Anda di halaman 1dari 5

7. Daerah kebudayaan Afrika Tengah.

Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku


bangsa Negroid merupakan masyarakat rumpun dan hidup dari bercocok tanam berpindah pindah
di ladang tanpa meggunakan irigasi maupun bajak. Tanaman pokok mereka adalah keladi, ubi jalar,
dan pisang (tanaman asli Asia Tenggara), gandum sudan gandum eleusine(tanaman asli Ethiopia),
jagung, dan singkong(tanaman asli Amerika). Peternakan yang tidak menghasilkan susu, tidak
penting, dan menghilang makin ke arah selatan. Ciri ciri mencolok dari kebudayaan kebudayaan
di daerah ini antara lain : pembayaran mas kawin dengan alat alat besi; pola perkampungan yang
menyebar luas; bentuk rumah bergaya sudan, dan makin ke arah selatan, berubah menjadi betuk
rumah persegi dengan atap berbentuk piramida berpuncak tinggi (gaya Bantu
14
); tidak adanya
bentuk bentuk organisasi sosial yang lebih tinggi dari desa, yaitu yang misalnya berupa federasi
desa atau negara dengan beberapa pengecualian seperti pada suku bangsa Mangbetu, Azande, dan
beberapa yang lain.
8. Daerah kebudayaan Hulu Sungai Nil. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan bermasyarakat
rumpun yang berdasarkan peternakan menetap (tidak mengembara) di daerah daerah sabana di
Sudan Selatan. Sapi merupakan binatang peliharaan yang terpenting, ditambah dengan pertanian
sebagai mata pencarian bantu, Suku suku bangsa pemangku kebudayaan kebudayaan tersebut
mempunyai ciri ras N egroid yang lazim, tetapi ciri ciri fisik yang sangat mencolok, yaitu tubuh
tinggi ramping luar biasa. Selain keseragaman ciri ciri fisik yang biasanya disebut ciri ciri Nilote,
suku suku bangsa di daerah ini juga seragam mengenai bahasa bahasa mereka.
9. Daerah kebudayaan Tanduk Afrika. Daerah kebudayaan ini meliputi suku suku bangsa
bermasyarakat pedesaan yang hidup dari peternakan dan bercocok tanam intensif dengan irigasi
dan bajak di lembah lembah sungai dataran tinggi Ethiopia. Kebudayaan dan rakyat petani
pedesaan yang mempunyai ciri ciri ras Kaukasoid tetapi berbahasa Semit, berorientasi kepada
peradaban peradaban lebih tinggi berpusat di kota kota, dan yang berdasarkan agama Nasrani
Yunani.
10. Daerah kebudayaan Pantai Guinea. Daerah kebudayaan ini meliputi suku suku bangsa
bermasyarakat petani pedesaan dengan ciri ciri ras Negroid. Hidup dari berladang berpindah
pindah di hutan rimba tropis, tanpa irigasi dan bajak. Tanaman pokoknya pada beberapa suku
bangsa adalah gandum Sudan, sedangkan pada suku suku bangsa lainnyatanaman pokoknya
adalah tanaman Asia Tenggara (keladi, ubi jalar, dan pisang), dan pada suku suku bangsa lain lagi
tanaman pokoknya adalah tanaman Amerika (ubi manis, dan jagung). Peternakan, walaupun kadang
kadang ada, tetapi bukan merupakan mata pencarian penting. Kebudayaan rakyat pedesaan ini
berorientasi kepada peradaban kota yang merupakan pusat pusat dari kerajaan kerajaan kecil.
Raja raja dari negara negara kecil ini dianggap keramat, dan hidup dengan suatu sistem adat
istiadat upacara istana yang luar biasa kompleks. Jumlah pejabat pejabat istana sangat banyak dan
ada tiga jabatan ratu yang sangat penting, yaitu ratu ibu raja, ratu istri utama raja, dan ratu kakak
raja. Contoh dari kerajaan kerajaan kecil itu misalnya Dahomey, Ashanti (di Ghana sekarang bagian
selatan),
15
Ife (suku bangsa Yuroba di Nigeria Selatan), dan Benin (suku bangsa Edo di Nigeria
14
Istilah Bantu (atau Bantoid) adalah sebutan bagi suatu keluarga bahasa Afrika yang tersebar luas di Afrika
Selatan Sahara.
15
Ada juga negara Ghana Kuno yang tidak terletek di wilayah negara Ghana sekarang.
dengan atap gaya Bantu. Selain suku suku bangsa petani pedesaan tersebut, ada pula yang bersifat
masyarakat rumpun dan yang tidak terorientasi pada peradaban peradaban yang tinggi.
Selatan). Kedua kerajaan yang disebut terakhir telah menghasilkan suatu seni patung perunggu yang
sangat mengagumkan keindahan dan kesempurnaannya. Ciri ciri mencolok dari kebudayaan petani
di desa antara lain : sistem tingkat umur dengan upacara inisiasi berat dan fungsi fungsi sosial yang
khas; perkumpulan desa yang mengelompok padat dengan rumah rumah berbentuk persegi,
dengan atap gaya Bantu. Selain suku suku bangsa petani pedesaan tersebut, ada pula yang
bersifat masyarakat rumpun dan yang tidak terorientasi pada peradaban peradaban yang tinggi.
11. Daerah kebudayaan Bantu Khatulistiwa. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku
suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup dari peladangan berpindah pindah di hutan rimba
tropis, tanpa irigasi dan bajak. Tanaman pokoknya adalah keladi, ubi jalar, dan pisang(tanaman Asia
Tenggara), walaupun merekajuga menanam gandum Sudan sebagai tanaman tambahan. Peternakan
praktis tidak ada.
16
Ciri ciri yang mencolok adalah adat bride service
17
untuk mendapat mas kawin
istri (mas kawin tidak dikenaloleh sebagian besar suku suku bangsa di daerah ini; adanya dahulu
adat kanibalisme),
18
pola perkampungan pada umumnya berupa desa desa yang mengelompok
padat dengan rumah rumah gaya Bantu walaupun sebagian besar dari suku suku bangsa tidak
mengenal sistem kenegaraa, suatu pengecualian adalah suku bangsa Baluba, yang dalam abad ke-17
mendirikan suatu negara Baluba yang kuat.
12. Daerah kebudayaan BantuDanau danau. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku
suku bangsa bermasyarakat petani pedesaan yang hidup dari pertanian intensif menetap dengan
irigasi di lereng lereng pegunungan yang dikelilingi oleh danau danau besar, seperti Danau
Victoria, Kioga, Albert, Edward, Kivu, dan Tanganyika. Kebudayaan petani pedesaan ini berorientasi
pada peradaban tinggi dikota kota pusat kerajaan orang Negro seperti Nega Beganda, Ruanda, dan
Urundi, yang dalam strukturnya ternyata mendapat pengaruh banyak dari struktur kerajaan
kerajaan di daerah Tanduk Afrika. Selain bercocok tanam, rakyat di desa desa juga beternak sapi
yang diperah susunya untuk dibuat mentega dan keju. Memerah dan mengolah susu adalah eksklusif
pekerjaan pria. Di beberapa negara seperti Belanda, ada kebiasaan untuk menyerahkan peternakan
kepada orang Nilote dari suku bangsa Bahima yang telah bermigrasi dari daerah hulu selatan Sungai
Nil, masuk ke daerah danau danau sejak beberapa abad yang lalu. Ciri ciri yang mencolok adalah
pembayaran mas kawin dengan ternak; sistem tingkat umur yang lengkap dengan upacara inisiasi
yang lompleks; dan fungsi fungsi sosial yang luas; pola perkampungan berupa desa terpencar
dengan rumah rumah yang mempunyai gaya yang khusus , yaitu bentuk sarang lebah.
13. Daerah kebudayaan Bantu timur. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan kebudayaan
suku suku bangsa bermasyarakat rumpun. Mereka hidup dari pertanian intensif menetap dengan
irigasi. Gandum Sudan sebagai tanaman pokok (pada beberapa suku bangsa di Tanganyika dengan
padi sebagai tanaman pokok, dan tanaman tanaman Asia Tenggara lainnya), ditambah dengan
tanaman Ethiopia. Mata pencaharian tambahan yang penting adalah peternakan sapi yang diperah
susunya untuk membuat mentega dan keju. Ciri ciri yang mencolok adalah : mas kawin yang
16
Kalau kiti perhatikanpeta 5, maka tampak bahwa daerah daerah kebudayaan yang sama sekali
tidak atau hanya sedikit mempunyai peternakan, sebagian besar merupakan daerah daerah yang
jatuh dalam wilayah penyebaran lalat tsetse. Seekor yang membawa penyakit yang sangat
berbahaya untuk manusia, maupun untuk ternak.
17
Adat untuk pria yang melamar seorang gadis dengan wajib bekerja dahulu untuk keluarga si gadis.
18
Adat makan daging manusia.
dibayar dengan ternak, dan sistem tingakt umur dengan upacara inisiasi. Daerah kebudayaan
Bantu Timur didatangi oleh suku suku bangsa Nilote sudah sejak lebih dari satu abad yang lalu.
Mereka bermigrasi dari daerah hulu selatan Sungai Nil, ke daerah daerah sabana yang subur di
Kenya. Suku suku bangsa itu adalah suku bangsa Kipsigi, Samburu, dan Masai.
14. Daerah kebudayaan Bantu Tengah. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku
bangsa yang sebagian besar bermasyarakat rumpun dan hidup dari peladangan berpindah di hutan
rimba atau di daerah sabana. Tanaman pokok mereka adalah jagung, kacang kacangan, dan
singkong (tanaman Amerika), walaupun ada juga yang menanam gandum Sudan sebagai tanaman
tambahan. Peternakan, praktis tidak ada. Kebudayaan rakyat petan pedesaaanterorientasi pada
negara negara pribumi yang banyak terdapat di daerah ini seperti, Bakongo, Chokwe, Kimbundu,
Bemba, dan lain lain. Pola perkampungan tidak sama bagi semua suku bangsa di seluruh daerah.
Ada yang berupa desa desa mengelompok padat, sedangkan bentuk rumahnya bergaya Sudan, dan
suku suku bangsa di bagian barat gaya rumahnya adalah gaya sarang lebah.
15. Daerah kebudayaan Bantu Barat Daya. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaansuku suku
bangsa yang berdasarkan masyarakatrumpun dan hidup dari peladangan berpindah, tanpa irigasi
maupun bajak. Tanaman pokok mereka adalah gandum Sudan, sedangkan tanaman Asia Tenggara di
daerah kebudayaan ini mulai banayak terdapat lagi. Mata pencarian hidup tambahan yang sama
pentingnya adalah peternakan sapi untuk diambil susunya bahan pembuat mentega dan keju.
Berbeda dengan di daerah daerah peternakan di Afrika Timur, memerah susu sapi tidak pantang
bagi wanita, dan di bagian selatan daerah kebudayaan ini, memerah susu sapi malahan khusus
merupakan pekerjaan wanita. Makin kearah selatan peternakan menjadi makin penting, dan sampai
pada suku bangsa Herero di bagian paling selatan, peternakan menjadi satu satunya mata
pencarian tanpa bercocok tanam. Suatu ciri mencolok adalah pemeliharaan sapi keramat, suatu
pasangan sapi dengan anak anak sapinya yang beralih turun temurun secara patrilineal.
Pemeliharaan sapi keramat dilakukan dengan berbagai upacara. Pola perkampungan merupakan
desa desa yang mengelompok padat, dengan rumah rumah yang dibangun dalam lingkaran
lingkaran konsentris, dengan lapangan di tengah tengahnya untuk pertemuan desa atau untuk
melakukan upacara bersama. Gaya bentuk rumah adalah rumah lingkaran silinder, melingkar atau
bujursangkar, berdinding rendah, tetapi dengan atap berbentuk kerucut yang sangat tinggi (berbeda
dengan rumah gaya Sudan, yang mempunyai dinding silinder lebih tinggi dengan atap kerucut lebih
rendah).
16. Daerah kebudayaan Bantu tenggara. Daerah ini meliputi kebudayaan suku suku bangsa yang
bagian utara berdasarkan masyarakat rumpun, tetapi di bagian selatan (Natal, Basutoland)
berdasarkan masyarakat petani pedesaan yang berorientasi pada kebudayaan kerajaan kerajaan
peternak seperti kerajaan Zulu, Lovendu, dan Bavenda. Beberapa raja dari suku bangsa Ngoni, yang
sejak lebih kurang tahun 1820 mengembara dari Natal ke arah Utara melalui Danau Nyasa dan
Tanganyika, sampai mendekati Danau Victoria di Kenya, lalu kembali mengembara ke selatan, dan
menetap di sebelah barat Danau Nyasa di negara Malawi masa kini.
Mata pencarian hidup suku suku bangsa di utara terutama bercocok tanam menetap,
tetapi tanpa irigasi dan jagung sebagai tanaman pokok (gandum gandum Sudan muali jarang di
daerah ini, tanaman Asia Tenggara tidak ada). Peternakan yang di bagian utara hanya mata
pencarian tambahan, makin ke selatan menjadi bertambah penting untuk dimakan hasil susunya,
untuk gengsi, dan untuk investasi kekayaan.pola perkampungan desa adalahlingkaran konsentris,
dengan sebuah lapangan di tengahnya untuk mengandangkan ternak apabila sedang tidak
digembala. Bentuk rumah rumah sama seperti pada suku suku bangsa di daerah kebudayaan
Bantu Barat Daya.
17. Daerah kebudayaan Choisan. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku suku bangsa
yang hidup mengembara dari berburu dan meramu (bushmen), tetapi ada pula yang hidup
daripeternakan (hottentot). Ciri ciri ras suku suku bangsa di daerah kebudayaan ini sangat
berbeda dengan ras apa pun di dunia sehingga ahli antropologi fisk mengkelaskan mereka sebagai
suatu ras manusia yang khusus, yaitu ras bushmen, yang tidakdapat digolongkan ke dalam salah satu
dari ketiga ras pokok, yaitu Kaukasoid, Mongolid,dan Negroid. Ras bushmen di Afrika Selatan ini
rupa rupanya merupakan sisa sisa dari suatu bentuk manusia yang sangat tua dan yang puluhan
ribu tahun yang silam tersebar luas di seluruh Afrika Timur sampai perbatasan daerah Tanduk Afrika.
Oleh para ahli prehistori mereka diasosiasikan dengan suatu gaya kebudayaan Paleolitik yang
dinamakan gaya stillbay.
18. Daerah kebudayaan Madagaskar. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku bangsa
bermasyarakat rumpun di daerah pantai Timur hidup dari peladangan berpindah tanpa irigasi dan
bajak, dilereng lereng Timur dari deret Pegunungan Tengah yang hidup dari bercocok tanam
dengan irigasi tanpa bajak, dan menanam padi sebagai tanaman pokok; suku suku bangsa di tanah
rendah sebelah barat hidup dari peternakan, ditambah dengan sedikit bercocok tanam. Ciri ciri fisik
penduduk Madagaskar pada dasarnya adalah ciri ciri ras Malayan Mongolid ( seperti penduduk
Asianesia, yaitu penduduk kepulauan Asia seperti Indonesia), yang paling jelas tampak pada
penduduk dataran tinggi tengah, dan di samping itu ada pula banyak ciri fisik tambahan unsur
unsur Negroid yang jelas tampak di pantai pantai, dan unsur Kaukasoid (Arab dan Eropa
Mediteran) yang paling jelas tampak di bagian tenggara. Bahasa dari suku suku bangsa di
Madagaskar adalah relatif seragam, dan terdiri dari logat logat dan variasi variasi dari satu
bahasa, yaitu bahasa Malagasi. Bahasa ini mengenai strukturnya termasuk keluarga bahasa bahasa
Austronesia, sedang secara leksikografi terdiri dari kata kata Bantu dan Arab. Di sebelah barat laut,
bahasa Swahili berkuasa, sedang di bagian tenggara yang terpenting adalah bahasa Arab.
Satu suku bangsa, yaitu Imerina (atau Hova) di dataran tinggi tengah, telah mengembangkan
suatu sistem kenegaraan, meskipun menurut ciri ciri ras mereka paling dekat dengan orang
Asianesia, dan dalam hukum adat rakyat di desa desa katanya terdapat persamaan unsur dengan
hukum adat rakyat pedesaan di Indonesia, tetapi struktur negara Imerina menunjukkan banyak
unsur struktur negara negara di daerah kebudayaan Tanduk Afrika.
G. Daerah daerah Kebudayaan di Asia
A.L.Kroeber
19
membagi Benua Asia ke dalam daerah daerah kebudayaan. Pembagian itu
sebenarnya masih bersifat kasar sekali dan lebih berdasarkan common sense daripada analisis dan
perbandingan unsur unsur kebudayaan secara mendalam dan meluas.
19
Lihat A.L. Kroeber, Culture Groupings in Asia. Shouthwestern Jounal of Anthropology III, 1947:
hlm.322-330.

Pada hakikatnya suatu benua besar seperti Asia terlampau besar dalam perbedaan sifat sifatnya
untuk dapat dibagi ke dalam daerah daerah kebudayaan. Baru kalau kita ambil bagian bagian
khusus dari benua itu, misalnya Asia Barat Daya, Siberia, Asia selatan, atau daerah lain yang
mengklasifikasikan beragam kebudayaan dalam bagian bagian khusus itu ke dalam daerah
daerah kebudayaan, maka baru klasifikasi serupa itu ada artinya.
Peta 6:
Daerah daerah Kebudayaan di Benua Asia

Dalam bab ini penulis membagi kawasan Asia menurut pembagian Kroeber dengan
beberapa perubahan, ke dalam tujuh bagian (Peta 6) yaitu:
1. Daerah kebudayaan Asia Tenggara
2. Daerah kebudayaan Asia Selatan
3. Daerah kebudayaan Asia Barat Daya
4. Daerah kebudayaan Cina
5. Daerah kebudayaan Stepa Asia Tengah
6. Daerah kebudayaan Siberia
7. Daerah kebudayaan Asia Timur Laut
Dari tiap daerah kebudayaan tersebut, digambarkan peta peta dengan lokasi suku suku
bangsa yang terpenting tersebar di kawasan itu. Peta peta suku bangsa di Asia Tenggara, yaitu
Filipina dan Indonesia (termasuk Irian Jaya) tercantum di Lampiran I, II, III dan IV di halaman
belakang buku ini.
H. Suku suku Bangsa di Indonesia
Seorang ahli antropologi biasanya selain memilih suatu kejuruan mengenai satu subilmu
dalam antropologi (ahli paleoantropologi, ahli antropologi fisik, ahli etnologi ahli antropologi sosial
dan sebagainya),

Anda mungkin juga menyukai