Anda di halaman 1dari 9

DASAR TEORI

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung


antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol (Fessenden, 1982).
Suatu ester asam karboksilat mengandung gugus CO2R dengan R dapat berbentuk
alkil maupun anil (Poedjiadi, 1994).
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung pada halangan sterik dalam
alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan
peranan kecil dalam laju pembentukkan ester (Fessenden, 1982).
Reaksi esterifikasi Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks
sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam. Asam yang
digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat atau asam Lewis seperti
skandium(III) triflat. Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat
terhadap alkohol, seperti pada esterifikasi Fischer lebih disukai ketimbang asilasi dengan
anhidrida asam (ekonomi atom yang rendah) atau asil klorida (sensitif terhadap
kelembapan).
Refluks adalah proses penambahan panas pada suatu campuran sehingga dapat
meningkatkan energi aktivasi sehingga mekanisme reaksinya dapat berjalan cepat.
Campuran homogen harus direfluks tujuannya untuk memutuskan ikatan rangkap dari
karbon karbonil dengan oksigen (C-O) sehingga akan memudahkan gugus OH (sebagai Nu)
untuk menyerang karbon karbonil.
Distilasi adalah metode pemisahan larutan dari campuran berdasarkan perbedaan
titik didih. Distilasi biasa dilakukan untuk pemisahan campuran yang memiliki perbedaan
titik didih cukup jauh.
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini
merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna,
memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil
dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut.
Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam
asetat dan etanol dan hasilnya beraroma jeruk (perisa sintesis), biasanya dalam sintesis
disertai katalis asam seperti asam sulfat.
CH3CH2OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O
Reaksi diatas merupakan reaksi reversibel dan menghasilkan suatu kesetimbangan
kimia.Karena itu, rasio hasil dari reaksi diatas menjadi rendah jika air yang terbentuk tidak
dipisahkan. Di laboratorium, produk etil asetat yang terbentuk dapat dipisahkan dari air
dengan menggunakan aparatus Dean-Stark
Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat
dan etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfatdapat menghambat hidrolisis karena
berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer.
Penamaan ester hampir menyerupai dengan penamaan basa; walaupun tidak
benar-benar mempunyai kation dan anion, namun memiliki kemiripan dalam sifat lebih
elektropositif dan keelektronegatifan. Suatu ester dapat dibuat sebagai produk dari suatu
reaksi pemadatan pada suatu asam (pada umumnya suatu asam organik) dan suatu alkohol
( atau campuran zat asam karbol), walaupun ada cara-cara lain untuk membentuk ester.
Pemadatan adalah suatu jenis reaksi kimia di mana dua molekul bekerja sama dan
menghapuskan suatu molekul yang kecil, dalam hal ini dua gugus OH yang merupakan hasil
eliminasi suatu molekul air (Clark, 2002).
Suatu reaksi pemadatan untuk membentuk suatu ester disebut esterifikasi.
Esterifikasi dapat dikatalis oleh kehadiran ion H+. Asam belerang sering digunakan sebagai
sebagai suatu katalisator untuk reaksi ini. Nama ester berasal dari Essig-ther Jerman,
sebuah nama kuno untuk menyebut etil asam cuka ester (asam cuka etil) (Anshory, 2003).















PEMBAHASAN
Asam karboksilat dapat diubah menjadi turunan-turunannya, yaitu dengan
mengganti bagian hidroksil dari gugus karboksil dengan macam-macam gugus. Salah satu
turunan dari asam karboksilat yang dibahas dalam percobaan ini adalah ester yaitu
senyawa yang diturunkan dari asam dengan mengganti gugus OH dengan gugus OR. Dalam
percobaan ini, senyawa ester yaitu etil asetat disintesis dengan berdasarkan reaksi
esterifikasi. Reaksi ini merupakan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2) yaitu
suatu reaksi yang serentak karena reaksi pemutusan ikatan yang lama dan pembentukkan
ikatan yang baru terjadi secara bersamaan.

Senyawa etil asetat yang dibuat dalam percobaan ini adalah ester dari etanol dan
asam asetat, dengan wujud berupa cairan tak berwarna dan memiliki aroma khas.
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel (dapat balik) karena
ketika asam karboksilat yaitu asam asetat dan alkohol yaitu etanol dipanaskan untuk
bereaksi maka akan terjadi reaksi kesetimbangan antara ester dan air. Artinya bahwa ester
dan air yang terbentuk dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya yaitu asam asetat
maupun etanol. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil reaksi yang banyak maka
diusahakan agar reaksi cenderung bergeser ke arah produk yaitu dengan cara reaktan
dibuat berlebih yang dalam percobaan ini etanol dibuat berlebih ketika direaksikan dengan
asam asetat.

Pada percobaan pembuatan etil etanoat ini, mula-mula gugus karbonil asam asetat
diprotonasi oleh katalis asam (gugus H+). Dimana pada percobaan ini di gunakan H2SO4
pekat sebagai katalis. Tampak bahwa penambahan katalis dilakukan secara perlahan-lahan
sambil didinginkan dan dikocok. Penambahan perlahan-lahan asam ini bertujuan agar
campuran cepat homogen dan untuk menghindari terjadinya degradasi campuran beraksi
(asam asetat dengan etanol), kemudian juga bertujuan untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan (misalnya H2SO4 menguap), mengingat bahwa sifat reaksi H2SO4 yang
eksoterm.



Proses protonasi sangat dibutuhkan dalam reaksi ini, karena dapat menaikan muatan
positif pada atom karbon karbonil. Karena tanpa adanya H+, oksigen yang terikat pada C
karbonil memiliki keelektornegatifan yang besar sehingga adanya efek imbas indeks dapat
menyebabkan C karbonil berkurang keelektronegatifannya karena O akan cenderung
memberikan elektoronegatifan. Akan tetapi dengan adanya prtonasi pada oksigen karbonil
menyebabkan oksigen lebih cenderung memberikan elektron pada H+ sehingga muatan
positif dari karbon karbonil meningkat dan menyebabkan keadaan yang baik penyerangan
nukleofilik. Dimana yang bertindak sebagai gugus nukleofilik di sini adalah gugus OH dari
etanol. Gugus OH merupakan gugus masuk yang baik sehingga akan menyerang karbon
karbonil pada asam asetat yang telah terprotonasi.



Pada tahap ini terjadi adisi nukloefilik, yakni gugus OH (pada etanol) kemudian terjadi
ikatan C-O yang baru atau ikatan ester baru. Setelah adisi nukleofilik maka reaksi
dilanjutkan dengan deprotonasi/penghilangan gugus H+ pada ikatan ekster yang baru.
Deprotonasi ini dilakukan dengan tujuan untuk membentuk ikatan C-O yang stabil

Karena digunakan katalis asam dari reaksi akan terbentuk kembali H+. hal ini memberikan
peluang untuk terjadinya protonasi. Protonasi ini sangat di butuhkan karena melihat
bahwa OH pada gugus asam asetat merupakan gugus pergi yang jelek karna OH memiliki
keelektonegatifan sehingga kemampuan untuk terikat pada C yang parsial (+) sangat besar
(karena adanya perbedaan momen dipol menyebabkan OH enggan pergi). Untuk itu
dibutuhkan protonasi hingga terbentuk +OH2 yang merupakan gugus pergi yang baik.



Pada tahap akhir dari reaksi ini adalah lepasnya air dan putusnya ikatan C-O. akan tetapi
karena reaksi ini merupakan kesetimbangan maka air yang dilepaskan akan menyerang
kembali gugus karbonil yang terprotonasi. Ester yang dihasilkan (yang berprotonasi) akan
melepaskan protonnya dan membentuk etil asetat/etil etanoat sebagai produk akhir.



Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel atau reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk
mendapatkan produk yang besar maka kesetimbangan harus digeser ke kanan, dengan
menambahkan alkohol berlebihan. Akan tetapi, ada efek dari penambahan alkohol berlebih
karena reaksi akan mengalami trans-esterifikasi yakni akan menghasilkan hasil samping
selain produk induk.

Hal yang sama juga terjadi pada pembuatan etil etanoat karena kita menggunakan alkohol
berlebih maka kemungkinan untuk bereaksi dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya,
etanol akan bereaksi dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya, etanol akan bereaksi
dengan H2SO4 (sebagai katalis) membentuk hasil samping berupa dietil eter.

Pada pembuatan etil asetat ini, campuran (etanol + asam asetat + H2SO4) terlebih
dahulu direfluks. Refluks ini adalah proses penambahan panas pada suatu larutan sehingga
dapat meningkatkan energi aktivitas. Proses refluks ini bertujuan menghomogenkan
larutan. Selain itu refluks juga berfungsi untuk memutuskan ikatan rangkap dari karbon
karbonil dengan oksigen (CO) sehingga akan memudahkan gugus OH (sebagai Nu-) untuk
menyerang karbon karbonil. Dengan kata lain produk etil asetat yang diinginkan dapat
diperoleh dalam jumlah besar. Setelah direfluks maka dilanjutkan dengan destilasi hingga
diperoleh 2/3 dari volume sebelumnya. Proses destilasi ini bertujuan memisahkan etil
etanoat (etil asetat) dengan air atau dengan kata lain untuk mendapatkan etil asetat murni.
Karena produk lain dari reaksi esterifikasi adalah H2O yang dapat dipisahkan dengan
destilat karena antara air dan etil asetat memiliki perbedaan titik didih (air : 1000C
sedangkan etil asetat : 770C). Sehingga destilat (memiliki titik didih rendah akan keluar
terlebih dahulu) adalah etil etanoat (etil asetat).

Destilat, kemudian ditambahkan natrium karbonat 30% (Na2CO3). Penambahan ini
dimaksudkan untuk mengekstraksi asam sisa dalam larutan etil asetat karena Na2CO3
memiliki kemampuan untuk mengekstrak asam sisa menghasilkan garam natrium yang
larut dalam air. Dari hasil percobaan terlihat bahwa garam natrium yang larut dalam air ini
berada pada lapisan bawah sedangkan senyawa-senyawa organik berada pada lapisan atas.
Pembentukan 2 lapisan ini disebabkan oleh adanya perbedaan massa jenis, dimana garam
natrium yang larut dalam air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada senyawa
organik yang terbentuk. Selain itu, kepolaran juga sangat mempengaruhi terjadinya
pemisahan lapisan ini, dimana garam natrium dalam air ini bersifat polar sedangkan
senyawa-senyawa organik yang dihasilkan (etil asetat dan dietil eter) bersifat non polar.
Berdasarkan sifat kelarutannya, senyawa polar tidak akan larut dalam pelarut non polar
dan begitu pula sebaliknya, pelarut polar tidak dapat melarutkan senyawa non polar.

Perlakuan selanjutnya adalah penambahan larutan kalsium klorida (CaCl2) ke
dalam larutan yang diperoleh. Penambahan larutan ini bertujuan agar ion Ca2+ dapat
menarik ion-ion karbonat yang ditambahkan sebelumnya, sehingga membentuk garam
CaCl2 dan CaCO3, yang juga dapat dengan mudah dipisahkan dengan produk yang
diinginkan karena CaCl2 dan CaCO3 membentuk endapan yang berada di dasar wadah
karena memiliki massa jenis yang lebih besar dari produk yang diinginkan. Kemudian
setelah lapisan atas dipisahkan, maka ditambahkan kalsium klorida anhidrous.
Penambahan ini bertujuan agar ion-ion karbonat yang masih ada dalam larutan dapat
ditarik oleh adanya ion Ca2+. Sehingga diharapkan dengan penambahan CaCl2 anhidrous
dapat diperoleh larutan yang benar-benar murni. Setelah penambahan kalsium klorida
anhidrous maka dilanjutkan dengan penutupan larutan. Hal ini dilakukan agar larutan yang
kita peroleh tidak banyak menguap, mengingat bahwa sifat dari etil asetat adalah mudah
menguap. Sedangkan untuk perlakuan, dimana larutan didiamkan dengan tujuan agar
mempercepat terbentuknya endapan CaCl2.

Proses destilasi ini menghasilkan etil asetat murni yang ditampung pada
erlenmeyer sedangkan air tetap tertinggal dalam labu alas bulat. Untuk itu, dalam
percobaan ini proses destilasi digunakan untuk memisahkan dietil eter (sebagai hasil
samping) dengan etil asetat yang diinginkan, berdasarkan perbedaan titik didih kedua
senyawa tersebut. Karena titik didih dietil eter lebih kecil yakni 350C 400C sedangkan
titik didih etil asetat adalah 740C 770C, sehingga yang keluar sebagai destilat yang
ditampung sebagai produk yang diinginkan ditampung pada suhu 740C 770C, yakni
destilat etil asetat (etil etanoat). Pada percobaan ini, destilat yang diperoleh setelah
destilasi adalah sebanyak 20 mL dari 46 mL volume sebelum destilasi. Sehingga diperoleh
rendemen sebesar 43,5 %. Rendemen ini diperoleh dengan membandingkan volume
destilat dengan volume sampel.


DAFTAR PUSTAKA
Clark, Jim, 2007, Pembuatan ester, http://www.chem-is-try.org/materi kimia/sifat
senyawa organik/ester 1/pembuatan ester, 12 Desember 2011
Carey, F. 1993. Advanced Organic Chemistry Part B : Reaction a Syntesis. Plenum Press.
London
Hart, H. 1990. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Pine, Stanley H. 1998. Kimia Organik II. ITB. Bnadung



Menurut Sukardjo,drs (1984), Katalisator adalah zat yang dapat mengubah
kecepatan reaksi. Hampir semua katalisator mempercepat reaksi (disebut katalisator
positif), hanya sedikit dikenal katalisator yang memperlambat reaksi (disebut katalisator
negatif). Katalisator disebut homogen bila membentuk satu fase dengan pereaksi dan
disebut heterogen bila membentuk dua fase dengan pereaksi.
Dari www.tekmira.com, mineral-mineral dari alam dapat dibuat menjadi katalis dan bahan
pembantu katalis yang kemudian dikenal dengan katalis mineral. Dari www.wikipedia.com,
Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik), karena itu katalis H2SO4
disebut katalis asam mineral. Menurut Juan, dkk (2007) Pada proses esterifikasi katalis
yang banyak digunakan pada awalnya adalah katalis homogen asam donor proton dalam
pelarut organik, seperti H2SO4, HF, H3PO4 dan RSO3H, PTSA.
Katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi adalah katalisator positif karena berfungsi untuk
mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. H2SO4 juga merupakan katalisator
homogen karena membentuk satu fase dengan pereaksi (fase cair). Pemilihan penggunaan
asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator dalam reaksi esterifikasi dikarenakan beberapa
faktor, diantaranya :
Menurut Anonim (2007)
1. Asam sulfat selain bersifat asam juga merupakan agen pengoksidasi yang kuat
Menurut Hendyana (1986)
2. Asam sulfat dapat larut dalam air pada semua kepekatan
3. Reaksi antara asam sulfat dengan air adalah reaksi eksoterm yang kuat
4. Jika air ditambahkan asam sulfat pekat maka ia mampu mendidih
5. Karena afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian terbesar
uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab

Menurut Sukardjo, drs (1984)
6. Konsentrasi ion H+ berpengaruh terhadap kecepatan reaksi
Dari http://tech.dir.groups.yahoo.com
7. Asam sulfat pekat mampu mengikat air (higroskopis), jadi untuk reaksi setimbang yang
menghasilkan air dapat menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah produk)
Dari faktor-faktor di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan asam sulfat
sebagai katalis untuk mempercepat kecepatan reaksi karena reaksi antara asam sulfat
dengan air (proses esterifikasi menghasilkan etil asetat dan air) adalah reaksi eksoterm
yang kuat. Air yang ditambahkan asam sulfat pekat akan mampu mendidih, sehingga suhu
reaksinya akan tinggi. Makin tinggi suhu reaksi, makin banyak molekul yang memiliki
tenaga lebih besar atau sama dengan tenaga aktivasi, hingga makin cepat reaksinya. Katalis
akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah
sehingga nilai konstanta kecepatan reaksi (k) akan semakin besar, sehingga kecepatan
reaksinya juga semakin besar. Selain itu, karena asam sulfat pekat mampu mengikat air
(higroskopis), maka untuk reaksi esterifikasi setimbang yang menghasilkan air, asam sulfat
pekat dapat menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah produk), sehingga produk yang
dihasilkan menjadi lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai