Anda di halaman 1dari 7

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2013


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


ERI




OLEH :
Anni Fitria
10542001208

PEMBIMBING :
dr. H. A. Amal Alamsyah. M, Sp.KK, M.Si


DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
SKABIES
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap sarcoptes scabei var, hominis dan produknya.
1-7
Skabies
dapat terjadi pada semua usia, tersering pada anak-anak terutama anak usia kurang
dari 5 tahun, dewasa muda, orang lanjut usia, serta pada pasien yang dirawat di
rumah sakit dalam waktu yang lama.
2
Penyakit ini dapat terjadi pada semua
orang tanpa memandang status sosial, ras, usia, maupun jenis kelamin
seseorang.
3,5
Namun, biasanya banyak terjadi pada masyarakat ekonomi rendah
dengan higienitas yang kurang.
5
Prevalensi kejadian skabies di negara
berkembang lebih tinggi dan tersering pada anak-anak.
3
Faktor yang menunjang
perkembangan penyakit ini antara lain : sosial ekonomi yang rendah, higiene yang
buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, keterlambatan diagnosis
dan terapi, perkembangan dermografik serta ekologik, dan pengetahuan
masyarakat yang masih terbatas akan penyakit ini.
1,3

Sarcoptes scabei adalah parasit obligat yang menjalani seluruh siklus
kehidupannya dalam tubuh manusia.
3,5
Walaupun begitu, tungau masih dapat
bertahan hidup hingga tiga hari di luar tubuh manusia pada seprai dan pakain yang
telah dipakai.
2,3
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata.
1,6
Tungau jantan berukuran
lebih kecil dibandingkan dengan tungau betina. Tungau ini translusen, berwarna
putih kotor, dan tidak bermata.
1,4
Siklus hidup tungau dimulai saat tungau betina
yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 -50 butir.
Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan akhirnya menjadi larva.
Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2- 3
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai dua bentuk jantan dan betina,
dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur hingga bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari.
1-6

Penularan skabies dapat melalui kontak langsung yaitu kontak kulit
dengan kulit, misalnya saat berjabat tangan, tidur bersama, maupun saat
berhubungan seksual.
1-3,5,6
Kontak tak langsung misalnya melalui pakaian,
handuk, sprei, bantal yang dipakai bersama. Penularannya biasanya oleh
Sarcoptes scabei betina yang telah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk
larva.
1,5

Berikut laporan kasus seorang anak yang didiagnosis dengan scabies
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun 6 bulan datang ke RSKD diantar oleh
ibunya dengan keluhan gatal pada tangan, kaki, dan area genitalis yang dialami
sejak 1 minggu lalu. Gatal yang dialami dirasakan lebih berat pada malam hari.
Kelainan kulit yang ditemukan berupa papul dengan dasar eritema dan pustul.
Keluhan yang sama dialami oleh seluruh anggota keluarga dan saat ini ayah, ibu
dan kakak pasien masih mengeluhkan keluhan yang sama. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya lesi berupa papul-papul dengan dasar eritem serta pustul di
tangan dan kaki. Pasien didiagnosis skabies dan diagnosis banding dengan prurigo
dan pedikulosis korporis. Pasien diterapi dengan pemberian permetrin 5% krim
untuk pemakaian satu kali, sulfur presipitatum 2% yang di-mix dengan asam
salisil 4% (SS 2-4) dan betamethasone valerate krim, cetirizine satu kali sehari
diberikan pada malam hari dan cefadroxyl syrup dua kali sehari.


Gambar 1 : Papul-papul dengan dasar eritem pada tangan



DISKUSI
Diagnosis skabies pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis diketahui keluhan utama yang dialami pasien
ini adalah rasa gatal pada daerah tangan, kaki, dan area genitalis yang dialami
sejak 1 minggu lalu, dengan riwayat keluhan yang sama pada semua anggota
keluarga pasien. Gatal yang dialami semakin memberat pada malam hari dan pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi kulit berupa papul-papul dengan dasar
eritem yang nampak berpasangan serta adanya pustul.
Manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien sesuai dengan kepustakaan.
Keluhan gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan
eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.
3-6
Pada
kasus reinfeksi, waktu yang dibutuhkan untuk timbulnya gejala dapat lebih
cepat.
3-5
Aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas
sehingga rasa gatal menjadi lebih berat pada malam hari.
1,2
Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis yaitu : sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mammae (pada wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pada
pria) dan perut bagian bawah.
1-3,5-7
Pada bayi dapat menyerang wajah, telapak
kaki, telapak tangan,

dan

bahkan di bawah kuku.
1,3,5,6
Adanya terowongan pada
tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk lurus
atau berkelok-kelok yang rata-rata panjangnya 1 cm, di ujungnya akan ditemukan
Gambar 2 : Papul dengan dasar eritem dan pustul pada kaki
papul atau vesikel khususnya pada bayi dan anak.
3,6
Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf yaitu dapat berupa pustul dan ekskoriasi.
1-5

Penyakit skabies menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
halnya dengan perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga
yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
1
Hal tersebut terjadi karena
penularan S.scabei dapat melalui kontak langsung, misalnya tidur di tempat yang
sama, berjabat tangan atau berhubungan seks dan dapat juga menular secara tidak
langsung melalui benda yang telah digunakan oleh penderita skabies, misalnya:
handuk, pakaian, selimut, seprei, dan lain-lain.
1,5,6,7

Diketahui ada empat tanda kardinal skabies yaitu pruritus nokturna,
menyerang manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada
tempat-tempat predileksi, serta ditemukannya tungau.
1,3,7
Penegakan diagnosis
skabies dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
1

Diagnosis pasti penyakit skabies ditegakkan bila ditemukan tungau pada lesi.
6

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya,
yaitu melalui kerokan kulit, mengambil tungau dengan jarum, dan membuat
biopsi irisan (epidermal shave biopsy), biopsi eksisional, dan tes tinta pada
terowongan (burrow ink test), dan uji tetrasiklin.
1,2,5,6
Tungau dapat ditemukan
hampir disemua terowongan dan paling banyak di daerah tangan dan pergelangan
tangan, namun kurang pada daerah lipatan siku, genitalia, dan aksila.
6

Diagnosis banding pada kasus ini ialah prurigo dan pedikulosis korporis.
1

Prurigo memperlihatkan efloresensi yang sama dengan skabies tetapi yang
membedakan adalah penyebab dan predileksinya. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa skabies disebabkan oleh infestasi Sarcoptes scabei pada
tempat-tempat dengan lapisan korneum yang longgar pada tubuh manusia,
sedangkan penyebab prurigo sendiri masih belum diketahui walaupun beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa kemungkinan dapat disebabkan oleh gigitan
serangga, investasi parasit, alergi makanan, faktor atopi, serta faktor herediter.
1

Tempat predileksi prurigo di ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik, dapat
meluas ke bokong dan perut serta muka dapat terkena.
1

Pedikulosis korporis memiliki faktor predisposisi yang sama dengan
skabies yaitu biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene yang buruk.
1

Pada pedikulosis korporis, kutu tidak melekat pada kulit tetapi pada serat kapas di
sela-sela lipatan pakaian sehingga penularannya juga dapat terjadi melalui
pakaian.
1,6
Akan tetapi, kelainan kulit yang ditemukan umumnya hanya berupa
bekas-bekas garukan pada badan akibat rasa gatal yang disebabkan oleh pengaruh
liur dan ekskreta dari kutu serta tidak khas terjadi pada malam hari seperti yang
ditemukan pada penderita skabies. Selain itu, pada penderita skabies dapat
ditemukan kelainan kulit berupa papul, vesikel, urtika, erosi, ekskoriasi, krusta,
infeksi sekunder.
1-4,6

Penatalaksanaan penyakit skabies terdiri dari penatalaksanaan secara
umum yaitu penderita dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara
teratur, seluruh pakaian, sprei, dan handuk yang digunakan harus dicuci secara
teratur bila perlu direndam dengan air panas.
3,4,6,7
Begitu pula dengan anggota
keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular agar ikut menjaga kebersihan dan
untuk sementara menghindari kontak langsung.
3,4
Sedangkan untuk
penatalaksanaan secara khusus, dapat diberikan terapi sistemik dengan pemberian
anti histamin dan antibiotik oral serta terapi topikal dengan pemberian sulfur
presipitatum dalam bentuk salep atau krim dengan kadar 4-20%, benzil benzoat
25-40 %, gamma benzen heksaklorida 1% dalam krim atau losio, permetrin 5%
krim, krotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine) 10% krim atau lotio.
1,6,7
Pemberian pengobatan sebaiknya diberikan secara bersamaan dengan anggota
keluarga lain yang menderita penyakit yang sama.
4

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit dapat
diberantas dan memberi prognosis yang baik.
1



Daftar pustaka
1. Handoko, Ronny . P. Skabies. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5.
Jakarta: FKUI; 2010. p. 122-5.
2. Wolff, klaus and Richard Johnson. Mite bites and infestations, Scabies.
Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology 6t
h
ed.,
United State: The Mc Graw Hill Medical; 2009. p: 868-878
3. Rajagopalan, Shobita. Parasitic infections: Scabies. Dermatology for Skin
of Color. United State: The Mc Graw Hill Medical; 2009. p: 431-3.
4. Hunter, Savin, Dahl. Infestations : Scabies. Clinical Dermatology 3
th
ed.,
Blackwell Science; 2003. p: 227-31
5. Arenas R, Estrada R. Tropical Dermatology. U.S.A.: Landes Biosciece;
2001. P. 207-12
6. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Andrews Disease of The Skin
Clinical Dermatlogy 10th ed. Philadelphia, USA: Saunders Elsevier; 2006.
p:452-3.
7. Wolfram S, Paus R. Burgdorf W. Thieme Clinical Companios
Dermatology. Stuttgart, Germany: Georg Thieme Verlag; 2006. P.127-9

Anda mungkin juga menyukai