Anda di halaman 1dari 9

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

F6. Upaya Pengobatan Dasar


DERMATITIS KONTAK ALERGI










Disusun Oleh:
dr. Christine Notoningtiyas S.


PUSKESMAS SANGKRAH
KOTA SURAKARTA
JAWA TENGAH
2014


A. LATAR BELAKANG
Jumlah penderita dermatitis kontak alergi (DKA) lebih sedikit dibandingkan
dengan dermatitis kontak iritan (DKI). Hal ini disebabkan karena dermatitis kontak alergi
(DKA) hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). (fkui)
Dalam suatu penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun
2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50 %) menderita
dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya diperkirakan 10-50
kali lipat dari data statistik yang terlihat karena adanya kasus yang tidak dilaporkan.
Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh semakin
meningkatnya perkembangan industri serta jumlah produk yang mengandung bahan
kimia yang dipakai oleh masyarakat.
Penyebab dermatitis kontak alergik (DKA) adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia disebut hapten yang bersifat dapat menembus stratum korneum sehingga
mencapai sel epidermis di bawahnya. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, dosis per unit area, derajat pajanan, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, vehikulum, pH, dan luasnya penetrasi di kulit. Selain itu, faktor
individu yang juga berpengaruh, antara lain keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan
stratum korneum, ketebalan epidermis), dan status imunologik (sedang menderita sakit,
terpajan sinar matahari).
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan
kulit yang timbul. Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila
bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin
dihindari.
Pada laporan ini akan dibahas kasus dermatitis kontak alergi dengan pendekatan
utama edukasi personal sehingga mencegah terulangnya kembali kelainan kulit yang
timbul pada pasien.




B. PERMASALAHAN
I. Identitas Pasien
No register : 330316
Nama : Ny. P
Umur : 34 tahun
Alamat : Semanggi 03/058 Pasar Kliwon
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Periksa : 24 Agustus 2014

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 24 Agustus 2014
1. Keluhan Utama
Gatal di kedua kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul bercak kemerahan di
kedua kaki dan disertai gatal. Pasien sering menggaruk kakinya sepanjang hari
karena gatal sehingga kulitnya menjadi mengelupas. Pasien mengaku sering
memakai sandal jepit. Pasien juga mengaku memakai sandal jepit baru dua
hari sebelum keluhan tersebut muncul.
Pasien telah berobat ke balai pengobatan sebanyak dua kali sejak
keluhan muncul. Di balai pengobatan tersebut pasien diberi salep dan obat
minum sebanyak tiga macam. Namun, bercak kemerahan dan rasa gatal tidak
kunjung berkurang. Pasien juga telah membeli salep sendiri di apotek. Namun
keluhan dirasa tak kunjung membaik dan sering kumat.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat : disangkal
c. Riwayat alergi makanan : (+) udang, ebi, dan ayam
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat diabetes melitus : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat Kebiasaan
Pasien mandi dua kali sehari dengan air sumur dan berganti pakaian 2x sehari.
Pasien sering menggunakan sandal jepit dalam beraktivitas. Namun, dua hari
sebelum keluhan timbul pasien mengaku menggunakan sandal jepit baru.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
c. Riwayat asma, bersin-bersin pagi hari : disangkal
6. Riwayat Gizi
Pasien sehari hari makan dengan nasi sayur tiga kali sehari @ 1 piring
dengan lauk tahu tempe, kadang telur, jarang makan buah dan tidak minum
susu.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama suami dan
anaknya. Saat ini, biaya perawatan pasien menggunakan JKN.

III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2014
1. Keadaan Umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
a. Tensi : 110 / 70 mmHg
b. Nadi : 68 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
c. Pernapasan : 18 x/menit
d. Suhu : afebris
3. Status Gizi
BB = 60 kg
TB = 157 cm
BMI =
2
) 57 , 1 (
60
= 24,34 kg/m
2
(normoweight)
4. Status Dermatologis


Regio dorsum pedis dekstra et sinistra :
Plakat eritema multipel membentuk gambaran bentuk tali sandal dengan erosi
diatasnya, sebagian disertai krusta dan skuama.



5. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-),
pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem
palpebra (-/-), strabismus (-/-), cowong (-/-)
8. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-)
9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
10. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), papil lidah
atropi (-)
11. Leher
JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-).
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan
parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea medio
clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung :spatium intercostale III, linea parasternalis
sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 120 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-),
gallop (-)
Pulmo
Depan
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), Wheezing (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), Wheezing (-)
Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : paru kanan sonor, paru kiri sonor
Batas paru kanan bawah setinggi vertebre thoraks VI
Batas paru kiri bawah setinggi vertebre thoraks VII
Penanjakan diafragma : 5 cm kanan sama dengan kiri
Auskultasi:
Kanan: SDV (+), ST (-), Wheezing (-)
Kiri: SDV (+), ST (-), Wheezing (-)
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak
teraba
14. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
15. Kelenjar getah bening inguinal
tidak membesar
16. Ekstremitas : normal



C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
1. Diagnosis banding :
a. Dermatitis Kontak Alergi
b. Dermatitis Kontak Iritan
c. Dermatitis Atopik
2. Diagnosis kerja : Dermatitis Kontak Alergi et causa sandal jepit
3. Penatalaksanaan :
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul.
Terapi Non-farmakologis:
Terapi non farmakologis meliputi 2 komponen utama, yaitu:
a. Kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan dermatitis kontak alergi.
Menjelaskan kepada pasien bahan alergen apa saja yang dapat memicu penyakit.
Dugaan alergen yang menimbulkan dermatitis kontak alergik dalam kasus ini
adalah bahan karet di sandal jepit. Namun untuk memastikan alergen pemicu
serangan pasien, maka direkomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan
psien serta uji alergi pada kulit (skin prick test).
b. Edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang
penyakitnya. Setelah jenis alergen telah diketahui, pasien perlu diedukasi
mengenai berbagai cara untuk mencegah kekambuhan penyakitnya. Edukasi
juga meliputi menghentikan pemakaian atau kontak dengan zat alergi (sandal
jepit), meningkatkan kebersihan dan kelembapan kulit, terutama kulit kaki, dan
cara penggunaan obat yang tepat.
Terapi famakologis:
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema,
bula atau vesikel, serta eksufatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari.
Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya
cukup dikompres dengan larutan garam faal.


Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah
mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal atau makrolaktam topikal.
\
Terapi farmakologis yang diberikan pada kasus ini adalah:
R/ CTM tab mg 4 No. X
S 3 dd 1 tab
R/ Dexametason tab mg 0,5 No. X
S 3 dd 1 tab
R/ Betametason zalf fl No. X
S 2 dd ue (oles tipis di kulit)
Edukasi yang diberikan kepada pasien:
a. Menghindari faktor pemicu kekambuhan penyakit yakni menghentikan
pemakaian atau kontak dengan zat alergi (sandal jepit).
b. Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi yang gatal.
c. Edukasi untuk meningkatkan kebersihan dan kelembapan kulit, terutama kulit
kaki.
d. Kontrol ke puskesmas untuk mengetahui reaksi pengobatan.

D. MONITORING DAN EVALUASI
Hal-hal yang perlu diawasi dan dievaluasi antara lain adalah bagaimana efek
pengaruh obat terhadap lesi di kulit pasien. Selain itu bagaimana pasien menjaga
higienitas tubuhnya sendiri serta bagaimana pasien menghindari paparan terhadap zat-zat
alergen. Pada kunjungan kedua pasien mengatakan keluhan gatal dan perihnya telah
berkurang, meskipun bekas lesi di kulitnya masih sedikit tampak.

Surakarta, 24 September 2014

Dokter Internsip Dokter Pendamping


dr. Christine Notoningtiyas S. dr. Heri Wijanarko, Msi.

Anda mungkin juga menyukai