0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
16 tayangan4 halaman
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
Menata Senja Cerpen: Adek Alwi Dua puluh tahun lalu ia tinggalkan kota itu. Dua puluh tahun setelah pergi dia balik ke situ. Dilihatnya perempuan itu masih di tempat yang dulu; di lepau simpang tiga. Seperti dia perempuan itu pun telah berangkat tua, walau belum setua perempuan tua yang selalu kelihatan di lepau itu, dua puluh tahun lalu. Perempuan tua itu sendiri sekarang tak tampak lagi. Lelaki tua suami perempuan tua itu pun tidak. Kini, seorang gadis dia lihat bergerak lincah-riang di lepau itu, persis perempuan yang berangkat tua itu dua puluh tahun yang lalu. Ia menarik napas, seraya terus menatap ke lepau itu dari trotoar seberang alan. !ngin bertiup perlahan, daun-daun tua luruh melayang dan selembar atuh menyentuh bahunya seakan-akan menyapa. Lelaki berangkat tua itu bak diingatkan. Ia tersenyum, beralan menyeberang alan. "ukan hanya daun yang berubah kuning dan menadi tua, bisiknya sambil beralan. #api beda dengan daun-daun yang tetap cabik ataupun burik bahkan ketika luruh, manusia dapat memperbaiki yang retak-retak sebelum sena tiba. Dia kembali tersenyum sambil terus melangkah menyeberang alan. Lelaki itu merasa tak perlu terlalu berhati-hati menyeberang. Kendaraan tidak bertambah terlampau banyak di kota kecil itu walau dua puluh tahun berlalu. Dan uga warga kota, yang menyeberang atau beralan di trotoar, dilihatnya masih seperti dulu. #etap tidak banyak serta tenang- tenang saa bergerak, laiknya air di sungai kecil. #ak lama ia tiba di seberang. Di trotoar yang apik uga teduh oleh pohonan. Di mukanya kini terletak lepau itu. #anpa sadar ia menoleh lagi ke belakang, tetapi lekas-lekas berpaling ke depan, bak memaklumi sekaligus tak ingin diikat oleh apa yang ada di belakang. "eda dengan daun manusia dapat memperbaiki yang retak sebelum sena, ia berbisik kembali. "ahkan seharusnya demikian, tambahnya tersenyum. Lepau itu sekarang lebih elas terlihat, begitupun perempuan berangkat tua dan perempuan muda gesit-riang itu. Lelaki itu memperhatikannya terus-menerus melalui kaca endela dan pintu lepau yang terbuka, sambil berdiri di trotoar. $adis itu beralan kian kemari di dalam lepau sedang perempuan berangkat tua itu duduk tenang-tenang di boks kasir, dengan sandaran kursi rapat ke dinding. Ia menunduk, menulis sesuatu; sesekali mengangkat muka dan bicara dengan si gadis. Ia tetap cantik walau dua puluh tahun berlalu. %aktu ustru mematangkan kecantikannya, melahirkan keanggunan tak ubahnya permata. &ati lelaki berangkat tua itu berdebar melihatnya. Ia menarik napas sekali lagi, lantas meneguhkan langkah memasuki halaman. 'Selamat pagi( Silakan masuk, Pak(' "idadari muda itu menyambut di muka pintu. Senyum menyemarakkan parasnya yang cantik. Perempuan berangkat tua itu mengangkat muka, menatap sebentar, menunduk kembali. !khirnya ia ke sini uga, pikirnya. Setelah dua hari tegak di trotoar seberang alan. &m. !pa pula yang hendak ia katakan) Dia perbuat) '#erima kasih.' Lelaki itu balas tersenyum dan melangkah ke dalam lepau. Ia pilih mea dekat endela. *atahari memancar di luar. *atahari kota kecil pegunungan yang lembut. *atahari yang dulu uga. Pagi membuka diri. !pa kiranya yang berubah di bawah matahari) #etapi ia tidak dapat berlama-lama merenung. $adis lincah rupawan itu sudah berdiri di sisi meanya dan menawarkan+ '"apak mau kopi, makan ketupat, atau nasi goreng)' #ubuhnya lampai, uga tangannya. Dan kulitnya kuning-langsat. Senyumnya tidak hilang-hilang dari bibir sehingga mukanya yang sangat mirip dengan perempuan berangkat tua itu tampak terus berseri, seperti pagi. 'Saya ingin kopi dulu.' 'Pakai susu, Pak)' '#idak. ,angan.' '"aik, kopi saa. -h, rasanya "apak tak warga kota ini, ya) &m, baiknya saya beri tahu. Ketupat kami tersohor enak, Pak. Dari dulu( Seak nenek-buyut saya, nenek, terus ibu, dan sekarang turun ke saya. $ulainya paku. !samnya belimbing, Pak(' 'Percaya. !romanya tadi saya cium dari luar(' Lelaki itu tersenyum. Ia seperti melihat dirinya waktu muda pada kelincahan gadis itu. '!kan saya coba nanti, setelah mengopi,' tambahnya. $adis itu tertawa. 'Saya buat sekarang kopi "apak,' katanya. 'Silakan cicipi penganannya, Pak(' '.a, terima kasih.' $adis itu pergi. Dan perempuan berangkat tua itu tetap menunduk, menulis. Ia mendengar percakapan itu. /ung pulpennya terkadang terhenti. Ia merenung. Ia ingat ayah dan ibunya yang sudah tiada. ,uga persoalan-persoalan lama. Dia menarik napas. Ia merasa, banyak soal muncul lebih karena emosi, bukan akibat sesuatu yang bersi0at prinsip. 1amun paling biak adalah menunggu, pikirnya. #oh selama ini aku terbiasa menunggu. Lepau itu memang tak besar dan semua percakapan akan terdengar. &anya ada enam mea, tuuh dengan yang ditempati laki-laki itu. Di setiap mea terhidang pisang goreng, pergedel agung, rupa-rupa lepat, selain tisu, tusuk-gigi. #aplak mea plastik warna biru muda bermoti0 bunga, tampak bersih, mengkilap. -ntah dari mana, boleh adi dari ruangan dalam berkumandang lagu-lagu daerah. #ak kencang, hanya sekadar untuk menyemarakkan pagi. Dan suami istri setengah baya berpakaian olahraga yang duduk di mea pook, berdiri; selesai santap ketupat. Si istri melangkah ke boks kasir. Perempuan berangkat tua itu menoleh, tersenyum. *ereka bercakap akrab. Semua orang saling sapa di kota kecil. Lalu pasangan itu keluar. Perempuan berangkat tua itu menulis kembali, setelah melirik selintas ke mea dekat endela. Laki-laki itu tersenyum, menarik napas. Kini tinggal dia di lepau itu. *atahari terus mendaki dan lepau itu biasa sunyi kalau am kantor serta sekolah sudah dimulai. #etapi siang dan sore hari, malah hingga malam, lepau itu ramai kembali. Dulu orang-orangtua uga main domino di situ, malam-malam; kawan lelaki tua suami perempuan tua yang kini sudah tak kelihatan. $adis lincah rupawan itu muncul kembali. *embawa baki berisi segelas kopi. 'Silakan, Pak. #idak terlalu lama kan, Pak)' ucapnya gesit-riang. '#idak, tidak.' Ia masih berdiri di sisi mea. 'Silakan coba, Pak(' '.a.' Lelaki itu menyeruput sedikit. '&m.' 'Kurang manis, Pak)' 'Pas. #erima kasih.' '#ampaknya "apak memang bukan warga kota ini, ya) "apak dari mana)' ',akarta.' '2, dari ,awa(' $adis itu menarik kursi di depan lelaki itu, dibatasi mea. Lalu duduk. Dan sambil senyum digesernya lepat nagasari ke depan laki-laki berangkat tua itu. 'Dalam rangka apa kemari, Pak) Dinas)' 'Kemanakan saya hendak menikah dan....' '&m. "apak seorang mamak yang baik kalau begitu. Di daerah ini ada pepatah adat khusus untuk lelaki, Pak. "egini bunyinya+ kaluak paku kacang balimbiang, anak dipangku kamanakan dibimbiang. !rtinya, kurang-lebih, se- orang laki-laki tidak hanya memperhatikan anaknya tapi uga kemanakan, anak-anak saudara perempuannya. &m, berat ya, Pak)' $adis itu tertawa. $iginya putih, rata. #etapi lelaki itu tidak ikut tertawa atau tersenyum. Ia hanya manggut-manggut sambil menatap gadis itu, seperti mencari sesuatu pada waahnya. Dan gadis itu tetap tertawa polos. #idak merasa ada yang aneh, ataupun ganil. Di mea kasir, perempuan berangkat tua itu mengangkat waahnya. Ia menoleh ke mea dekat endela, tempat anaknya bercakap- cakap. Lalu menunduk lagi. &atinya berdebar- debar. #api yang terbiak ialah menunggu, pikirnya. Dan didengarnya lelaki itu berkata menawab komentar anaknya+ '#idak, 1ak. #idak berat. Sepatutnya malah memang seperti itu.' '2h. "apak memang orang yang baik. Lelaki baik(' '#idak uga, 1ak. *alah....' '!h, "apak merendah. !nak "apak semua di ,akarta)' '#idak. Saya tak punya di sana. Saya ustru hendak menemuinya kemari.' '2, begitu.' Kini suara gadis itu tak lagi bercampur dengan nada riang. Ia uga menatap lelaki itu dengan sungguh-sungguh. -ntah kenapa, ia merasa iba melihatnya. Seak tadi. Seak kemunculan lelaki itu pertama kali. '.a seperti itu, 1ak,' lelaki itu berkata lagi. 'Saya malah belum pernah umpa dengannya. "elum pernah melihat anak saya. *asa muda adakalanya membuat orang hanyut oleh emosi, gampang tersinggung, uga menadi egois. "ahkan pengecut. #api, saya kini telah berangkat tua, sena saya di depan mata. Saya ingin sena saya menadi baik. Saya ingin menemui anak saya, dan ibunya.' '2 itu bagus Pak( !mat bagus sekali(' $adis lincah-rupawan itu mendapatkan keriangannya kembali. Ia tersenyum cerah kepada laki-laki berangkat tua itu. 'Seperti cerita, "apak akan menyelesaikannya dengan happy ending( .a, kan, Pak)' '.a, begitulah(' balas lelaki itu bersemangat, terpengaruh keriangan gadis di depannya. 'Saya akan mengukir sena saya adi baik. Saya akan minta maa0(' 'Kepada anak "apak dan ibunya)' '.a. Kepadamu. Dan ibumu, 1ak.' 'Saya) Ibu)' $adis itu terbelalak. Ia bolak-balik melihat lelaki itu dan ibunya. Perempuan di boks kasir itu tidak lagi duduk serta menulis menunduk. Ia tegak di belakang mea, malah sudah seak tadi. Dia mendengarkan percakapan itu. Kini tak biak lagi menunggu, pikirnya. Semua telah elas bagai siang. Lelaki itu sudah datang, mengucapkannya. Dan perempuan itu bersuara, untuk pertama kalinya+ 'Dia ayahmu, !rni(' Suaranya bergetar. $adis itu masih memandang lelaki itu dengan mata yang membesar, serta bibir bergetar. '!-ayah)' Ia tergagap. Dan lelaki itu makin yakin, bahwa beda dengan daun manusia dapat memperbaiki yang retak sebelum sena tiba. Dia melihat mata gadis itu berkaca-kaca. Ia pun berucap perlahan+ '!rni namamu, 1ak) 2 maa0kan !yah. Lihat, malah namamu !yah tak tahu.' Kilau-kemilau di mata gadis itu kini pecah meluapkan air, dan getar pada bibirnya menyusun senyuman.333 ,akarta 45 !pril 4667