BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada penderita atau keluarganya.
Sinonim: Istilah lain adalah ekzema atopik, ekzema konstitusional,
ekzema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier.
1
2.2. Etiopatogenesis
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik,
imunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar
terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik yang diperantarai oleh sel-sel
yang berasal dari sumsum tulang. Kadar IgE serum serta eosinofil pada darah
perifer penderita umunya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan antara
DA dengan alergi saluran napas yaitu 80% pasien dengan DA mengalami
asma atau rinitis alergi.
1
1. Respons imun pada kulit
Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik.
Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun
yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel
mas. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan,
autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan
kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses :
ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di
membran SL epidermis. Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui
reseptor FcRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan FcRI,
menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar histamin dan faktor
3
kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat
(immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan
nampak sebukan sel eosinofil.
Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui
reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk
selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke
nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan reaksi
berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T
pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arah
TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan
IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun
infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1
ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV
tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-
delayed type hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak
sebukan sel netrofil.
Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan F
cRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara
spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya
TNF dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan
mempercepat timbulnya peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi
aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan
adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola
sitokin. IFN- yang merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak
sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik
berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu
menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
keratinosit epidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh
IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi
peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.
1
4
2. Faktor Genetik
DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal
sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan
penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran Kromosom 5 q31
33 karena mengandung gen penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM CSF
(granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang diproduksi oleh
sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan
penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas
transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme
spesifik gen kimase sel mas dengan DA tetapi tidak dengan asma
bronchial ataupun rinitif alergik. Serine protease yang diproduksi sel mas
kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada
resiko genetik DA.
1
3. Respon sistemik
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
- Sintesis IgE meningkat.
- IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
- Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
- Respons hipersensitivitas lambat terganggu
- Eosinofilia
- Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
- Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun
- Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
- Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai
peningkatan IL-13 dan PGE2.
1
4. Sawar kulit
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga
terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water
loss meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum
meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang
rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk
5
menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga
memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melalui
kulit dengan segala akibat-akibatnya.
1
5. Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap
remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Jenis
makanan yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya
susu dan telur, sedangkan pada dewasa sea food dan kacang-kacangan.
Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan alergen hirup
yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat menjadi faktor
pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik terhadap TDR.
Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan
tingkat keparahan DA. Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor
pencetus DA, suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan
perubahan udara tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita DA.
Hubungan psikis dan penyakit DA dapat timbal balik. Penyakit yang
kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres
akan merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui jalur
imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal. Kerusakan sawar kulit
akan mengakibatkan lebih mudahnya mikroorganisme dan bahan iritan
(seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) memasuki kulit.
1
2.3. Gambaran Klinis
Gejala utama DA ialah gatal, dapat hilang timbul sepanjang hari dan
biasanya lebih hebat pada malam hari. Penderita akan menggaruk sehingga
timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema,
erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta. Ada 3 fase klinis DA yaitu:
1. DA infantil (2 bulan 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada
bulan kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa
eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi
6
eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher,
pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa
ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita
sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
2. DA anak (2 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul
sendiri (de novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul
likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi
sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat
mengganggu pertumbuhan.
3. DA pada remaja dan dewasa
Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping
leher, dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik,
sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi
setempat misalnya pada bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu
atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar
cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama.
Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya
menjadi hiperpigmentasi.
Pruritus adalah gejala subjektif yang paling dominan dan terutama
dirasakan pada malam hari. Bagaimana mekanisme timbulnya pruritus
masih belum jelas. Histamin yang keluar akibat degranulasi sel mas
bukanlah satu-satunya penyebab pruritus. Disangkakan sel peradangan,
ambang rasa gatal yang rendah akibat kekeringan kulit, perubahan
kelembaban udara, keringat berlebihan, bahan iritan konsentrasi rendah
serta stres juga terkait dengan timbulnya pruritus. Umumnya DA remaja
dan dewasa berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia
30 tahun, jarang sampai usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.
7
Berbagai kelainan kulit dapat menyertai DA (termasuk dalam kriteria
minor).
1,2
2.4. Penegakan Diagnosis
Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin
dan Rajka telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok
kerja Inggris di koordinasi oleh William (1994).
Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor.
Kriteria Mayor
- Pruritus
- Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak
- Dermatitis di fleksura pada dewasa
- Dermatitis kronis atau residif
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria Minor
- Xerosis
- Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)
- Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
- Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris
- Pitiriasis alba
- Dermatitis di papila mame
- White dermatografism dan delayed blanched response
- Keilitis
- Lipatan infra orbital Dennie Morgan
- Konjungtivitis berulang
- Keratokonus
- Katarak subkapsular anterior
- Orbita menjadi gelap
- Muka pucat dan eritema
- Gatal bila berkeringat
8
- Intolerans perifolikular
- Hipersensitif terhadap makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi
- Tes alergi kulit tipe dadakan positif
- Kadar IgE dalam serum meningkat
- Awitan pada usia dini.
1,2,3
2.5. Diagnosis Banding
DA didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, dermatitis kontak,
dermatitis numularis, skabies, iktiosis, psoriasis dematitis herpetiformis,
sindrom Sezary dan penyakit Letterer-Siwe. Pada bayi, DA dapat pula
didiagnosis banding dengan sindrom Wiskott-Aldrich dan sindrom hiper
IgE.
1,2,3
2.6. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk
setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai
faktor tersebut.
- Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,
astringen,
- pemutih, dll)
- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban
tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan
DA.
- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi,
seperti
- menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
- Menghindarkan stres emosi.
9
- Mengobati rasa gatal.
2. Pengobatan topikal
- Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih
baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai
antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung
asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab
beberapa kali sehari, setelah mandi.
- Kortikosteroid topical
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus
berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak.
Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa
dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi
pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol.
Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.
- Imunomodulator topikal
a. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk
salap 0,03% untuk anak usia 2 15 tahun dan dewasa 0,03% dan
0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek
samping kecuali rasa terbakar setempat.
b. Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator
golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan
takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman
pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
3. Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan
dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis
10
diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan
menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul
rebound phenomen.
- Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin
harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik,
aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif
sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari
(seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10-
75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade
reseptor histamine H1 dan H2.
- Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin,
asitromisin atau kaltromisin jika telah resisten dapat diberi
dikloksasilin, oksasilin, atau ggenerasi pertama sefalosporin. Bila ada
infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau
4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.
- Kompres
Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan
steroid, misalnya dengan larutan burowi atau dengan larutan
permanganas kalikus 1:5000.
2,3,4
2.7. Prognosis
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
- Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Anak tunggal.
11
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma
bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk
mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.
2
2.8. Komplikasi
1. Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah
mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
2. Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan
disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum
ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela,
baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi
akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada
daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi
penyebaran ke daerah kulit normal.
3. Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah
koloniStaphylococcus aureus.
2,3
12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identifikasi
Nama : Nn. T
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : -
Status : Belum menikah
Alamat : Dalam kota
Tanggal Pemeriksaan : 2 April 2013
3.2. Anamnesis
Keluhan utama: timbul bintil-bintil berwarna kemerahan sejak 2 minggu
yang lalu di kaki kanan, kaki kiri dan tangan kanan.
Keluhan tambahan: -
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak 2 minngu yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil-bintil
merah di kaki kanan yang muncul sacara tiba-tiba. Lama kelamaan bintil
bintil merah bertambah banyak dan menyebar ke kaki kiri yang tanpa
disertai dengan rasa gatal. Pasien juga mengeluh kulitnya terasa kasar dan
kering.
Sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil-bintil merah di
tangan kanan yang tidak disertai rasa gatal. Pasien mengaku tidak pernah
mengolesi kaki dan tangannya dengan produk perawatan kulit apapun
sebelum keluhan tersebut muncul. Sebelumnya sejak 4 bulan yang lalu,
pasien pernah mengeluh timbul bintil-bitil merah di kaki kanan yang lama
kelamaan bintil merah bertambah banyak tanpa disertai rasa gatal. Pasien
13
juga pernah berobat ke RSUD Palembang Bari dan diberi salap dan
keluhan berkurang.
Saat ini, pasien datang untuk berobat di RSUD Palembang Bari
untuk yang kedua kalinya. Pada kaki kanan, kaki kiri dan tangan kanan
terdapat bintil-bintil merah yang bertambah banyak yang tidak disertai rasa
gatal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat dengan keluhan yang sama pernah dialami pasien, pertama kali
timbul sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat asma pada pasien disangkal.
Riwayat alergi makanan pada pasien disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama disngkal.
Riwayat asma pada keluarga disangkal
Riwayat alergi pada keluarga disangkal
Riwayat Higienitas:
Pasien mandi 2 kali sehari, menggunakan sabun untuk orang dewasa dan
air PAM. Pasien menggunakan alas kaki saat keluar rumah.
Riwayat ekonomi
Ibu pasien seorang ibu rumah tangga dan ayahnya bekerja di wiraswasta.
Kesan status ekonomi cukup.
3.3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan umum:
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos Mentis
BB : 20 Kg
RR : 24 x/menit
Nadi : 94 x/menit
14
Keadaan Spesifik
Kepala : Bulat, simetris, rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera tidak ikterik,
pupil bulat, isokor, tidak ada edema palpebra
Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada
Hidung : Bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorak : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : tampak bintil-bintil berwarna merah di kaki kanan dan kiri
kulitnya terasa kasar saat diraba dan warnanya lebih merah dibandingkan
sekitarnya.
Pada tangan kanan tampak bintil-bintil berwarna merah dan teraba kasar.
B. Status Dermatologikus
Pada regio fossa cubiti anterior
dekstra, terdapat plak eritem,
lonjong, soliter, berukuran
2x1,5 cm dan diskret
Pada regio cruris anterior dekstra et
sinistra, terdapat papul eritem,
bulat, multiple, miliar dan diskret.
Pada regio cruris
anterior sinistra
terdapat, plak
eritem, lonjong,
multiple, numular
sampai dengan
plakat, dan diskret
15
1. Pada regio fossa cubiti anterior dekstra, terdapat plak eritem, lonjong,
soliter, berukuran 2x1,5 cm dan diskret.
2. Pada regio cruris anterior dekstra et sinistra, terdapat papul eritem, bulat,
multiple, miliar dan diskret.
3. Pada regio cruris anterior sinistra terdapat, plak eritem, lonjong, multiple,
numular sampai dengan plakat, dan diskret.
3.4. Pemeriksaan Penunjang
- Uji kulit alergen atau uji IgE spesifik untuk mencari faktor atopi.
- Tes dermografisme
3.5. Resume
Sejak 2 minggu yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil-bintil
merah kaki kanan dan kiri. Lama-kelamaan bintil-bintil merah bertambah
banyak tanpa disertai rasa gatal. Sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluh
timbul bintil bintil merah menyebar ke tangan kanan, pasien juga tidak
pernah mengolesi kaki dan tangannya dengan produk perawatan kulit
apapun sebelum keluhan tersebut muncul. Sebelumnya 4 bulan yang lalu
pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan sudah di obati. Saat ini
pasien datang untuk berobat di RSUD Palembang Bari untuk yang kedua
kalinya. Pada kaki kanan, kaki kiri dan tangan kanan terdapat bintil-bintil
merah yang bertambah banyak yang tidak disertai rasa gatal.
Pada pemeriksaan status dermatologikus yaitu pada regio fossa
cubiti anterior dekstra terdapat plak eritem, lonjong, soliter, berukuran
2x1,5 cm dan diskret.Pada regio cruris anterior dekstra terdapat papul
eritem, bulat, multiple, miliar dan diskret. Pada regio cruris anterior
sinistra terdapat papul eritem, bulat, multiple, miliar dan diskret. Pada
regio cruris anterior sinistra terdapat plak eritem, lonjong, multiple,
numular-plakat, dan diskret.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan kemungkinan os mengalami
dermatitis atopik
16
3.6. Diagnosis Banding
Dermatitis atopik
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis numularis
3.7. Diagnosis Kerja
Dermatitis Atopik
3.8. Penatalaksanaan
a. Umum
Menghindarkan kemungkinan faktor pencetus seperti debu, bulu
kucing, anjing, ayam, wol atau bila memungkinkan ibu pasien
diminta mengawasi pasien dan mengamati alergen apa yang
dapat menimbulkan alergi terhadap pasien.
Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat
mencetuskan DA.
Jika memungkinkan orang tua pasien, diminta memandikan
pasien dengan sabun untuk balita bukan sabun untuk orang
dewasa karena dapat mengiritasi kulit pasien yang masih
sensitif.
Meningkatkan higienitas pasien dan keluarga. Pasien diminta
mengunakan alas kaki agar kaki pasien tidak kotor.
b. Khusus
Topikal:
- Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih
impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai
jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea
10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
17
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa
kali sehari, setelah mandi.
- Dapat diberikan kortikosteroid rendah seperti hidrokortison
1%-2,5%.
Sistemik:
- Antihistamin golongan H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai
penenang seperti cetirizine 10 mg
- Kortikosteroid jika gejala klinis berat dan sering mengalami
kekambuhan atau saat terjadi kekambuhan.
3.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad kosmetik : dubia ad malam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Dermatitis atopik adalah peradangan pada epidermis dan dermis yang
bersifat kronik, sering berhubungan dengan individu atau keluarga dengan riwayat
atopi, biasanya ada riwayat alergi pada penderita atau pada keluarganya. Penyakit
ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik, lingkungan,
sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui reaksi
imunologik. Pada kasus ini, tidak dapat dilihat bahwa ada riwayat asma pada
pasien karena disangkal.
Untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik, Hanifin dan Rajka telah
menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris di
koordinasi oleh William (1994). Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan jika
mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.
Pada kasus, terdapat 3 kriteria mayor, yaitu: dermatitis ekstensor, dermatitis
kronis dan riwayat atopi pada penderita. 3 kriteria minor, yaitu: adanya xerosis,
dermatitis nonspesifik pada tangan dan kaki, dan onset usia dini.
Pada kasus ini, diagnosis banding setelah dermatitis atopik adalah ekitema
dan impetigo krustosa. Ekitema biasanya dimulai dengan vesikel atau vesiko-
pustul yang membesar dan beberapa hari menjadi krusta tebal berwarna kuning,
biasanya berlokasi di tungkai bawah. Jika krusta diangkat ternyata melekat dan
tampak ulkus dangkal dengan dasar kasar dan tepi meninggi. Sedangkan impetigo
krustosa hanya terjadi pada anak dengan tempat predileksi di daerah yang terbuka.
Lesi dimuali dengan makula eriematosa yang berkembang menjadi vesikel atau
bula dalam waktu singkat, kemudian pecah mengeluarkan sekret seropurulen dan
menjadi krusta bening keemasan, menebal dan mudah dilepas.jika krusta dilepas
akan meninggalkan permukaan yang halus, merah dan lembab.
Untuk lebih memastikan diagosisnya, bisa dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu: Uji kulit alergen atau uji IgE spesifik untuk mencari faktor atopi
dan tes dermografisme untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap
19
kulit. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dialakukan pemeriksaan darah tepi
yang biasanya terdapat leukositosis pada kedua diagnosis banding. Serta kultur
untuk menentukan mikroorganisme penyebab.
Tatalaksana yang umum untuk kasus ini adalah menghindari dari faktor
pencetus. Obat topikal yaitu hidrasi kulit, berbagai jenis pelembab dapat dipakai
antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari,
setelah mandi. Dapat juga diberikan kortikosteroid rendah seperti hidrokortison
1%-2,5%. Sedangkan pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin golongan
H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang dan antibiotik untuk mengatasi
adanya infeksi sekunder. Luka yang masih basah dikompres terbuka agar krusta
dapat terlepas dan luka menjadi kering, bersih serta mengurangi koloni
mikroorganisme (antiseptik) sehingga diberikan kompres dengan betadine
dicampur dengan air dengan perbandingan 1:9.
Teori Kasus
Anamnesa - mengeluh
gatal
- lesi berupa
papulovesike
l
- membesar dengan cara
berkonfluensi
- lesi berupa seperti uang
logam, eritematosa dan
berbatas tegas
- pada fase penyembuhan
lesi berupa likenifikasi dan
skuama
- jumlah lesi dapat hanya
satu, dapat pula banyak dan
tersebar, bilateral atau
simetris
- tempat predileksi di tungkai
bawah, badan, lengan, dan
punggung
- dermatitis numularis
cenderung hilang timbul,
ada pula yang terus
menerus.
- me
nge
luh
gat
al
- lesi berupa
papulovesikel
- membesar,
diskret
- lesi berupa
seperti uang
logam
- pada fase
penyembuhan
lesi berupa
likenifikasi dan
skuama
- jumlah lesi
simetris
- tempat predileksi
tungkai bawah
- penyakit ini
secara terus
menerus
20
- Insidensnya meninggi pada
musim dingin dan
bertambah buruk pada
musim panas
Pemeriksaan
Fisik
- tempat predileksi di tungkai
bawah, badan, lengan, dan
punggung
- Pada regio cruris
anterior dekstra et
sinistra dan regio
maleolus lateralis
sinistra, terdapat
likenifikasi,
multiple, numular
dan diskret.
- Pada regio cruris
anterior dekstra et
sinistra dan regio
maleolus lateralis
sinistra, terdapat
krusta, multiple,
miliar dan diskret.
- Pada regio cruris
anterior dextra et
sinistra dan regio
maleolus lateralis
sinistra terdapat,
skuama, halus,
multiple, dan
konfluens.
Pemeriksaan
Lanjutan/penun
jang
- Pemeriksaan Histopatologi Tidak dilakukan
pemeriksaaan penunjang
pada pasien ini
Penyingkiran
DD
- Dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal. Lesi
akut berupa vesikel dan papukovesikel (0,3 1,0 cm),
kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas
21
ke samping, membentuk satu lesi karakteristik seperti uang
logam (coin), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas
tegas. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi,kemudian
mengering menjadi krutas kekuningan. Jumlah lesi dapat
hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris, dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari miliar
samapai numular, bahkan plakat. Tempat predileksi ditungkai
bawah, badan, lengan termasuk punggung tangan.
Pemeriksaan yang dilakukan kultur dan uji resistensi sekret
(untuk melihat mikroorganisme penyebab/penyerta).
- Dermatitis atopik kulit penderita umumnya kering,
pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan
kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba
dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan
inteligensia di atas rata rata, sering merasa cemas, egois,
frustasi, agresif, atau merasa tertekan. Gejala utama D.A.
ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita
akan menggaruk sehingga timbul bermacam macam
kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi dan krusta. Penyebab D.A. belum
diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama
untuk timbulnya penyakit. Pemeriksaan dermatografisme
putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan
terhadap kulit.
- Dermatitis kontak alergi penderita mengeluh gatal. Dimulai
dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian
diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. pada yang
kronis kulit terlihat kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin fisur batasnya tidak jelas. keemasan, menebal dan
mudah dilepas. Pemeriksaan uji temple dilakukan untuk
melihat pencetus dari alerginya. Tidak terdapat IgE dan
eosinofil, tidak ada hubungan dengan riwayat atopi pada
pasien dan keluarga.
-
Tatalaksana 1. Penatalaksanaan Umum
Menghindari
perlukaan terhadap
kulit, termasuk
garukan.
Menjaga
kelembapan kult.
Umum
Menghindari
perlukaan
terhadap kulit,
termasuk
garukan.
Menjaga
22
Menghindari stres.
kelembapan
kult.
Menghinda
ri stres.
Prognosis Dari suatu pengamatan sejumlah
penderita yang diikuti selama
berbagai interval sampai dua tahun,
didapati bahwa 22 % sembuh, 25%
pernah sembuh untuk beberapa
minggu sampai tahun, 53 % tidak
pernah bebas dari lesi kecuali masih
dalam masa pengobatan
- riwayat asma dalam
keluarga
- Awitan (onset) DA pada
usia muda.
- Quo ad vitam: dubia ad
bonam
- Quo ad functionam: dubia
ad bonam
- Quo ad sanationam: dubia
ad malam
- Quo ad kosmetik: dubia
ad malam
-
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, Sri Adi, dan Djuanda, Suria: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Edisi Kelima.FKUI. Jakarta, 2007
2. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi kedua. Jakarta:
EGC, 2005
3. Chairiyah Tanjung: Dermatitis Atopik, di unduh dari
ocw.usu.ac.id/course/...system/dms146_slide_dermatitis_atopik.pdf. pada
18-9-2012.
4. Mansjoer, Arif, dan Suprohaita: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
ketiga.FKUI. Jakarta, 2000.