Anda di halaman 1dari 3

REHYDRASI ORAL, PENATALAKSANA MUTABER YANG EFEKTIF

Oleh Muhamad Nizar, SKM

Muntaber padaumumnya menyerang bayi dan anak-anak diperkirakan 80% dengan


kematian 3 juta jiwa pertahun (1995), kendatipun tidak jarang kematian acapkali ditemui
pada orang dewasa. Penyakit ini masih menunjukkan masalah kesehatan masyarakat,
karena sampai kini masih berkontribusi sebagai penyebab utama kematian. (WHO, 1996)

Mutaber merupakan gejala penyakit yang bersifat akut, dikalangan dunia kesehatan
dikenal dengan istilah Gastroenteritis, adalah keadaan umum diare yang sebagian besar
menyerang anak-anak, dengan keterpaparannya rata-rata 2-3 kali setahun, dominan
menyerang mayarakat Negara berkembang yang endemik menurut waktu, perubahan
iklim misalnya musim kemarau atau hujan. Namun kadangkala penyebabnya adalah
faktor makanan disebabkan keracunan (toxigenic), eshericha coli, virus enterik terutama
rotavirus. Selain itu bisa juga akibat gangguan penyerapan usus (malabsorbsi) . Masa
inkubasi penyakit ini rata-rata 48 jam, dengan ditandai gejala diare, buang air besar encer
atau berair, bisa menyerupai air cucian beras atau cirikhas gejala kholera lebih dari tiga
kali sehari, muntah-muntah seringkali disebut mutaber yang menyebabkan kehilangan
cairan tubuh dengan cepat sekali (dehydrasi) yang ditandai rasa haus, lesuh dan lemas,
ujung-ujung jari dingin bahkan kesadaran menurun sehingga apabila terlambatnya
pertolongan pertama atau penangganan tidak tepat, terjadi dehydrasi berat menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran (coma) yang pada akhirnya mengalami kematian
(fatalitas) yang tinggi.

Walaupun dahsatnya penyakit ini, namun dapat ditanggulangi dengan mudah dan
sederhana sekali bahkan setiap orang mampu melaksanakannya. Yang menjadi
persoalannya adalah kemauan dan keterampilan penangganan penyakit ini belum
mengakar disetiap individu. Hal ini karena anggapan masyarakat kesehatan itu adalah
tanggung jawab orang-orang kesehatan, jadi kalau sakit harus bersuntik! Ini adalah
anggapan yang keliru, padahal diperlukan tingkat partisipasi kesadaran dan kesabaran
berperilaku hidup sehat, jadi relevansinya setiap individu mampu menolong dirinya
sendiri dan keluarga secara mandiri.
Upaya penangganan di atas, adalah manajemen pengantian cairan tubuh (rehydrasi).
Manajemen ini meliputi 2 aspek, yakni aspek rumah tangga (rehydrasi oral) dan aspek
medis (rehydrasi parenthral). Manajemen pada aspek rumah tangga adalah memberikan
cairan berupa campuran sebutir garam dapur, satu sendok teh gula dan satu gelas air
minum (200 cc) atau dapat ditambahkan dengan cairan sari buah-buahan lainnya
misalnya jeruk atau daun teh sehingga aromanya lebih disukai anak-anak, karena apabila
terlalu banyak garam akan membahayakannya. Selain, ramuan di atas dapat ditukar
dengan juice wartel, air kelapa hijau, air tajin (air tanakan beras). Oleh karena itu
manajemen penggantian air di rumah tangga diperlukan kemampuan dan keterampilan
setiap individu berkreasi dengan ketelatenan. Secara modern cairan itu diganti oralit,
dengan berbagai keemasan dan aroma yang disukai anak-anak. Sebenarnya penyakit ini
dapat ditangulangi di rumah tangganya sendiri, tidak perlu dirawat di rumah sakit kecuali
adanya komplikasi.

Aspek kedua, manajemen pengantian cairan tubuh pada aspek medis (rehydrasi
parenthral), yaitu pemberian cairan melalui intravena (inpus) yang dikerjakan oleh
petugas kesehatan disetiap unit pelayanan (Puskesmas maupun di Rumah Sakit).

Upaya penanggulangan penyakit ini agar tidak menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)
atau secara nasional menimbulkan wabah, seperti kejadian penyakit Demam Berdarah
beberapa waktu yang lalu, melalui pendekatan kesehatan masyarakat meningkatkan
upaya Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) yang terdiri dari berbagai upaya, pertama,
mengevaluasi program. strategi menganalisis trens perkembangan kasus dengan
membandingkan kejadian tahun yang lalu pada bulan yang sama, tempat dan jenis
kelamin, apakah menunjukan trens peningkatan secara significans. Artinya adanya
peningkatan kasus yang bermakna apabila peningkatan tiga kali dari data sebelumnya, hal
ini merupakan metode mengidentifikasi kemungkinan adanya kejadian luar biasa (KLB).
Kedua, mengidentifikasi faktor penyebab dengan cara menginvestigasi kasus, upaya ini
dilakukan dengan pendekatan wawancara dan observasi ke lapangan yang dipandu
dengan instrumen pertanyaan. Kejelian dan ketajaman analisis mengungkap faktor
penyebab sangat tergantung dengan rancangan kuesioner yang dirumuskan, hal ini perlu
dikonfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium (rectal swab). Aspek kedua ini merupakan
strategi mencari solusi pemecahan persoalan langsung ke faktor persoalannya, sehingga
sumber persoalannya dapat ditanggulangi dengan cepat, tepat dan tuntas.

Dengan demikian upaya yang perlu dilakukan adalah pertama, meningkatkan promosi
(penyuluhan kesehatan) tentang penangganan makanan yang sehat dan berimbang
termasuk cara pemberian susu pengganti Air Susu Ibu (ASI). Karena selama ini
pemberian ASI eksklusif belum benar dan tuntas. Artinya selama empat bulan pertama
bayi belum mendapatkan ASI murni tanpa pemberian susu atau makanan lain, bahkan
sekarang program ASI eksklusif diperpanjang hingga enam bulan. Padahal dengan ASI
Eksklusif dapat meningkatkan daya tahan tubuh (kekebalan) bayi untuk menangkal
serangan penyakit menular sehingga dapat menurunkan kejadian penyakit mutaber/diare,
jadi ASI Eksklusif merupakan metode yang efektif, murah dan mudah diperoleh. Namun
sekarang kondisinya lain, ketidak-tuntasan pemberian ASI pada masa bayi menyebabkan
kerentanan atau berisiko tinggi ketularan mutaber/diare bahkan 2-3 kali setahun. Kedua,
mensosialisaikan cara manajemen penggantian cairan tubuh di tantanan rumah tangga
yang praktis dan benar. Kurang menyentuhnya sosialisasi menyebabkan ibu-ibu rumah
tangga binggung tindakan apa yang akan diberikan kepada anaknya yang sakit, karena
kurangnya keterampilan dan kemampuan menejemen penggantian cairan tubuh yang baik
dan benar. Aspek ini merupakan aspek kelemahan petugas kesehatan dilapangan Ketiga,
meningkatkan pengunakan air bersih dan sehat. Oleh karena itu perlu dikembangkan
program PDAM (Perusahaan Air Minum) masuk desa/kelurahan. Keempat, perbaikan /
kebersihan kesehatan individu (higiene personalia) kondisi ini erat hubungannya dengan
kebiasaan “cuci tangan sebelum dan sesudah makan” agar dibudayakan dalam
kehidupan sehari-hari. Terakhir, memberikan vaksinasi “rotavirus”. Pemberian
imunisasi rotavirus belum dilakukan di Indonesia karena vaksinnya tidak ada, namun hal
ini diganti dengan vaksinasi campak pada bayi menjelang usia 9 bulan. Dengan demikian
akan menurunkan keterpaparan sebesar 6% dan menurunkan kematian akibat penyakit
ini sebesar 20%.

PNS, Dinkes Kab Mura


Relawan PKBI, LSM Rudal
Kab Mura Kota Lubuklinggau

Anda mungkin juga menyukai