Gelombang tsunami merupakan kumpulan gelombang lautan yang sangat panjang dan memiliki kecepatan tinggi. Gelombang tsunami terbentuk karena adanya disposisi air secara vertikal, yang melibatkan volume air dari dasar laut hingga permukaan. Disposisi air tersebut dapat terjadi akibat gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunungapi bawah laut, pelongsoran bawah laut, runtuhan gunung es, dan hantaman meteor yang jatuh ke laut. Pada umumnya, tsunami dibangkitkan oleh gempa tektonik di dasar laut. Seringkali, tsunami disalahartikan untuk menyebut gelombang pasang surut. Namun demikian, keduanya merupakan hal yang berbeda karena pasang surut diakibatkan oleh pengaruh gravitasi bulan, matahari, dan bumi; sedangkan tsunami tidak dipengaruh oleh hal-hal tersebut. Karakteristik Tsunami Tsunami merupakan gelombang perairan dangkal (shallow water wave) berdasarkan kedalaman relatifnya (d/L < 0,05), dimana d adalah kedalaman dan L adalah panjang gelombang. Panjang gelombangnya mencapai beberapa ratus kilometer dengan amplitudo gelombang yang kecil 1 meter di perairan laut dalam. Gelombang perairan dangkal memiliki kecepatan rambat yang berbanding lurus dengan akar kedalaman perairan dan dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Hubungan antara kecepatan rambat gelombang dan kedalaman ditunjukkan dalam rumus berikut. dimana: C = kecepatan rambat gelombang, g = gaya gravitasi bumi, d = kedalaman perairan. Berdasarkan rumus tersebut, kecepatan gelombang tsunami di perairan laut dalam sangat besar. Semakin besar kedalaman suatu perairan, semakin besar kecepatan gelombangnya. Pada saat memasuki perairan pantai, gelombang tsunami akan mengalami perlambatan. Berkurangnya kecepatan tersebut disebabkan oleh topografi pantai yang mendangkal, gesekan dasar laut, pepohonan, dan permukiman penduduk.
Gambar 1. Kecepatan Penjalaran Gelombang Tsunami Terhadap Kedalaman (sumber: www.globalsecurity.org) Gelombang yang tertahan akibat perlambatan tersebut akan menumpuk dengan gelombang yang datang berikutnya, sehingga tinggi gelombang yang tadinya di perairan dalam hanya 1 meter, akan bertambah tinggi hingga mencapai 30 meter di perairan dangkal dan pesisir pantai. Gelombang terbesar tidak selamanya terjadi pada gelombang pertama, namun pada umumnya terjadi pada sepuluh gelombang pertama. Gelombang tsunami memiliki panjang gelombang 100200 km. Gelombang tersebut memiliki kecepatan 30 hingga 1.000 km/jam dan memiliki periode 590 menit. Gelombang tsunami bersifat transien dan impulsive, artinya gelombang akan melemah dengan bertambahnya waktu dan hanya berlangsung sesaat. Jenis Pembangkitan Tsunami Tsunami dapat dibangkitkan oleh gempa bumi, letusan gunungapi (volcanic eruption), dan longsoran yang terjadi di dasar laut. Di Indonesia, tidak kurang dari 108 tsunami yang pernah terjadi sejak tahun 1600 hingga sekarang.
Gambar 2 berikut memperlihatkan persentase jenis pembangkitan tsunami yang umumnya diakibatkan oleh gempa bumi. Intensitas Skala Tsunami Skala Intensitas Tsunami menurut Papadopoulos and Imamura (2001) disusun berdasarkan efek tsunami terhadap manusia, efek tsunami terhadap obyek di pantai (misalkan perahu atau kapal), dan kerusakan pada bangunan. Secara umum, skala ini disusun berdasarkan tinggi tsunami itu sendiri berikut skala intensitasnya. Skala intensitas tsunami menurut Papadopoulos and Imamura (2001) disusun berdasarkan efek tsunami terhadap manusia, efek tsunami terhadap obyek di pantai (misalkan perahu atau kapal), dan kerusakan pada bangunan. I. Tak Terasa (not felt) a. Tak terasa di lingkungan yang nyaman b. Tidak berdampak c. Tidak ada kerusakan. II. Terasa lamat-lamat (scarcely felt) a. Tsunami dirasakan oleh sedikit orang di perahu kecil. Tidak teramati di pantai. b. Tidak berdampak. c. Tidak ada kerusakan. III. Lemah (weak) a. Tsunami dirasakan oleh sedikit orang di perahu kecil. Teramati oleh beberapa orang di pantai. b. Tidak berdampak. c. Tidak ada kerusakan. IV. Teramati (Largely observed) a. Tsunami dirasakan oleh semua perahu kecil dan terasa oleh beberapa orang di kapal besar. Teramati oleh sebagian besar orang di pantai. b. Beberapa kapal kecil terbawa (bergerak) perlahan ke arah pantai. c. Tidak terjadi kerusakan. V. Kuat (strong) a. Tsunami terasa oleh semua kapal besar dan terlihat di pantai. Beberapa orang menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi. b. Banyak perahu kecil yang bertubrukan dan kandas di pantai, terlihat jejak lapisan pasir di tanah dan terlihat genangan kecil. c. Terlihat banjir di fasilitas terbuka seperti kebun/taman di struktur dekat pantai. VI. Kerusakan ringan (slightly damaging) a. Banyak orang ketakutan dan lari ke tempat yang lebih tinggi. b. Banyak perahu kecil yang kandas di pantai, bertabrakan satu sama lain, atau terguling. c. Kerusakan dan banjir di beberapa bangunan kayu. Kebanyakan bangunan gedung masih bertahan. VII. Rusak (damaging) a. Banyak orang ketakutan dan berusaha lari ke tempat yang lebih tinggi. b. Banyak perahu kecil rusak. Beberapa kapal besar hanyut. Obyek dengan berbagai ukuran dan kestabilan terguling dan hanyut. Lapisan pasir dan akumulasi kerikil terbawa ke darat. Beberapa keramba apung hanyut terbawa ombak. c. Banyak bangunan kayu rusak, beberapa diantaranya hancur atau tersapu. Kerusakan level 1 dan banjir pada sebagian gedung. VIII. Kerusakan berat (heavily damaging) a. Semua orang menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi, beberapa diantaranya hanyut terbawa gelombang. b. Sebagian besar kapal kecil rusak dan yang lainnya hanyut tersapu gelombang. Beberapa kapal besar terdampar di darat dan rusak. Benda-benda berukuran besar terbawa sampai ke darat. Erosi terjadi di sepanjang pantai. Terjadi genangan dalam skala luas. Kerusakan pada hutan pantai, keramba apung untuk akuakultur hanyut dan sebagian rusak. c. Sebagian besar bangunan kayu tersapu atau hancur. Kerusakan level 2 pada beberapa gedung. Sebagian beton bertulang rusak pada level 1 dan terlihat adanya genangan. IX. Hancur (destructive) a. Banyak orang tersapu gelombang. b. Sebagian besar perahu kecil hancur atau tersapu gelombang. Sebagian besar kapal besar kandas dan beberapa diantaranya hancur. Terjadi erosi dan pengotoran pantai dalam skala yang lebih luas. Terlihat penurunan tanah secara lokal. Kehancuran pada sebagian hutan pelindung pantai. Sebagian besar keramba akuakultur tersapu, sebagian besar rusak. c. Kerusakan level 3 pada gedung, beberapa bangunan beton bertulang rusak pada level 2. X. Kehancuran parah (very destructive) a. Terjadi kepanikan. Sebagian besar orang tersapu gelombang. b. Sebagian besar kapal besar terbawa ke pantai, sebagian besar hancur dan menghantam gedung. Bongkahan kecil dari dasar laut terbawa gelombang ke darat. Mobil terguling dan hanyut oleh gelombang. Terjadi tumpahan minyak, kebakaran mulai terjadi. Penurunan muka tanah terjadi dalam skala yang lebih luas. c. Kerusakan level 4 pada banyak gedung, sebagian kecil beton bertulang mengalami kerusakan pada level 3. Tanggul buatan runtuh, terjadi kerusakan pada pemecah gelombang di pelabuhan. XI. Musnah (devastating) a. Kerusakan pada fasilitas dasar. Kebakaran meluas. Arus balik (backwash) membawa mobil dan objek lain ke laut. Bongkahan besar dari dasar laut terbawa ke darat. b. Kerusakan level 5 pada banyak gedung. Sebagian kecil beton bertulang mengalami kerusakan level 4 dan sebagian besar mengalami kerusakan level 3. XII. Kemusnahan dahsyat (completely devastating) Semua gedung praktis hancur. Sebagian besar gedung beton bertulang mengalami kerusakan paling tidak pada level 3. Model Pembangkitan Tsunami Gempa yang dapat menyebabkan tsunami adalah gempa dengan episenter terletak di laut dan memiliki kedalaman gempa yang dangkal (< 60 km). Gempa tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi diikuti oleh gempa lain yang ukuran magnitudonya lebih kecil. Gempa tektonik yang mempunyai potensi sebagai pembangkit tsunami disebut tsunamigenic earthquake. Untuk menghasilkan deformasi di dasar laut, maka gempa harus memiliki momen seismik yang besar dengan posisi hiposenter yang dangkal. Berikut hubungan antara momen seismik dan deformasi. dimana: Mo = momen seismik gempa; = rigiditas (tingkat kekakuan benda, semakin keras bendanya maka energi yang diperlukan untuk menggerakannya semakin besar, artinya momen seismiknya semakin besar); A = luas bidang sesar; D = deformasi/dislokasi.
Keterangan: H = kedalaman, L = panjang, W = lebar, = strike, = dip, = slip Gambar 3. Parameter Sesar (Latief, 2000) Deformasi dasar laut yang dapat membangkitkan tsunami adalah deformasi arah vertikal dan memiliki komponen dip-slip. Pergerakkan vertikal lantai samudera naik/turun dengan cepat merupakan respon dari gempa yang terjadi. Gempa menyebabkan deformasi bawah laut, sehingga dapat menaikkan/menurunkan badan air dalam jumlah besar, mulai dari permukaan sampai ke dasar laut. Diasumsikan apa yang terjadi di dasar akan dicerminkan di permukaan laut. Karakteristik gempa seperti yang dijelaskan di atas dapat dipenuhi oleh jenis gempa subduksi. Oleh karena itulah, sering terjadi bencana tsunami di Indonesia sebab merupakan daerah zona tektonik aktif yang sebagian besar adalah zona subduksi. 985 reads | |