Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ZAT WARNA

PEWARNA SINTESIS “RHODAMIN B”

Oleh :
Muhammad Syaifuddin
1407100702

Dosen pembimbing :
Dra. Yulfi Zetra, M. Si

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan elemen penting bagi tubuh manusia. Hal ini disebabkan
karena makanan memberikan energi dan tenaga bagi tubuh untuk melakukan kerja. Tentu
saja, bisa memakan makanan yang sehat menjadi harapan setiap manusia karena asupan
gizi yang cukup, memberikan energi yang maksimal pula bagi tubuh. Oleh sebab
itu,alangkah baiknya jika kita mau mendisiplinkan diri untuk hidup sehat serta mangatur
pola makan yang baik demi kesehatan tubuh kita.
Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri makanan
untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga konsumen tergugah
untuk membelinya. Warna seperti halnya citarasa, juga merupakan suatu pelengkap daya
tarik makanan, minuman, serta bumbu masak. Penambahan zat warna dalam makanan,
minuman, serta bumbu masak seperti cabe giling mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap selera dan daya tarik konsumen.
Salah satu contoh bahan kimia berbahaya yang digunakan produsen makanan
yang perlu diwaspadai konsumen adalah zat pewarna merah Rhodamin B. Berdasarkan
hasil penelitian banyak ditemukan zat pewarna Rhodamin B pada produk industri rumah
tangga. Rhodamin B adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada
industri tekstil plastik dan kain.Kelebihan dosis Rhodamin B bisa menyebabkan kanker,
keracunan,iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung, dan usus.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui ciri-ciri makanan atau minuman yang di dalamnya terkandung
pewarna Rhodamin B.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pewarna Makanan
Zat warna atau pewarna makanan secara umum dapat dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu zat warna alami, zat warna yang identik dengan zat warna alami, dan zat
warna sintetis.

1. Zat Warna Alami


Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,hewan,
atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk
pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman
daripada zat warna sintetis. Selain itu. penelitian toksikologi zat warna alami masih agak
sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami
lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda-
beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor-faktor lainnya.
Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis penggunaan pewarna alami
mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain :
a. Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan

b. Konsentrasi pigmen rendah

c. Stabilitas pigmen rendah

d. Keseragaman warna kurang baik

e. Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.

2. Jenis zat warna alami yang sering digunakan untuk pewarna makanan antara lain
ialah :

a. Karotenoid e. Karamel

b. Antosianin f. Titanium oksida

c. Kurkum g. Cochineal, karmin dan asam karmina

d. Biksin

Zat Warna yang Identik dengan Zat Warna Alami


Zat warna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya zat
warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi.
Jadi pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang
struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini
adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-oranye),
beta-karoten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas
konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam
jumlah tidak terbatas.
3. Zat Warna Sintetis
Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut “Joint
FAO/WHO Expert Committee on Food Additives” (JECFA) dapat digolongkan dalam
beberapa kelas, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid
Kelas azo merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan mencakup
warna kuning, oranye, merah, ungu, dan coklat, setelah itu kelas triarilmetana yang
mencakup warna biru dan hijau.
Proses pembuatan zat warna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam
sulfat dan asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh logam berat seperti arsen, atau
logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum
mencapai produk akhir harus melalui suatu senyawa antara dulu, yang kadang-kadang
berbahaya. Sering kali dalam proses reaksi tersebut terbentuk senyawa baru yang
berbahaya yang lebih tertinggal sebagai residu dalam bahan pewarna tersebut.

1. Pemakaian Zat Warna Dalam Industri Pangan


Zat warna sintetis dipakai sangat luas dalam pembuatan berbagai macam
makanan. Zat warna tersebut dapat dicampurkan dan akan menghasilkankisaran warna
yang luas. Pemakaian zat warna oleh industri pangan jumlahnya boleh dikatakan tidak
begitu banyak, yaitu biasanya tidak lebih dari 100 mg per kg produk. Pemakaian zat
warna sintetis dalam industri pangan
Jenis Makanan Rata-rata Pemakaian (mg/kg)

a. Minuman ringan 50 f. Kalengan buah-buahan dan sayuran 70

b. Es loli 70 g. Sosis 10

c. Sugar confectionery 100 h. Ikan asap 30

d. Preserved dan table jellies 70 i. Instant desserts 50

e. Baked goods – cake dan biskuit 60 j. Produk-produk susu – yogurt 20

2. Zat Warna Rhodamin B


a. Rhodamin
Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes. Rhodamin adalah
bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil dan plastik.
Untuk makanan, Rhodamin B dan Metanil Yellow sering dipakai mewarnai kerupuk,
makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman
ringan, cendol, manisan, gipang, dan ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini
biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit (wowsalman.blogspot.com,
2006).
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan dipanel
alanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan
dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada
konsentrasi rendah. Rhodamin B sering diselahgunakan untuk pewarna pangan
(kerupuk,makanan ringan,es-es dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta
kosmetik dengan tujuan menarik perhatian konsumen. Rhodamine B (C28N31N2O3Cl)
adalah bahan kimia sebagai pewarna dasar untuk berbagai kegunaan, semula zat ini
digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan
yang berhubungan dengan sifatnya yang berfluorensi dalam sinar matahari (com’s, Hj,
1969).

Rhodamin B
Rhodamin termasuk senyawa atau molekul yang memberikan warna akibat
adanya gugus kromofor, dimana gugus kromofor tersebut yaitu quinoid. Kuantitas warna
yang ditimbulkan rhodamin B sangat tajam, hal ini disebabakan oleh adanya dua gugus
auksokrom, dimana gugus auksokrom tersebut adalah dimetil ammin.
Proses pembuatan zat warna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam
sulfat dan asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh logam berat seperti arsen, atau
logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum
mencapai produk akhir harus melalui suatu senyawa antara dulu, yang kadang-kadang
berbahaya. Sering kali dalam proses reaksi tersebut terbentuk senyawa baru yang
berbahaya yang lebih tertinggal sebagai residu dalam bahan pewarna tersebut.

Rhodamin B Termasuk golaongan xanthenes dyes :


Terlihat bahwa semua jenis rhodamin mengandung gugus auksokrom, ini mengakibatkan
intensitas warna dari rhodamin sangat tajam bila dibandingkan dengan jenis pewarna lain.
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki
tampilan makanan. Secara garis besar, pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna
alami dan sintetis. Selain itu, khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan
(food grade). Ironisnya, di Indonesia terutama industri kecil dan industri rumah tangga
makanan masih banyak menggunakan pewarna nonmakanan-pewarna untuk pembuatan
cat dan tekstil (Edi Setyo Mudjajanto,2006,dalam Kompas Minggu,15 Januari 2006,
Jakarta).

b. Dampak Rhodamin terhadap tubuh


Rhodamine 6G menyebabkan kerusakan sel yang parah dan rhodamine B secara
signifikan mengurangi jumlah sel. Rhodamine 123 tidak memiliki efek yang berarti,
sedangkan. Lebih jauh lagi, rhodamine B mengurangi jumlah sel vaskuler endothelial
pada pembuluh darah sapi dan sel otot polos pada pembuluh darah hewan berkulit duri
setelah 72 jam dalam kultur. Sehingga tidak berlebihan jika studi ini menyimpulkan
bahwa rhodamine B menghambat proses proliferasi lipo fibroblast pada manusia.

c. Nama Lain dari Rhodamine B


Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamine B

a. Acid Bruliant Pink B f. Briliant Pink B

b. ADC Rhodamine B g. Calcozine Rhodamine BL

c. Aizen Rhodamine BH h. Calcozine Rhodamine BX

d. Aizen Rhodamine BHC i. Calcozine Rhodamine BXP


j. Cerise Toner
e. Akiriku Rhodamine B
k.[9-(orto-Karboksifenil)-6- q. Elcozine rhodamine B
(dietilamino)-3H-xantin-3-
r. Geranium Lake N
ylidene]dietil ammonium klorida
s. Hexacol Rhodamine B Extra
l. Cerise Toner X127
t. Rheonine B
m. Certiqual Rhodamine
u. Symulex Magenta
n. Cogilor Red 321.10
v. Takaoka Rhodmine B
o. Cosmetic Briliant Pink Bluish D conc
w. Tetraetilrhodamine
p. Edicol Supra Rose B
4. Deteksi Zat Pewarna

a. Teknik Analisa Canggih

Telah diketahui bahwa berbagai jenis makanan dan minuman yang beredar di
Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, telah diwarnai dengan pewarna
tekstil atau yang bukan zat pewarna "food grade", yaitu yang tidak diizinkan digunakan
dalam makanan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk
tekstil, kertas atau kulit. Seperti telah diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah
dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat
racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan senyawa
tersebut memiliki peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan.

Di laboratorium yang maju, analisis pewarna makanan sudah secara rutin


dilakukan, dengan berbagai metoda, teknik dan cara. Sebagian besar dari cara analisa
tersebut masih berdasarkan suatu prinsip kromatografi atau pun menggunakan alat
spektrophotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut
secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta dituntut
tersedianya berbagai pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di samping
itu teknik tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang profesional.

Grafik tersebut di atas merupakan molar extinction coefficient Rhodamin B yang


dilarutkan dalam etanol. Molar extinction coefficient Rhodamin B adalah 106,000 M-
1cm-1 pada panjang gelombang 542,75 nm.

b. Teknik Analisis Sederhana

Babu & Indushekhar S (1990) dari NIN Hyderabad India, telah melaporkan hasil
penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetik dapat dilakukan secara sederhana
dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air dan kertas saring.
Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan
khusus. Metoda ini dapat dikerjakan di rumah maupun di lapangan. Keistimewaan atau
keuntungan penting dari metoda tersebut adalah karena cara analisisnya tidak
membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun.

Ide dari metoda sederhana ini didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil
yang berbeda dengan zat pewarna makanan sintetis, di antaranya karena daya
kelarutannya dalam air yang berbeda. Zat pewarna tekstil seperti misalnya Rhodamin B
(merah), Methanil Yellow (kuning), dan Malachite Green (hijau), bersifat tidak mudah
larut dalam air. Pada Tabel 1, dapat dilihat daftar beberapa pewarna sintetik yang mudah
larut dan tidak mudah larut dalam air.

Sedangkan prinsip kerjanya adalah kromatograph kertas dengan pelarut air


(PAM, destilata, atau air sumur). Setelah zat pewarna diteteskan di ujung kertas rembesan
(elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewrna yang larut dalam air (zat
pewarn makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil.

Cara kerja analisa ini adalah melarutkan suatu zat pewarna yang dicurigai ke
dalam air destilata, sehingga didapat konsentrasi 1,0 mg/ml atau 1 g/l, kemudian larutan
tersebut diteteskan (spot) pada +2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran 20x20 cm.
Selanjutnya kertas saring tersebut dimasukkan ke dalam gelas yang telah diisi air
secukupnya (diletakkan 1-1,5 cm dari basar gelas). Air akan terhisap secara kapiler atau
merembes ke atas, dan air dibirkan merembes sampai 3/4 tinggi gelas. Kertas saring
diangkat dan dikeringkan di udara. Setelah kering, kertas dilipat dua dan dilipat lagi
menjadi tiga seperti telihat pada Gambar 1, sehingga terdapat 8 bagian antara spot asli
dan batas pelarut. Seluruh analisis ini dapat selesai kurang dari 1,5 jam. Hasilnya zat
pewarna tekstil praktis tidak bergerak pada tempatnya.

Tabel 1. Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kemudahannya larut dalam air.

No Pewarna Sintetis Warna Mudah larut di air


1 Rhodamin B Merah Tidak
2 Methanil Yellow Kuning Tidak
3 Malachite Green Hijau Tidak
4 Sunset Yelow Kuning Ya
5 Tatrazine Kuning Ya
6 Brilliant Blue Biru Ya
7 Carmoisine Merah Ya
8 Erythrosine Merah Ya
9 Fast Red E Merah Ya
10 Amaranth Merah Ya
11 Indigo Carmine Biru Ya
12 Ponceau 4R Merah Ya
BAB III
KESIMPULAN
Makanan yang mengandung pewarna Rhodamin B yaitu pada makanan yang
biasanya berwarna merah dengan intensitas yang kuat akibat adanya gugus
auksokrom.
Rhodamin B adalah zat warna karena mengandung gugus kromofor quinoid yang
memberikan warna merah
dengan menggunakan alat spectrophotometer rhodamin B terdeteksi pada
106,000 M-1cm-1 pada panjang gelombang 542,75 nm
DAFTAR PUSTAKA

Edi Setyo Mudjajanto, 2006, Kompas Minggu,15 Januari 2006, Jakarta


http://ctella93.wordpress.com/2008/02/28/awass-pewarna-buatan-sangat-berbahaya/
www.pikiran-rakyat.com www.kimianet.lipi.go.id
http://teknofood.blogspot.com/2007/04/pewarna-makanan.html
www.wowsalman.blogspot.com, 2006

Anda mungkin juga menyukai