Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN







RICO PRAYOGA
19114275

SI-1KA05




UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Margonda Raya No. 100, Pondok Cina, Telepon 021-7520981
Faksimili 021-7872829
Depok 16424, Website : http://www.gunadarma.ac.id



Hak dan Kewajiban warga negara dalam UUD 1945 pasal 30

A. Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya
tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan
sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang
diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30
Di tegaskan bahwa tiap tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan
Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta
oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat syarat
keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara,
serta hal hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan
undang undang. Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1)
menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha
pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai
"mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan
negara". Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai "melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, dan menegakkan hukum". Ayat (5) menggariskan,
susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam
menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30
secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur


organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing
keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu "sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta". Pengaturan tentang sinkronisasi tugas
pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang
seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya "ke-
sistem-an" yang baik dan benar. Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR
melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri
dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000
tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi
meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal
30 UUD 1945 dengan rumusan sistem "han" dan "kam" serta "ra" dan "ta" .
Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI
dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur
Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No
34 Tahun 2004 tentang TNI. Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah
ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun,
hingga kini belum ada UU tentang "Keamanan Negara" guna merangkai
"Kamneg" dalam satu sistem dengan "Hannneg" (kata "dan" antara "han" dan
"kam" untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang,
UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak
menyebut "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta" sebagai landasan
pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi "pertahanan negara"
dan "keamanan negara". Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat
Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang
lebih bermuatan semangat dan kinerja "sishankamrata". Bila penyebutan
pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai
peristilahan baku, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang
mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut,
pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg
perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri.


Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, "di masa mendatang TNI akan
berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)", suatu pengukuhan konsep
dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan
kekuatan TNI. UU Polri pun perlu "ditemani" UU Kamneg yang kelak
mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen
Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang
mengintegrasikan TNI di dalamnya. Dephan menyiapkan naskah akademik
melalui undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya "kesisteman" antara
pertahanan negara dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat
kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil yang
berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri
di lapangan; diharapkan "merapikan" dan "menyelaraskan" pasal-pasal yang
ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak sekadar
pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan
tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat
Ayat (2) tentang "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Makna
dari bunyi Ayat (5), yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur
dengan undang-undang" adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah
lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan
Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU
tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan
keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan "sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Setelah melantik Kabinet Indonesia
Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan
bahwa sebagai seorang "konstitusionalis" ia bertekad agar hal-hal yang
berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30
UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan. Berdasarkan Undang-
Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-


syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau
tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam
ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar
maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan
Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan
Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam
Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela
negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain
seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik
Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan
kesatuan NKRI.




Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan
negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai