah mengendap (Tangsuphoom & Coupland, 2005). Menurut Marie et al. (2002),
ukuran droplet dapat menjadi lebih kecil jika pada saat emulsifikasi mekanis
dikombinasikan dengan bahan pengemulsi. Peningkatan viskositas dapat mengurangi
kecepatan pemisahan emulsi. Dengan demikian, penambahan bahan pengental
diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi.

1.2.3. Gum Arabic

Gum arabic merupakan polisakarida alami yang berasal dari eksudat Acacia senegal
dan acacia pohon seyal, gum arabic adalah salah satu yang paling sering digunakan
sebagai hidrokoloid makanan. Gum arabic dapat digunakan untuk pengikatan flavor,
bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi (Imeson, 2010). Gum
arabic berfungsi sebagai emulsifier dan stabilizer dalam jangka panjang pada produk
makanan dan kosmetik yang mengandung emulsi minyak dalam air. Gum arab pada
dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-
galakturonat dan L-ramnosa. Berat molekulnya antara 250.000-1.000.000. Gum arab
jauh lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya (Imeson, 2010). Pada
olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong
pembentukan emulsi lemak dan mencegah kristalisasi gula. Gum arab mempunyai
gugus arabinogalactan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai
pengemulsi dan pengental (Chun et al,1958),

Hidrokoloid alami seperti gum dan pati akan bekerja sebagai stabilizer dengan cara
meningkatkan viskositas suatu emulsi sehingga sering disebut sebagai pengental.
Gerakan kinetik dari droplet akan dikurangi, sehingga mengurangi pembentukan
flokulasi dan koalesensi (Hassenhuettl, 2008). Demikian juga pada penggunaan gum
arab, viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi. Namun
dibandingkan dengan hidrokoloid lain, peningkatan viskositas pada gum arab paling
9



rendah, pada larutan air gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan
tidak membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 30%) (Imeson,
2010). Untuk memperoleh viskositas tertentu, semakin rendah konsentrasi gum yang
ditambahkan maka semakin efektif gum tersebut dalam menjaga kestabilan suatu emulsi
(Stephen, 1995).

1.2.4. Sucrose Ester

Dalam penelitian ini juga digunakan sucrose ester yang berperan sebagai emulsifier
yang berfungsi untuk mencegah terjadinya koalesen, yaitu penggabungan irreversible
dua atau lebih droplet menjadi unit yang lebih besar yang mudah mengendap
(Tangsuphoom & Coupland, 2005). Emulsifier menurunkan tegangan antar permukaan
yang menyebabkan terbentuknya emulsi. Lalu menstabilkannya sehingga ukuran droplet
yang dihasilkan tetap kecil dan seragam. Pengaplikasian emulsifier memiliki beberapa
fungsi antara lain : mengurangi tegangan permukaan antara minyak dan air sehingga
mendorong pembentukan emulsi dan keseimbangan fase, membentuk senyawa
kompleks dengan komponenkomponen pati dan protein, serta memperbaiki tekstur
produk pangan yang bahan utamanya lemak dengan cara mengendalikan keadaan
polimorf lemak (Cahyadi, 2008)

Sucrose ester merupakan salah satu jenis emulsifier sintetik golongan nonionik
(Cahyadi, 2008). Sucrose ester memiliki nama umum ester asam lemak sukrosa dan
nama kimianya adalah Sucrose Oligoesters (SOE). Emulsifier ini memiliki sukrosa
sebagai bagian hidrofilik dan asam lemak sebagai bagian lipofiliknya. Ester sukrosa
terbuat dari gula tebu yang mengandung sukrosa dan minyak kelapa yang mengandung
asam lemak. Bersifat hambar, tidak berbau, dan tidak beracun sehingga dapat
diaplikasikan pada produk pangan. SE berfungsi untuk mengemulsi, mestabilkan,
mencegah retrogradasi pati, dan mengendalikan viskositas kritalisasi (Youan et al,
2003).

Ester sukrosa memiliki fungsi emulsifier yang kuat, dimana emulsifier memiliki efek
dispersi. Hal inilah yang menyebabkan ester sukrosa mulai dapat dipertimbangkan
penggunaannya dalam industri pangan (Anonim, 2010; Glatter et al., 2001). Produk
10



sucrose ester terdiri atas beberapa jenis diantaranya sucrose stearate, sucrose palmitate,
sucrose myristate, dan sucrose laurate. Penelitian ini menggunakan sugar ester dengan
nama produk sucrose stearate tipe S-1670. Struktur kimia dari SE dapat dilihat ada
Gambar 5.


Gambar 5. Struktur Kimia Sucrose Ester (Youan et al, 2003)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbandingan konsentrasi gum arab dan sucrose ester yang terbaik
untuk menstabilkan santan kelapa.

Anda mungkin juga menyukai