Anda di halaman 1dari 4

Dira tersenyum kagum saat melihat Ares berhasil memasukan bola ke dalam ring.

Dira begitu
memperhatikan permainan basket Ares sampai dia tidak sadar bahwa Alin sudah berada di
sampingnya.
Asyik banget sih, sampe nggak sadar kalau ada gue. kata Alin
Hai, Lin, nggak kok ini permainan tim basket sekolah kita makin hebat ya. sahut Dira
Tim basketnya atau Aresnya yang hebat? goda Alin
Tim basketnya lah, Lin.
Sampai kapan sih lo mau nutupin perasaan lo ke Ares, udah 4 tahun lho, Dir. Alin seolah
mengingatkan Dira tentang rasa cintanya pada Ares.
Entahlah Lin, mungkin nggak akan pernah gue ungkap. Biar gue simpan semua ini sendiri aja.
Gue cuma pengen seperti bintang, yang selalu ada meskipun nggak selalu terlihat.
Dira lo udah sering sakit hati karena dia, apa lo nggak ngebutuhin balasan? Alin tampak
heran.
Rasa cinta gue ke dia besar banget, Lin, sampai gue nggak bisa bedain antara sakit hati dan
cinta. Melihat dia bahagia aja gue udah ikut seneng kok. Untuk apa sih dia sama gue kalau
dianya enggak bahagia. jawab Dira tulus.
Gue nggak ngerti sama jalan pikiran lo, Dir. kata Alin akhirnya.
Lo nggak harus ngerti Lin, lo cukup jaga rahasia ini aja. Udah deh nggak usah ngomongin ini.
pinta Dira.
Alin hanya mengangguk. Gue akan bantuin lo semampu gue, Dir. batin Alin.
Siang ini kelas Dira kosong, tanpa tugas. Dira memutuskan pergi ke perpustakaan seorang diri.
Dira memang paling suka membaca buku. Sikap ini sangat bertentangan dengan sahabatnya,
Alin. Jadi Dira selalu pergi ke perpustakaan tanpa sahabatnya itu.
Dira duduk tepat di sudut kiri perpustakaan setelah selesai mencari buku yang diinginkannya.
Kebetulan perpustakaan sepi saat itu. Suasana perpustakaan seperti itu yang Dira suka. Dan Dira
hanya menempati meja panjang itu seorang diri. Saat tengah asyik membaca buku, Dira merasa
seperti ada orang yang berjalan ke arahnya. Dira lantas mendongak. Matanya beradu dengan
mata seseorang. Sepersekian detik hanya seperti itu sampai akhirnya orang itu menyapa Dira
lebih dulu.
Hai Dir, sendirian aja ya, boleh gue duduk di sini? tanya cowok berpostur tinggi bernama Ares
menunjuk kursi yang ada di hadapan Dira.
Eh, ehm.. iya nih, duduk aja Res. jawab Dira tergagap.
Tumben sendiri, biasanya kemana-mana sama Alin. kata Ares seraya duduk di hadapan Dira.
Alin kan anti banget sama perpustakaan, lo sendiri tumben ke perpus.
Males aja di kelas, jam kosong gini kalau nggak dimanfaatin kan sia-sia.
Iya sih, kelas lo jam kosong juga ya. Kenapa nggak maen basket aja?
Enggak deh, Dir, ntar si nenek lampir ngerecokin gue.
Nenek lampir? bukan Lala kan yang lo maksud?
Ya dia lah, Dir. Siapa lagi coba yang selalu ngekor gue kalau bukan dia. kata Ares kesal.
Lho, gue kira kalian pacaran. Selama ini kan kalian selalu barengan terus. ujar Dira heran.
Ogah gila pacaran sama orang kayak gitu, bukannya cinta tapi malah ilfeel, Dir. Lagian udah
ada seseorang yang ngisi hati gue. kata Ares serius.
Oh gitu, lo pasti cinta banget ya sama dia sampai Lala yang secantik itu aja lo tolak. suara Dira
bergetar.
Iya gue cinta banget sama dia, tapi sayang gue cuma bisa jadi bintang. Bintang yang selalu ada
tapi nggak selalu nampak di matanya. Walaupun kebahagiaannya bukan sama gue, tapi gue ikut
bahagia kok. Ares berkata tulus.
Dira terdiam. Kenapa ucapan Ares seperti ucapan gue ya? Dira bertanya dalam hati.
Dir, kok malah ngelamun sih. Lo nggak papa kan? Ares menyadarkan Dira.
Eh, enggak kok. Gue cuma ngebayangin gimana sakitnya lo setiap liat cewek itu jalan sama
cowok lain. dusta Dira.
Gue cinta banget sama dia, Dir, sampai gue nggak bisa bedain sakit hati sama cinta.
Dira merasakan matanya mulai memanas. Ucapan Ares begitu terasa di hatinya. Semua ucapan
Ares seperti sebuah parang yang menggores hatinya. Ucapan Ares seperti sebuah sindiran yang
ditujukan padanya.
Ehm, Res, gue duluan ya. pamit Dira sebelum air matanya tumpah di depan Ares.
Ares ingin menahan kepergian Dira, namun dia mengurungkan niatnya. Ares menyadari
ucapannya telah melukai hati Dira.
Ares memang sengaja mengucapkan semua itu untuk menyadarkan Dira bahwa Dira harus
menunjukkan perasaannya pada Ares. Ares telah mengetahuai semua rahasia yang disimpan
rapat oleh Dira selama 4 tahun semenjak dia SMP hingga kini dia sudah akan lulus SMA.
Alin telah menceritakan semuanya pada Ares. Alin tidak tega melihat Dira terus tersiksa dengan
perasaan cintanya. Meskipun Dira bilang dia tidak apa apa tapi Alin sudah beberapa kali
memergoki Dira diam-diam menangis setelah melihat kemesraan Lala dengan Ares. Selama ini
Alin membiarkan Dira menyimpan perasaannya dan berharap Dira akan menunjukkan
perasaannya itu pada Ares sebelum mereka lulus. Namun sampai saat ini Dira tetap saja tidak
menunjukkan rasa cintannya pada Ares. Akhirnya Alin nekad memberi tahu Ares tentang
perasaan cinta yang dipendam Dira selama 4 tahun padanya. Dan kini Ares sudah
mengetahuinya.
Semenjak bertemu dengan Ares di perpustakaan, sikap Dira menjadi pendiam. Dia selalu
menghindar bila bertemu dengan Ares ataupun saat melihat Ares sedang bersama dengan Lala.
Alin merasakan perubahan sahabatnya itu. Namun Alin membiarkannya.
Dira juga tidak mau melihat pertandingan final tim basket sekolahnya. Hanya karena Ares
menjadi kapten basketnya. Dira ingin melupakan semua perasaannya pada Ares. Namun semua
itu terasa sulit. Ada sesuatu yang masih mengganjal di hati Dira. Sesuatu yang membuat Dira
tidak bisa melupakan perasaan cintanya begitu saja.
Malam ini adalah malam minggu. Seperti malam-malam minggu biasanya, Dira hanya diam di
kamarnya. Kalau biasanya dia membaca buku, kali ini tidak. Dira masih memikirkan
perasaannya pada Ares. Apakah dia memang harus melupakan semua cintanya? Sanggupkah
Dira melakukannya? Semua itu membuatnya semakin galau. Tiba-tiba HP-nya bergetar. 1 New
Message tertera pada layar touchscreennya.
from : Ares
Dir, tlg tmenin gw. Plis
to : Ares
kmna?
from : Ares
Kafe, bwt ngerayain kmenangan tim basket kmrin. Gw udh d dpan rmh lo.
Dira menyibakkan gorden jendela kamarnya. Dan ternyata Ares sudah bertengger santai di atas
motor sportnya. Hhh Dira menghela nafas berat. Sebenarnya Dira ingin menolak tapi melihat
Ares sudah berada di depan rumahnya, dia urung menolak. Tanpa membalas SMS dari Ares,
Dira segera bersiap-siap.
Bukannya mengajak Dira ke kafe seperti yang ditulis pada SMSnya tadi, Ares malah mengajak
Dira mengelilingi pusat kota. Di sebuah bukit yang dihiasi dengan banyak lampion Ares
menghentikan laju motornya. Dari atas bukit itu mereka bisa melihat bintang dengan jelas. Untuk
beberapa saat mereka terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Kok ke sini, katanya mau ke kafe? tanya Dira memecah keheningan.
Gue males ke sana, pasti ada Lala. Semakin hari semakin muak gue sama tingkahnya. jawab
Ares. Dira hanya mengangguk. Mereka kembali terdiam.
Dir panggil Ares.
Ya. jawab Dira.
Mau sampai kapan kayak gini? tanya Ares tanpa menatap Dira.
Maksud lo? Dira balik bertanya, bingung dengan pertanyaan Ares.
Ares justru diam tanpa menjawab pertanyaan Dira. Melihat Ares tidak bereaksi, Dira pun ikut
diam. Hening. Lagi-lagi hanya keheningan yang tercipta.
Ares kembali buka suara. Mau sampai kapan lo jadi seperti bintang-bintang itu? tanya Ares
menunjuk taburan bintang di langit, selalu ada walaupun nggak selalu nampak?
Gue nggak ngerti sama omongan lo, Res. Dira pura-pura.
Lo ngerti kok, kenapa sih lo lebih seneng nyakitin hati lo sendiri dari pada nunjukin perasaan lo
ke gue kayak cewek-cewek lain, kayak Lala misalnya. Kenapa Dir? Ares menatap Dira.
Lo udah tahu ya, pasti Alin kan? Hh Dira menghela nafas, gue punya cara sendiri buat
mencintai lo. Lo suka bintang dan gue pengen jadi seperti bintang. Selalu ada meskipun lo nggak
selalu liat gue. Yang penting gue bisa selalu liat lo. Buat gue semua itu udah cukup bikin gue
seneng, Res. jelas Dira berkaca-kaca.
Lo tahu nggak Dir, gue ngerasa bersalah dan nyesel banget saat Alin cerita semua tentang lo.
Selama ini gue deket sama beberapa cewek dan seneng-seneng sama mereka. Tapi tanpa gue
sadar, gue udah bikin hati salah satu cewek yang selalu baik sama gue remuk. Hancur
berantakan. kata Ares penuh penyesalan.
Lo nggak boleh ngerasa kayak gitu, Res. Lo nggak salah sama sekali. Semua ini kemauan gue
sendiri. Dan sekarang kan lo udah tahu, gue udah seneng kok. Mulai saat ini lo nggak perlu
mikirin perasaan gue lagi karena mulai malam ini juga gue akan lupain perasaan gue ke lo
selama ini. Dira mengucapkannya dengan air mata yang membasahi pipinya.
Kok lo seenaknya gitu sih, Dir. Lo pikir gue akan biarin cewek yang udah gue sakitin dan gue
cintai selama ini pergi gitu aja? Dan lo pikir cuma lo doang yang jadi seperti bintang-bintang itu?
Gue juga Dir, gue cowok pengecut yang nggak berani ungkapin cinta sama lo selama 4 tahun!
kata Ares keras.
Ares, ja.. jadi selama ini lo
Iya, gue juga cinta sama lo selama 4 tahun ini. Gue kira dengen deket sama beberapa cewek
bisa buat gue lupain perasaan gue ke lo. Tapi nyatanya gue nggak bisa, gue semakin tersiksa
dengan perasaan yang gue pendam. Dan saat gue mau ungkapin semua ke lo, gue lihat lo lagi
deket sama Ryan. Akhirnya gue nggak pernah ungkap perasaan gue ke siapapun sampai Alin
cerita perasaan lo ke gue. potong Ares.
Gue emang sempet deket sama Ryan tapi perasaan gue ke lo terlalu kuat, nggak ada yang bisa
memudarkan cinta gue sama lo. Dira menyeka air matanya.
Gue tahu sorry ya udah bikin hati lo terluka.
Gue juga, sorry udah bikin lo kesiksa.
Dir, sekarang di bawah cahaya bulan dan di bawah tatapan bintang-bintang di langit malam ini,
aku pengen kamu jadi bintang di hatiku. Bintang yang akan selalu bersinar dan terus nampak di
hatiku kapanpun. Nggak peduli siang atau malam, nggak peduli panas atau dingin. Berapapun
jumlah bintang yang ada di langit, seterang apapun mereka, aku nggak peduli. Cuma kamu satu-
satunya bintang yang paling terang buat aku. Kamu mau kan jadi bintangku selamanya? Ares
menggenggam tangan Dira erat.
Dira kembali meneteskan air mata. Bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan.
Serasa mimpinya menjadi kenyataan.
Kamu serius kan, Res, bukan karrna kasihan sama aku? tanya Dira memastikan.
Bukan cuma serius bahkan seratusrius, Dir. Percaya sama aku. Aku akan bahagiain kamu. Kata-
kataku tadi bukan gombal atau sebatas rayuan. jawab Ares mantap.
Gimana, Dir? tanya Ares tak sabar.
Aku rasa, aku udah nggak bisa lagi nahan perasaanku ke kamu. jawab Dira.
Maksud kamu, Dir?
Ya, aku mau jadi bintang di hati kamu selamanya.
Makasih, Dir. Refleks Ares memeluk Dira, Aku janji bakal jagain kamu, nggak akan aku
biarin kamu berhenti bersinar.
Ares melepaskan pelukannya. Dia menatap Dira dalam. Keduanya lalu tersenyum.
Sekarang jadi aku kamu ya? kata Dira menyandarkan kepalanya di bahu Ares.
Nggak papa biar kedengaran romantis. ujar Ares seraya membelai rambut Dira.
Malam itu Ares dan Dira menghabiskan malam minggu berdua di bukit yang mereka namakan
bukit bintang sambil mengamati indahnya hamparan bintang yang bersanding dengan bulan di
langit. Tanpa mempedulikan teman-teman Ares yang tengah menunggu sang kapten untuk
merayakan kemenanngan tim basketnya.
Bintang itu kini tidak lagi bersembunyi, bintang itu kini akan selalu ada dan selalu nampak. Di
hati Ares dan Dira tentunya.
- END -

Anda mungkin juga menyukai