Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku
bangsa Negroid merupakan masyarakat rumpun dan hidup dari bercocok tanam berpindah pindah di ladang tanpa meggunakan irigasi maupun bajak. Tanaman pokok mereka adalah keladi, ubi jalar, dan pisang (tanaman asli Asia Tenggara), gandum sudan gandum eleusine(tanaman asli Ethiopia), jagung, dan singkong(tanaman asli Amerika). Peternakan yang tidak menghasilkan susu, tidak penting, dan menghilang makin ke arah selatan. Ciri ciri mencolok dari kebudayaan kebudayaan di daerah ini antara lain : pembayaran mas kawin dengan alat alat besi; pola perkampungan yang menyebar luas; bentuk rumah bergaya sudan, dan makin ke arah selatan, berubah menjadi betuk rumah persegi dengan atap berbentuk piramida berpuncak tinggi (gaya Bantu 14 ); tidak adanya bentuk bentuk organisasi sosial yang lebih tinggi dari desa, yaitu yang misalnya berupa federasi desa atau negara dengan beberapa pengecualian seperti pada suku bangsa Mangbetu, Azande, dan beberapa yang lain. 8. Daerah kebudayaan Hulu Sungai Nil. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan bermasyarakat rumpun yang berdasarkan peternakan menetap (tidak mengembara) di daerah daerah sabana di Sudan Selatan. Sapi merupakan binatang peliharaan yang terpenting, ditambah dengan pertanian sebagai mata pencarian bantu, Suku suku bangsa pemangku kebudayaan kebudayaan tersebut mempunyai ciri ras N egroid yang lazim, tetapi ciri ciri fisik yang sangat mencolok, yaitu tubuh tinggi ramping luar biasa. Selain keseragaman ciri ciri fisik yang biasanya disebut ciri ciri Nilote, suku suku bangsa di daerah ini juga seragam mengenai bahasa bahasa mereka. 9. Daerah kebudayaan Tanduk Afrika. Daerah kebudayaan ini meliputi suku suku bangsa bermasyarakat pedesaan yang hidup dari peternakan dan bercocok tanam intensif dengan irigasi dan bajak di lembah lembah sungai dataran tinggi Ethiopia. Kebudayaan dan rakyat petani pedesaan yang mempunyai ciri ciri ras Kaukasoid tetapi berbahasa Semit, berorientasi kepada peradaban peradaban lebih tinggi berpusat di kota kota, dan yang berdasarkan agama Nasrani Yunani. 10. Daerah kebudayaan Pantai Guinea. Daerah kebudayaan ini meliputi suku suku bangsa bermasyarakat petani pedesaan dengan ciri ciri ras Negroid. Hidup dari berladang berpindah pindah di hutan rimba tropis, tanpa irigasi dan bajak. Tanaman pokoknya pada beberapa suku bangsa adalah gandum Sudan, sedangkan pada suku suku bangsa lainnyatanaman pokoknya adalah tanaman Asia Tenggara (keladi, ubi jalar, dan pisang), dan pada suku suku bangsa lain lagi tanaman pokoknya adalah tanaman Amerika (ubi manis, dan jagung). Peternakan, walaupun kadang kadang ada, tetapi bukan merupakan mata pencarian penting. Kebudayaan rakyat pedesaan ini berorientasi kepada peradaban kota yang merupakan pusat pusat dari kerajaan kerajaan kecil. Raja raja dari negara negara kecil ini dianggap keramat, dan hidup dengan suatu sistem adat istiadat upacara istana yang luar biasa kompleks. Jumlah pejabat pejabat istana sangat banyak dan ada tiga jabatan ratu yang sangat penting, yaitu ratu ibu raja, ratu istri utama raja, dan ratu kakak raja. Contoh dari kerajaan kerajaan kecil itu misalnya Dahomey, Ashanti (di Ghana sekarang bagian selatan), 15 Ife (suku bangsa Yuroba di Nigeria Selatan), dan Benin (suku bangsa Edo di Nigeria 14 Istilah Bantu (atau Bantoid) adalah sebutan bagi suatu keluarga bahasa Afrika yang tersebar luas di Afrika Selatan Sahara. 15 Ada juga negara Ghana Kuno yang tidak terletek di wilayah negara Ghana sekarang. dengan atap gaya Bantu. Selain suku suku bangsa petani pedesaan tersebut, ada pula yang bersifat masyarakat rumpun dan yang tidak terorientasi pada peradaban peradaban yang tinggi. Selatan). Kedua kerajaan yang disebut terakhir telah menghasilkan suatu seni patung perunggu yang sangat mengagumkan keindahan dan kesempurnaannya. Ciri ciri mencolok dari kebudayaan petani di desa antara lain : sistem tingkat umur dengan upacara inisiasi berat dan fungsi fungsi sosial yang khas; perkumpulan desa yang mengelompok padat dengan rumah rumah berbentuk persegi, dengan atap gaya Bantu. Selain suku suku bangsa petani pedesaan tersebut, ada pula yang bersifat masyarakat rumpun dan yang tidak terorientasi pada peradaban peradaban yang tinggi. 11. Daerah kebudayaan Bantu Khatulistiwa. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup dari peladangan berpindah pindah di hutan rimba tropis, tanpa irigasi dan bajak. Tanaman pokoknya adalah keladi, ubi jalar, dan pisang(tanaman Asia Tenggara), walaupun merekajuga menanam gandum Sudan sebagai tanaman tambahan. Peternakan praktis tidak ada. 16 Ciri ciri yang mencolok adalah adat bride service 17 untuk mendapat mas kawin istri (mas kawin tidak dikenaloleh sebagian besar suku suku bangsa di daerah ini; adanya dahulu adat kanibalisme), 18 pola perkampungan pada umumnya berupa desa desa yang mengelompok padat dengan rumah rumah gaya Bantu walaupun sebagian besar dari suku suku bangsa tidak mengenal sistem kenegaraa, suatu pengecualian adalah suku bangsa Baluba, yang dalam abad ke-17 mendirikan suatu negara Baluba yang kuat. 12. Daerah kebudayaan BantuDanau danau. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku bangsa bermasyarakat petani pedesaan yang hidup dari pertanian intensif menetap dengan irigasi di lereng lereng pegunungan yang dikelilingi oleh danau danau besar, seperti Danau Victoria, Kioga, Albert, Edward, Kivu, dan Tanganyika. Kebudayaan petani pedesaan ini berorientasi pada peradaban tinggi dikota kota pusat kerajaan orang Negro seperti Nega Beganda, Ruanda, dan Urundi, yang dalam strukturnya ternyata mendapat pengaruh banyak dari struktur kerajaan kerajaan di daerah Tanduk Afrika. Selain bercocok tanam, rakyat di desa desa juga beternak sapi yang diperah susunya untuk dibuat mentega dan keju. Memerah dan mengolah susu adalah eksklusif pekerjaan pria. Di beberapa negara seperti Belanda, ada kebiasaan untuk menyerahkan peternakan kepada orang Nilote dari suku bangsa Bahima yang telah bermigrasi dari daerah hulu selatan Sungai Nil, masuk ke daerah danau danau sejak beberapa abad yang lalu. Ciri ciri yang mencolok adalah pembayaran mas kawin dengan ternak; sistem tingkat umur yang lengkap dengan upacara inisiasi yang lompleks; dan fungsi fungsi sosial yang luas; pola perkampungan berupa desa terpencar dengan rumah rumah yang mempunyai gaya yang khusus , yaitu bentuk sarang lebah. 13. Daerah kebudayaan Bantu timur. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan kebudayaan suku suku bangsa bermasyarakat rumpun. Mereka hidup dari pertanian intensif menetap dengan irigasi. Gandum Sudan sebagai tanaman pokok (pada beberapa suku bangsa di Tanganyika dengan padi sebagai tanaman pokok, dan tanaman tanaman Asia Tenggara lainnya), ditambah dengan tanaman Ethiopia. Mata pencaharian tambahan yang penting adalah peternakan sapi yang diperah susunya untuk membuat mentega dan keju. Ciri ciri yang mencolok adalah : mas kawin yang 16 Kalau kiti perhatikanpeta 5, maka tampak bahwa daerah daerah kebudayaan yang sama sekali tidak atau hanya sedikit mempunyai peternakan, sebagian besar merupakan daerah daerah yang jatuh dalam wilayah penyebaran lalat tsetse. Seekor yang membawa penyakit yang sangat berbahaya untuk manusia, maupun untuk ternak. 17 Adat untuk pria yang melamar seorang gadis dengan wajib bekerja dahulu untuk keluarga si gadis. 18 Adat makan daging manusia. dibayar dengan ternak, dan sistem tingakt umur dengan upacara inisiasi. Daerah kebudayaan Bantu Timur didatangi oleh suku suku bangsa Nilote sudah sejak lebih dari satu abad yang lalu. Mereka bermigrasi dari daerah hulu selatan Sungai Nil, ke daerah daerah sabana yang subur di Kenya. Suku suku bangsa itu adalah suku bangsa Kipsigi, Samburu, dan Masai. 14. Daerah kebudayaan Bantu Tengah. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku bangsa yang sebagian besar bermasyarakat rumpun dan hidup dari peladangan berpindah di hutan rimba atau di daerah sabana. Tanaman pokok mereka adalah jagung, kacang kacangan, dan singkong (tanaman Amerika), walaupun ada juga yang menanam gandum Sudan sebagai tanaman tambahan. Peternakan, praktis tidak ada. Kebudayaan rakyat petan pedesaaanterorientasi pada negara negara pribumi yang banyak terdapat di daerah ini seperti, Bakongo, Chokwe, Kimbundu, Bemba, dan lain lain. Pola perkampungan tidak sama bagi semua suku bangsa di seluruh daerah. Ada yang berupa desa desa mengelompok padat, sedangkan bentuk rumahnya bergaya Sudan, dan suku suku bangsa di bagian barat gaya rumahnya adalah gaya sarang lebah. 15. Daerah kebudayaan Bantu Barat Daya. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaansuku suku bangsa yang berdasarkan masyarakatrumpun dan hidup dari peladangan berpindah, tanpa irigasi maupun bajak. Tanaman pokok mereka adalah gandum Sudan, sedangkan tanaman Asia Tenggara di daerah kebudayaan ini mulai banayak terdapat lagi. Mata pencarian hidup tambahan yang sama pentingnya adalah peternakan sapi untuk diambil susunya bahan pembuat mentega dan keju. Berbeda dengan di daerah daerah peternakan di Afrika Timur, memerah susu sapi tidak pantang bagi wanita, dan di bagian selatan daerah kebudayaan ini, memerah susu sapi malahan khusus merupakan pekerjaan wanita. Makin kearah selatan peternakan menjadi makin penting, dan sampai pada suku bangsa Herero di bagian paling selatan, peternakan menjadi satu satunya mata pencarian tanpa bercocok tanam. Suatu ciri mencolok adalah pemeliharaan sapi keramat, suatu pasangan sapi dengan anak anak sapinya yang beralih turun temurun secara patrilineal. Pemeliharaan sapi keramat dilakukan dengan berbagai upacara. Pola perkampungan merupakan desa desa yang mengelompok padat, dengan rumah rumah yang dibangun dalam lingkaran lingkaran konsentris, dengan lapangan di tengah tengahnya untuk pertemuan desa atau untuk melakukan upacara bersama. Gaya bentuk rumah adalah rumah lingkaran silinder, melingkar atau bujursangkar, berdinding rendah, tetapi dengan atap berbentuk kerucut yang sangat tinggi (berbeda dengan rumah gaya Sudan, yang mempunyai dinding silinder lebih tinggi dengan atap kerucut lebih rendah). 16. Daerah kebudayaan Bantu tenggara. Daerah ini meliputi kebudayaan suku suku bangsa yang bagian utara berdasarkan masyarakat rumpun, tetapi di bagian selatan (Natal, Basutoland) berdasarkan masyarakat petani pedesaan yang berorientasi pada kebudayaan kerajaan kerajaan peternak seperti kerajaan Zulu, Lovendu, dan Bavenda. Beberapa raja dari suku bangsa Ngoni, yang sejak lebih kurang tahun 1820 mengembara dari Natal ke arah Utara melalui Danau Nyasa dan Tanganyika, sampai mendekati Danau Victoria di Kenya, lalu kembali mengembara ke selatan, dan menetap di sebelah barat Danau Nyasa di negara Malawi masa kini. Mata pencarian hidup suku suku bangsa di utara terutama bercocok tanam menetap, tetapi tanpa irigasi dan jagung sebagai tanaman pokok (gandum gandum Sudan muali jarang di daerah ini, tanaman Asia Tenggara tidak ada). Peternakan yang di bagian utara hanya mata pencarian tambahan, makin ke selatan menjadi bertambah penting untuk dimakan hasil susunya, untuk gengsi, dan untuk investasi kekayaan.pola perkampungan desa adalahlingkaran konsentris, dengan sebuah lapangan di tengahnya untuk mengandangkan ternak apabila sedang tidak digembala. Bentuk rumah rumah sama seperti pada suku suku bangsa di daerah kebudayaan Bantu Barat Daya. 17. Daerah kebudayaan Choisan. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku bangsa yang hidup mengembara dari berburu dan meramu (bushmen), tetapi ada pula yang hidup daripeternakan (hottentot). Ciri ciri ras suku suku bangsa di daerah kebudayaan ini sangat berbeda dengan ras apa pun di dunia sehingga ahli antropologi fisk mengkelaskan mereka sebagai suatu ras manusia yang khusus, yaitu ras bushmen, yang tidakdapat digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga ras pokok, yaitu Kaukasoid, Mongolid,dan Negroid. Ras bushmen di Afrika Selatan ini rupa rupanya merupakan sisa sisa dari suatu bentuk manusia yang sangat tua dan yang puluhan ribu tahun yang silam tersebar luas di seluruh Afrika Timur sampai perbatasan daerah Tanduk Afrika. Oleh para ahli prehistori mereka diasosiasikan dengan suatu gaya kebudayaan Paleolitik yang dinamakan gaya stillbay. 18. Daerah kebudayaan Madagaskar. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku bangsa bermasyarakat rumpun di daerah pantai Timur hidup dari peladangan berpindah tanpa irigasi dan bajak, dilereng lereng Timur dari deret Pegunungan Tengah yang hidup dari bercocok tanam dengan irigasi tanpa bajak, dan menanam padi sebagai tanaman pokok; suku suku bangsa di tanah rendah sebelah barat hidup dari peternakan, ditambah dengan sedikit bercocok tanam. Ciri ciri fisik penduduk Madagaskar pada dasarnya adalah ciri ciri ras Malayan Mongolid ( seperti penduduk Asianesia, yaitu penduduk kepulauan Asia seperti Indonesia), yang paling jelas tampak pada penduduk dataran tinggi tengah, dan di samping itu ada pula banyak ciri fisik tambahan unsur unsur Negroid yang jelas tampak di pantai pantai, dan unsur Kaukasoid (Arab dan Eropa Mediteran) yang paling jelas tampak di bagian tenggara. Bahasa dari suku suku bangsa di Madagaskar adalah relatif seragam, dan terdiri dari logat logat dan variasi variasi dari satu bahasa, yaitu bahasa Malagasi. Bahasa ini mengenai strukturnya termasuk keluarga bahasa bahasa Austronesia, sedang secara leksikografi terdiri dari kata kata Bantu dan Arab. Di sebelah barat laut, bahasa Swahili berkuasa, sedang di bagian tenggara yang terpenting adalah bahasa Arab. Satu suku bangsa, yaitu Imerina (atau Hova) di dataran tinggi tengah, telah mengembangkan suatu sistem kenegaraan, meskipun menurut ciri ciri ras mereka paling dekat dengan orang Asianesia, dan dalam hukum adat rakyat di desa desa katanya terdapat persamaan unsur dengan hukum adat rakyat pedesaan di Indonesia, tetapi struktur negara Imerina menunjukkan banyak unsur struktur negara negara di daerah kebudayaan Tanduk Afrika. G. Daerah daerah Kebudayaan di Asia A.L.Kroeber 19 membagi Benua Asia ke dalam daerah daerah kebudayaan. Pembagian itu sebenarnya masih bersifat kasar sekali dan lebih berdasarkan common sense daripada analisis dan perbandingan unsur unsur kebudayaan secara mendalam dan meluas. 19 Lihat A.L. Kroeber, Culture Groupings in Asia. Shouthwestern Jounal of Anthropology III, 1947: hlm.322-330.
Pada hakikatnya suatu benua besar seperti Asia terlampau besar dalam perbedaan sifat sifatnya untuk dapat dibagi ke dalam daerah daerah kebudayaan. Baru kalau kita ambil bagian bagian khusus dari benua itu, misalnya Asia Barat Daya, Siberia, Asia selatan, atau daerah lain yang mengklasifikasikan beragam kebudayaan dalam bagian bagian khusus itu ke dalam daerah daerah kebudayaan, maka baru klasifikasi serupa itu ada artinya. Peta 6: Daerah daerah Kebudayaan di Benua Asia
Dalam bab ini penulis membagi kawasan Asia menurut pembagian Kroeber dengan beberapa perubahan, ke dalam tujuh bagian (Peta 6) yaitu: 1. Daerah kebudayaan Asia Tenggara 2. Daerah kebudayaan Asia Selatan 3. Daerah kebudayaan Asia Barat Daya 4. Daerah kebudayaan Cina 5. Daerah kebudayaan Stepa Asia Tengah 6. Daerah kebudayaan Siberia 7. Daerah kebudayaan Asia Timur Laut Dari tiap daerah kebudayaan tersebut, digambarkan peta peta dengan lokasi suku suku bangsa yang terpenting tersebar di kawasan itu. Peta peta suku bangsa di Asia Tenggara, yaitu Filipina dan Indonesia (termasuk Irian Jaya) tercantum di Lampiran I, II, III dan IV di halaman belakang buku ini. H. Suku suku Bangsa di Indonesia Seorang ahli antropologi biasanya selain memilih suatu kejuruan mengenai satu subilmu dalam antropologi (ahli paleoantropologi, ahli antropologi fisik, ahli etnologi ahli antropologi sosial dan sebagainya),