Anda di halaman 1dari 11

Contoh Proposal Seminar Judul

07.02 | Label: umum


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Jalan merupakan salah satu sarana dan prasarana
perhubungan yang sangat penting dalam meningkatkan taraf
hidup masyarakat (Silvia Sukirman, 1999) . Pada
kenyataannya sarana jalan sangat menunjang laju
perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia
diantaranya sektor perekonomian, pendidikan, politik, dan
sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan
nasional demi tercapainya pembangunan nasional yang adil
dan merata.
Saat ini perkembangan transportasi terutama

untuk mobilitas penduduk dan kendaraan sudah semakin
meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu prasarana jalan
yang memadai untuk menghubungkan suatu daerah dengan
daerah yang lain. Untuk membuat suatu jalan yang baik
diperlukan perencanaan perkerasan jalan, yaitu lapisan
perkerasan yang terdiri atas batu pecah sebagai agregat kasar
dan semen sebagai bahan pengikatnya.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas
yang tinggi, akan mendistribusikan beban ke bidang tanah
dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas
struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini
berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan
perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis
pondasi dan lapis permukaan.
Yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang
menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan
dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah
kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam kekuatan dari
tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil
terhadap kapasitas struktural perkerasannya.
Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton
karena beberapa pertimbangan, yaitu antara lain untuk
menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem
drainasi, kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada
tanah dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working
platform) untuk pekerjaan konstruksi
Dasar penawaran yang diajukan oleh kontraktor adalah gambar
dan spesifikasi pekerjaan yang diberikan. Namun tidak semua
pelaku konstruksi memahami hal tersebut.
Pengukuran kuantitas/volume pekerjaan konstruksi (quantities
take off) merupakan suatu proses pengukuran/perhitungan
terhadap kuantitas item-item pekerjaan berdasarkan pada
gambar atau aktualisasi pekerjaan di lapangan. Hal ini
dilakukan sebagai langkah awal dalam menyusun harga
penawaran ataupun penghitungan pembayaran atas pekerjaan
yang telah dikerjakan (Wahyudi P. Utama, Martalius Peli dan
Dwifitra Y. Jumas, 2008 ).
Dari penjelasan latar belakang di atas maka penulis mengambil
judul:
KONTROL KUANTITAS RUAS JALAN PACERAKKANG DAYA KOTA
MAKASSAR.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana cara pengukuran kuantitas/volume pekerjaan
konstruksi yang benar ?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
Mengetahui cara-cara pengukuran kuantitas/volume pekerjaan
dari suatu konstruksi.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu setelah
melakukan pengukuran kuantitas/volume pekerjaan pada suatu
konstruksi secara benar maka kita dapat mengetahui syarat
teknis dan kegunaan dari konstruksi jalan tersebut dan apa
saja yang menjadi penyebab mengapa perlu di adakan
pengukuran setelah konstruksi terlaksana.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kuantitas

Persyaratan Teknis Jalan
Berdasarkan peraturan pemerintah no 34 tahun 2006 terdapat
pada:
Pasal 12
Persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar
badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang,
bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan
sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus.
Persyaratan teknis jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan
lingkungan.
Pasal 13
Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar
badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.
Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata.
Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan
kegiatan lokal.
Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian
rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) harus tetap terpenuhi
Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan
pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan
dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh
terputus.
Pasal 14
Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.
Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar
dari volume lalu lintas rata-rata.
Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
masih tetap terpenuhi.
Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan
pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan
dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh
terputus.

Pasal 15
Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar
badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.
Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak
boleh terputus.
Pasal 16
Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 15 (lima belas) kilometer per jam
dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima)
meter.
Persyaratan teknis jalan lingkungan primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor beroda tiga atau lebih.
Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai
lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
Pasal 17
Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam dengan lebar
badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.
Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar
daripada volume lalu lintas rata-rata.
Pada jalan arteri sekunder lalu lintas cepat tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas lambat.
Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan
pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 18
Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam
dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.
Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar
daripada volume lalu lintas rata-rata.
Pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas lambat .
Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan
pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 19
Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar
badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.



Pasal 20
Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.
Persyaratan teknis jalan lingkungan sekunder sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih.
Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih harus
mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma
lima) meter.

Lebar Lajur Lalu Lintas
Menurut Silvia Sukirman (1999) lebar lajur lalu lintas
merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang
jalan secara keseluruhan, lebar kendaraan penumpang
umumnya bervariasi antara 1,50 m 1,75 m. Bina marga
mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil penumpang
adalah 1,70 m, dan 2,50 m untuk kendaraan rencana
truck/bus/semitrailer. Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar
kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara kendaraan
yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan
kenyamanan yang diharapkan.
Pada jalan lokal (kecepatan rendah) lebar jalan minimum 5,50
m (2 x 2,75 m) cukup memadai untuk jalan 2lajur 2 arah.
Dengan pertimbangan biaya yang tersedia, lebar 5 m pun
masih diperkenankan, jalan arteri yang direncanakan untuk
kecepatan tinggi, mempunyai lebar lajur lau lintas lebih besar
dari 3,35 m, sebaiknya 3,50 m (silvia sukirman, 1999).

Bahu jalan
Menurut Silvia sukirman (1999), Bahu jalan adalah jalur yang
terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas.
Fungsi bahu jalan sebagai:
Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang
mogok atau yang sekedar berhenti karena pengemudi ingin
berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk
beristirahat.
Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat saat darurat,
sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian
dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari
arah samping.
Ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan
perbaikan atau pemeliharaan jalan (untuk penempatan alat-
alat, dan penimbunan bahan material).
Ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli,
ambulans, yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat
seperti terjadinya kecelakaan.
Jenis bahu jalan
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan
atas:
Bahu yang tidak diperkaras, yaitu bahu yang hanya dibuat dari
material perkerasan jalan tanpa bahan pengikat, biasanya
digunakan material agregat bercampur sedikit lampung. Bahu
yang tidak diperkeras ini dipergunakan untuk daerah-daerah
yang tidak begitu penting, dimana kendaraan yang berhenti
dan mempergunakan bahu tidak begitu banyak jumlahnya.
Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan
mempergunakan bahn pengikat sehingga lapisan tersebut lebih
kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras.
Bahu jenis ini dipergunakan untuk jalan-jalan dimana
kendaraan yang berhenti dan memakai bagian tersebut besar
jumlahnya, seperyi di sepanjang jalan tol, di sepanjang jalan
arteri yang melintasi kota, dan tikungan-tikungan yang tajam.
Berdasarkan letaknya terhadap arah lalu lintas, maka bahu di
bedakan atas:
Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outer shoulder), adalah bahu
yang terletak di tepi sebelah kiri dari jalur lalu lintas.
Bahu kanan/bahu dalam (right/ilner shoulder), adalah bahu
yang terletak di tepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.
Lebar bahu jalan
Besarnya lebar bahu jalan sangat di pengaruhi oleh :
Fungsi jalan
Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan yang lebih
tinggi dibandingkan denagn jalan lokal, dengan demikian jalan
arteri membutuhkan kebebasan samping, keamanan, dan
kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang
lebih lebar dari jalan local.
Volume laulintas
Volume lalulintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu yang
lebih lebar dibandingkan dengan volume lalulintas yang lebih
rendah.
Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan
tanah, dan biaya untuk konstruksi
Lebar bahu jalan dengan demikian dapat bervariasi antara 0,5
2,5 m.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian yang kami lakukan bertempat di kota Makassar
tepatnya di ruas jalan pacerakkang di daerah daya, penelitian
kami di lakukan pada saat pengerjaan suatu konstruksi jalan
yang sudah selesai sehingga kami dapat melakukan
pengukuran kuantitas/volume pekerjaanya.

Teknik Sampling
Dalam hal ini yang kami lakukan merupakan kontrol
kuantitas/kontrol volume pekerjaan dimana yang menjadi
obyek dari penelitian kami yaitu sesuai dengan pekerjaan yang
ada antara lain pengerjaan Bahu jalan dengan menggunakan
Urugan pilihan, Pengerjaan Pasangan batu, Pengerjaan Wet
Lean Concrete/Concrete Treated Sub Base (CTSB) K 125, dan
Rigid K 350

Alat Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran
kuantitas berupa Rol meter, dan Kamera, adapun alat lain yang
dapat lebih mempermudah kita dalam melakukan pengukuran
yaitu seperti Waterpas, Mistar pengukur, Nivo, dan Unting-
unting.

Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini total panjang jalan yang ada yaitu
sepanjang satu koma delapan kilometer, Penelitian dilakukan
dengan membatasi tiap dua puluh meter hal ini dimaksudkan
agar data yang di dapatkan bisa diolah dengan mudah, dan
agar pengukuran kuantitas sedikitnya lima kali untuk tiap
seratus meter, pengukuran dilakukan dengan menggunakan rol
meter, kamera hanya digunakan untuk mengambil gambar
sewaktu melakukan pengukuran sehingga data dokumentasi
juga ada.

Metode Analisa Data
Banyaknya data yang diperoleh dari hasil pengukuran kuantitas
hanya berupa perhitungan sederhana, untuk penjelasannya
antara lain:
Perhitungan urugan
Urugan harus diukur sebagai jumlah kubik meter bahan
terpadatkan yang diperlukan, diselesaikan di tempat dan
diterima. Metode perhitungan volume bahan haruslah metode
luas bidang ujung,dengn menggunakan penampang melintang
pekerjaan yang berselang jarak tidak lebih dari 20 m
Kuantitas yang diukur untuk pembayaran urugan pilihan harus
dalam jumlah meter kubik atau ton,diukur di lapangan,dari
jenis yang ditunjukkan dalam Daftar Kuantitas dan Harga
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan urugan pilihan
tetap beracuan pada volume pekerjaan.
Volume = Panjang X Lebar X Tinggi timbunan.
Perhitungan Pasangan batu
Pekerjaan pasangan batu harus diukur untuk pembayaran
dalam meter kubik sebagai volume nominal pekerjaan yang
selesai dan diterima;
Pekerjaan pasangan batu volume nominalnya harus ditentukan
dari luas permukaan terekspos dari pekerjaan yang telah
selesai dikerjakan dan tebal nominal lapisan untuk pelapisan;
Setiap bahan yang melebihi volume teoritis yang disetujui tidak
boleh diukur atau dibayar.
Kuantitas pasangan batu ditentukan seperti yang disyaratkan
di atas akan dibayarkan berdasarkan Harga Kontrak per satuan
pengukuran
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan pasangan batu
tetap beracuan pada volume pekerjaan.
Volume = Panjang X Luas penampang
Perhitungan Concrete Treated Sub Base (CTSB)
Jumlah wet lean concrete untuk leveling course akan dibayar
berdasarkan jumlah meter persegi dari leveling course itu,
yang telah diselesaikan dan disetujui sesuai dengan gambar
rencana spesifikasi dan petunjuk Direksi Pekerjaan.
Alas pasir akan dibayar berdasarkan jumlah meter persegi
lapisan alas yang sudah selesai dan disetujui. Untuk
penambahan kandungan semen atau untuk kelebihan
ketebalan lapisan dari ketebalan minimum tidak ada tambahan
pembayaran.
Jumlah wet lean concrete dan lapisan alas pasir yang telah
ditentukan di atas akan dibayar menurut Harga Kontrak.
Pembayaran ini merupakan kompensai penuh untuk
penyediaan seluruh tenaga kerja,perlatan dan material yang
diperlukan.
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan Concrete
Treated Sub Base (CTSB) tetap beracuan pada volume
pekerjaan.
Volume = Panjang jalan X Lebar X Tebal
Perhitungan Perkerasan Jalan Beton ( Rigid Pavement )
Perkerasan jalan beton
Beton untuk perkerasan jalan harus diukur dalam jumlah meter
kubik yang telah ditempatkan dan diterima dalam pekerjaan
sesuai dengan ukuran-ukuran sebagaimana diperlihatkan
dalam gambar. Volume yang diukur harus merupakan hasil
perkalian dari lebar jalur kendaraan yang diukur tegak lurus
terhadap garis sumbu jalur kendaraan yang bersangkutan;
Kuantitas yang diukur tidak termasuk daerah dimana
perkerasan jalan beton lebih tipis dari ketebalan yang
dietapkan, daerah pelat yang sudut tepinya pecah atau retak
yang tidak dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan atau daerah-
daerah dimana beton tidak mencapai kekuatan
karakteristiknya;
Ketebalan perkerasan jalan beton yang diukur untuk
pembayaran dalam segala hal harus merupakan ketebalan
nominal rencana sebagaimana diperlihatkan dalam gambar.
Dalam hal Direksi Pekerjaan menyetujui atau menerima suatu
lapisan yang lebih tipis yang cukup menurut alasan-alasan
teknis, maka pembayaran untuk perkerasan jalan beton
tersebut diadakan dengan menggunakan suatu harga satuan
yang diubah sama dengan :
Harga satuan penawaran x (ketebalan nominal yang
diterima)/(ketebalan nominal rencana)
Membran kedap air
Membran kedap air berfungsi untuk menahan air semen agar
tidak keluar. Bila digunakan harus diukur untuk pembayaran
sebagai jumlah meter persegi yang sesungguhnya dihampar di
bawah perkerasan jalan beton. Luas yang diukur harus sama
dengan luas untuk beton yang dihampar diatasnya.
Kuantitas beton yang ditentukan sebagaimana diberikan di
atas, dibayar menurut harga penawaran per satuan
pengukuran untuk jenis pembayaran yang diberikan. Harga-
harga dan penawaran tersebut harus dianggap merupakan
kompensasi penuh untuk penyediaan semua beton mutu K
350, besi tulangan sambungan melintang dan memanjang,
membran kedap air, agregat dan semen, untuk pencampuran,
penempatan, perataan, penyelesaian, perawatan dan
perlindungan beton.
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan Rigid tetap
beracuan pada volume pekerjaan.
Volume = Panjang X Lebar X Tebal

Anda mungkin juga menyukai